Analisis Bahan Ajar yang Digunakan Guru

memiliki kompetensi dasar yang sama atau hampir sama dengan kompetensi dasar yang terdapat dalam KTSP. Kompetensi dasar yang tidak tercantum dalam KTSP tidak digunakan guru. Hal seperti itu dilakukan karena guru belum memiliki bahan ajar yang mengacu pada KTSP. Buku Bahasa dan Sastra Indonesia jilid 1 untuk SMA kelas X karangan Dr. Dawud, digunakan guru sebagai bahan ajar. Buku ini tidak memiliki petunjuk khusus untuk guru, tetapi buku tersebut dipakai guru sebagai bahan ajar utama, maka dalam penelitian ini peneliti menyebutnya sebagai buku guru bahan ajar yang sedang digunakan gurubahan ajar lama. Berdasarkan analisis, isi buku tersebut sebenarnya buku siswa karena petunjuk kegiatantugas dan latihan mengacu pada aktivitas yang harus dilakukan siswa. Sehingga wajar kalau ada beberapa siswa yang menggunakan buku tersebut untuk belajar bahasa dan sastra Indonesia. Menurut informan siswa IF ia menggunakan buku karangan Dawud tersebut sebagai buku pegangan disamping buku Proyeksi yang wajib dimiliki siswa. Karena itu, IF selalu mengacu dan melengkapi bahan ajarnya dengan buku yang dipakai guru dalam mengajar. Apalagi buku tersebut berisikan petunjuk dan latihan untuk siswa dan guru kadang-kadang menggunakan petunjuk dan latihan yang terdapat dalam buku tersebut untuk diberikan pada siswa. Buku karangan Dr. Dawud tersebut, terdiri dari 12 unit, setiap unit terdiri atas 4 bagian, dan setiap bagian berisikan komponen: 1 kompetensi dasar; 2 indikator; 3 pengantar kegiatan; 4 latihan dasar kegiatan awal; 5 kegiatan inti; 6 kegiatan pengayaan ; dan 7 petunjuk palaksanaan kegiatan. Setiap unit memiliki topik yang dijadikan judul, sehingga pembahasan dalam bagian-bagian yang terdapat dalam satu unit mengaju pada judul yang dibahas. Selanjutnya, buku Proyeksi Prima Bahasa Indonesia karangan Dra. Sutuyarsih berupa buku siswa atau lembar kerja siswa LKS. Pada sudut kiri sampul buku tersebut tercantum tulisan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, namun setelah dianalisis, isinya belum sepenuhnya sesuai dengan tuntutan KTSP untuk siswa, sekolah, dan daerah Sambas. Topik atau tema yang tercantum dalam setiap pelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah Sambas. Hasil analisis menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan bahan ajar bahasa dan sastra Indonesia dalam penelitian ini.

4. Deskripsi Temuan Kebutuhan Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan salah satu fasilitas yang memudahkan proses pembelajaran dan sebagai acuan dalam kegiatan belajar-mengajar yang sangat dominan. Hal ini menunjukkan bahwa guru sangat membutuhkan keberadaan bahan ajar dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Hal itu diperkuat dengan hasil identifikasi kebutuhan dengan informan siswa yang menyatakan bahwa bahan ajar merupakan sumber belajar satu-satunya sumber utama untuk belajar. Sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun prototype bahan ajar berdasarkan kondisi nyata tersebut, maka bahan ajar diupayakan memuat informasi tugas secara lengkap yang terdiri atas buku pegangan guru dan buku siswa atau LKS. Pernyataan tersebut didukung oleh kondisi di lapangan, tentang kemampuan finansial guru yang rendah dan kemampuan profesional guru yang masih memerlukan pembinaan. Hal ini terjadi karena realita yang ada, guru yang mengajar bahasa dan sastra Indonesia adalah bukan guru yang berlatar belakang pendidikan bahasa Indonesia, tetapi guru yang memiliki latar belakang pendidikan Agama Islam dan Biologi. Apalagi kedua guru tersebut merupakan guru baru ± 2 tahun mengajar. Selanjutnya, hal itu diperparah lagi dengan kurang tersedianya sumber pembelajaran di perpustakaan sekolah. Berdasarkan wawancara dengan informan guru S dan EZ dan observasi di kelas, masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA Negeri 2 Sambas yang ditemukan adalah: 1 penyusunan silabus, 2 penyusunan rencana pembelajaran, dan 3 minimnya bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku KTSP. Masalah ini dikemukakan informan guru S dan EZ pada saat diwawancara. Informan belum paham dengan KTSP karena kurikulum tersebut baru diterapkan di SMA Negeri 2 Sambas pada tahun pelajaran 20082009 tahun pertama. Ketidakpahaman informan dalam menyusun perangkat pelajaran bahasa dan satra Indonesia dilatarbelakangi oleh ketidaksesuaian disiplin ilmu yang dimiliki informan keduanya belum pernah mendapat pelatihan tentang cara menyusun prangkat mengajar bahasa dan sastra Indonesia yang mengacu pada KTSP. Selanjutnya, minimnya buku bahasa Indonesia sebagai materi pengayaan untuk guru di SMA Negeri 2 Sambas yang mengacu pada KTSP juga menambah problema pembelajaran