pangan fungsional bagi penderita DM, dapat menghambat kenaikan kadar glukosa darah secara drastis, sehingga sekresi insulin yang diperlukan dapat disesuaikan
dengan kondisi diabetes yang mempunyai gangguan dalam produksi maupun yang mengalami resistensi insulin.
4.4.
Evaluasi Daya Hipoglikemik Hidrolisat, Konsentrat, dan Isolat Protein Teripang
4.4.1. Komposisi Kimia Ransum Tikus Percobaan
Komposisi ransum tikus percobaan disusun berdasarkan ransum standar metode AOAC 1995. Sebanyak 35 ekor tikus percobaan digunakan pada tahap
ini, yang terlebih dahulu diadaptasikan selama satu minggu. Selama percobaan tikus diberi minum secara ad libitum dan ransum standar AOAC 1995 dengan
formulasi terlihat pada Tabel 14. Tabel 14 Formulasi ransum standar tikus percobaan per 100 g, AOAC 1995
Komposisi Jumlah
Bahan Berat ditimbang
g Protein
10 Kasein
11.99 Lemak
8 Minyak
Jagung 7.98
Air 5
Aquades 3.81
Mineral 5
Mineral mix 4.91
Serat 1
CMC 0.98
Vitamin 1
Fitkom 1
Karbohidrat 70
Pati Jagung 69.33
Sumber protein yang digunakan adalah kasein, dengan sumber lemak adalah minyak jagung corn oil. Mineral yang digunakan adalah mineral mix
yang terdiri dari KI 0.79 g, NaCl 139.30 g, KH
2
PO
4
389.99 g, MgSO
4
anhidrat 53.70 g, CaCO
3
381.40 g, FeSO
4
.7H
2
0 27 g, MnSO
4
.2H
2
0 4.01 g, ZnSO
4
.7H
2
0.55 g, CuSO
4
.5H
2
0 0.48 g dan CoCl
2
.6H
2
0 0.02 g Muchtadi 2010. Air yang digunakan adalah aquades, dengan sumber serat yaitu CMC. Vitamin yang
digunakan adalah fitkom rasa jeruk yang terdiri dari beberapa jenis vitamin yaitu vitamin A, vitamin B
1
, vitamin B
2
, vitamin B
6
, vitamin B
12
, vitamin C, vitamin D
3
, nicotinamidum, kalsium pantotenat dan vitamin E. Sedangkan jenis pati yang digunakan adalah pati jagung corn starch. Hasil analisis proksimat ransum
standar terlihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Analisis proksimat ransum standar tikus percobaan Komposisi
Kandungan Kadar Air
16.4 Kadar Abu
4.2 Kadar Protein
10.9 Kadar Lemak
8.3 Kadar Karbohidrat
60.2
4.4.2. Hewan Model Diabetes Melitus dan Induksi Aloksan
Hewan model yang banyak digunakan secara luas dalam penelitian diabetes adalah tikus, kelinci, maupun hewan primata. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa penggunaan hewan model ini dapat menggambarkan dengan baik berbagai keadaan diabetes pada manusia baik dari aspek fisiologis, morfologi
maupun homogenitas genetiknya. Hewan model juga merupakan sarana yang baik untuk memanipulasi keadaan yang tidak memungkinkan dilakukan pada manusia
Widowati 2007. Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan Sparague Dawley. Hewan ini telah diketahui sifatnya dengan baik, mudah dipelihara, relatif
sehat dan peka terhadap pengaruh perlakuan dalam komponen dietnya. Tikus percobaan diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka IPB, dengan berat
badan antara 150-200 g. Tikus percobaan sebelum digunakan, terlebih dahulu dilakukan adaptasi selama satu minggu dengan tujuan agar tikus percobaan
terbiasa dengan lingkungannya. Selama masa adaptasi, tikus diberi ransum standar dan diberi minum secara ad libitum.
Hewan model untuk diabetes melitus yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan hasil induksi eksperimental, dengan bahan kimia diabetogenik.
Aloksan dan streptozotosin STZ merupakan senyawa diabetogenik, dengan dosis tertentu dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel beta
pankreas sehingga menghasilkan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu ciri DM tipe I IDDM. Penelitian ini menggunakan aloksan dengan dosis
tunggal 110 mgkg berat badan tikus Wresdiyati et al. 2008. Penggunaan dosis ini setelah dua hari dapat menghasilkan tikus hiperglikemia permanen sekitar
85. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Widowati 2007 dengan dosis yang sama menghasilkan tikus hiperglikemia permanen sekitar 90.
Penggunaan dosis ini masih dalam kisaran yang dilaporkan oleh Szkudelski
2001 yaitu 70-120 mgkg bb. Tikus percobaan sebelum diinduksi aloksan, kadar gula darah tikus diukur terlebih dahulu untuk memastikan bahwa tikus dalam
keadaan normal dan sehat atau tidak menderita diabetes melitus. Beberapa peneliti melaporkan bahwa dosis aloksan yang dapat
menghasilkan kondisi hiperglikemia permanen tergantung dari jenis, umur dan kondisi hewan percobaan. Cooperstein dan Watkins 1981 melaporkan bahwa
penggunaan aloksan mempengaruhi kadar glukosa darah, dan apabila diplotkan dalam kurva terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama terjadi hiperglikemia yang
berlangsung selama 1-4 jam setelah injeksi, yang diikuti fase hipoglikemia antara 6-12 jam, dan fase ketiga hiperglikemia permanen pada 12-24 jam setelah injeksi.
Kadang-kadang sebelum fase pertama, terjadi hipoglikemia singkat yaitu 20-30 menit setelah injeksi aloksan. Hal ini yang menyebabkan seleksi tikus DM dalam
penelitian ini dilakukan setelah dua hari injeksi aloksan. Awalnya penelitian ini ingin menggunakan tikus dengan variasi kadar gula darah awal antar hewan model
yang kecil, yaitu berkisar 250-300 mgdl DM sedang. Namun ternyata sangat sulit untuk mendapatkan kondisi yang diinginkan, oleh karena itu semua tikus
percobaan DM dengan kadar glukosa awal lebih dari 200 mgdl digunakan dalam penelitian ini. Rata-rata kadar glukosa awal masing-masing kelompok berkisar
antara 345 mgdl sampai dengan 356 mgdl Tabel 16. 4.4.3.
Daya Hipoglikemik Hidrolisat, Konsentrat, dan Isolat pada Tikus Percobaan
Peningkatan produksi glukosa hati dan penurunan pemanfaatan glukosa oleh jaringan perifer merupakan penyebab tingginya konsentrasi glukosa darah
hiperglikemia pada individu penderita DM. Selanjutnya DM akan menyebabkan terjadinya gangguan pada metabolisme karbohidrat, DM dapat pula
mempengaruhi metabolisme protein dan lemak. Asam amino terpaksa dikonversi menjadi glukosa. Ketosis merupakan salah satu gangguan metabolisme asam
lemak, yang terjadi karena meningkatnya metabolisme trigliserida yang diikuti dengan kelebihan produksi keton bodies dan kolesterol.
Hasil penelitian Iwai 2008 serta Frode dan Medeiros 2008 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah hewan percobaan yang mengalami DM
lebih tinggi dan berbeda sangat nyata dibanding hewan uji normal. Hiperglikemik
pada hewan coba diabetes tersebut terjadi akibat defisiensi insulin. Frode dan Medeiros 2008 menjelaskan defisiensi insulin pada hewan DM terjadi karena
masuknya bahan penginduksi diabetes streptozotocin ke dalam sel beta pankreas melalui glukosa transporter 2 Glut 2, sehingga menyebabkan alkilasi
DNA sel beta tersebut dan akhirnya sel beta pankreas mengalami nekrosis. Daya hipolikemik hidrolisat, konsentrat, dan isolat protein teripang
dievaluasi melalui pengukuran kadar glukosa darah tikus selama masa percobaan. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap 4 hari dalam 28 hari masa
percoban. Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus tampak pada Tabel 16. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah tikus percobaan yang diberi
perlakuan hidrolisat, konsentrat, dan isolat mengalami penurunan dibandingkan kontrol positif yang cenderung sedikit fluktuatif dan meningkat sampai akhir masa
pecobaan, sedangkan kontrol negatif kadar glukosa darahnya tetap normal. Tabel 16 Rata-rata kadar glukosa darah tikus selama 28 hari percobaan mgdl
n=5
Hari ke-
Kelompok Perlakuan KN
KP DM+HPT
DM+KPT DM+IPT
118.00 ± 4.24
a
345.00 ± 58.51
b
346.00 ± 148.98
b
356.80 ± 85.99
b
354.40 ± 120.74
b
4 116.60 ± 9.37
a
500.80 ± 91.75
b
367.80 ± 124.17
b
476.80 ± 98.55
b
386.00 ± 159.49
b
8 116.00 ± 4.85
a
564.60 ± 38.08
c
323.00 ± 141.02
ab
432.00 ± 146.55
bc
327.80 ± 157.53
ab
12 122.80 ± 7.12
a
502.00 ± 69.54
c
270.60 ± 129.72
ab
398.00 ± 139
bc
307.40 ± 151.66
abc
16 121.00 ± 9.92
a
515.20 ± 34.82
c
236.20 ± 116.30
ab
376.80 ± 116.96
bc
278.40 ± 150.82
ab
20 120.40 ± 2.41
a
531.00 ± 54.68
c
217.40 ± 91.54
ab
358.40 ± 120.17
bc
282.60 ± 157.10
ab
24 120.80 ± 12.46
a
490.80 ± 72.45
c
180.00 ± 39.42
ab
359.60 ± 133.06
bc
270.20 ± 160.78
ab
28 121.80 ± 7.92
a
538.40 ± 57.66
c
159.60 ± 30.13
ab
333.40 ± 116.15
b
256.60 ± 162.00
ab
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0.01. KN=kontrol negatif tikus normal, KP=kontrol positif tikus DM, DM+HPT=kelompok DM yang
diberi hidrolisat protein teripang, DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.
Kurva daya hipoglikemik HPT, KPT, dan IPT terhadap perubahan kadar glukosa darah tikus percobaan selama 28 hari terlihat pada Gambar 21. Hasil
sidik ragam ANOVA Lampiran 16 terhadap daya hipoglikemik sampai hari ke-28, kadar glukosa darah menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0.01.
Uji lanjut Duncan Lampiran 16 memperlihatkan kadar glukosa darah kelompok tikus perlakuan kontrol positif tikus DM berfluktuasi dan mengalami kenaikan
selama 28 hari percobaan, sebaliknya untuk kelompok tikus DM yang diberi
perlakuan HPT, KPT, dan IPT cenderung mengalami penurunan kadar glukosa darah selama 28 hari percobaan, sedangkan kelompok tikus kontrol negatif tikus
normal kadar glukosa darahnya tetap normal 118-121.8 mgdl. Kelompok tikus perlakuan DM+HPT memiliki penurunan rata-rata kadar glukosa paling besar
yaitu 186.4 mgdl 53.9, dibandingkan kelompok perlakuan DM+IPT 97.8 mgdl atau 27.6, dan kelompok DM+KPT 23.4 mgdl atau 6.6, apalagi
dengan kelompok tikus kontrol positif yang memiliki kadar glukosa darah terus meningkat dengan rata-rata peningkatan 193.4 mgdl 56.1. Hasil ini
menunjukkan bahwa perlakuan HPT memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat laju kenaikan kadar glukosa darah pada individu yang menderita
DM, bahkan pemberian HPT dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus percobaan sampai ke tingkat normal. Hal ini tentu saja belum bisa digunakan
sebagai acuan secara langsung, namun demikian hidrolisat protein teripang telah memberikan dampak dalam pengendalian kadar glukosa darah pada tikus
percobaan. Hidrolisat protein teripang bukan obat atau pengganti obat, namun ada harapan apabila dikonsumsi dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah
penderita DM.
Gambar 21 Perubahan kadar glukosa darah tikus selama 28 hari percobaan.
KN=kontrol negatif tikus normal, KP=kontrol positif tikus DM, DM+HPT=kelompok DM yang diberi hidrolisat protein teripang,
DM+KPT=kelompok DM yang diberi konsentrat protein teripang, DM+IPT=kelompok DM yang diberi isolat protein teripang.
Kemampuan hidrolisat protein teripang menekan kenaikan kadar glukosa darah pada tikus diabetes diduga melalui kemampuan asam amino bebas yang
dikandung hidrolisat protein teripang yang dapat menstimulasi sel beta untuk mensekresi insulin. Hal ini tekait dengan penelitian Newsholme et al. 2007
yang menyatakan bahwa beberapa asam amino seperti leusin, arginin, lisin, alanin, fenilalanin, isoleusin, dan metionin dalam bentuk bebas mampu
menstimulasi sekresi insulin. Kenaikan kadar insulin dapat meningkatkan dan mempercepat metabolisme glukosa sehingga kadar glukosa darah menjadi normal
kembali. Kadar insulin yang tinggi dapat pula menstimulasi sebagian besar komponen karbohidrat diubah menjadi energi.
Faktor lain yang diduga dimiliki oleh hidrolisat protein teripang dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah kemampuannya menghambat aktivitas
enzim -glukosidase. Iwai 2008, Lee et al. 2010, dan Nwosu et al. 2010
melaporkan bahwa penurunan kadar glukosa darah pada hewan DM karena adanya kemampuan menghambat aktivitas enzim
-glukosidase. Diduga efek penghambatan akan terjadi karena inhibitor yang diduga peptida-peptida pendek
dan beberapa senyawa bioaktif akan berikatan dengan sisi allosterik enzim, dan akan mengubah sisi aktifnya. Selanjutnya inhibitor dapat membentuk ikatan
dengan enzim dalam keadaan bebas, disamping dapat membentuk ikatan dengan komplek enzim substrat. Ikatan inhibitor terhadap enzim bebas dan enzim substrat
dapat menyebabkan terbentuknya kompleks enzim inhibitor atau enzim substrat inhibitor yang bersifat tidak produktif karena tidak dapat membentuk produk.
Produk hanya akan terbentuk jika ikatan inhibitor lepas dari kompleks enzim substrat inhibitor. Reaksi sampingan yang sangat merugikan akibat pengaruh
inhibitor pada jenis penghambatan ini adalah besarnya peluang sisi aktif enzim untuk berubah secara permanen dari keadaan alami jika kompleks enzim inhibitor
memiliki ikatan yang sangat kuat. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan reaktifitasnya secara permanen Suhartono 1989.
Peranan peptida-peptida pendek yang terbentuk selama proses hidrolisis protein teripang diduga pula dapat meningkatkan sekresi insulin, sehingga akan
menurunkan kadar glukosa darah. Schirra et al. 1998 dan Clous et al. 2007 melaporkan pemberian glukagon yang dikombinasikan dengan peptida dapat
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel dengan meningkatnya sekresi insulin serta peningkatan perombakan glukosa di hati oleh glukagon. Pemberian glukagon
dan peptida-1 GLP-1 dapat meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pencegahan DM. Sedangkan
Zaitseva et al. 1998 melakukan isolasi peptida dari usus babi yaitu NK-lisisn NKL pada konsentrasi 1-100 nM menunjukkan hasil yang sangat berpotensi
untuk menstimulir sekresi insulin sel beta pankreas tikus serta dapat meningkatkan konsentrasi Ca
2+
sitoplasma yang akan mensekresikan insulin. Beberapa komponen bioaktif teripang seperti kromium, magnesium, dan
selenium diduga pula dapat meningkatkan stimulasi sekresi insulin, sehingga akan
menurunkan kadar glukosa darah. Hasil penelitian menunjukkan p emberian
kromium kompleks dan kromium folat pada tikus DM yang diinduksi aloksan selama 2 minggu dapat bersifat hipoglikemik dengan menurunkan kadar glukosa
darah Li et al. 2012. Sedangkan Jing et al. 1995 menyatakan bahwa asupan magnesium yang lebih tinggi pada makanan dapat meningkatkan sekresi insulin
sehingga menurunkan resiko DM. Selanjutnya Yu et al. 2009 melaporkan pemberian selenium dan polisakarida SPS pada tikus DM selama 20 hari d
apat menurunkan kadar glukosa darah dan MDA, serta dapat pula meningkatkan
aktivitas enzim antioksidan hati dan ginjal dibandingkan yang tidak diberi SPS atau hanya polisakarida saja.
4.4.4. Perubahan Berat Badan Tikus Percobaan