Humektan Desain Faktorial PENELAAHAN PUSTAKA

CMC-Na dapat larut dalam air dingin maupun dalam air panas, dan larutannya stabil terhadap suhu dan waktu, sehingga dapat ditempatkan dalam waktu yang lebih lama dengan suhu 100 o C, tanpa terkoagulasi Voigt, 1994.

H. Humektan

Humektan adalah suatu bahan higroskopis yang mempunyai sifat mengikat air dari udara yang lembab dan sekaligus mempertahankan air yang ada dalam sediaan Rawlings, Harding, Watkingson, Chandar dan Scott, 2002. Humektan seperti propilen glikol, gliserin, dan sorbitol sering ditambahkan pada produk dermatologi dengan tujuan untuk mengurangi penguapan air selama penyimpanan dan penggunaan Swarbrick dan Boylan, 1992. Humektan yang ditambahkan harus dapat melindungi sediaan dari kemungkinan pengeringan. Sebagai humektan, dapat digunakan gliserin, sorbitol, etilen glikol, dan 1,2-propilen glikol dalam konsentrasi 10-20 Voigt, 1994.

I. Gliserin

Gambar 2. Struktur molekul gliserin Rowe dkk., 2009 Gliserin gambar 2 dapat berfungsi sebagai pengawet antimikrobia, cosolvent, emollient, humektan, plasticizer, solvent, agen pemanis, dan agen tonisitas. Penggunaan gliserin sebagai humektan sebesar ≤ 30. Pemerian gliserin yaitu tidak berwarna, berbau lemah, kental, cairan higroskopis, dan rasanya manis Rowe dkk., 2009. Gliserin merupakan humektan yang paling umum digunakan karena tidak mengiritasi kulit, namun penggunaan gliserin cenderung menimbulkan rasa berat dan basah sehingga dikombinasikan dengan humektan lain Barel dkk., 2001.

J. Desain Faktorial

Desain faktorial digunakan untuk mencari efek dari berbagai faktor atau kondisi terhadap hasil penelitian. Desain faktorial adalah desain untuk menentukan secara serentak efek dari beberapa faktor sekaligus interaksinya. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas Bolton dan Bon, 2004. Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, respon, dan efek. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon. Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata- rata respon pada level rendah Bolton dan Bon, 2004. Level dalam faktorial desain yang sering dipakai adalah dua level. Dua level yang digunakan merupakan level tertinggi dan level terendah. Faktor dilambangkan dengan notasi A dan B. Ketika faktor A level tinggi maka desain eksperimen disebut formula A, ketika faktor B level tinggi maka desain eksperimen disebut formula B dan jika faktor A dan B berada pada level tinggi maka desain eksperimennya disebut formula AB. Faktor yang berada di level tinggi dilambangkan dengan ‘+’, sedangkan yang berada di level rendah dilambangkan dengan ‘-‘. Hal ini menjadi penting untuk penentuan interaksi antar faktor Armstrong dan James, 1996. Tabel I. Rancangan desain faktorial Formula Faktor A Faktor B AB + + A + - B - + I - - Keterangan : Formula AB = formula dengan faktor A level tinggi dan faktor B level tinggi. Formula A = formula dengan faktor A level tinggi dan faktor B level rendah. Formula B = formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level tinggi. Formula I = formula dengan faktor A level rendah dan faktor B level rendah. Optimasi campuran dua bahan yang mempunyai dua faktor dengan menggunakan pendekatan desain faktorial two level factorial design dilakukan dengan rumus: Y = b + b 1 A + b 2 B + b 12 AB..............................................1 Y merupakan respon hasil atau sifat yang diamati. A dan B adalah level bagian A dan level bagian B. b , b 1 , dan b 12 adalah koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan Armstrong dan James, 1996. Adanya interaksi dapat juga dilihat dari grafik hubungan respon dan level faktor. Jika hasil kurva menunjukkan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika kurva menunjukkan garis yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon Bolton dan Bon, 2004.

K. Landasan Teori