Hasil Belajar Siswa pada Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Gb.4.1 Contoh jawaban sempurna Gambar 4.1 merupakan contoh jawaban yang lengkap sesuai dengan tahapan pemecahan masalah yaitu mengidentifikasi masalah, merencanakan penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusi. Sehingga berdasarkan rubrik pensekoran tes siswa tersebut mendapat skor 14. Gb. 4.2 Contoh jawaban kurang sempurna Gb.4.2 merupakan contoh jawaban yang kurang sempurna. Hal ini dikarenakan siswa belum menuliskan rencana penyelesaian masalah secara lengkap dan belum menafsirkan solusinya. Selain itu siswa masih belum memahami apa yang ditanyakan. Sehingga siswa pada Gb.4.2 ini memperoleh skor 9. Gb. 4.3 Contoh jawaban tidak benar Gb.4.3 merupakan contoh jawaban yang tidak benar. Hal ini dikarenakan siswa belum menuliskan tahapan dalam menyelesaikan masalah. Selain itu siswa masih salah memahami apa yang ditanyakan serta salah dalam melakuakan perhitungan. Sehingga siswa pada Gb.4.3 ini memperoleh skor 0. Masih adanya siswa yang belum memahami langkah penyelesaian dengan tepat dikarenakan beberapa kelemahan dalam pembelajaran. Kelemahan tersebut diantaranya adalah kurang sempurnanya pertanyaan panduan dalam kartu kerja dan kerangka penyelesaian soal yang kurang tepat. Sehingga siswa masih kebingungan dan merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal sesuai dengan tahapan pemecahan masalah 4.3.5 Rata-rata Kepercayaan Diri Siswa Sama halnya dengan hasil belajar siswa pada aspek kemampuan pemecahan masalah, setelah dikenakan perlakuan yang berbeda pada ketiga kelas sampel, ketiga kelas diberikan angket untuk memperoleh data kepercayaan diri siswa. Data yang diperoleh dari hasil angket kemudian diolah sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya. Pengujian yang dilakukan yaitu uji kesamaan rata-rata kepercayaan diri siswa. Pengujian kesamaan rata-rata ini dilakukan dengan uji ANAVA. Berdasarkan uji ANAVA diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata kepercayaan diri siswa antara kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan kelas kontrol. Karena terdapat perbedaan yang signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan sama dengan uji lanjut pada aspek kemampuan pemecahan masalah, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut. 1 Rata-rata kepercayaan diri siswa pada kelas eksperimen 1 lebih baik daripada kelas eksperimen 2. 2 Rata-rata kepercayaan diri siswa pada kelas eksperimen 1 lebih baik daripada kelas kontrol. 3 Rata-rata kepercayaan diri siswa pada kelas eksperimen 2 sama dengan kelas kontrol. Berdasarkan uji lanjut tersebut dapat dikatakan rata-rata kepercayaan diri siswa kelas eksperimen 1 lebih baik daripada siswa kelas eksperimen 2 dan kelas kontrol. 4.3.6 Keefektifan Pembelajaran CORE berbantuan Kartu Kerja Dalam penelitian ini pembelajaran dikatakan efektif jika 1 nilai tes kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja telah mencapai ketuntasan klsikal yaitu 75 siswa telah mencapai nilai 70, 2 rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih baik dari kelas yang menggunakan pembelajaran CORE tanpa kartu kerja dan pembelajaran langsung, dan 3 rata-rata kepercayaan diri siswa kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih baik dari kelas yang menggunakan pembelajaran CORE tanpa kartu kerja dan pembelajaran langsung. Karena dari hasil pengujian diperoleh 1 rata-rata nilai tes kemampuan pemecahan masalah kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih dari atau sama dengan 70 mencapai lebih dari 75, 2 rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih baik dari kelas yang menggunakan pembelajaran CORE tanpa kartu kerja dan pembelajaran langsung, dan 4 rata-rata kepercayaan diri siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih baik dari kelas yang menggunakan pembelajaran CORE tanpa kartu kerja dan pembelajaran langsung, maka penerapan pembelajaran pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja materi pokok kubus dan balok dinyatakan efektif. Pembelajaran pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja dapat berlangsung efektif karena dalam kelas ini siswa lebih tertarik mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada kelas ini model pembelajaran baru dan kartu kerja dilakukan melalui kegiatan diskusi. Dengan diskusi, siswa dapat mengkoneksikan diri untuk belajar, dapat meningkatkan berpikir reflektif, dan dapat memperluas pengetahuan siswa Jacob, 2011. Ketertarikan siswa pada pembelajaran ini dikarenakan dalam pembelajaran CORE dibantu dengan media pembelajaran yang dibuat berwarna pada tiap tingkatan kartu. Warna adalah penanda ingatan yang baik, penggunaan warna juga menyenangkan otak anak Windura, 2008:84-85. Selain itu, kartu ini juga disajikan gambar-gambar. Gambar sangat disukai oleh otak, dan sekaligus untuk melibatkan secara aktif otak kanannya yang dapat memberikan ingatan lebih lama Windura, 2008:85. Seperti halnya cerita yang memiliki gambar dan warna akan menarik anak untuk membacanya, maka kartu kerja yang disajikan dengan gambar dan warna juga akan menarik perhatian siswa. Kartu kerja dalam kegiatan ini membantu siswa dalam menemukan konsep kubus dan balok serta membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan soal-soal yang tertera pada kartu. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga siswa lebih mudah dalam memahaminya Heruman, 2007:2. . 82

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. 1 Rata-rata nilai tes kemampuan pemecahan masalah kelas yang menggunakan pembelajaran CORE lebih dari atau sama dengan 70 mencapai lebih dari 75. 2 Rata-rata nilai tes kemampuan pemecahan masalah kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih dari atau sama dengan 70 mencapai lebih dari 75 3 Rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih baik dari kelas yang menggunakan pembelajaran CORE tanpa kartu kerja dan pembelajaran langsung. 4 Rata-rata hasil tes kepercayaan diri siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja lebih baik dari kelas yang menggunakan pembelajaran CORE tanpa kartu kerja dan pembelajaran langsung. Berdasarkan kesimpulan 2, 3, dan 4 maka pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja efektif pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematika dan kepercayaan diri siswa kelas VIII.

5.2 Saran

1 Dalam menerapkan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja, kemampuan guru dalam mengelola waktu kegiatan pembelajaran diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 2 Perlu dilakukan perbaikan pada penggunaan pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik dari hasil penelitian ini. 3 Pembelajaran CORE berbantuan kartu kerja dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran matematika di SMP N 1 Karanganyar. DAFTAR PUSTAKA Anggela. 2004. Direct Intruction Mathematics Programs: An Overview and Research Summary. Journal of Direct Intruction 41:53-84. Tersedia di www.heresearch.com. [diakses 24 Januari 2015] Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RINEKA CIPTA. Azizah, L., Mariani, Rochmad. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model CORE Bernuansa Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis.Unnes Journal of Mathematics Education Research, 21:101-105. Tersedia di http:journal.unnes.ac.idsjuindex.phpujmerarticleview644624. [diakses 22 Januari 2015] Calfee, R.C. 2010. Increasing Teachers’ Metacognition Develops Students’ Higher Learning during Content Area Literacy Intruction: Findings from the Read-Write Cycle Project. Issues in Teacher Educatio, 192:127-151. Tersedia di http:files.eric.ed.govfulltextEJ902679.pdf. [diakses 22 Januari 2015] Hapsari, M.J. 2011. Upaya Meningkatkan Self-Confidence Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Inkuiri Terbimbing. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia di http:eprints.uny.ac.id73851P- 30.pdf. [diakses 22 Januari 2015] Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK. Humaira, F.A., Suherman, Jazwinarti. 2014. Penerapan Model Pembelajaran CORE pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang. Jurnal Pendidikan Matematika, 31:31-37. Tersedia di http:ejournal.unp.ac.id.[diakses 24 Januari 2015] Husna, Ikhsan, Fatimah. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Pembelajaran langsung Tipe Think-Pair-Share TPS. Jurnal Peluang 12. Tersedia di http:digilib.unimed.ac.id. [diakses 23 Januari 2015] Jacob, C. 2011. Refleksi pada Refleksi Suatu Pembelajaran Berbasis Metakognisi. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI.