Secara keseluruhan, susunan trigliserida minyak dan lemak mempunyai kesamaan pada gliserol, maka perbedaan sifat-sifat minyak dan lemak dilihat pada
komponen fatty acidnya asam lemak. Setelah di hidrogenasi kandungan asam lemak tak jenuh semakin meningkat 90 , hal ini menyebabkan produk hasil
hidrogenasi memiliki kestabilan oksidatif yang tinggi. Jika dilakukan reaksi hidrogenasi parsial ,maka komposisi C 18 asam stearat akan bertambah. Asam
Stearat yang tinggi akan menyebabkan asam lemak ini bersifat padat pada suhu kamar.
4.2.3. Kandungan lemak padat SFC
Untuk mendapatkan coating fat perlu diketahui kandungan lemak padat, melting point dan IV.
Kandungan lemak padat akan menurun dengan naiknya suhu. Komposisi lemak padat SFC = Solid Fat Content ditunjukan oleh tabel 4.9 sd 4.16. dari
reaksi hidrogenasi parsial RBDPKO , RBDPKOlein dan Blending antara RBDHPKO dengan RBDPKO, interesterifikasi , blending antara RBDPST dengan
RBDPKL dan blending antara RBDHPKO dengan RBDHPKOlein. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa kandungan lemak padat SFC dari
setiap perbandingan dan kondisi reaksi operasi yang berbeda , kandungan lemak padat akan menurun dengan kenaikan suhu. Hal ini disebabkan karena sejumlah
lemak padat mencair dengan kenaikan suhu. Komposisi asam lemak dalam trigliserida sangat berpengaruh pada kandungan lemak padatnya. Kandungan
lemak padat digunakan sebagai metoda untuk konsistensi lemak. Pengukuran ini diperlukan karena berhubungan dengan rasa dimulut dan plastisitas produk.
Kandungan lemak padat SFC , IV dan MP pada reaksi hidrogenasi parsial RBDPKO kondisi operasi reaksi 1.1 sd 1.2. Pada kondisi reaksi 1 ,SFC tidak ada
yang memenuhi standard premium coating fat , sehingga tidak dapat dijadikan sebagai coating fat.
Pada reaksi 2 2.8 dan 2.9 , SFC ,IV dan MP memenuhi standard premium coating fat dengan minimal asam lemak trans yaitu 3.53 dan 2.86. Produk tersebut
memenuhi standard MP 34 PCF dengan minimal asam lemak trans yang aman untuk dikonsumsi. Sesuai dengan klasifikasi kandungan asam lemak trans TFA :
High trans product : 20 TFA , tidak aman untuk dikonsumsi ; Low trans
76
Universitas Sumatera Utara
product minimal trans fat : 5 TFA ; Zero trans product : 0.5 TFA aman untuk dikonsumsi , Perryman Shirley, et al , 2006.
Pada reaksi 3 3.5 dan 3.6 , SFC ,IV dan MP memenuhi standard premium coating fat dengan asam lemak trans 4.70 dan 3.88. Produk tersebut memenuhi
standard MP 34 PCF dengan minimal asam lemak trans yang aman untuk dikonsumsi dari reaksi 3.6.
Pada reaksi 4 4.3 , SFC ,IV dan MP memenuhi standard premium coating fat dengan minimal asam lemak trans 3.60. Produk tersebut memenuhi standard
MP 34 PCF dengan minimal asam lemak trans yang aman untuk dikonsumsi. Kondisi reaksi 5 , 6 dan 7 , produk hasil reaksi tidak memenuhi standard
premium coating fat. Pada reaksi 8 8.1 , SFC ,IV dan MP memenuhi standard premium coating
fat dengan minimal asam lemak trans 4.91. Produk tersebut memenuhi standard MP 34 PCF dengan minimal asam lemak trans yang aman untuk dikonsumsi. Pada
reaksi 8 8.4 dan 8.5 , SFC ,IV dan MP memenuhi standard premium coating fat dengan minimal asam lemak trans 0.09 . Produk tersebut memenuhi standard MP
40 PCF dengan minimal asam lemak trans yang aman untuk dikonsumsi. Sedangkan 8.2 dan 8.3 , produk hasil reaksi tidak memenuhi standard premium
coating fat. Pada reaksi O1 sd O4 , produk hasil reaksi tidak memenuhi standard
coating fat. Reaksi O5.1 sd O5.3 , O5.7 sd O5.10 tidak memenuhi standard coating fat.
Pada reaksi O5 O5.4 sd O5.6 , SFC ,IV dan MP memenuhi standard coating fat dengan minimal asam lemak trans 8.75 , 8.44, 7.65 . Produk tersebut
memenuhi standard MP 34 CF dengan asam lemak trans melebihi standard yang telah ditentukan , produk tersebut tidak aman untuk dikonsumsi.
Reaksi blending B3 : RBDHPKO dengan RBDPKO dengan rasio perbandingan 10 : 90 ,IV = 15.56 , Produk tersebut memenuhi standard MP 28
CF , dengan zero trans fat yang aman dikonsumsi. Reaksi Interesterifikasi sebelum dan sesudah reaksi tidak merubah
komposisi asam lemak , kandungan lemak padat SFC , IV dan MP. Tidak terjadi suatu perubahan yang signifikan terhadap kualitas sebelumnya. Hidrogenasi
parsial RBDHPO dan Interesterifikasi dapat digunakan sebagai harden fat untuk
77
Universitas Sumatera Utara
blending dengan produk margarine sehingga dapat memperbaiki textur margarine yaitu berbentuk padat pada suhu kamar dan cair pada suhu tubuh. Blending
RBDHPKO 88 dengan RBDHPO 12 mempunyai ciri khas coating fat , dengan zero trans fat, baik sebelum maupun sesudah interesterifikasi.
Blending antara RBDPST dengan RBDPKL dengan ratio perbandingan 60 : 40 dilanjutkan dengan reaksi interesterifikasi menghasilkan coating fat
yang memenuhi standard dengan zero trans yang aman untuk dikonsumsi. Blending antara RBDHPKO dengan RBDHPKOlein dengan berbagai ratio
perbandingan menghasilkan minimal trans fat yang aman untuk dikonsumsi ,semua blending tersebut memenuhi spesifikas coating fat.
Kandungan lemak padat semakin menurun dengan naiknya suhu , lemak hasil blending mempunyai kandungan lemak padat yang berbeda dengan minyak
lemak hasil parsial hidrogenasi , dimana terdapat kecenderungan pada minyak lemak hasil blending kandungan lemak padat sedikit lebih tinggi akan tetapi
menjadi bervariasi pada temperatur yang lebih tinggi. Solid fat content SFC berkaitan dengan persentase minyak yang berupa
padat pada berbagai suhu. Keseluruhan kurva tidak dapat diperkirakan hanya dengan penentuan pada satu variasi suhu; keseluruhan kurva SFC diperlukan untuk
memahami karakteristik produk minyak pada berbagai suhu. Solid Fat Content SFC merupakan analisa minyak dan lemak yang
diterima secara umum dalam industri makanan dan NMR merupakan metode analisa yang telah diakui oleh sistem standarisasi AOCS Cd 16b-93 revisi pada
tahun 2000 di USA dan ISO 8292 di Eropa Gunstone dan Norris 1983 mengemukakan bahwa SFC yang terlalu
rendah dapat menurunkan plastisitas produk lemak pengganti coklat , sebaliknya bila kandungan lemak padat terlalu tinggi dapat meningkatkan rasa seperti lilin di
dalam mulut. Semakin besar konsumsi gas H
2
maka SFC dari produk semakin meningkat. Sedangkan semakin tinggi suhu maka kadar SFC dari produk semakin
menurun. Hal ini berkaitan dengan pengertian dari SFC sendiri sebagai rasio antara komponen solid terhadap liquid. Dengan kenaikan suhu maka jumlah komponen
solid, yang merupakan kristal-kristal asam lemak akan semakin berkurang meleleh. Akibatnya rasio solid terhadap liquid akan semakin kecil. Dengan
78
Universitas Sumatera Utara
semakin tinggi konsumsi gas H
2
, ketidakjenuhan minyak akan semakin berkurang. Akibatnya, titik leleh akan semakin tinggi yang berarti komponen solid pada
minyak semakin bertambah pada suhu yang sama. Sehingga, dengan kenaikan konsumsi gas H
2
maka SFC produk pun semakin meningkat pada suhu yang sama.
4.2.4. Melting Point MP ,titik leleh