meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel dengan meningkatnya sekresi insulin serta peningkatan perombakan glukosa di hati oleh glukagon. Pemberian glukagon
dan peptida-1 GLP-1 dapat meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pencegahan DM. Sedangkan
Zaitseva et al. 1998 melakukan isolasi peptida dari usus babi yaitu NK-lisisn NKL pada konsentrasi 1-100 nM menunjukkan hasil yang sangat berpotensi
untuk menstimulir sekresi insulin sel beta pankreas tikus serta dapat meningkatkan konsentrasi Ca
2+
sitoplasma yang akan mensekresikan insulin. Beberapa komponen bioaktif teripang seperti kromium, magnesium, dan
selenium diduga pula dapat meningkatkan stimulasi sekresi insulin, sehingga akan
menurunkan kadar glukosa darah. Hasil penelitian menunjukkan p emberian
kromium kompleks dan kromium folat pada tikus DM yang diinduksi aloksan selama 2 minggu dapat bersifat hipoglikemik dengan menurunkan kadar glukosa
darah Li et al. 2012. Sedangkan Jing et al. 1995 menyatakan bahwa asupan magnesium yang lebih tinggi pada makanan dapat meningkatkan sekresi insulin
sehingga menurunkan resiko DM. Selanjutnya Yu et al. 2009 melaporkan pemberian selenium dan polisakarida SPS pada tikus DM selama 20 hari d
apat menurunkan kadar glukosa darah dan MDA, serta dapat pula meningkatkan
aktivitas enzim antioksidan hati dan ginjal dibandingkan yang tidak diberi SPS atau hanya polisakarida saja.
4.4.4. Perubahan Berat Badan Tikus Percobaan
Salah satu ciri umum penderita diabetes adalah terjadinya perubahan berat. Sardesai 2003 menyatakan bahwa DM ditandai dengan poliurea, polidipsia,
poliphagia dan penurunan berat badan serta lemah. Kadar glukosa darah melebihi 180 mgdl, menyebabkan terjadinya pembuangan glukosa ke urine, karena ginjal
tidak dapat menahan lagi, sehingga kadar glukosa urine tinggi dan akan menarik air dalam jumlah besar karena adanya daya osmotik dari gula. Kondisi ini
menyebabkan volume urine akan meningkat dan penderita DM akan sering kencing poliurea. Penarikan air yang terlalu banyak, akan mengganggu neraca
air di dalam tubuh, sehingga menimbulkan rasa haus terus-menerus polidipsia. Penderita DM memiliki kadar glukosa berlebihan dalam darah, namun tidak dapat
dimanfaatkan menjadi sumber energi sel glucose-storred state, sehingga tubuh
menjadi lemah dan mengakibatkan terjadinya rasa lapar yang berlebihan poliphagia. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan energi, tubuh harus
melakukan perombakan sumber energi lain yaitu lemak dan protein, akibatnya akan terjadi penurunan berat badan.
Pengukuran berat badan tikus selama masa percobaan dilakukan setiap 4 hari selama 28 hari percobaan. Hasil pengukuran berat badan tikus dapat dilihat
pada Gambar 22 dan Tabel 17. Kelompok tikus kontrol negatif tikus normal selama masa percobaan menunjukkan berat badan yang stabil, bahkan meningkat
terus sesuai dengan karakteristik tikus sehat. Kondisi berbeda terlihat pada kelompok tikus kontrol positif tikus DM yang menunjukkan kecenderungan
penurunan berat badan. Kelompok tikus perlakuan pemberian hidrolisat, konsentrat dan isolat protein teripang menunjukkan peningkatan berat badan,
bahkan pemberian hidrolisat protein teripang persentase peningkatan lebih besar dari kontrol negatif.
Gambar 22 Perubahan berat badan tikus selama masa percobaan 28 hari. KN=kontrol negatif tikus normal, KP=kontrol positif tikus DM,
DM+HPT=kelompok DM yang diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang,
DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.
Hasil sidik ragam ANOVA Lampiran 17 terhadap berat badan tikus percobaan sampai hari ke-28, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
P0.01. Uji lanjut Duncan Lampiran 17 menunjukkan kelompok tikus perlakuan kontrol positif tikus DM mengalami penurunan berat badan selama 28
hari percobaan, sebaliknya untuk kelompok tikus DM yang diberi perlakuan HPT, KPT, dan IPT mengalami peningkatan berat badan. Kelompok tikus perlakuan
DM+HPT memiliki persentase kenaikan berat badan paling besar yaitu 42.4 g 22.6, dibandingkan dengan kelompok tikus perlakuan DM+IPT 30.6 g atau
17.3 dan kelompok DM+KPT 22.8 g atau 12.9. Berat badan kelompok tikus kontrol negatif tikus normal mengalami peningkatan rata-rata sebesar
51.6 g 27.9, sebaliknya kelompok tikus kontrol positif tikus DM mengalami penurunan berat badan sebesar 58.8 g 33.3. Penurunan berat badan yang
sangat nyata mulai terjadi pada hari ke-8 dst. Data ini menunjukkan bahwa perlakuan HPT memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat laju
penurunan berat badan pada individu yang menderita DM. Tabel 17 Rata-rata berat badan tikus selama 28 hari percobaan gram n=5
Hari ke-
Kelompok Perlakuan KN
KP DM+HPT
DM+KPT DM+IPT
185.00 ± 19.69
a
176.40 ± 30.64
a
187.60 ± 28.75
a
176.40 ± 10.92
a
176.60 ± 19.77
a
4 193.80 ± 18.99
a
167.40 ± 20.27
a
193.60 ± 27.33
a
175.40 ± 9.29
a
176.80 ± 15.90
a
8 201.40 ± 18.77
b
144.60 ± 19.77
a
204.40 ± 29.69
b
181.80 ± 11.14
b
184.40 ± 16.01
b
12 211.60 ± 15.01
b
140.40 ± 20.33
a
209.40 ± 25.71
b
186.60 ± 14.05
b
187.60 ± 14.36
b
16 215.00 ± 16.96
b
126.60 ± 16.40
a
215.40 ± 26.09
b
186.60 ± 16.59
b
189.20 ± 19.50
b
20 223.40 ± 15.32
b
121.20 ± 12.03
a
220.20 ± 30.56
b
192.80 ± 17.37
b
196.40 ± 24.64
b
24 230.00 ± 19.04
b
120.40 ± 11.44
a
223.80 ± 30.67
b
195.60 ± 18.69
b
196.40 ± 29.19
b
28 236.60 ± 17.95
b
117.60 ± 10.06
a
230.00 ± 27.88
b
199.20 ± 18.10
b
207.20 ± 22.04
b
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0.01. KN=kontrol negatif tikus normal, KP=kontrol positif tikus DM, DM+HPT=kelompok DM yang
diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Chandra et al. 2007 yang melaporkan bahwa berat badan tikus normal selama masa penelitian terus
mengalami peningkatan, sedang tikus diabetes melitus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan tikus diabetes melitus mengalami kegagalan sintesis glikogen
dalam sel. Grover et al. 2002 menjelaskan glikogenesis tidak terjadi pada diabetes akibat defisiensi ataupun insensitivitas insulin. Keadaan tersebut
mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga pembentukan glikogen dalam sel hati dan otot tidak terjadi. Sementara itu karena tidak ada
sumber energi glukosa yang masuk, sel akan melakukan glukoneogenesis.
Glukoneogenesis merupakan mekanisme sintesis glukosa dengan membongkar lemak dan protein dari hati dan jaringan lemak. Bila proses ini berlangsung kronis
berakibat pada penurunan berat badan Brody 1999. Terjadinya penurunan berat badan pada kelompok tikus perlakuan kontrol
positif tikus DM karena pada tikus DM terjadi kekurangan insulin. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel sehingga kebutuhan
energi untuk tubuh diperoleh dari hasil lipolisis. Lemak di berbagai jaringan dimobilisasi dan mengalami beta oksidasi untuk menghasilkan energi. Kehilangan
lemak menyebabkan berat badan menurun. Hal yang sama dilaporkan Widowati 2007 dan Suarsana 2009, yang menyatakan bahwa penurunan berat badan
merupakan salah satu karakteristik DM yang diinduksi aloksan. Pada tikus DM yang diberi hidrolisat protein teripang, berat badan dapat
ditingkatkan. Kemampuan hidrolisat protein teripang untuk menghambat penurunan berat badan tampaknya sama dengan kemampuannya untuk
menurunkan kondisi hiperglikemia, yaitu hidrolisat protein teripang diduga membantu tubuh mempercepat metabolisme glukosa di hati, mempercepat
glikogenesis, dan mencegah lipolisis, melalui stimulasi sekresi insulin oleh asam amino bebas yang terkandung di dalam hidrolisat protein teripang.
4.5. Aktivitas Enzim Antioksidan Intrasel SOD, GPx, dan Katalase Hati