18
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pemberdayaan Ekonomi
1. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi
Kata pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah bahasa inggris yaitu empowerment.
Pemberdayaan empowerment berasal dari kata dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan.
Awalan em berasal dari bahasa latin dan yunani, yang berarti di dalamnya, karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatu
sumber kreativitas. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pemberdayaan diterjemahkan sebagai upaya pendayagunaan, pemanfaatan
yang sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan.
13
Istilah pemberdayaan
diartikan sebagai upaya memperluas horizon
pilihan bagi masyarakat, dengan upaya pendayagunaan potensi, pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan. Ini berarti masyarakat
diberdayakan untuk melihat, untuk memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat
memilih dan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pilihan-pilihan.
14
13
Lili Bariadi, Muhamad Zen, M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, Cet 1 Jakarta: CED, 2005, h.53
14
Ibid., h. 53-54.
19
Kata pemberdayaan
empowerment mengesankan arti adanya sikap
mental yang tangguh atau kuat. Menurut Rappaport 1985, praktek dan kegiatan yang berbasiskan pemberdayaan adalah bahasa pertolongan yang
diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut kemudian mengkomunikasikan kekuatan yang tangguh untuk mengubah hal-hal yang
terkandung dalam diri kita inner space, orang-orang lain yang kita anggap penting, serta masyarakat yang di sekitar kita. Elaborasi dari pemikiran
tersebut, secara keseluruhan, akan dapat memperkaya dan menjiwai pemahaman global mengenai pemberdayaan sehingga akan membawa
dampak yang sangat luas baik terhadap kecenderungan primer maupun sekunder dari makna pemberdayaan.
15
Proses pemberdayaan
mengandung dua kecenderungan, yaitu kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder.
16
a. Kecenderungan primer; merupakan proses pemberdayaan yang
menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar
individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya survival of the fittes.
Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun asset
15
Harry Hikmat, Strategi Pemberdayaan Masyarakat,Bandung : Humaniora Utama Press, Cet. Kedua, h.43.
16
Ibid., h. 43-44.
20
material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi Oakley dan Marsden, 1984.
b. Kecenderungan sekunder; menekankan pada proses menstimulasi,
mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya melalui proses dialog sesungguhnya di antara kedua proses tersebut.
Jadi pemberdayaan ekonomi masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu proses yang dinamis, artinya perubahan yang terjadi menuntut adanya
dinamika masyarakat dalam meningkatkan income per capita untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dan mempersiapkan
kondisi ekonomi di masa mendatang.
2.
Paradigma dan Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin
Menurut Departemen Sosial RI, terdapat perbedaan paradigma pemberdayaan fakir miskin masa lalu dan masa kini, di antaranya sebagai
berikut.
17
a. Pembangunan menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan yang
memposisikan fakir miskin sebagai pelaku aktif dan memberikan apresiasi yang layak terhadap potensi dan sumber yang dimilikinya. Paradigma
17
Departemen Sosial RI, Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin Departemen Sosial RI, 2005, hal 34-36.
21
pembangunan pada masa lalu menempatkan fakir miskin sebagai objek pembangunan yang memposisikan fakir miskin sebagai penerima bantuan
sosial yang pasif dan diberikan atas dasar belas kasihan charity. b.
Hasil pembangunan selayaknya dinikmati oleh seluruh masyarakat sehingga rakyat miskin mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk dapat
akses terhadap sumber daya pembangunan. Paradigma pembangunan pada masa lalu, hasil-hasil pembangunan lebih dinikmati oleh sebagian
kecil kelompok masyarakat yang mampu. c.
Pembangunan mengaktualisasikan potensi dan budaya lokal sehingga nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan gotong royong,
dioptimalkan sebagai modal dasar dalam menciptakan tanggung jawab sosial. Paradigma pembangunan pada masa lalu cenderung
menyeragamkan model pembangunan dan mengabaikan potensi dan budaya lokal, sehingga beresiko ketergantungan fakir miskin terhadap
bantuan-bantuan yang datang dari luar dan pengabaian potensi sosial ekonomi yang dimiliki.
d. Pelayanan sosial dasar disediakan untuk semua warga negara sehingga
aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar seharusnya terbuka bagi semua pihak universal approach, termasuk fakir miskin yang selama ini
termarginalkan. Paradigma pembangunan pada masa lalu, pelayanan sosial dasar relatif hanya bisa dijangkau oleh masyarakat yang mampu atau
masyarakat miskin yang terseleksi narrow targeting approach.
22
e. Pemberdayaan fakir miskin menjadi komitmen bersama antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah, maka kebijakan, strategi dan program pemberdayaan fakir miskin menjadi kewenangan bersama antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta adanya pembagian peran yang jelas. Paradigma pembangunan pada masa lalu, terutama pada
masa sentralistik, penanganan kemiskinan menjadi kewenangan pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah cenderung sebagai
pelaksana. f.
Pendekatan pemberdayaan fakir miskin dilakukan secara individual, keluarga, kelompok, dan komunitas secara terpadu dengan variasi fasilitas
yang diberikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan fakir miskin, termasuk memberikan akses pada sumber modal usaha dalam wujud uang.
Paradigma pembangunan pada masa lalu, penanganan fakir miskin lebih ditekankan pada pendekatan kelompok. Jenis bantuannya seragam dan
berwujud barangperalatan. Dalam melaksanakan pemberdayaan tentu banyak konsep dan cara
dengan berbagai bentuk pendekatan yang dilakukan. Korten Carner 1993 menyatakan: “ konsep pembangunan berpusat pada rakyat memandang
inisiatif, kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang paling
23
utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan”.
18
Oleh karena itu menurut Erik Syehabudin, dalam konsep pemberdayaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
19
a. Kepercayaan trust dari masyarakat diyakini secara benar objektif dan
tidak bersifat semu kamuplase pada pelaku-pelaku pemberdayaan. Sehingga terbentuk suatu image positif dalam setiap tindakan atau
aktivitas yang dilakukan. b.
Substansi program atau kegiatan selalu mengedepankan kebutuhan masyarakat dengan cara bottom-up usulan dari bawah dengan realisasi
kegiatan bertahap sesuai tingkat kemampuan yang dimiliki. c.
Koordinasi sektor dan lintas sektor artinya bahwa suatu program yang akan dilaksanakan idealnya dapat diterima oleh semua pihak dan adanya
rasa memiliki yang utuh dan tidak ada lagi istilah egosektoral yang hanya melakukan koordinasi dengan pihak-pihak tertentu yang dianggap lebih
menguntungkan profit oriented secara sepihak. Secara harfiah koordinasi lebih luas daripada kebersamaan dan tidak setiap kebersamaan
adalah koordinasi.
18
Erik Syehabudin, “Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan”, Artikel diakses pada 29 oktober 2008 dari http:www.radarbanten.com
19
Ibid.,
24
d. Penilaian awal dan akhir kegiatan, maksudnya di awal pra kegiatan
harus dapat mempersiapkan dengan matang segala hal yang dibutuhkan, sedangkan di akhir kegiatan yakni melaksanakan evaluasi secara
menyeluruh perihal tepat-tidaknya kegiatan tersebut pada sasaran yang direncanakan.
e. Pembinaan lanjutan pasca kegiatan dengan selalu dilakukan jadwal
pembinaan rutin. Sehingga pekerjaan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya serta efektivitas capaian kegiatan tidak sekedar
melakasanakan kegiatan saja.
3. Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat