2. Memberikan gambaran implementasi model pembelajaran CIRC dan model pembelajaran Time Token.
3. Memotivasi kepada para pengajar untuk mengembangkan model dan metode pembelajaran dengan menyesuaikan kompetensi dasar, situasi dan kondisi
belajar.
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
Untuk mendapat kejelasan tentang permasalahan yang akan diteliti, berikut ini penulis uraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran,
keberhasilan belajar, kedisiplinan dalam menyelesaikan tugas belajar kimia dan hubungan antara keberhasilan belajar dengan kedisiplinan dalam menyelesaikan
tugas belajar kimia serta teori-teori yang relevan yang dapat mendukung dalam penelitian ini. Dengan uraian ini diharapkan akan diketahui landasan teori yang
dipergunakan dalam penelitian ini.
1. Teori Belajar
Dorin, Demmin dan Gabel 1990 dalam Ella Yulaelawati 2004:49, menegaskan ”suatu teori dalam implementasinya dapat dimodifikasi karena
beberapa hal teori dapat usang atau tetap terkini up to date.” Oleh karena itu hal ini dalam menentukan teori-teori belajar dasar yang utama adalah kesesuaian dan
mendukung terhadap masalah yang diteliti. Teori-teori belajar tersebut adalah, sebagai berikut :
a. Teori Pragmatisme
Pragmatisme ialah satu aliran falsafah yang dikaitkan dengan teori makna meaning theory . Pakar pragmatisme menganggap bahwa ide manusia mengenai
alam adalah netral, yang maksud sesungguhnya adalah interaksi antara manusia dan alam sekeliling Perkataan Pragmatisme berasal dari perkataan Greek yaitu
pragma yang bermaksud kerja. Ini dimaksudkan sebagai kaidah mengatur dan mengurus perkara yang harus dilakukan oleh seseorang. Dari segi sudut
falsafahnya, yaitu pembinaan kehidupan manusia dan mencari keperluan. Pragmatisme menolak semua yang membawa kesan negatif kepada masyarakat.
Manusia harus menerima perubahan, oleh karena itu cara dan manfaat pendidikan semestinya fleksibel dan terbuka. Pendidikan adalah manfaat dan strategi di mana
manfaat adalah memajukan manusia dan strategi adalah bagaimana manusia melaksanakannya untuk mencapai manfaat tersebut. Kenyataan ini dialami oleh
manusia yang berinteraksi dengan alam sekeliling Ketika John Dewey mengatakan bahwa: pengalaman dan masyarakat
adalah alat untuk perkembangan otak; dengan kepandaian dan pengalaman manusia
dapat menyelesaikan
masalah; semua
anggota masyarakat
berkemampuan untuk menyelesaikan masalah demokrasi dicetuskan, kemudian ide-ide tradisional merupakan bentuk pengalaman sebagai sumber ilmu mulai
dikaji . http:www.geocities.comathensparthenon4926rencanatunjang.html, 5 Juni 2007
. Proses pertanyaan adalah satu transaksi dua belah di mana melibatkan
manusia dan kenyataan. Manusia melakukan sesuatu terhadap alam sekeliling dan alam sekeliling akan bertindak membalas manusia. Selanjutnya John Dewey
dalam Tauhid Bashori2007:2 merumuskan esensi instrumentalisme pragmatis
sebagai to conceive of both knowledge and practice as means of making good
excellencies of all kind secure in experienced existence. Demikianlah, Dewey
memberikan istilah pragmatisme dengan instrumentalism, operationalism, functionalism, dan experimentalism. Disebut demikian karena menurut aliran ini
bahwa ide, gagasan, pikiran, dan inteligent merupakan alat atau instrumen
untuk mengatasi kesulitan atau persoalan yang dihadapi manusia.
Di dalam falsafah John Dewey disebutkan adanya experimental continum atau rangkaian kesatuan pengalaman, yaitu proses pendidikan yang semula dari
pengalaman sebagai proses pengetahuan menuju ide tentang kebiasaan habit dan kesadaran kontrol diri self control merupakan proses sosial. Kesatuan rangkaian
pengalaman tersebut memiliki dua aspek penting untuk pendidikan, yaitu hubungan kelanjutan individu dan masyarakat serta hubungan kelanjutan pikiran
dan benda. Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme John Dewey dalam
Tauhid Bashori2007:5,mengatakan ”bahwa suatu gagasan atau strategi terbukti
benar apabila berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga keraguan dan keresahan
tersebut hilang”. Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian yang tetap terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan
praktis. Pengembangan terhadap yang teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan tenaga
profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan materialisme terselubung
ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan tidak dapat mengabaikan
kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan tersebut disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis.
Dari urain ditas maka dapat disarikan lebih sederhana yaitu dalam kegiatan pembelajaran dengan pandangan pragmatisme orientasi terhadap siswa pada dua
kutup yaitu 1 belajar tetap mengembangkan pada aspek teori dari materi apa yang dipelajari dengan maksud pada diri siswa akan berkembang aspek afektif
dan kognitifnya dan 2 belajar dalam mengembangkan aspek praktis dilakukan dengan cara-cara yang praktis, sesuai dengan kebutuhan nyata.
b. Teori Konstruktivisme