tersebut. Oleh karena itu jika kelembapan disekitar bahan pangan lebih rendah dari pada aktivitas airnya, maka bahan pangan akan mengalami penguapan air
dan sebaliknya sampai pada suatu saat dimana tercapai keseimbangan. Wong et al 1994 menyatakan bahwa secara teoritis, bahan pelapis edible harus memiliki
sifat menahan kehilangan kelembapan produk dan memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak
hanya dalam media dengan nilai
a
w
yang tinggi ≥0.90. Menurut Jay 1986
bakteri yang tumbuh pada bahan pangan yang memiliki
a
w
≥0.90 adalah bakteri pembusuk. Hal ini terbukti bahwa mikroba mengalami peningkatan yang pesat
pada empek-empek kontrol K 0 yang
a
w
meningkat menjadi 0.955 setelah penyimpanan, tetapi berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
konsentrasi pemberian kitosan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai aktivitas air empek-
empek kontrol dan terpilih α = 0.057 dengan selang kepercayaan 0.05.
2.2.2 Nilai pH tingkat keasaman
Salah satu faktor pada pangan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah pH, yaitu suatu nilai yang menunjukkan keasaman atau
kebasaan. Dengan menggunakan pH-meter, nilai pH suatu bahan dapat diukur, umumnya berkisar antara 0 sampai 14. Nilai pH 7 menunjukkan bahan yang
netral, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan bahan bersifat lebih asam, sedangkan nilai pH lebih dari 7 menunjukkan bahan lebih bersifat basa. Kebanyakan
mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral, dan pH 4,6 - 7,0 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan kamir dapat
tumbuh pada pH yang lebih rendah. Berdasarkan pengelompokan pangan menurut nilai pH-nya empek-empek termasuk pangan berasam rendah, dan
memiliki nilai pH 4,6 atau lebih, seperti daging, ikan, susu, telur dan kebanyakan sayuran. Pangan semacam ini harus mendapatkan perlakuan pengawetan
secara hati-hati karena mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, termasuk bakteri patogen yang berbahaya. Kurva pengaruh kitosan terhadap nilai pH
empek-empek selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25 Kurva pengaruh pemberian kitosan terhadap nilai keasaman pH empek-empek selama penyimpanan
Berdasarkan gambar 25, nilai pH pada sampel empek-empek kontrol K 0 bernilai 5.79 pada awal penyimpanan dan turun menjadi 3.51 setelah
penyimpanan selama 4 hari dan mengalami penurunan sebanyak 2.28, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan mikroba sehingga membentuk suasana asam
pada empek-empek yang telah mengalami penyimpanan. Menurut Scoot 1957 menyatakan bahwa faktor ekstrinsik dan intrinsik memepengaruhi nilai pH yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti tersediannya zat-zat gizi, A
w
, Oksigen, dan suhu. Namun, nilai pH pada sampel empek-empek terpilih K 0.3 EC 1.5 bernilai 5.11 dan lebih rendah daripada empek-empek kontrol,
hal ini dikarenakan bahwa penggunaan kitosan sebagai pembentuk gel dan pelapis membutuhkan asam asetat 1.5 CH
3
COOH untuk melarutkan kitosan dalam air dan turun menjadi 4.32 setelah penyimpanan selama 4 hari. Tingkat
keasaman kitosan optimal pada pH 5,6 pKa 6.2, dimana pada pH ini kitosan memiliki aktifitas biologi yang optimal Leuba dan Stossel, 1984 dalam El Grauth
et al.,1991. Berdasarkan hasil terlihat bahwa empek-empek terpilih mengalami penurunan pH yang lebih sedikit yakni sebanyak 0.79, hal ini disebabkan bahwa
kitosan dapat bertindak sebagai pengawet melalui mekanisme bakteriosidal, berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konsentrasi pemberian
kitosan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai pH empek- empek kontrol dan terpilih α = 0.002 dengan selang kepercayaan 0.05.
2.2.3 Kadar air