Penyajian Data Penarikan Kesimpulan
berat, automotif, kapal dan kelautan, listrik, kesehatan, senjata angin, aksesori, perbengkelan, pertanian, perkebunan, bahan bangunan dan
rumah tangga, karoseri, pemadam kebakaran, dan peralatan pompa air Tegal juga dikenal sebagai tempat berdirinya lingkungan industri kecil
LIK pertama di Jawa Tengah. Penduduk Tegal dikenal memiliki kultur wirausaha yang telah
menjadi tradisi sejak lama. Keberadaan warung tegal warteg yang merajai bisnis makanan di Ibu Kota dan kota-kota lain, bersaing
dengan Rumah Makan Padang, menjadi salah satu bukti. Di bidang industri kecil, kultur itu terbangun sejak kedatangan
Ki Gede Sebayu berkuasa 1601-1620, pendiri Tegal dari tlatah Pajang Solo. Ki Gede Sebayu membawa serta 40 keluarga
pengikutnya, yang ditempatkan di empat desa berbeda sesuai dengan keahliannya. Mereka yang bermukim di Desa Sayangan, andal
membuat alat-alat perlengkapan dapur, dan yang menempati Desa Mejasem pandai membuat alat-alat pertukangan.
Pengikut Ki Gede Sebayu yang membuka lahan di Desa Pagongan, ahli membuat alat-alat gerabah, serta penduduk Desa
Banjaran piawai mengolah bahan-bahan menjadi penganan atau jajanan.
Kultur itu menemukan momentumnya ketika Haji Kaji Gofur, salah seorang pengusaha besi asal Tegal mengangkut 21 pesawat
terbang tua dari Madiun, Jawa Timur, pada dekade 1970-an. Oleh Kaji Gofur pesawat itu dipretheli dibongkar menjadi bahan baku industri
mesin rumahannya, serta dijual kepada pengusaha lain. Paling tidak, sejak saat itu industri pengolahan logam mulai
bergairah di Tegal. Selain LIK di Dampyak, Kramat, sentra-sentra industri itu tersebar juga di Kecamatan Talang, Tarub, Adiwerna,
Kramat, Suradadi, Warureja, Lebaksiu, dan Bumijawa.
Tidak kurang 128.853 orang terserap pada industri-industri pengolahan, dari yang berskala besar, menengah, kecil, hingga mikro.
Tidak salah bila kemudian Tegal mengklaim dirinya sebagai kota industri.
Bisa jadi klaim Tegal sebagai Jepangnya Indonesia atau Tegal sebagai Kota Industri pengolahan tidak dikenal publik secara luas,
karena penduduk hanya memproduksi bahan komponen. Dengan bentuknya sebagai bahan setengah jadi, konsumen terakhir mungkin
tidak sadar dan tidak mengira, bila jendela kedap air, kemudi, atau perlengkapan kapal yang ditumpanginya, atau suku cadang pompa air,
rice mill hingga blankwir mobil pemadam kebakaran yang dilihatnya,
diproduksi oleh pengrajin Tegal. Realitas itu, di samping menegaskan keberadaan pengrajin
Tegal dalam persepsi konsumen akhir juga membuat mereka menutup diri terhadap kemungkinan untuk lebih maju dan kreatif. Soal
kreativitas, memang menjadi problem tersendiri, karena biasanya pengrajin membuat sebuah produk berdasarkan pesanan.
Sudah saatnya pengrajin Tegal berpikir untuk membuat produk hasil kreasi sendiri, bahkan memproduksi barang-barang jadi, tidak
lagi sebagai komponen atau suku cadang. Transformasi itu akan lebih menguntungkan secara finansial dan moral hak cipta pengrajin, serta
dapat mengangkat nama baik daerah di kancah regional dan nasional. Pemberdayaan pengrajin juga dapat dilakukan dengan
penguatan peran dan fungsi LIK. Problem klasik yang dihadapi pengrajin biasanya berkutat pada pemenuhan bahan baku, kreasi
teknologi, serta jangkauan jaringan pemasaran. Keberadaan LIK sangat strategis sebagai lokalisasi kegiatan
wirausaha, dan dapat menjadi wadah pengrajin dalam mengorganisasi diri untuk bersaing di bisnis industri pengolahan. Lokalisasi dalam
LIK juga strategis dalam upaya mengontrol dan mengelola limbah hasil industri pengrajin.
Tidak kalah pentingnya adalah upaya-upaya strategis dalam menyikapi serbuan produk-produk dari China yang lebih murah. Pada
level kebijakan, proteksi dapat dilakukan pada kebijakan impor maupun kemauan untuk menggunakan produk lokal. Kampanye
penggunaan produk lokal dapat dimulai oleh pemerintah dalam program dan kegiatan pembangunan yang membutuhkan produk
industri pengolahan.
Keberpihakan pemerintah
dengan menggunakan produk lokal itu akan membantu pengrajin dalam
meluaskan pemasaran produk. Bagi pengrajin, tidak ada cara lain kecuali tetap bertahan sembari mengembangkan diri dengan
melakukan kreasi peningkatan mutu, hingga diversifikasi produk.
29