Epidemi dan penanganan kontrol penyakit
4 Epidemi dan penanganan kontrol penyakit
Di seluruh dunia, dan semua sistem produksi, penyakit ternak membawa kematian dan menurunkan produktivitas ternak, pengeluaran yang perlu untuk pencegahan dan kontrol, merupakan pembatas bagi peternak, membatasi pertumbuhan ekonomi, dan mengancam kesehatan masayrakat umum. Masalah kesehatan ternak sangat besar mempengaruhi pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pemeliharaan ternak dan penggunaan sumber daya genetik. Beberapa penyakit epidemi mempunyai dampak merusak karena membunuh ternak di lokasi yang dijangkiti. Penyakit merupakan ancaman ekonomi yang berat sehingga perlu dilakukan usaha
penanganan secara bersama , yang meliputi program pemotongan hewan skala besar, ditambah lagi penanganan yang lain seperti pengawasan , vaksinasi dan pengontrolan pergerakan ternak. Penyakit yang dipertanyakan,
Kotak 18
Perang dan rehabilitasi di Bosnia dan Herzegovina Selama tahun 1992 -1995 perang di Bosnia dan
Semen juga diimpor. Peternak yang kehilangan 50% aset Herzegovina secara serius mempengaruhi sektor
peternakannya dan mempunyai cukup lahan untuk peternakan. Jumlah sapi diperkirakan menurun 60%,
memelihara ternak dapat memperoleh pinjaman dari domba 75%, babi 60%, unggas 68% dan kuda 65%. Inti
pemerintah. Secara Umum, kebijakannya adalah untuk dari sapi murni breed Busa dekat Sarajevo rusak
memberi induk sapi 1 ekor perkeluarga, tetapi kemudian bersama buku tentang peternakan sapi dan dokumentasi
lebih disukai orientasinya menjadi unit komersial dengan lain. Program breeding dan konservasi untuk kuda
tiga sampai lima ekor. Sementara breed yang dimpor jelas pegunungan Bosnia juga rusak parah. Tambahan lagi,
mempunyai potensi untuk meningkatkan produksi susu jumlah flock breed murni domba Sjenicka
dan daging, kekurangan sumber pakan, praktek dihilangkan/dihapuskan seluruhnya.
manajemen yang jelek dan kesehatan yang jelek dan Pada tahun 1996, tiga tahun program untuk
pelayanan pengumpulan susu dalam beberapa kasus rehabilitasi pada sektor produksi ternak yang diadopsi.
menjadi pembatas dari keberhasilan proyek restocking. Program ini melibatkan impor 60.000 ekor sapi kualitas
Beberapa/banyak organisasi yang terlibat dalam bagus, 100.000 domba dan 20.000 kambing. Selama
distribusi ternak di Bosnia dan Herzegovina selama tahun pertama (1997)dari program tersebut sekitar
beberapa tahun setelah perang, dan impor oleh sektor 10.000 sapi dara diimpor, 6.500 diantaranya dibiayai oleh
pribadi juga dicari untuk memenuhi permintaan. Sejauh International Fund for Agricultural Development (IFAD)
mana impor tersebut dan breed yang diimpor tidak dicatat (Bantuan Internasional untuk pembangunan pertanian)
dengan baik. Tetapi, jelas bahwa perang dan berikut dan dikoordinasi oleh Project Implementation Unit of the
usaha rehabilitasinya membawa pada perubahan yang Federal Ministry of Agriculture (Unit proyek penerapan
besar pada komposisi dari populasi ternak selama tahun- dari kementerian pertanian). Jumlah sisanya merupakan
tahun terakhir. Populasi dari sapi Busa contohnya donasi dari berbagai pemerintahan dan organisai
diperkirakan di atas 80 000 pada tahun 1991, turun kemanusiaan. Sapi dara diimpor dari Hungaria, Austria,
menjadi 100 pada tahun 2003.
Jerman dan Belanda. 7 % sapi Simmental, 10% Holstein-
Friesian, 10% Montafona (Alpine Brown) dan 5 percen informasi lebih lanjut lihat: Laporan Bosnia dan Herzegovina (2003); FAO Oberinntal (Grey Tyrolean).
(2006c); SVABH. (2003).
dalam beberapa kasus adalah penyakit lintas layanan yang sudah ditentukan dalam batas, wabah yang mempunyai konsekuenasi lingkungan produksi yang sudah ditentukan. Bila pada perdagangan internasional. Ancaman yang
kondisinya berubah, misalnya karena munculnya serius pada kesehatan manusia dari penyakit masalah kesehatan ternak atau gangguan oleh Zoonosis, khususnya pada skala internasional adanya penanganan penyakit - praktek turut memotivasi penanganan penyakit. Pada pemeliharaan ternak yang ada mungkin berada tahun terakhir, sejumlah penyakit epidemi ternak
diadopsi, diganti atau ditinggalkan, maka breed yang merusak ekonomi, khususnya dengan ternak yang bersangkutan mungkin pada munculnya avian influensa (flu burung) yang keadaan terancam. Tambahan biaya atau sangat patogen (HPAI/ highly pathogenic avian
pembatasan yang berhubungan dengan kontrol influenza), memfokuskan perhatian pada penyakit akan meningkat sebagai akibat dari kebutuhan untuk penanganan yang lebih baik perdagangan atau persyaratan sehubungan dari penyakit lintas batas tersebut (FAO/OIE, dengan higienis makanan, ditambah lagi dengan 2004).
pengaruh yang langsung dari produktivitas Epidemi berpotensi mengancam SDGT yang
ternak. Meskipun pembahasan ini terfokus pada disebabkan oleh kematian ternak karena ancaman erosi genetik sebagai akibat dari penyakit atau kebijakan pemotongan. penyakit ternak, perlu diakui bahwa terdapat Alternatifnya, penyakit ini kurang berpengaruh banyak masalah, adanya penyakit yang secara langsung. Breed ternak sering menghambat introduksi ternak exotik yang lebih diadaptasikan untuk memberi produk atau rawan (susceptible), sehingga perlu untuk
proporsi dari populasi ternak mati. Sebagai epidemi yang serius, yang membawa pada indikasi relaitf dari dampak epidemik yang kematian atau pencegahan dengan cara berbeda, Tabel 40 menampilkan gambaran pemotongan jutaan ekor ternak. Wabah HPAI kematian dan kuling (culling) sebagai proporsi pada tahun 2003/2004 di Thailand dari jumlah populasi ternak nasional untuk mengakibatkan kehilangan sekitar 30 juta spesies dan tahun yang diamati sebagai unggas (Ministry of Agriculture and informasi tambahan terhadap angka kematian Cooperatives, 2005). Di antara Januari dan Juni
secara kasar. Juga diperlihatkan wabah yang 2004, sebanyak 18 juta ekor ayam lokal dipotong
paling serius akhir-akhir ini dalam hal relatif dalam usaha untuk mengontrol penyakit, yang jumlah kematian dibanding dengan ukuran menggambarkan sekitar 29% dari populasi ayam
populasi untuk spesies yang terpengaruh. asli negara (ibid.). Sekitar 43 juta ekor unggas
Dampak pada sumberdaya genetik tidak dapat dihancurkan di Vietnam pada tahun 2003/2004,
dikuantifikasi hanya dari jumlah ternak yang dan 16 juta ekor di Indonesia – secara kasar
mati. Resiko dari erosi sepertinya paling besar setara dengan 17% dan 6% secara berurutan di
terjadi pada tempat dimana breed langka di negara tersebut (Rushton, et al., 2005) pelihara di kandang pada area yang sangat
Wabah dari demam babi yang klasik ( classical parah terpengaruh oleh wabah penyakit, atau swine fever/CSF) di Belanda pada tahun 1997
dimana penyakit secara tidak proporsional mengakibatkan pemotongan hampir 7 juta ekor
mempengaruhi sistem produksi dari sumberdaya babi (OIE, 2005). Pada tahun 2001 epidemi genetik langka, atau di tempat yang mempunyai penyakit mulut dan kuku (FMD) di Inggris adaptasi khusus. Sejauh mana epidemik mengakitbatkan pemotongan sekitar 6,5 juta mempunyai dampak pada sumberdaya genetik ekor domba, sapi dan babi (Anderson, 2002). sepertinya juga dipengaruhi oleh kebijakan Tahun1997, wabah penyakit demam babi Afrika
restocking yang diimplementasikan sebagai (African swine fever/ASF) di Benin tanggapan terhadap wabah penyakit (lihat Bab mengakibatkan kematian 376.000 ekor babi, sebelumnya) dengan diikuti pemotongan 19.000 ekor babi
Sejauh mana epidemik mempunyai dampak untuk tujuan mengontrol penyakit (OIE, 2005)-
pada sumberdaya genetik sering sukar untuk hanya di negara ini total populasi babi pada diakses sepenuhnya karena kekurangan data waktu itu tinggal 470.000 (FAOSTAT). Epidemi
yang membedakan atau mengkarakterisasi akhir-akhir ini yang menyebabkan kematian yang
ternak yang terpengaruh. Contohnya di tinggi, termasuk wabah penyakit bovine Ngamiland, Botswana, lebih dari 340.000 ekor pleuropneumonia (CBPP) di Angola pada tahun
sapi tidak dikarakterisasi dipotong pada tahun 1997; wabah CSF di Republik Dominika pada 1995 karena wabah dari CBPP (laporan tahun 1998; epidemi ASF di sejumlah negara di
Botswana, 2003). Namun, ada beberapa kasus Afrika, seperti di Madagaskar pada tahun 1998
dimana ada kasus kematian, program dan Togo pada tahun 2001; dan wabah PMK di
pemotongan dan/atau program restocking yang Irlandia dan Belanda pada tahun 2001, dan di
mengikutinya mempunyai dampak jelek/merusak Republik Korea pada tahun 2002 (OIE, 2005).
terhadap sumberdaya genetik khusus. Tabel 40 menunjukkan dampak, dalam hal
Laporan dari Jepang (2003) menyebutkan kematian dan culling, dari epidemi penyakit pada
bahwa pada tahun 2000 sekitar dua pertiga tahun-tahun terakhir ini. Sayangnya, populasi sapi breed langka Kuchinoshima pada
pengaruhnya pada sumberdaya genetik sering pulau Kuchinoshima mati sebagai akibat dari sukar untuk diakses, seperti informasi breed
penyakit epidemi. Populasi sapi di Zambia,
juga, selama wabah PMK di Belanda, breed dengan jumlah sapi di bagian selatan provinsi
langka seperti domba Schoonebeker di culling di berkurang sebesar 30% (Lungu, 2003). Dampak
Veluwe National Park (laporan Belanda, 2002). dari penyakit terhadap kecenderungan Contoh yang ekstrim diberikan pada kasus sumberdaya genetik dicatat secara rinci di babi Haiti Creole. Selama tahun 1970 disitu negara-negara seperti Inggris yang LSM/NGO -
terjadi wabah ASF di beberapa Negara-negara nya sudah mantap dalam pelestarian breed
Karibia (FAO, 2001b). Di Haiti, program langka secara aktif. Program tindakan pemotongan dilakukan untuk memberantas pemotongan hewan pada saat epidemik penyakit
penyakit diimplementasikan antara tahun 1979 mulut dan kuku (PMK) di Inggris pada tahun dan tahun 1982, yang membawa pada 2001, mengancam populasi breed yang banyak
penghapusan pada babi lokal Creole. Negara dipelihara di daerah yang terinfeksi. yang menstok kembali breed White Yorkshire, Pengaruhnya pada populasi termasuk juga pada
Hampshire dan Duroc dibawa dari Negara
TABEL 40
Dampak epidemi penyakit saat ini
Jumlah ternak (1000 ekor)
Proporsi dari ukuran
Penyakit Tahun Negara
total populasi (%) culling mati culling mati
African Swine Fever
4 80 African Swine Fever
0 7 African Swine Fever
15 1 5 African Swine Fever
10 0 3 0 Avian Influenza (flu burung)
2000
Togo
30 0 Avian Influenza (flu burung)
17 - Avian Influenza (flu burung)
15** Avian Influenza (flu burung)
6 - Avian Influenza (flu burung)
0 9 0 Avian Influenza (flu burung)
0 8 0 CBPP (sapi)
12 0 Classical Swine Fever
20 0 Classical Swine Fever
0 4 0 Classical Swine Fever
4 0 Classical Swine Fever
4 0 Classical Swine Fever
1 1 PMK (sapi)
1998
Republik Dominika
8,7
13,7
0 7 0 PMK (babi)
0 8 0 PMK (domba)
0 14 0 PMK (domba)
0 30 PMK (sapi)
0 80 Sumber : OIE (2005) untuk angka kematian; FAOSTAT untuk angka populasi.
2002
Republik Korea
158,7
*Rushton et al. (2005) – Jumlah yang di-cull saja, tidak ada angka untuk yang mati. ** FAO (2005d) –Jumlah termasuk yang dicull dan yang mati akibat penyakit. ***Anderson (2002) –Jumlah termasuk anak yang baru lahir (domba dan sapi) yang dipotong bersama induknya, dimana data yang akurat tidak tersedia (Ibid), sehingga jumlah sebenarnya yang di-cull seharusnya lebih tinggi
123
124
Contoh breed yang terkena outbreak PMK di Inggris pada tahun 2001
Bangsa ternak
Total jumlah dari betina
breeding
tahun 2002
Perkiraan penurunan dari betina
Belted Galloway
Whitebred Shorthorn
British Milksheep
1.232
< 40
Cheviot (South Country)
Hill Radnor
1.893
23
Rough Fell
Whitefaced Woodland
656
23
Sumber : Roper (2005).
Amerika Serikat. Usaha untuk membentuk peternakan babi pada area peri-urban membuktikan ketidak-berlanjutan, dan breed tersebut tidak cocok pada kondisi manajemen skala kecil. Akhirnya diintroduksi babi Gascon × Chinese × Guadeloupe Creole, lebih cocok untuk kondisi lokal (laporan Haiti, 2004).
Dengan memperhatikan pada potensi penyakit epidemi yang mempunyai dampak yang berbeda pada sistem produksi dimana breed asli dipelihara, kasus keadaan gawat darurat HPAI di Asia Tenggara dapat merupakan contoh. Di desa atau ayam yang dipelihara di halaman umumnya merupakan ayam breed lokal, sebaliknya unggas hibrid yang komersial ditemui pada unit unggas skala besar. Usaha untuk mengontrol penyakit dapat membawa pada pembentukan “area bebas unggas” sekitar unit produksi skala besar (FAO, 2004a). Keberlangsungan dari produksi unggas di halaman mungkin juga dihambat oleh perubahan pada praktek pengelolaan dan kegiatan budaya yang dipaksakan dengan tujuan untuk mengurangi ancaman dari HPAI. Contohnya memelihara berbagai macam spesies, seperti memelihara itik atau angsa bersama-sama dengan ayam dilarang di beberapa negara untuk mencegah wabah HPAI. Perayaan budaya dan sosial yang melibatkan
pameran nyanyian burung) mungkin dilarang. Pergerakan perpindahan pada sawah-sawah padi pada pemeliharan itik tradisional yang melibatkan perpindahan ternak pada jarak cukup jauh, juga tidak dianjurkan. Singkatnya, ancaman HPAI sepertinya akan mengakibatkan kedepannya semakin berkurangnya produsen unggas skala halaman dan tidak ada lagi ternak yang berkeliaran, penggembalaan kawanan itik (FAO, 2005d). Produesn unggas komersial skala kecil juga akan menghadapi kesulitan besar dalam merespon ancaman HPAI, dan masa depannya mungkin juga dalam ketidak pastian. Akan tetapi, produsen ini tetap memelihara breed impor.
Pada kasus ASF, laporan dari Madagaskar (2003) menunjukkan bahwa penampilan penyakit pada tahun 1998, yang diikuti dengan penerapan peraturan pemeliharaan babi, mempercepat tren produksi babi yang lebih intensif dan menghilangnya sistem pemeliharaan berkeliaran/diumbar berdasarkan breed asli. Demikian juga laporan Sri Lanka (2002) menyebutkan produksi babi sistem lepas terancam karena keprihatinan dari wabah encephalitis Jepang (BSE) pada Manusia. Contoh yang sangat berlawanan dari bagaimana ancaman penyakit mungkin mempengaruhi sistem produksi, dan penggunaan sumberdaya genetik, adalah meningkatnya populasi bangsa domba general purpose (tujuan umum) di Inggris, hasilnya adalah meningkatnya jumlah dari kawanan ternak sesuai dengan keinginan sendiri setelah epidemi PMK pada tahun 2001 (laporan Inggris, 2002).
Sumberdaya genetik mungkin juga terancam oleh usaha pemberantasan penyakit yang penyebabnya mempunyai dimensi genetik. Contohnya, di peraturan EU/persatuan negara- negara eropa (EU, 2003a) berhubungan dengan pemberantasan penyakit scrapie , menimbulkan keprihatinan sehubungan dengan breed langka yang kekurangan atau mempunyai frekuensi yang rendah dari genotipa yang resisten. Penyakit ini sudah ada di kawanan ternak Eropa
sedikit berbeda dibanding epidemi akut yang disebutkan di tempat lain pada bab ini. Akan tetapi, karena pertimbangan kesehatan manusia, ada kemauan yang kuat untuk bertindak cepat memperkenalkan cara pencegahan yang lebih ketat. Partisipasi dalam skema breeding menjadi keharusan pada semua ternak yang memiliki
penghargaan tinggi genetik (“high genetic
merit”). Di Inggris, contohnya, peraturan akan diterapkan pada “semua breed murni ternak untuk perkawinan dan, ditambah ternak lain yang dihasilkan, dan domba pejantan hasil perkawian sendiri yang dijual untuk tujuan breeding” (DEFRA, 2005). Domba jantan dan anak jantan
yang membawa alel VRQ yang didapati membawa kerentanan terhadap scrapie diharuskan dipot ong atau dikastrasi. Pemindahan secepatnya dari genotipa ini mungkin akan membawa masalah pada konservasi sejumlah breed domba yang langka (Townsend et al., 2005).
Meskipun gambarannya jauh dari lengkap, kejadian menunjukkan bahwa pada banyak kasus tindakan pencegahan, dibanding dengan penyakitnya sendiri, mempunyai ancaman yang terbesar pada keragaman SDGT. Setelah epidemi penyakit yang parah akhir-akhir ini, kebutuhan untuk menindaki konflik antara tujuan kesehatan ternak dan konservasi sudah mulai diakui. Contohnya pada tahun 2003 di Uni Eropa PMK Directive memberi perkecualian pada peraturan yang memerlukan pemotongan secepatnya pada ternak yang terinfeksi, di tempat seperti laboratorium, kebun binatang, taman hewan liar atau tempat lainnya yang dipagari, yang sudah diidentifikasi sebelumnya sebagai lokasi breeding nukleus yang bersatu dengan keberlangsungan suatu breed (EU, 2003b). Selama epidemi tahun 2001 di Inggris, pengontrolan dikenalkan untuk membolehkan pemilik ternak dari domba atau kambing yang langka dikecualikan dari program pemotongan di area yang terinfeksi, dengan syarat diamati secara ketat pencegahan dengan biosekuriti (MAFF, 2001). Dengan perhatian pada situasi flu
genetik yang berharga dipertimbangkan untuk dilakukan vaksinasi pre-emptive (total) dari populasi unggas melawan HPAI (FAO, 2004a). Dalam kasus program kontrol penyakit scrapie, penelitian lanjutan sedang dilakukan untuk mengakses kemungkinan dampaknya pada breed yang langka, supaya dapat merancang cara yang cocok untuk strategi konservasi dalam usaha untuk memberantas penyakit hewan (Townsend et al., 2005).
Sejumlah tindakan pencegahan yang bertujuan untuk meminimalisir ancaman pada sumberdaya genetik ternak dalam kejadian epidemi penyakit sudah dianjurkan. Contohnya prospek dari populasi breed langka yang sudah terhapus oleh epidemik, sudah dilihat sebagai justifikasi untuk program kryokonservasi. Tindakan pencegahan lebih lanjut dapat termasuk memastikan bahwa tempat konservasi sumberdaya genetik penting dibentuk lebih dari satu lokasi dan lebih disukai di wilayah dengan kepadatan ternak yang rendah; dalam hal peternakan yang memelihara banyak breed, dipastikan isolasi breed yang langka dari ternak yang lain; dan tetap dijaga daftar terbaru lokasi- lokasi tempat memelihara breed langka (laporan Germany, 2003).