32 Walaupun dalam Perjanjian Lama dan keempat Injil, tidak terdapat istilah
“suara hati”, namun yang dimaksud dengannya digambarkan seperti pertentangan dalam hati manusia bila digoda Kej 3,7dst; 42,21; 1 Sam 24,6; 25,21; 2 Sam 24,
10 dst. Kedalam hati manusia Allah menulis hukumNya Yer 31, 31 dst. Dari dalam hati itu timbullah yang baik dan yang jahat Mrk 7,20-23. Dalam Surat-
surat Santo Paulus hati nurani =sineidesis;Yunani berarti kesadaran akan baikburuknya perbuatan orang maupun kesadaran diri orang yang bertindak bdk
Rom 2,15; 2 Kor 1,12. Paulus menekankan, bahwa orang beriman wajib bertindak atas dasar keyakinanya pistis;Yunanai; bdk Rom 14,23, bahkan kalau
keyakinan itu objektif keliru Heuken, 2005: 289.
2. Sifat-sifat Suara Hati
a. Suara Hati Bersifat Subjektif
Suara hati mempunyai kedudukan kuat dalam hidup moral kita. Jika ditinjau dari sudut subjek, suara hati adalah norma terakhir untuk perbuatan
manusia. Keputusan suara hati yang merupakan norma moral terakhir bersifat subjektif dan belum tentu perbuatan yang dilakukan atas desakan suara hati adalah
baik jiga secara objektif. Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, keputusan subjektif dari suara hati akan sesuai dengan kualitas moral objektif
dari perbuatannya. Pada orang serupa itu, yang baik secara subjektif akan sama dengan yang baik secara objektif.
Titik pandang moralitas adalah titik pandang otonomi subjek. Dalam § 132 situlis: adalah hak kehendak subjektif bahwa apa yang diharapkan, diakuinya
33 sebagai sah, olehnya
sendiri disadari sebagai baik”. Pengalaman itu terungkap dalam suara hati, subjektivitas yang dalam universalitasnya yang terefleksi,
merupakan kepastian tentang dirinya sendiri “§ 136”. Dalam suara hati kebebasan menjadi milik kita sacara pribadi. Jadi, kebebasan ini adalah batiniah dan
subjektif, bukan dalam arti kurang nyata, melainkan sebaliknya dalam arti sangat nyata bahwa itulah kebebasan yang sepenuhnya diisi oleh subjek. Suara hati
adalah ruang otonomi hakiki subjek yang tidak bisa dimasuki dari luar Magnis 2005: 89.
b. Suara Hati Bisa Keliru
Suara hati bisa keliru. Bisa saja suara hati menyatakan sesuatu adalah baik, bahkan wajib dilakukan, padahal secara objektif perbuatan itu buruk. Hati nurani
memang membimbing kita dan menjadi patokan untuk perilaku kita, tapi yang sebenarnya diungkapkan oleh suara hati bukan baik buruknya perbuatan itu
sendiri, melainkan slah atau benar apa yang dilakukan. Kemungkinan adanya penilaian suara hati yang keliru manusia harus
waspada dan berhati-hati dalm mengambil keputusan dan terbuka terhadap nasehat orang lain. Disisi lain orang harus mematuhi suara hati yang keliru secara
tak dapat diatasi sama seperti orang mematuhi hati nurani pasti, yang benar. Paulus mengatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah
dosa. Ia sebenarnya menunjuk kepada hati nurani yang keliru Heinz, 2003: 207. Suara hati yang keliru dapat menimbulkan masalah dan merugikan diri sendiri
maupun pihak lain. Apabila suara hatihati nurani yang keliru mengancam niali-
34 nilai dan hak-hak fundamental orang lain, maka kita berkewajiban untuk
menentangnya secara keras dan berusaha mencegahnya demi mengindari terjadinya kejahatan.
Saat orang mengikuti suara hati, saat itulah Allah memberikan petunjuk- petunjuk-Nya. Allah juga yang membuat seseorang tahu bahwa dirinya sedang
mengalami suara hati yang keliru. Mengikuti suara hati yang keliru akan membawa seseorang pada kecemasan, bukannya ketenangan, beban bukannya
kebahagiaan, kebimbangan bukannya cinta kasih, kebingungan bukannya kejelasan kendala bukannya kelancaran Bloch, 2002: 15.
Seseorang harus selalu menaati penilaian yang keluar dari suara hatinya, tetapi ada kemungkinan dia membuat penilaian yang salah karena alas an-alasan
yang mungkin berasal dari kesalahanya orangnya. Tetapi, kesalahan dari suatu tindakan karena ketidaktahuan yang tak disengaja tidak dapat ditimpakan
kepadanya. Namun demikian, tindakan tersebut tetaplah buruk secara objektif. Karena itu, seseorang harus berusaha untuk memperbaiki kesalahan suara hati
moralnya GS, art. 376.
c. Suara Hati Bersifat Mutlak
Kemutlakan suara hati, tuntutannya mutlak, tidak dapat di tawar-tawar. Memerintahkan tanpa syarat imperatif kateoris. Mengikuti suara hati merupakan
hak dasar bagi setiap orang. Suara hati adalah norma terakhir bagi perbuatan- perbuatan kita. Suara hati bisa keliru, namun tuntutannya mutlak tapi belum tentu
benar.
35 Orang selalu wajib mengikuti suara hati dan tidak pernah boleh kita
lakukan sesuatu yang bertentangan dengan suara hati. Itu berarti bahwa suara hati kita adalah mutlak. Menurut Yulaman 1980: 18-19 suara hati dikatakan bersifat
mutlak di mana ketika seseorang memeriksa pengalaman dengan sungguh- sungguh yaitu pada saat berhadapan dengan suara hati dalam menentukan atau
memutuskan untuk melakukan yang baik atau yang buruk, seseorang akan merasa bahwa suara hati akan bersifat mutlak. Tuntutan suara hati tidak dapat dilakukan
secara tawar-menawar dan tidak dapat diganggu gugat. Kemutlakan tuntutan itu akan begitu keras terasa, sebab kehendak suara
hati itu justru bertentangan dengan niat, pilihan, kehendak lain dalam diri seseorang. Tuntutan yang mutlak itu adalah suatu yang melampaui, mengatasi dan
diluar kuasa manusia. Sehingga bagi orang beriman yang percaya bahwa yang mutlak yang absolut, yang mengatasi manusia tidak lain adalah Sang Maha Esa.
Sering mengakui bahwa suara hati adalah bisikan Tuhan, terang Ilahi di dalam batin setiap manusia. Suara hati menyadarkan seseorang akan adanya Sang Maha
Mutlak dan mengarahkan seseorang kepada-Nya. Dalam “hatinya” manusia mengalami suatu kewajiban mutlak tanpa
syarat untuk berbuat yang baik. Kalau ia menyangkal kewajiban moril itu, ia menyadari bahwa kehendaknya bertantangan dengan keinsyafannya, betapapun ia
berusaha membenarkan dirinya. Orang beriman merasa dipanggil oleh Roh Allah dalam hatinya Rom 5,5 untuk menanggungjawaban scara pribadi. Kewajiban
moral untuk berbut baik selalu disadari, bila manusia menghadapi pilihan dalam situasi kongkrit. Manusia menyadari bahwa ia wajib berbuat yang baik yang ia
36 yakini dan dengan demikian ia sendiri menjadi baik. Bila ia dengan bebas berbuat
melawan keyakinan tentang apa yang baik, ia berbuat jahat dan dengan demikian menjadi jahat juga Heuken, 2005: 289-290.
d. Suara Hati Bukan Suara Tuhan
Tidak mudah untuk mengenal atau membedakan antara suara hati atau suara Tuhan. Itulah yang menjadi dilema semu bagi manusia. Allah tidak
langsung membisikkan suaraNya kepada manusia, melainkan manusia harus mencari kebenaran moral. Dialah yang mempertimbangkan entah keinginannya
cocok dengan normakaidah moral atau tidak, bukannya Allah yang mempertimbangkannya. Namun, sesudah manusia sampai pada kesimpulan
bahwa keinginannya baik atau buruk, maka Allah merestui dan mendukung hasil penilaian atau keputusan suara hati tersebut. Dengan demikian, keputusan suara
hati manusia naik pangkat menjadi suara Allah, tetapi bukanlah suara Tuhan sejak permulaan Paassen, 2002: 3.
Kompendium Katekismus Gereja Katolik mengurai kan bahwa “berkat
suara hati moral ini, pribadi manusia memahami kualitas moral suatu tindakan untuk dilaksanakan atau sudah dilakukan, membuat dia bisa mengambil tanggung
jawab terhadap tindakanya. Jika betul-betul memperhatikan suara hati moral ini, oran
g bijak dapat mendengar suara Allah yang berbicara kepadanya” GS, art. 372.
37
3. Peranan Suara Hati
Suara hati merupakan sesuatu yang kodrati manusia karena dimiliki oleh setiap orang. Suara hati merupakan pusat kemandirian atau kedewasaan dan
pangkal otonomi manusia. Sebagai pangkal otonomi atau pusat kemandirian manusia, suara hati mempunyai peranan yang amat menentukan Yulaman, 1980:
19.
a. Suara hati berperan sebagai Moral Sense kesadaran moral yang membuat
orang mampu membeda-bedakan antara yang baik dan yang jahat. Berperan juga sebagai “guru moral” karena memberikan kejelasan tentang baik atau
buruknya suatu tindakan sebelum dilakukan. b.
Suara hati berfungsi sebagai Sense of Duty Kesadaran Akan Kewajiban yang membuat kita mampu melakukan apa yang baik dan menolak tidak
melakukan apa yang jahat. Untuk melakukan kewajiban moral yang merupakan kewajiban manusia. Suara hati memerintahkan supaya perbuatan
baik dilakukan dan perbuatan jahat ditolak. Terhadap sense of duty ini, kita selalu harus tunduk kapan dan dimana saja.
c. Suara hati berperan sebagai saksi tindakan kita atau sebagai hakim atas
perbuatan kita 2 Kor 1:12. Dalam melakukan suatu perbuatan, suara hati selalu melihat dan memperhatikan kita. Perbuatan yang baik dipuji dan terus
diberi s emangat untuk melaksanakannya. Hati kita diberi “kebahagiaan
murni”, kebahagiaan yang sungguh-sungguh diperoleh atas perbuatan itu, dan bukan karena di puji orang lain. Sedangkan perbuatan yang jahat dicela, dan
hati kita menjadi tidak tenang dan damai.
38 Dalam kenyataan sehari-hari peranan suara hati sebagai moral sense tidak
selalu berhasil, tidak selalu berjalan dengan baik, khususnya dalam situasi yang rumit dan mendesak. Sedangkan sebagai Sense of duty, peranan suara hati selalu
jelas, sekurang-kurangnya dalam arti bahwa suara hati sebagai kepekaan akan kewajiban, tidak membiarkan dirinya disingkirkan, tidak begitu saja dimanupulir
oleh sesuatu yang lain. Adanya suara hati membuat orang semakin bertanggung jawab atas setiap perbuatannya terhadap sesama dan Tuhan. Sedangkan sense of
duty membuat seseorang bertanggung jawab terhadap Tuhan dalam keadaan apapun. Sense of duty ini menjadi titik tolak agama alamiah, yaitu penghayatan
akan ketergantungan manusia pada kuasa yang berpribadi, yang kepadaNya manusia mempertanggungjawabkan semua perbuatannya
4. Fungsi Suara Hati
Ada tiga fungsi suara hati yaitu kesadaran akan yang baik dan tidak baik, akan apa yang harus dilakukan keputusan akan nilai, pengambilan keputusan
untuk bertindak, dan pengadilan keputusan akan tindakan yang dilakukan apakah benar atau salah. Suara hati sebagai kesadaran berarti memberikan
informasi tentang perbuatan baik dan tidak baik dalam situasi kongkret. Informasi tersebut selanjutnya menjadi pertimbangan akan apa yang harus dilakukan. Suara
hati berfungsi sebagai pertimbangan mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu dan bukan tindakan yang lain. Kesadaran dan pertimbangan itu
memungkinkan subjek untuk dapat bertanggung jawab, khususnya mampu menjawab mengapa ia melakukan perbuatan tertentu.
39 Dengan pertimbangan suara hati, subjek mampu memilih, memutuskan hal
yang harus dilakukan. Memilih berarti berkehendak. Berkehendak menunjukkan bahwa seseorang bebas menentukan. Dengan kehendak bebas itu, suara hati
memungkinkan orang untuk mengambil tanggung jawab khususnya kesiapan menanggung resiko dari tindakannya. Jadi suara hati moral sangat berhubungan
dengan kemampuan seseorang mengambil tanggung jawab atas tindakannya. Suara hati sebagai pengadilan keputusan atas tindakan yang sudah dilakukan.
Tindakan seseorang dapat menyimpang dari suara hati. Setelah seseorang bertindak, suara hati mengambil peranan menjadi pengadil apakah tindakan
seseorang sesuai atau bertentangan dengan suara hati Rukiyanto Sumarah, 2013: 29-30.
5. Pembinaan Suara Hati
Dalam kehidupan moral pribadi peranan hati nurani sangat penting. Manusia adalah orang yang hidup baik secara moral bila ia selalu hidup menurut
hati nuraninya. Namun, bukan sembarang hati nurani patut membimbing hidup moral kita, tapi hanya hati nurani yang dididik dengan baik. Manusia bukan saja
wajib untuk selalu mengikuti hati nuraninya, ia wajib juga mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang.
Suara hati yang mengatasi dan melampaui kuasa manusia dan bersifat mutlak dengan tuntutannya yang tak biasa tawar-menawar, atau suara hati seperti
dalam konteks iman sering kali membuat orang sulit mengerti dan terus mencari tahu bagaimana cara membina atau mendidik suara hati. Kemutlakkan suara hati
40 ada pada masing-masing pribadi manusia. Keberadaan kemutlakkan suara hati
sebagai kesadaran yang menuntut secara mutlak, tidak perlu dididik. Hakekat dan sifat suara hati itu sudah demikian adanya dan merupakan milik yang menjadi
kodrat manusia. Meskipun sifat suara hati yang mutlak tidak dapat diganggu gugat dan tawar-menawar, dengan kata lain kesadaran moral dan kesadaran akan
kewajiban moral suara hati dapat saja salah atau keliru. Dalam situasi rumit suara hati tidak selalu berhasil dalam memebrikan penilaian bahwa apa yang dilakukan
itu baik dan itu buruk. Suara hati sebagai moral sense dapat saja tidak jelas. Mungkin apa yang
kita sadari sebagai yang baik dan patut dipatuhi justru suatu kesalahan atau kekeliruan yang harus dihindari. Sebaliknya mungkin apa yang kita sadari sebagai
yang jahatburuk dan tidak boleh dilakukan justru nilai moral yang harus dipelihara dan harus ditaati Yulaman, 1980: 20. Untuk mengatasi ketidaktahuan
tersebut maka suara hati perlu dibina dan dididik. Sebelum suara hati mengambil keputusan, kita dapat membuat penalaran yang logis dengan menggunakan alas
an-alasan serta pertimbangan-pertimbangan pembentuk keputusan tersebut. Karena suara hati dapat keliru maka setiap orang wajib membina suara
hatinya menurut ukuran objektif tentang mana yang tepat dan mana yang salah. Hal ini dilakukan dengan memikirkan, dengan menganalisis keadaan, dengan
membina kepekaan akan nilai-nilai manusiawi dan Kristiani. Bisa juga meminta nasehat dan keterangan dari Kitab Suci, bacaan bermutu dan orang yang
kompeten Heuken, 2005: 292. Maka, adanya suara hati yang keliru akibat kemalasan membentuknya dengan tepat merupakan kesalahan moril.
41
6. Mengembangkan Pendengaran terhadap Suara Hati
Mendengarkan adalah keterampilan yang paling penting untuk menumbuhkan hidup moral spritualitas. Dengan mendengarkan orang mempunyai
pengetahuan yang lebih dalam tentang diri sendiri dan tentang tanggung jawab dirinya di hadirat Allah dan sesama. Tanpa itu orang akan kehilangan pandangan
tentang dialog batin yang menyertai setiap langkah perjalanan menuju kepenuhan. Dalam teologi mendengarkan menyampaikan visi ketaatan yang dipahami sebagai
suatu sikap sungguh-sungguh mendengarkan, suatu pendengaran yang melatih hati untuk mendengarkan kebenaran. Keutamaan mendengarkan sebagai satu
aspek kebijaksanaan. Kebijaksanaan dapat di lihat sebagai pendamping keutamaan hidup moral yang menyeluruh.
Secara sederhana, mendengarkan merupakan jalan kebijaksanaan yang mewujudkan dirinya sendiri dalam diri orang-orang yang menghargai suara hati
dan doa Keating Billy, 2009: 91. Suara hati perlu dibina dan dididik supaya orang dapat mengambil keputusan dan dapat membedakan yang baik dan buruk.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa orang perlu membina dan mendidik suara hati. Tentu tidak cukup jika suara hati berhenti sampai pada dibina dan
dididik. Orang masih perlu mengembangkan pendengaran terhadap suara hati. Jika seseorang mau mendengarkannya dengan rendah hati, orang akan
mendengarkan kata-kata yang benar. Dalam hal ini Bloch 2002: 14 mengatakan: “Kunci untuk mendapatkan suara hati adalah dengan bediam diri,
menenangkan pikiran, dan biarkan intuisi muncul dalam kesadaran. Untuk dapat mencapai ketenangan tersebut melalui proses penenangan diri dan
penentraman pikiran, meditasi, membayangkan, jalan-jalan, olahraga dan lain-lain. Ditengah kesunyian tersebut intuisi tersebut akan berbicara
melalui berbagai cara seperti melalui kata-kata, rangsangan tubuh,
42 perasaan tertentu, gambar ataupun berupa citrarasa dapat mengenai
sesuatu. Dengan latihan lambat laun hal itu akan semakin jelas dan lebih mudah dikenali
”. Untuk mencipatakan kemampuan mendengarkan suara hati orang perlu
melatih diri secara terus menerus, dengan cara berdiam diri merenungkan di tempat yang sepi, sehingga orang akan lebih fokus untuk mendengarkan perintah
mana yang baik dan yang buruk, mana yang harus diikuti dan mana yang tidak. Penentraman batin dan jiwa juga merupakan langkah untuk dapat masuk pada
keheningan, dimana dengan keheningan itu orang sungguh-sungguh dapat menghadirkan rahmat Allah supaya ikut serta berkarya dalam pembentukkan
suara hati. Suara hati perlu dibina dan dilatih secara terus meneruas, itu berarti
bahwa suara hati manusia tidak dapat terbentuk dengan sendirinya. Dibutuhkan cara-cara tertentu suapaya suara hati sungguh-sungguh mampu memberikan
penilaian bahwa apa yang seseorang perbuat adalah benar dan sesuai keputusan suara hati yang baik. Rekoleksi sering dilakukan oleh umat Katolik sebagai salah
satu bentuk pembinaan iman. Dalam rekoleksi orang diajak untuk berhenti sejenak dari segala rutinitas sehari-hari, meninggalkan pekerjaan dan kegiatan-
kegiatan baik di rumah, di kantor dan di sekolah. Rekoleksi membawa orang pada suasana tenang, hening dan damai jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk. Dalam
suasana ini peserta dapat menemukan kehendak Tuhan. Menemukan kehendak Tuhan dalam keheningan akan lebih mudah karena karena didalam keheningan
relasi dengan Allah lebih terfokus dan intim. Tidak dipungkiri bahwa Tuhan dapat hadir dalam kondisi dan suasana apapun. Namun soal kedekatan Tuhan akan lebih
43 terasa dalam keheningan hati. Demikian pula suara hati, oarang harus benar-benar
memahami dan mengerti apakah keputusan-keputusan yang hendak dilakukan berdasarkan keputusan suara hati yang baik. Untuk dapat mengetahui hal itu tentu
orang harus memohon bantuan rahmat Allah dengan berdoa kepadaNya dengan keheningan, sehingga orang sungguh-sungguh dapat merasakan kehadiran Allah
yang berbicara pada suara hatinya. Orang dapat mengenal tanda-tanda suara hati dan peristiwa utama yang muncul dari mendengarkan suara hati adalah hadirnya
kedamaian diri, hal ini menunjukkan kedamaian dari Tuhan. Tanda kedua yang menyertai suara hati adalah kebahagiaan. Arah jiwa dan
hati adalah satu dan sama. Tanda yang ketiga adalah kehadiran Allah dalam diri manusia. Saat orang mengikuti suara hati, saat itulah Allah memberikan petunjuk-
petunjukNya. Allah akan membentuk pada waktu manusia benar-benar percaya pada panggilan suara hati Bloch, 2002: 13-15. Manusia setiap saat diharuskan
untuk membuat pilihan, suatu pilihan antara mengikuti suara hati yang berisi kebenaran atau suara hati yang salah.
Suara hati manusia tidak dapat bekerja sendiri oleh karena itu suara hati perlu didukung oleh keberanian yaitu kemampuan untuk merasakan dan
mengendalikan rasa takut yang ada dalam diri seseorang. Kesabaran merupakan kesanggupan menunggu untuk kebaikan seseorang dan memberi pujian serta rasa
syukur bagi diri sendiri meskipun hal ini terlalu surgawi. Komitmen adalah kemamuan untuk melakukan apapun yang sesuai dengan visi termasuk mau
melakukan pengorbanan. Keyakinan adalah kemauan mempercayai hal-hal yang tidak kelihatan.
44
7. Tiga Tingkat Suara Hati
Teologi Katolik menekankan pentingnya peranan suara hati dalam menentukan kebenaran dan kekeliruan. Konperensi para Uskup di Irlandia secara
umum mendefinisikan suara hati sebagai “kepekaan akan kebenaran atau kekeliruan dan kepekaan akan prinsip-prinsip fundamental untuk melaksanakan
yang baik dan menolak yang jahat”. Secara kritis Gereja telah memandang suara hati sebagai sarana mutlak bagi pembuatan keputusan etis Shelton, 1988: 14.
Dalam hal ini Shelton 1988: 15-19 mengatakan bahwa ada tiga tingkat suara hati, yaitu:
Tingkat pertama suara hati mencerminkan penerimaan semua manusia atas tanggun jawab terhadap apa yang benar dan apa yang salah. Suara hati
pada tingkat kedua adalah pemahaman aktual yang kita miliki atas berbagai masalah dan keprihatinan yang mempengaruhi penilaian kita
terhadap prilaku khusus. Pada tingkat inilah manusia sering tidak setuju pada apa yang secara moral benar. Pada suara hati tingkat ketiga suara hati
sebagai pengaruh yang tidak dapat salah, tidak begitu saja bisa dilanggar dan mengikat diri pada apa yang secara jujur dan murni dipahami sebagai
ajaran benar dalam bertindak.
Dengan demikian sangatlah penting mengetahui suara hati sedang berada pada tingakat yang mana, sehingga pada akhirnya dapat menentukan bahwa suara
hati sudah berada pada tingkat yang ketiga dan diyakini bahwa suara hati pada tingkat ketiga ini adalah suara hati yang benar dan tidak salah.
8. Suara Hati dan Gereja
Gereja memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu remaja atau kaum muda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Shelton
1988: 19 mengatakan “dalam memberikan bantuannya kepada remajakaum
45 muda untuk membentuk suara hatinya, Gereja perlu membeberkan makna dan
nilai terdalam yang bisa menerangi kaum muda dalam hal “jalan, kebenaran dan hidup” Yoh 14:6”. Gereja sangat menekankan pentingnya para pendamping
dewasa memberikan perhatian secara khusus untuk membentu remajakaum muda dalam membentuk suara hati dalam penyatuannya dengan pesan dan bimbngan
Gereja. Pentingnya pengaruh komunitas Gereja kerap kali sulit dimengerti oleh
remaja. Hal ini karena remaja mengalami banyak masalah dalam perkembangan, pengaruh tekanan teman sebaya, kemudian remaja menilai kembali hidupnya
sendiri sehingga mereka cenderung tidak memperdulikan ajaran Gereja. Gereja memiliki kedudukkan istimewa dalam lingkup pengambilan keputusan, khususnya
keputusan moral. Mengingat dunia ini yang kompleks dan terus berkembang disertai dengan permasalahannya, diharapkan Gereja dapat menghadirkan
pemimpin yang dibutuhkan. Gereja dipenuhi oleh Roh Kudus dan dibimbing oleh Roh Kudus.
9. Menuju Suara Hati yang Dewasa
Dalam dunia remaja ada “simbolisasi” orang tua sebagai suara hati.
Dengan kata lain, para orang tua mungkin mengambil peranan sebagai suara hati bagi kaum muda Shelton, 1988: 21. Kaum muda membutuhkan bimbinmgan dan
pendampingan serta arahan dari orang tua, namun remaja dalam hal ini juga lebih suka mencari kebebasannya sendiri dan tidak menginginkan campur tangan dari
kedua orang tua. Remaja lebih didominasi oleh pengaruh teman sebaya yang
46 mempunyai peranan dalam membentuk remaja dalam memahami nilai-nilainya
dan mampu memberikan rasa nyaman dan aman. Dalam pergaulan dengan teman sebaya ini, kelompok remaja sering memberlakukan hukum dan prilakunya
sendiri. Remaja mempunyai hak untuk didukung dalam mempertimbangkan nilai- nilai moral dengan suara hati yang mandiri dan untuk menghayati nilai-nilai
tersebut berdasarkan pilihannya secara pribadi.
10. Menuju Suara Hati Dewasa yang Kristiani
Untuk menuntun remaja menuju pintu gerbang kedewasaan Kristiani, para pendamping remaja atau kaum muda hendaknya secara serius menanggapi
masalah-masalah mengenai pembentukkan suara hati yang dewasa yang Kristiani. Relasi personal dalam diri remaja dengan Tuhan melalui Yesus Kristus
merupakan langkah awal yang harus diperhatikan. Hubungan individu antara manusia dengan Tuhannya menimbulkan komitmen dan kewajiban yang harus
dijalani. Dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, tidak dapat dipungkiri sebagai sifat manusiawi cenderung berbuat dosa.
Orang yang memiliki relasi dengan Tuhan melalui Yesus Kristus bukan berarti tidak pernah berbuat dosa sama sekali. Pengalaman berdosa pada remaja
dan umat beriman Kristiani pada umunya, memiliki makna akan penebusan dan penyelamatan Yesus Kristus. Dalam memberikan pendampingan kepada remaja
untuk membentuk suara hatinya, bukan berarti menghilangkan dari dosa, namun usaha mengurangi dosa. Karena kalau remaja menghilangkan dosanya, berarti
remaja menghilangkan pengalaman akan penebusan Yesus Kristus.
47 Untuk itu para pendamping remaja diharapkan perlu mengetahui dan
menjadi pendengar untuk mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi, kemudian dapat mencari solusi yang kiranya dapat membantu mereka dalam
menghadapi masalah. Pertumbuhan menuju kedewasaan Kristiani merupakan suatu proses pertumbuhan baik itu dalam keadaan suka maupun duka. Kehidupan
Kristiani menunjukan hubungan dan relasi atau persahabatan yang mendalam dengan Yesus Kristus.
Dengan demikian pembentukkan suara hati remaja juga menunjukan persahabatan yang tumbuh dan berkembang dengan Yesus Kristus. Melalui
pengalaman persahabatan yang relasional dan personal dengan Yesus sebagai sahabat, kaum muda tumbuh menuju pemahaman sejati bahwa penderitaan,
kekecewaan, dan kesulitan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tangga
pannya terhadap ajakan Yesus: “Mari, ikutlah Aku” Shelton, 1988: 24.
D. Rekoleksi sebagai Salah Satu Cara Membina atau Mendidik Suara Hati
Karena suara hati bersifat subjektif, suara hati juga mudah disalahgunakan dan itulah sebabnya suara hati dikatakan bisa keliru. Orang bisa saja mengatakan
apa yang dilakukannya itu menurut suara hatinya, sekalipun dilihat dari segi moralnya tidak benar. Kita tidak bisa melihat ke dalam suara hati orang lain. Kita
hanya tahu dengan pasti tentang suara hati kita sendiri. Suara hati harus dididik, seperti juga akal budi manusia membutuhkan pendidikan. Tapi pendidikan akal
budi jauh lebih mudah untuk dijalankan dan lebih jelas. Sedangkan pendidikan hati nurani atau suara hati bersama dengan seluruh pendidikan moral jauh lebih
48 kompleks sifatnya. Pendidikan selanjutnya harus menanam kepekaan batin
terhadap yang baik. Pendidikan moral tidak mungkin berhasil, bila para pendidik tidak menjadi panutan dalam memenuhi hukum moral.
Jadi, kalau secara teoretis pendidikan hati nurani lebih sulit daripada pendidikan akal budi, pada taraf praktis hati nurani lebih sulit daripada pendidikan
akal budi. Pendidikan hati nurani tidak membutuhkan sistem pendidikan formal, malah lebih baik berlangsung dalam rangka pendidikan informal, yaitu keluarga
yang merupakan pendidik utama dan pertama. Sedangkan pendidikan akal budi sulit untuk dijalankan diluar rangka pendidikan formal.
Adapun cara lain yang dapat dilakukan untuk membina suara hati menurut Bloch 2002: 14 bahwa kunci untuk mendapatkan suara hati adalah dengan
berdiam diri, menenangkan pikiran dan biarkan intuisi muncul dalam kesadaran. Untuk dapat mencapai ketenangan tersebut orang perlu melalui proses
penenangan diri dan penentraman pikiran seperti meditasi, membayangkan, jalan- jalan, berkendaraan di pedesaan dan sebagainya. Di tengah kesunyian tersebut
intuisi seseorang akan berbicara melalui berbagai cara melalui kata-kata, rangsangan tubuh, perasaan tertentu, gambar, ataupun hanya berupa sebuah
citrarasa bisa mengenai sesuatu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih diri dan membiasakan diri seseorang akan dapat mengenal suara hatinya dengan jelas.
Rekoleksi merupakan cara efektif yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kemampuan mendengarkan suara hati, dimana dalam rekoleksi
kelompok atau komunitas ini dapat memotivasi siswa-siswi untuk mau belajar dan berkembang dalam menggali pengalaman, pengetahuan dan wawasan baru. Saling
49 berbagi pengalaman satu sama lain, berelasi satu sama lain, saling memberi
kekuatan satu dengan lain dengan demaikian siswa-siswi semakin diperkaya akan pengalaman satu dengan yang lain.
Rekoleksi merupakan kegiatan untuk melakukan latihan hidup rohani dan berbagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan teratur dalam
bidang rohani. Pada kesempatan ini peserta mengumpulkan pengalaman kembali, kemudian pengalaman itu diolah seperti berdoa, melakukan pemeriksaan batin,
mengadakan refleksi, membuat renungan atau meditasi, kontemplasi, bersemedi dan sebagainya guna mencapai hasil dalam hidup rohani. Melakukan pemeriksaan
batin dengan maksud melihat karya Allah dalam diri pribadi sesorang, melihat cara kerja Allah serta bimbingan-Nya dan seperti apa tanggapan terhadap karya
Allah itu Mangunhardjana, 1985: 10. Pada saat melakukan serangkaian kegiatan dalam proses rekoleksi tersebut
yang didukung dengan keheningan berdoa memohon supaya rahmat Allah hadir dalam diri pribadi, sehingga dapat mengalami perjumpaan dengan Allah dan
berkomunikasi dengan Allah, dengan demikian apa yang disampaikan Allah atau diperintahkan Allah dapat didengar dengan baik, diterima dengan pikiran dan hati,
kemudian hati nurani atau suara hati memberikan penegasan dan
mempertimbangkannya bahwa hal tersebut baik dan harus dilakukan. Dalam rekoleksi pemilihan tema dan pengolahan materi yang sesuai,
kreatif sangat diperlukan agar dapat menyentuh hati peserta. Selain itu supaya rekoleksi sungguh-sungguh dapat menjadi salah satu kegiatan yang dapat
meningkatkan kemampuan mendengarkan suara hati, materi harus ada kaitanya