Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau Di Daerah Ciputat Timur Dari Tahun 1990-2015

(1)

ANALISIS PERUBAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI

DAERAH CIPUTAT TIMUR DARI TAHUN 1990-2015

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Lilik Nurholidah

NIM 1112015000092

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

Lilik Nurholidah (1112015000092). “Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Keberadaan RTH/wilayah hijau di suatu wilayah merupakan hal yang sangat penting mengingat banyaknya manfaat dari keberadaan Ruang Terbuka Hijau tersebut. Daerah Ciputat Timur sebagai daerah yang strategis, dan sebagai daerah penyangga ibukota, setiap tahunnya mengalami perubahan, khususnya perubahan Ruang Terbuka Hijau atau wilayah hijau yang disebabkan karena maraknya pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Analisis data dilakukan dengan pendekatan pengindraan jauh menggunakan aplikasi ER Mapper 7.0dan Citra Landsat 5, 7 dan 8 untuk mengetahui perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dari tahun 1990-2015. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan Ruang Terbuka Hijau diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil interpretasi citra didapat hasil penelitian luas Ruang Terbuka Hijau mengalami penurunan. Luas Ruang Terbuka Hijau pada tahun 1990 seluas 1.113,6 ha, pada tahun 1995 berkurang menjadi 936,8 ha, tahun 2000 berkurang menjadi 930 ha, tahun 2005 berkurang menjadi 759,3 ha, tahun 2010 berkurang menjadi 442,8 ha, dan pada periode terakhir tahun 2015 berkurang menjadi 417,6 ha atau sekitar 23,5% dari total luas wilayah Ciputat Timur. Jika dihitung secara keseluruhan maka RTH/wilayah hijau dari tahun 1990 hingga tahun 2015 berkurang seluas 696 ha atau 61% dari total luas wilayah RTH semula. Faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, pertambahan jumlah penduduk, dan pemerintahan.


(6)

ii 2015”.

Sciences, Faculty of Science and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

The existence of RTH / green area in the region is very important given the many benefits of the presence of the green space. East Chester area as a strategic area, and as the buffer area of the capital, each year changes, particularly changes Green Open Space or green area due to rampant development. This study aims to determine how changes in the area of Green Open Space East Chester from 1990 to 2015. The research method used is descriptive quantitative method. Data analysis was performed with a remote sensing approach using applications ER Mapper 7.0 and Image Landsat 5, 7 and 8 to determine changes in spacious green open space from 1990-2015. To determine the factors affecting changes in the green open space obtained from observation, interviews, and documentation. Based on the results of image interpretation results obtained extensive green space has decreased. Spacious green space in 1990 covering an area of 1113.6 ha, in 1995 was reduced to 936.8 ha, in 2000 was reduced to 930 ha, in 2005 was reduced to 759.3 ha, the year 2010 was reduced to 442.8 ha, and on the last period in 2015 decreased to 417.6 ha or approximately 23.5% of the total area of East Chester. If calculated with the Green Open Space or green region from 1990 to 2015 reduced area of 696 ha or 61% of the total area of the original RTH. Factors affecting the green open space area change is influenced by several factors such as economic factors, population growth, and governance.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada baginda alam Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya hingga kepada ummatnya semoga kita semua senantiasa mendapat syafaat.

Skripsi yang berjudul “Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau di daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015” merupakan salah satu syarat kelulusan penulis untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi Geografi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akan tetapi penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari pembimbing guna menjadi acuan dan bekal pengalaman bagi penulis di masa yang akan datang.

Adapun keberhasilan penulis dalam melakukan penelitian hinga skripsi penulis selesai ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak selama penelitan berlangsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak teri kasih kepada :

1. Bpk. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. H.Syarifullah, M.Si, Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

iv

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, atas ilmu yang diberikan selama penulis menyelesaikan bangku kuliah, semoga ilmunya bermanfaat dan senantiasa kita diberikan kesehatan oleh Allah SWT.

6. Bapak Drs. Durahman, M.Pd, Selaku Kepala Kecamatan Ciputat Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian di daerah Ciputat Timur dan Bapak Saduni Zaelani Staf Kecamatan Ciputat Timur yang telah memberikan data-datanya bagi kepentingan skripsi penulis.

7. Masyarakat Kecamatan Ciputat Timur khususnya masyarakat yang telah bersedia diwawancarai penulis.

8. Alm. Mamah Ratnengsih tercinta, atas jasamu yang dengan sabar telah membesarkan penulis, semoga senantiasa mendapat syafaat, magfiroh Alloh SWT dan ditempatkan disisi-Nya.

9. Ayahanda dan Ibunda (Bpk.Taryo dan Ibu Nani Sumarni) yang selalu memberikan nasihat baik serta memotivasi penulis selama ini. Adik-adiku tercinta Apip Shobar Muldani, Rifa Rachmat Al-Wazdi, Aditya Rachmat Haqiqi, tak lupa nenek, kakek, dan juga seluruh keluarga besar semoga selalu mendapat kesehatan dan lindungan dari-Nya.

10. Seluruh sahabat Jurusan P.IPS khususnya untuk teman-teman dari konsentrasi Geografi, yang telah memberikan banyak pengelaman kepada penulis selama ada di bangku kuliah. Serta tak lupa juga teman-teman Praktik Profesi Keguruan Terpada (PPKT) semoga kebersamaan selama PPKT menjadi kenangan yang selalu dikenang. Tak lupa juga kepada Faizah Zulaiha, Roikhatul Zannah, Farhatunnisa, Siti Umaryati, Siti Syarah, Susi Mulyati atas masukan-masukannya selama ini.


(9)

v

11. Teman-teman kostan Betik, Kak Masruroh, Winda, Sani, Fani, dan yang lainnya atas kebersamaanya, yang selalu memberikan canda tawa sehingga memberikan motivasi kepada penulis untuk segera mungkin menyelesaikan skripsi ini,

12. Cahya Setiya, yang selalu menemani penulis observasi, mendengar keluh kesah, serta senantiasa memberikan motivasi dan bantuannya pada penulis.

13. Sahabat-sahabat MAN Rancah, Dewi Yuni, Nining Nurmalasari, Heny Muthmainnah, Wati Widia, Eva yang sampai saat ini penulis ucapkan Alhamdulillah silaturahminya masih tetap terjaga erat dan saling memotivasi satu sama lain.

14. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya hanya kepada Alloh SWT panjatkan do’a semoga amal baik semuanya dibalas oleh Alloh SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Aamiin. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Jakarta, Desember 2016


(10)

vi

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Deskripsi Teoritik... 8

1. Ruang Terbuka Hijau ... 8

a. Pengertian Ruang Terbuka Hijau ... 8

b. Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 9


(11)

vii

d. Bentuk-bentuk Ruang Terbuka Hijau ... 14

e. Model-model Ruang Terbuka Hijau ... 16

f. Perubahan Ruang Terbuka Hijau ... 18

g. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Ruang Terbuka Hijau ... 18

2. Pengindraan Jauh ... 20

a. Pengertian Pengindraan Jauh ... 20

b. Sistem Pengindraan Jauh... 21

c. Manfaat Pengindraan Jauh ... 24

d. Karakteristik Citra landsat ... 25

3. Sistem Informasi Geografis... 30

a. Pengertian Sistem Informasi Geografis ... 30

b. Pembagian Sistem Informasi Geografis ... 31

c. Komponen Sistem Informasi Geografis ... 32

d. Manfaat Sistem Informasi Geografis ... 34

e. Keunggulan Sistem Informasi Geografis ... 34

f. Fungsi Aplikasi Sistem Informasi Geografis ... 35

B. Penelitian Yang Relevan ... 37

C. Kerangka Berfikir... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

1. Tempat Penelitian... 41

2. Waktu Penelitian ... 41

B. Metode Penelitian... 42

C. Jenis dan Sumber Data ... 43

1. Data Primer ... 43

2. Data Sekunder ... 43


(12)

viii

1. Observasi ... 44

2. Interpretasi Citra... 44

3. Ground check Lapangan ... 45

4. Wawancara ... 45

5. Dokumentasi ... 45

F. Populasi dan Sampel ... 45

1. Pupulasi ... 45

2. Sampel ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 49

B. Hasil Penelitian ... 59

1. Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015 ... 59

2. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas Area Ruang Terbuka Hijau ... 74

C. Pembahasan ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Beberapa Satelit Pengindraan Jauh ... 23

Tabel 2.2 Karakteristik Citra Landsat 5 ... 26

Tabel 2.3 Karakteristik Band pada Landsat 5 ... 26

Tabel 2.4 Karakteristik Citra Landsat 7 ... 27

Tabel 2.5 Karakteristik Band pada Landsat 7 ... 27

Tabel 2.6 Karakteristik Citra Landsat 8 ... 29

Tabel 2.7 Karakteristik Band pada Landsat 8 ... 29

Tabel 2.8 Penelitian yang Relevan ... 37

Tabel 3.1 Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 41

Tabel 4.1 Letak Geografis Kelurahan yang ada di Ciputat Timur ... 50

Tabel 4.2 Pembagian Penduduk Daerah Kecamatan Ciputat Timur berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 4.3 Fasilitas Pendidikan Daerah Ciputat Timur ... 54

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 55

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 58

Tabel 4.6 Fasilitas Keagamaan ... 59

Tabel 4.7 Perubahan Luas Penggunaan Lahan ... 60

Tabel 4.8 Tabel Perubahan RTH ... 68


(14)

x

sensor satelit ... 22

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian RTH ... 41

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Ciputat Timur ... 49

Gambar 4.2 Tahun 1990 ... 67

Gambar 4.3 Tahun 1995 ... 67

Gambar 4.4 Tahun 2000 ... 67

Gambar 4.5 Tahun 2005 ... 67

Gambar 4.6 Tahun 2010 ... 67

Gambar 4.7 Tahun 2015 ... 67


(15)

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Perubahan Penggunaan Lahan ... 63 Grafik 4.2 Perubahan RTH/Wilayah Hijau ... 69


(16)

xii Lampiran A.1 Pedoman Observasi

Lampiran A.2 Pedoman Wawancara

Lampiran B. Hasil Observasi Lampiran B.1 Hasil Observasi ke 1 Lampiran B.2 Hasil Observasi ke 2 Lampiran B.3 Hasil Observasi ke 3

Lampiran C. Hasil Wawancara

Lampiran C.1 Hasil wawancara dengan Bpk. Taja

Lampiran C.2 Hasil wawancara dengan Bpk. Syamsul Bahri Lampiran C.3 Hasil wawancara dengan Ibu Wiwi

Lampiran C.4 Hasil wawancara dengan Bpk. Yudhi Lampiran C.5 Hasil wawancara dengan Bpk. Thabrani Lampiran C.6 Hasil wawancara dengan Bpk. Widya Lampiran C.7 Hasil wawancara dengan Ibu Yuyun

Lampiran C.8 Hasil wawancara dengan Bpk. Saduni Zaelani Lampiran C.9 Hasil wawancara dengan Bpk. Suparman Lampiran C.10 Hasil wawancara dengan Bpk. Nasuki Lampiran C.11 Hasil wawancara dengan Bpk. Deden Lampiran C.12 Hasil wawancara dengan Ibu Fitriyani Lampiran C.13 Hasil wawancara dengan Bpk. Daryadi Lampiran C.14 Hasil wawancara dengan Bpk. Atan


(17)

xiii Lampiran D. Dokumentasi

Lampiran D.1 Foto Narasumber Lampiran D.2 Foto Observasi

Lampiran E. Surat-surat

Lampiran E.1 Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran E.2 Surat Telah Melakukan Penelitian Lampiran E.3 Lembar Uji Referensi


(18)

1

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, setiap wilayah yang ada di permukaan bumi pastinya mengalami perubahan secara signifikan. Perubahan tersebut terjadi baik secara fisik maupun non fisik seperti perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan demografis. Perubahan secara fisik terjadi pada perubahan-perubahan kenampakan fisiknya seperti pada perubahan wilayahnya baik berupa luasnya, fungsinya, bangunannya dan sebagainya. Sedangkan perubahan non fisik terjadi pada perkembangan ekonominya, keadaan penduduknya, budaya, dan sebagainya.1 Tidak dapat

dipungkiri bahwa luasan wilayah hijau atau Ruang Terbuka Hijau dalam setiap tahunnya mengalami perubahan sehingga menjadikan kualitas lingkungan di wilayah tersebut menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk serta maraknya pembangunan-pembangunan di wilayah tersebut. Keberaadaan Ruang Terbuka Hijau atau yang disingkat menjadi RTH pada wilayah perkotaan sangat penting. Mengingat banyak sekali manfaat yang bisa dirasakan dengan keberadaan Ruang Terbuka Hijau ini.

Secara sistem, Ruang Terbuka Hijau kota pada dasarnya adalah bagian dari kota yang tidak terbangun, yang berfungsi menunjang kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam.2 Artinya Ruang Terbuka Hijau ini merupakan suatu wilayah yang didalamnya terdapat tumbuhan hijau, tanaman, yang memiliki fungsi dan memberikan manfaat untuk kehidupan.

Dalam rangka mewujudkan suatu wilayah yang bersih dan sehat, harus ada paru-paru kota baik itu berupa taman, lapangan olahraga, TPU,

1

Hadi Sabari Yunus, Dinamika Wilayah Peri Urban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Cet. I, h. 319

2 Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangaunan


(19)

2

situ, rawa, dan lain-lain. Suatu wilayah dapat dikatakan sehat jika wilayah tersebut memiliki setidaknya 30% RTH dari luas keseluruhan wilayah tersebut. Dimana 20% tersebut merupakan Ruang Terbuka Hijau Publik yang merupakan Ruang Terbuka Hijau dimana sistem pemeliharaan dan sistem penyediannya merupakan tanggungjawab dan dikelola oleh badan pemerintahan Kota atau Kabupaten, sedangkan sisanya 10% merupakan Ruang Terbuka Hijau Privat yang merupakan sistem pemeliharaan dan penyediaanya dikelola dan menjadi tanggungjawab pihak swasta ataupun masyarakat yang sudah mendapatkan izin oleh Pemerintah setempat yaitu pemerintah Kabupaten atau Kota. 3

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau atau wilayah hijau yang banyak ditumbuhi tanaman hijau ini, banyak sekali manfaat yang bisa dirasakan khususnya bagi yang tinggal di daerah perkotaan. Diantaranya dapat dijadikan sebagai pencipta lingkungan udara sehat yang berfungsi sebagai ventilasi kota dan menurunkan polutan di udara, penyedia ruang untuk kenyamanan hidup, pendukung estetika lingkungan.4 Selain itu dengan ditumbuhinya berbagai macam tumbuhan di suatu wilayah menjadikan wilayah tersebut menjadi subur dan indah. Sesuai dengan firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an, QS. Al-Hajj ayat 5.























Artinya:“Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami turunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah, dan menumbuhkan tetumbuhan yang indah.”

Selain itu manfaat keberadan Ruang Terbuka Hijau juga merupakan salah satu sarana untuk mengingat serta menyadari akan kebesaran ciptaan Allah SWT (tadabbur) yaitu perenungan kita kepada

3

Undang-undang No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang. Bab VI Pasal 29 4

Mulyono Sadyohutomo, Manajemen Kota dan Wilayah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. II, h. 152


(20)

Allah SWT.5 Hal ini dipaparkan di dalam Al-Qur’an, Q.S Ali Imran ayat 191.













































Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi , dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan terbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perihalah kami dari siksa neraka.”

Pelajaran yang dapat diambil dari ayat Al-Qur’an tersebut yaitu mengenai adanya interaksi antara manusia dengan alam. Salah satunya dalam Al-Qur’an, menceritakan tentang gambaran rumah di syurga yang dikelilingi oleh keindahan alam, dimana didalamnya terdapat taman-taman indah dan ditanami pohon-pohon. Bahkan tidak hanya indah dipandang namun juga menghasilkan buah yang bermanfaat lengkap dengan sungai yang jernih. Keindahan yang digambarkan mengenai keadaan rumah di syurga bukanlah semata-mata keindahan yang diwujudkan dengan kemegahan, tetapi juga kedekatan dengan alam. Hikmah yang dapat diambil dalam kehidupan sehari-hari mengenai kehidupan di syurga tersebut adalah kehidupan yang dekat dengan alam, memelihara keberlangsungan alam, dan menjadikan alam sebagai sarana tadabbur akan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.6

5 Nunik Junara dan Yulia Eka Putri, Rumah Ramah Lingkungan Interpretasi Arsitektural

Konsep Islam dalam Hunian, (Malang: UIN Malang Press, 2009), Cet. I, h. 165

6


(21)

4

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Tangerang Selatan hingga saat ini masih belum memenuhi syarat pemenuhan 30 persen luasan Ruang Terbuka Hijau seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang Wilayah. Saat ini, Kota Tangerang Selatan baru memiliki 18 persen Ruang Terbuka Hijau.7 Hal ini berarti penyebaran

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Tangerang Selatan masih belum merata. Menurut beberapa media online tercatat dari tujuh kecamatan yang ada di kota pemekaran dari kabupaten Tangerang ini, tiga kecamatan diantaranya masih kekurangan Ruang Terbuka Hijau. Dari tujuh kecamatan, ada tiga kecamatan yang masih kekurangan Ruang Terbuka Hijau. Tiga kecamatan itu adalah Pamulang, Ciputat, dan Ciputat Timur. Sedangkan untuk empat kecamatan lainnya sudah cukup.8

Wilayah Kecamatan Ciputat Timur merupakan bagian dari wilayah Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten. Daerah Ciputat Timur merupakan daerah yang cukup strategis karena daerah ini berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta khususnya Kota Jakarta Selatan dan Kota Tangerang. Dikarenakan letak daerah Ciputat Timur strategis, menjadikan daerah ini banyak didatangi masyarakat dari luar, banyak masyarakat yang melalui jalur ini baik yang ingin pergi ke daerah Jakarta ataupun Tangerang. Sehingga menjadikan wilayah tersebut banyak dilalui kendaraan yang dapat menyebabkan meningkatnya polusi kendaran di wilayah tersebut.

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau di daerah Ciputat Timur nampakanya dari tahun ke tahun mengalami beberapa perubahan, mengingat banyak sekali pembangunan-pembangunan gedung seperti halnya pusat-pusat perbelanjaan, perumahan-perumahan yang disebabkan karena tingginya tingkat urbanisasi sehingga banyak penduduk yang bermukim disana. Ditambah lagi dengan adanya kampus Universitas Islam

7 http://www.bantenhits.com/mega-metropolitan/berita/45253/rth-di-kota-tangerang-hanya-terpenuhi-11-persen. Diakses pada Jum’at, 04 September 2016. Pukul 13.31 WIB

8http://bantenraya.com/metropolis/metro-tangerang/5184-tiga-kecamatan-minim-rth.


(22)

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan kampus lainnya yang tepatnya berada di wilayah Ciputat Timur ini menjadikan banyak berdirinya bangunan-bangunan yang dijadikan lahan bisnis seperti kos-kosan, warnet, toko sembako, toko buku, dan lain sebagainya sehingga menjadikan wilayah hijau di daerah Ciputat Timur ini mengalami perubahan.

Salah satu contoh perubahan Ruang Terbuka Hijau di daerah Ciputat Timur berupa situ yang dulunya banyak ditumbuhi tanaman hijau, yaitu Situ Kuru yang letaknya berada di belakang kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Seperti pada tahun 70 an Situ Kuru ini merupakan Ruang Terbuka Hijau yang dijadikan tempat jogging track atau sarana olahraga. Namun, seiring perkembangan zaman luas wilayah hijau di sekitar situ tersebut mengalami penyusutan yang tadinya memiliki luas sekitar lima hektar, namun kini telah menyusut hingga beberapa meter persegi saja. Hal ini disebakan karena banyaknya warga yang mendirikan bangunan di wilayah tersebut.9 Sehingga dengan berkurangnya wilayah resapan air, menjadikan wilayah tersebut sering terjadi banjir. Tentu saja perubahan wilayah hijau atau Ruang Terbuka Hijau tersebut bukan hanya terjadi di daerah sekitar Situ Kuru saja, melainkan juga di beberapa titik Ruang Terbuka Hijau lainnya.

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang dapat disimpulkan dalam penelitian tersebut adalah :

1. Bertambahnya masyarakat urban maupun non urban.

2. Alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau menjadi lahan terbangun.

9 Nur Atikah Nasution, “Dampak Perubahan Pemanfaatan Tanah Situ Kuru Terhadap

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar”, 2011. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011, h. 5


(23)

6

3. Banyaknya pembangunan pemukiman seperti perumahan yang disebabkan karena tingginya tingkat urbanisasi.

4. Meningkatnya kebutuhan lahan bisnis seperti berdirinya kontrakan, kos-kosan dan ruko.

5. Berubahnya luas area Ruang Terbuka Hijau seperti di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah.

6. Sering terjadinya banjir di daerah yang kurang resapan air seperti daerah situ Kuru.

C. Batasan Masalah

Masalah yang dibahas pada penelitian ini dibatasi pada perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015 serta faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka rumusan masalah yang penulis ambil, diantaranya :

1. Bagaimana perubahan luasan wilayah Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015 ?

2. Apa faktor yang mempengaruhi perubahan luas area Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perubahan luasan wilayah Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur dari Tahun 1990-2015.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan luas area Ruang Terbuka Hijau di Daerah Ciputat Timur.


(24)

F. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai analisis penurunan Ruang Terbuka Hijau dan mengetahui beberapa faktor penyebab dari menurunnya Ruang Terbuka Hijau tersebut dari tahun ke tahun.

b. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat dijadikan bahan informasi dalam bidang pendidikan dan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih baik bagi pihak kampus.

c. Bagi Dinas Tata Ruang

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penataan wilayah di daerah Ciputat Timur khususnya penataan wilayah hijau atau Ruang Terbuka Hijau.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Daerah Ciputat Timur

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah setempat, agar lebih tegas lagi dalam menjaga dan tetap melestarikan Ruang Terbuka Hijau, dengan cara lebih tegas lagi terhadap warganya yang menyalahgunakan Ruang Terbuka Hijau.

b. Bagi Masyarakat Daerah Ciputat Timur

Menambah wawasan bagi warganya tentang besarnya manfaat menjaga Ruang Terbuka Hijau dan agar tetap menjaga keberadaan Ruang Terbuka Hijau.


(25)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik

1. Ruang Terbuka Hijau

a. Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area atau kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur dimana dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.1

Pengertian Ruang Terbuka Hijau atau wilayah hijau ternyata mempunyai makna yang bermacam-macam. Ruang Terbuka Hijau mempunyai arti yang lebih sempit dibandingkan dengan istilah ruang terbuka semata, karena pemakaian istilah hijau sudah mengacu pada fungsi tertentu. Istilah ruang terbuka mempunyai dua interpretasi, yaitu ruang terbuka yang diatasnya memang sudah ada sentuhan campur tangan manusia dan ruang terbuka yang diatasnya belum terdapat campur tangan manusia.2

Selain Ruang Terbuka Hijau atau yang sering disebut juga wilayah hijau, atau ada pula yang menamakan Ruang Terbuka. Dimana Ruang Terbuka, tidak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa Ruang Terbuka, apalagi Ruang Terbuka Hijau, maka lingkungan kota akan menjadi hutan beton yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island) yang tidak sehat karena kurangnya udara segar, tidak nyaman, tidak manusiawi, dan tidak layak huni. Dalam

1 Peraturan Mentri Dalam Negri. No 1 Tahun 2007. BAB I Pasal 1

2 Hadi Sabari Yunus, Dinamika Wilayah Peri-Urban Determinan Masa Depan Kota,


(26)

sistem ruang terbuka, Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian dari ruang terbuka. 3

Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjan, jalur, atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun secara sengaja ditanam.4

Pada dasarnya Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau mempunyai arti dan makna yang hampir sama, dimana keduanya merupakan suatu tempat pertemuan dan aktivitas manusia di udara terbuka. Yang membedakannya sesuai definisi tadi bahwa Ruang Terbuka Hijau ini lebih menonjolkan unsur hijaunya.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Ruang Terbuka Hijau atau yang biasa disebut juga dengan wilayah hijau merupakan suatu area yang ditumbuhi banyak tanaman baik itu tanaman yang sengaja ditanam oleh manusia maupun tanaman yang tumbuh dengan sendirinya di wilayah tersebut dimana memberikan banyak manfaat untuk kehidupan.

b. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Selain mengingat dampak yang ditimbulkan dari kurangnya kehijauan atau kurangnya Ruang Terbuka Hijau di suatu wilayah terhadap kesehatan. Ruang Terbuka Hijau juga memiliki banyak fungsi, diantaranya :

1. Identitas kota

Jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota dapat dikoleksi pada areal Ruang Terbuka Hijau kota.

2. Upaya pelestari plasma nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan,

3 Ning Purnomohadi, Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota,

(Jakarta: Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2006), h. 52


(27)

10

sandang, papan, obat-obatan dan industri. Ruang Terbuka Hijau kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita.

3. Penahan dan penyaring partikel padat dari udara

Dengan adanya Ruang Terbuka Hijau kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan daapt dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan.

4. Mengatasi genangan air

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evaporasi tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.

5. Produksi terbatas

Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat serta dapat pula meningkatkan taraf gizi atau kesehatan dan penambah penghasilan masyarakat.

6. Ameliorasi iklim

Ruang Terbuka Hijau kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya permukaan yang dikeras, misalnya jalan, gedung bertingkat, jembatan layang, dan lain-lain.

7. Pengelolaan sampah

Ruang Terbuka Hijau kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah, yaitu dapat berfungsi sebagai penyekat bau, penyerap bau, pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah, dan penyerap zat yang berbahaya dan beracun atau B3 yang terkandung dalam sampah seperti lgam berat, pestisida serta B3 lain.


(28)

8. Pelestarian air tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori-pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar, maka kadar air tanah hutan akan meningkat. 9. Penapis cahaya silau

Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, alumunium, baja, beton, dana air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya dari depan, akan terasa sangat menyilaukan, dan akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi bahkan kalau mungkin dapat sama sekali dihilangkan. Keaktifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran, dan kerapatannya.

10.Meningkatkan keindahan

Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan, minuman, udara bersih dan sejuk, namun juga membutuhkan keindahan. Benda-benda disekitar kita dapat ditata dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik.

11.Sebagai habitat burung

Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature). Desiran angin, kicauan burung, dan atraksi satwa lainnya dikota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami penduduk perkotaan.

12.Mengurangi stress (tekanan mental)

Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktifitas, mobilitas, dan persaingan yang tinggi. Namun, dilain pihak lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat


(29)

12

tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor, industri maupun permukiman yang tidak berwawasan lingkungan. 13.Mengamankan pantai terhadap abrasi

Ruang Terbuka Hijau kota berupa formasi tanaman (hutan) mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan kota selain dapat menurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan. 14.Meningkatkan industri pariwisata

Tamu-tamu asing akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi Ruang Terbuka Hijau yang unik, indah, dan menawan, baik itu dikawasan pantai, bukit atau pegunungan maupun daerah diantaranya.5

c. Dampak Kuranganya Ruang Terbuka Hijau

Dampak kurangnya kehijauan dalam kota terhadap kesehatan diantaranya :

1. Tidak terserap dan terjerapnya partikel timbal

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan. Untuk itulah beberapa tumbuhan mempunyai kemampuan yang sedang dan tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara.

2. Tidak terserap dan terjerapnya debu semen

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.


(30)

3. Tidak ternetralisirnya bahaya hujan asam

Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi.

4. Tidak terserapnya karbon monoksida (CO)

Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini. Tanah dengan mikro organismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8X104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja. 5. Tidak terserapnya karbondioksida (CO2)

Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fitoplankton, gang-gang dan rumput laut di Samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan hutan kebakaran, maka perlu dibangun Ruang Terbuka Hijau hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen.

6. Tidak terendamnya kebisingan

Dengan menanam berbagai jenis tanaman dalam berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangai kebisisngan, khususnya sumber suara bising yang berasal dari bawah, dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Suara yang bisisng atau yang tidak enak di dengar seperti suara dari pabrik dan juga kendaraan tentunya akan mengganggu aktifitas kita pula. Bahkan dengan suara bising


(31)

14

akan mengundang orang mudah cepat marah, lelah serta konsentrasi yang buyar.

7. Tidak tertahannya hembusan angin

Angin kencang dapat dikurangi sampai sebesar 75-80% oleh suatu penahan angin berupa struktur suatu Ruang Terbuka Hijau (hutan) kota.

8. Tidak terserap dan tertapisnya bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara (TPS) atau permanen (TPA), akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Selain perlu upaya untuk mengurangi timbunan (volume) sampah dari sumbernya, maka tanaman tertentu dapat digunakan untuk mengurangi bau.6

d. Bentuk-Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang terbuka (open space) yang diklasifikasikan sebagai ruang atau lahan yang mengandung unsur dan struktur alami. Ruang Terbuka Hijau ini dapat dibedakan ke dalam dua macam :

1. Ruang Terbuka Hijau alami

Ruang Terbuka Hijau alami terdiri atas daerah hijau yang masih alami (wilderness areas), daerah hijau yang dilindungi agar tetap dalam kondisi alami (protected areas), dan daerah hijau yang difungsikan sebagai taman publik tetapi tetap dengan mempertahankan karakter alam sebagai hasil tamannya (natural park areas).

2. Ruang Terbuka Hijau binaan

Ruang terbuka Hijau binaan terdiri atas daerah hijau di perkotaan yang dibangun sebagai taman kota (urban park areas), daerah hijau yang dibangun dengan fungsi rekreasi bagi warga kota (recreational areas), dan daerah hijau antar bangunan maupun halaman-halaman bangunan yang digunakan


(32)

sebagai area penghijauan (urban development open spaces). Khusus daerah hijau dikawasan perkotaan dapat dikembangkan sebagai plaza, jalur hijau jalan, maupun sabuk hijau kota (green belt).7

Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri no. 1 tahun 2007, status ruang kepemilikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) dibagi dalam 2 klasifikasi, yaitu :

a. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Publik, yaitu Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten atau Kota.

b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Privat, yaitu Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak atau lembaga swasta, perseorangan, masyarakat yang dikendalaikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.8

Berdasarkan bobot kealamiannya bentuk Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan menjadi ;

a. Bentuk Ruang Terbuka Hijau alami (habitat alami atau liar, kawasan hutan lindung)

b. Ruang Terbuka Hijau non alami atau Ruang Terbuka Hijau binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga, pemakaman, dan lain-lain).9

7Nirwono Joga dan Iwan Ismaun, RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 93

8

Peraturan Mentri Dalam Negri No.01 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang Terbuka

Hijau Kawasan Perkotaan. BAB I Pasal I


(33)

16

e. Model-model Ruang Terbuka Hijau

Model-Model Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan arahan yang berlaku :

1. Model taman kota dan taman lingkungan

Taman ini melayani penduduk satu Rukun Tetangga khususnya balita, ibu rumah tangga, dan atau manula. Idealnya taman ini berada pada radius 100-200 meter dengan standar luas 1 m2 per penduduk.

2. Taman rukun warga (2500 penduduk)

Taman ini melayani penduduk satu Rukun Warga khususnya menampung aktivitas remaja, seperti berolahraga dan kegiatan sosial penduduk lainnya. Standar luas taman ini adalah 0,5 m2 per penduduk. Idealnya taman ini berada pada radius 200 sampai 300 m.

3. Taman kelurahan (30.000 penduduk)

Taman ini melayani penduduk satu kelurahan, untuk menampung berbagai kegiatan sosial masyarakat seperti pertunjukan seni, pameran pembangaunan, perayaan hari besar nasional dan keagamaan serta kegiatan olahraga. Standar luas taman ini adalah 0,3 m2 per penduduk.

4. Taman kecamatan (120.000 penduduk)

Taman ini melayani penduduk satu kecamatan, untuk menampung berbagai kegiatan sosial masyarakat seperti pertunjukan seni, pameran pembangunan, perayaan hari besar nasional dan keagamaan serta kegiatan olahraga. Standar luas taman ini adalah 0,2 m2 per penduduk.

5. Taman kota (480.000 penduduk)

Taman ini melayani penduduk kota atau bagian wilayah kota, untuk berbagai kegiatan masyarakat baik aktif maupun pasif. Taman ini dapat dilengkapi dengan stadion mini serta beberapa


(34)

fasilitas olahrga. Standar luas taman ini adalah 0,3m2 per penduduk.

6. Ruang Terbuka Hijau pemakaman

Pada umumnya pemakaman di kota-kota besar menggunakan berbagai elemen perkerasan sebagai bangunan taman, sehingga presentase building coverage ratio (BCR) menjadi sangat tinggi, beberapa diantaranya telah mendekati 100%. Dengan kondisi ini maka akan sulit menjadikan pemakaman sebagai Ruang Terbuka Hijau.

7. Ruang Terbuka Hijau lingkungan perumahan kecil

Keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak menutup kemungkinan mewujudkan Ruang Terbuka Hijau.

8. Ruang Terbuka Hijau pada jalan lingkungan yang sempit Pada lingkungan-lingkungan perumahan kecil, dapat memanfaatkan sisa-sisa ruang untuk mewujudkan Ruang Terbuka Hijau.

9. Ruang Terbuka Hijau pada sempadan sungai

Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau pada sempadan sungai, disamping akan mewujudkan koridor hijau di sebuah kota, juga melindungi sungai di perkotaan dari kemungkinan gangguan terhadap kelestariannya.

10.Hutan Kota

Hutan kota idealnya memiliki luas dalam satu hamparan minimal 2500 m2. Hutan kota daapat berbentuk jalur, mengelompok, dan menyebar. Sedangkan strukturnya dapat berupa hutan kota berstrata dua dan hutan kota berstrata banyak. Hutan kota berstrata dua adalah hutan kota yang memiliki dua tingkat tanaman, yaitu pohon dan rumput (penutup tanah). Hutan kota berstrata banyak adalah hutan kota yang memililki beberapa tingkatan tanaman, mulai dari pohon,


(35)

18

perdu semak, liana, dan penutup tanah. Hutan kota semacam ini memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memlindungi tanah dari erosi, penyerapan air serta mereduksi polusi dan menyeimbangkan kelembaban udara serta menurunkan suhu udara di perkotaan.10

f. Perubahan Ruang Terbuka Hijau

Pada dasarnya perubahan yaitu adanya perbedaan dari bentuk awal menjadi bentuk baru baik dari segi positif ataupun negatif. Contohnya perubahan yang positif yaitu adanya perbedaan dari cara membajak sawah yang dahulu memakai tenaga manusia dan prosesnya lambat, namun kini ditemukan tenaga mesin yang prosesnya lebih cepat. Sedangkan perubahan negatif yaitu perubahan yang menuju ke arah yang semakin memperburuk keadaan awal walaupun dengan adanya perubahan tersebut bisa menambah wawasan si pengguna.11

Perubahan juga terjadi dalam berbagai aspek, salah satunya perubahan luasan lahan yaitu berupa lahan hijau atau Ruang Terbuka Hijau yang terjadi dalam jangka waktu atau periode tertentu. Dimana perubahan tersebut bisa mengarah ke arah yang lebih baik, tapi bisa juga sebaliknya.

g. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Ruang Terbuka Hijau

Menurut Acha Sugandhy dan Rustam Hakim, terdapat 3 faktor yang dapat mempengaruhi perubahan wilayah hijau atau Ruang Terbuka Hijau :

1. Ekonomi

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau tampaknya masih mempunyai makna pelengkap atau penyempurna bagi

10Ning Purnomohadi, h. 124

11Nur Atikah Nasution, “Dampak Perubahan Pemanfaatan Tanah Situ Kuru Terhadap

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta,


(36)

perkotaan sehingga pemanfaatan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau dianggap sebagai penambah estetika lingkungan. Lebih parah lagi, Ruang Terbuka Hijau dianggap sebagai cadangan untuk penggunaan lahan di masa mendatang. Hal ini mengakibatkan munculnya paradigma bahwa setiap saat Ruang Terbuka Hijau dapat diganti dengan penggunaan lain, yang dirasakan lebih menguntungkan secara ekonomis. Dimana penggunaan lahan berupa Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan banyak dipengaruhi oleh mekanisme pasar sehingga banyak terjadi perubahan penggunaan lahan terbuka hijau menjadi area pertokoan, hotel, pompa bensin, restoran, serta lahan bisnis lainnya yang dirasa memiliki nilai ekonomis tinggi tanpa memperhatikan kondisi lingkungan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.12

2. Pertambahan jumlah penduduk

Faktor pendorong perubahan Ruang Terbuka Hijau salah satunya disebabkan karena bertambahnya jumlah penduduk, baik yang disebakan karena tingginya angka kelahiran, maupun urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Seorang sarjana lain mengartikan urbanisasi sebagai suatu proses, membawa bagian yang semakin besar dari penduduk suatu Negara untuk berdiam di pusat perkotaan.13

Dengan bertambahnya penduduk pendatang atau urbanisasi, bagi mereka yang berpendapatan rendah dan kurangnya tingkat pendidikan, mendorong mereka untuk menduduki lahan Ruang Terbuka Hijau di wilayah Jabotabek.

12

Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, Pembanguan Berkelanjutan Berwawasan

Lingkungan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. II, h. 99


(37)

20

Seperti pemanfaatan tepian bantaran sungai dan tepian jalur rel kereta api sebagai tempat tinggal.14

3. Pemerintahan

Kurangnya pengendalian aparat pemerintahan terhadap perkembangan kota wilayah Jabotabek, anatara lain menyebabkan berubahnya fungsi Ruang Terbuka Hijau kota. Penggunaan Ruang Terbuka Hijau mulanya diawali dengan tumbuhnya perumahan liar yang semakin meluas dan sulit dikendalikan, yang selanjutnya menimbulkan terbentuknya kawasan kumuh. Apalagi para penghuni tersebut dikenakan pajak tidak resmi, sehingga mereka merasakan seolah mendapatkan legalitas untuk tinggal di tempat tersebut.15

2. Pengindraan Jauh

a. Pengertian Pengindraan Jauh

Menurut Lillesend and Kiefer bahwa Pengindraan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji.16

Jadi, yang dinamakan dengan pengindraan jauh yaitu merupakan suatu ilmu untuk menganalisis suatu objek, dimana-data-data tersebut bisa diperoleh tanpa harus turun langsung pada objek yang dikaji.

Pengumpulan data pengindraan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindra disebut sensor. Sensor pengumpul data pengindraan jauh umumnya dipasang dalam satu platform yang berupa pesawat terbang atau satelit. Data pengindraan jauh berupa citra (imagery). Data tersebut dapat dianalisis untuk

14Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, h. 100 15

Ibid.,

16 Erwin Hardika Putra, Penginderaan Jauh Dengan ERMapper, (Yogyakarta:Graha


(38)

mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti. Proses penerjemahan data penginderaan jauh menjadi informasi disebut interpretasi data. Apabila interpretasi dilakukan secara digital maka disebut interpretasi citra digital (digital image interpretation).17

Penginderaan jauh dalam pengertian yang lebih luas, pengukuran atau pemerolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena, dengan menggunakan alat perekam yang secara fisik tidak terjadi kontak langsung atau bersinggungan dengan obyek atau fenomena yang dikaji.18

b. Sistem Pengindraan Jauh

Konsep dasar pengindraan jauh terdiri dari beberapa elemen meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek, sensor, dan sistem pengolahan data. Seluruh sistem pengindraan jauh memerlukan sumber energi baik aktif (misalnya, sistem pengindraan jauh radar) maupun pasif (misalnya, sistem pengindraan jauh satelit secara optik). Spektrum elektromagnetik merupakan berkas dari tenaga elektromagnetik yang meliputi sinar gamma, x, ultraviolet, tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio. Spektrum elektromagnetik yang biasa digunakan dalam pengindraan jauh adalah sebagian dari spektrum ultraviolet (0,3-0,4 µm), spektrum tampak (0,4-0,7 µm), spektrum inframerah dekat (0,7-1,3 µm), spektrum inframerah thermal (3-18 µm), dan gelombang mikro (1mm-1m).19

Interaksi tenaga dengan objek sesuai dengan asas kekekalan tenaga, maka terdapat 3 interaksi, yaitu dipantulkan, diserap, dan di transmisikan atau diteruskan. Besarnya tenaga yang dipantulkan, diserap, ditransmisikan akan berbeda pada tiap

17Ibid.,

18 Hartono,dkk, Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan Teori dan Aplikasi,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 16


(39)

22

penutupan lahan. Hal ini mengandung pengertian bahwa apabila nilai tenaga yang dipantulkan pada suatu tempat sama dengan tempat lain maka dapat disimpulkan tempat tersebut memiliki karakteristik penutupan lahan yang sama.20

Sumber: Sodikin, 2013

Gambar 2.1 Ilustrasi mengenai interaksi sinar matahari dengan objek yang diterima sensor satelit.

Gambar 2.1 menjelaskan mengenai skema sistem kerja pengindraan jauh. Dimana sumber energi dari sistem pengindraan jauh tersebut adalah matahari. Matahari menghasilkan energi alami yang diserap oleh objek-objek yang ada di bumi, misalnya gedung, jalan, rumput, vegetasi, serta objek-objek yang lainnya. Pantulan objek tersebut ditangkap oleh sensor yang dibawa oleh wahana baik berupa balon udara ataupun dengan pesawat terbang. Dari sensor tersebut data disalurkan kembali ke stasiun bumi dan kemudian dihasilkanlah data citra. Kemudian data citra tersebut di


(40)

olah, diinterpretasikan untuk keperluan pemetaan, dan untuk keperluan yang lainnya.21

Tabel 2.1 Karakteristik beberapa satelit pengindraan jauh Satel

it/ sense

Resolusi spektral Resolusi

spasial Resolusi temporal Resolusi radiomet rik

MSS Band 1 (0.5-0.6)

Band 2 (0.6-0.7) Band 3 (0.7-0.8) Band 4 (0.8-1.1)

79mx79m 16 hari 7 bit

(band 1,2,3)

6 bit

(band 4)

TM Band 1 (0.45-0.52)

Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Band 5 (1.55-.75) Band 7 (2.08-2.35) Band 6 (10.40-12.50)

30mx30m

120mx12 0m

16 hari 8 bit

ETM +

Band 1 (0.45-0.52) Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Band 7 (2.08-2.35) Band 6 (10.40-12.50) Band 8 (0.52-0.90) (Pankromatik)

30mx30m

120mx 120m 15mx15m

16 hari 8 bit

SPO T/H RV/ XS

Band 1 (0.5-0.59) Band 2 (0.61-0.68) Band 3 (0.79-0.89) Band 4 (0.51-0.73) (Pankromatik)

20mx20m

10mx10m

26 hari 8 bit

IKO NOS

Band 1 (0.45-0.52) Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Pan (0.45-0.90)

4m x 4m

1m x 1m

3 hari 16 bit

Quic k-Bird

Band 1 (0.45-0.52) Band 2 (0.52-0.60) Band 3 (0.63-0.69) Band 4 (0.76-0.90) Pan (0.45-0.90)

2.5mx2.5 m

0.6mx0.6 m

3 hari 16 bit

Sumber : Erwin Hardika Putra, 2011

21Sodikin, “Kerusakan Mangrove Serta Kolerasinya Terhadap Tingkat Intrusi Air Laut,”


(41)

24

Pada dasarnya sistem pengolahan data citra satelit terdiri dari 2 perangkat yang saling melengkapi yaitu hardware dan software. Hardware yang digunakan adalah komputer dengan spesifikasi yang mampu untuk mengolah citra satelit digital. Software yang digunakan adalah tergantung dari aplikasi yang akan diteliti. Terdapat berbagai macam software aplikasi pengindraan jauh di pasaran dunia. Namun pertimbangan pilihan dapat didasarkan pada harga software dan penggunaanya. Diantaranya adalah ERMAPPER, ERDAS, ENVI, ILWIS, IDRISI, dan lain-lain.22

c. Manfaat Pengindraan Jauh

Pengindraan jauh sangat bermanfaat sekali dalam berbagai bidang kehidupan, terutama di bidang kelautan, hidrologi, klimatologi, lingkungan dan juga kedirgantaraan.

1. Manfaat di bidang kelautan a) Pengamatan sifat fisis air laut

b) Pengamatan pasang surut air lautdan gelombang laut c) Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi 2. Manfaat di bidang hidrologi

a) Pengamatan DAS

b) Pengamatan luas daerah dan intensitas banjir c) Pemetaan pola aliran sungai

d) Studi sedimentasi sungai 3. Manfaat di bidang klimatologi

a) Pengamatan iklim suatu daerah b) Analisis cuaca

c) Pemetaan iklim dan perubahannya

4. Manfaat dalam bidang sumber daya bumi dan lingkungan a) Pemetaan penggunaan lahan


(42)

b) Mengumpulkan data kerusakan lingkungan karena berbagai sebab

c) Mendeteksi lahan kritis

d) Pemantauan distribusi sumber daya alam e) Pemetaan untuk keperluan HANKAMNAS f) Perencanaan pembanguan wilayah

5. Manfaat di bidang angkasa luar a) Penelitian tentang planet-planet b) Pengamatan benda angkasa23 d. Karakteristik Citra Landsat

Program landsat merupakan satelit tertua dalam program observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada sensor MSS dan TM. Satelit Landsat (Satelit Bumi) ini merupakan milik Amerika Serikat. Setelah muncul landsat 1 dan 2, muncul landsat seri berikutnya, yaitu landsat 3, 4, 5, 6. Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor ThematicMapper mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 185 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km.24

23Kemendikbud. Rumah Belajar Belajar Untuk Semua, (Diakses dari

www.kemendikbud.go.id pada Selasa, 13 september 2016, Pukul 16:11).

24 Nana Suwargana, “Resolusi Spasial, Temporal dan Spektral Pada Citra Satelit


(43)

26

Tabel 2.2 Karakteristik Citra Landsat 5

Sistem Landsat-5

Orbit 705 km, 98,2o, sun-synchronous, 99 minute (14

orbit/day) equatoer 09.45

Crossing, Rotasi 16 hari (repeat cycle)

Sensor TM (Thematic Mapper)

Swath Width 185 km

Off-track viewing Tidak tersedia

Revisit Time 16 hari

Resolusi Spasial 30x30 m band 1,2,3,4,5, 7. 120x120m band 6

Sumber: www.Rastermapas.com & www.oocities.org Tabel 2.3 Karakteristik Band pada Landsat 5

Band Panjang

Gelombang (µm)

Resolusi Spasial

(m)

Keterangan

1 0,450-0,515

Visibel-biru 30

Untuk pemetaan perairan pantai pembedaan tana dan vegetasi, analisa tanah dan air, dan pembedaan tumbuhan berdaun lebar dan conifer

2 0,525-0,605

Visibel-hijau 30

Untuk inventarisasi vegetasi dan penilaian kesuburan

3 0,630-0,690

Visibel-merah 30

Untuk pemisahan kelas vegetasi dan memperkuat kontras anatara penampakan vegetasi dan non vegetasi

4 0,750-0,900

Infra merah dekat 30

Untuk deteksi akumulasi

biomassa vegetasi, identifikasi jenis tanaman, dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta lahan dan air

5

1,550-1,750 Infra merah menengah

30

Untuk menunjukan kandungan

air pada tanaman, kondisi

kelembapan tanah dan berguna

untuk membedakan awan

dengan salju 6 10,400-12,500 Thermal infra merah 60

Untuk analisa stress vegetasi, pembedaan kelembapan tanah,

klasifikasi vegetasi, analisis

gangguan vegetasi, dan

pemetaan suhu 7 2,090-2,35 Infra merah menengah 30

Untuk pemetaan formasi geologi dan pemetaan hidrotermal


(44)

Citra landsat-7 ETM adalah satelit bumi dengan membawa instrumen ETM yang menyajikan delapan sailorman. Diluncurkan pada bulan April 1999 yang merupakan bentuk baru dari landsat 6 yang gagal mengorbit dengan membawa ETM+scanner. Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM-7 ini, manfaatnya adalah untuk pemetaan penutupan lahan, pemetaan pengguanaan lahan, pemetaan geologi, pemetaan suhu permukaan laut dan lain-lain. Untuk pemetaan penutupan dan pengguanaan lahan dapat memilih data Landsat TM karena terdapat band infra merah menengah. 25

Tabel 2.4 Karakteristik Citra landsat 7

Sistem Landsat-7

Orbit 705 km, 98,2o, sun-synchronous, 10:00 AM

Crossing, Rotasi 16 hari (repeat cycle)

Sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper)

Swath Width 185 km (FOV=15o)

Off-track viewing Tidak tersedia

Revisit Time 16 hari

Resolusi Spasial 15 m (pankromatik), 30 m (multispektral), 60 m

(termal)

Sumber : http://www.rastermaps.com/2014/12/landsat.html

Citra landsat dalam pengoperasiannya mempunyai 7 band (saluran) yang masing-masing mempunyai karakter dan fungsinya masing-masing.

Tabel 2.5 Karakteristik Band pada Landsat 7

Band Panjang

gelombang (µm)

Resoslusi

spasial Karakteristik

1 0,45-0,51

Biru 30

Penetrasi maksimum pada air berguna untuk pemetaan batimetri perairan dangkal

2 0,52-0,60

Hijau 30

Berfungsi untuk mengindra puncak pantulan vegetasi 3

0,63-0,69

Merah 30

Berfungsi untuk membedakan absorsi klorofil dan tipe vegetasi


(45)

28

Lanjutan Tabel 2.5

4 0,75-0,90

Inframerah dekat 30

Untuk menentukan kandungan biomas, tipe vegetasi, pemetaan garis pantai 5 1,55-1,75 Infra merah tengah I 30 Menunjukan kandungan kelembaban tanah dan kekontrasan tipe vegetasi

6

10,4-12,5 Infra merah

thermal

30

Untuk mendeteksi gejala alas yang berhubungan dengan panas 7 2,09-2,35 Inframerah tengah II 30

Rasio antara kanal 5 dan 7 untuk pemetaan perubahan batuan secara hidrotermal dan sensitive terhadap kandungan kelembapan vegetasi

8 0,52-0,90

Pankromatik 15

Bermanfaat untuk identifikasi obyek lebih detail

Sumber : Erwin Hardika Putra, 2011

Landsat 8 merupakan satelit Landsat seri terbaru yang diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013. Satelit ini merupakan satelit kedelapan dalam program Landsat (ketujuh untuk berhasil mencapai orbit). Pada awalnya disebut Landsat Data Continuity Mission (LDCM), adalah sebuah kolaborasi antara NASA dan Geological Survey Amerika Serikat (USGS). Nasa menyediakan pengembangan rekayasa sistem misi dan akuisisi kendaraan peluncuran, sementara USGS disediakan untuk pengembangan sistem darat dan melakukan operasi misi terus menerus. Landsat-8 direncanakan mempunyai durasi misi selama 5-10 tahun, dilengkapi dua sensor yang merupakan hasil pengembangan dari sensor yang terdapat pada satelit-satelit pada program Landsat sebelumnya. Kedua sensosr tersebut yaitu Sensor Operational


(46)

Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9 Band serta Sensor InfraRed Sensor (TIRS) yang terdiri dari 2 band.26

Tabel 2.6 Karakteristik Citra Landsat 8

Sistem Landsat-8

Orbit 705 km, 98,2o, sun-synchronous, 10:00 AM Crossing, Rotasi 16 hari (repeat cycle)

Sensor LDCM

Swath Width 185 km (FOV=15o) Off-track viewing Tidak tersedia Revisit Time 16 hari

Resolusi Spasial 15 m (pankromatik), 30 m (multispektral), 60 m (termal)

Sumber : http://www.rastermaps.com/2014/12/landsat.html Tabel 2.7 Karakteristik Band pada Landsat 8

Band

Panjang Gelombang

(µm)

Resolusi

Spasial Karakteristik

1 0.43-0.45

Aerosol pesisir 30

Studi aerosol dan wilayah pesisir

2 0.45-0.51

Biru 30

Pemetaan bathimetrik, membedakan tanah dari vegetasi dan daun dari vegetasi konifer

3 0.53-0.59

Hijau 30

Mempertegas puncak vegetasi untuk menilai kekuatan vegetasi

4 0.64-0.67

Merah 30

Membedakan sudut vegetasi 5 0.85-0.88 Infra merah dekat-Near Infrared (NIR) 30 Menekankan konten biomassa dan garis pantai

6 1.57-1.65 Short-wave infrared (SWIR 1) 30 Mendiskriminasikan kadar air tanah dan vegetasi, menembus awan tipis

7 2.11-2.29 Short-wave infrared (SWIR 2) 30

Peningkatan kadar air tanah dan vegetasi dan penetrasi awan tipis

26

Rastermaps, Landsat, (Diakses dari www.rastermaps.com pada Minggu, 04 Sepetember 2016. Pukul 12.00 WIB)


(47)

30

Lanjutan Tabel 2.7

8 0.50-0.68

Pankromatik 15

Resolusi 15 m, penajaman citra

9 1.36-1.68

Sirus 30

Peningkatan deteksi awan sirus yang terkontaminasi

10 10.60-11.19

TIRS 1 100

Resolusi 100 m, pemetaan suhu dan penghitungan kelembaban tanah

11 11.5-12.51

TIRS 2 100

Resolusi 100 m, peningkatan pemetaan suhu dan penghitungan kelembaban tanah

Sumber: LAPAN 2015 3. Sistem Informasi Geografis

a. Pengertian Sistem Informasi Geografis

Menurut Murai, SIG merupakan sebuah sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.27

Adapun menurut Bernhardsen, mengartikan SIG sebagai sistem komputer yang digunakan untuk memanifulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan pembaharuan data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data serta analisis data. 28

Meskipun banyak ahli yang mendefisnisikan SIG, namun pada intinya SIG merupakan sebuah sistem yang ada di komputer yang tidak bisa lepas dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) komputer yang kegunaannya untuk mengolah serta memanajemen data serta menginformasikan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan permukaan

27 Muhammad Jafar Elly, Sistem Informasi Geografi Menggunakan Aplikasi ArcView 3.2

dan ErMapper 6.4, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), Cet. I, h. 3


(48)

bumi baik untuk kepentingan pendidikan, analisis wilayah dan sebagainya.

Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan oleh para ahli, Demers menguraikan SIG ke dalam 4 bagian sub sistem, yaitu :

1. Data input: Sub sistem ini berfungsi mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber sekaligus bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.

2. Data Storage and Retrieval: Sub sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diperbaharui dan diedit.

3. Data Manipulation and analysis: subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

4. Data output atau reporting: sub sistem ini menampilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti tabel, grafik dan lain-lain.29 b. Pembagian Sistem Informasi Geografis

Menurut Nurshanti, SIG dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

1. SIG dengan sistem yang sistem manual (analog)

Dimana SIG dengan sistem yang manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara,laporan statistik dan laporan survey lapangan. Artinya semua data-data


(49)

32

tersebut dianalisis secara manual dengan tanpa bantuan komputer.

2. SIG dengan sistem yang otomatis (yang berbasis digital komputer)

Dimana SIG dengan sistem ini telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolahan data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digitalserta foto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi30

c. Komponen Sistem Informasi Geografis

Murai, menyebutkan bahwa komponen SIG tersebut dibagi menjadi 3 bagian yang paling utama, yaitu sistem komputer, data geospatial dan pengguna. Dari ketiga komponen SIG tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dalam hal mengolah serta menganalisis data yang bereferensi geografi. Sistem komputer untuk SIG tersebut terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), serta prosedur untuk penyusunan pemasukkan data, pengolahan, analisis, pemodelan dan penayangan data geospatial.31

Sumber-sumber data geospatial adalah peta digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik dan dokumen lain yang berhubungan. Data geospatial dibedakan menjadi data grafis disebut juga data geometris dan data atribut (data tematik). Data grafis mempunyai tiga elemen, yakni titik (node), garis (arc) dan luasan (poligon) dalam bentuk vektor ataupun raster yang mewakili geometri topologi, ukuran, bentuk, posisi dan arah. 32

30Agus Suryantoro, Integrasi Aplikasi Sistem Informasi Geografis, (Yogyakarta: Ombak,

2013), Cet. I, h. 129

31Muhammad JafarElly., h. 5


(50)

SIG merupakan suatu sistem komputer yang terintegrasi di tingkat fungsional dan jaringan. Secara rinci SIG tersebut dapat beroperasi membutuhkan beberapa komponen :

1. Orang yang menjalankan sistem meliputi mengoperasikan, mengembangkan bahkan memperoleh manfaat dari sistem. Kategori orang yang menjadi bagian dari SIG ini ada beragam, contohnya operator, analis, programer, basis data administrator bahkan stakeholder.

2. Aplikasi yang merupakan kumpulan dari beberapa prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Contohnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, join table dan sebagainya.

3. Data yang digunakan dalam SIG berupa data grafis dan juga data atribut. Data grafis sering juga disebut dengan data spasial yang merupakan sebuah data representasi fenomena permukaan bumi yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara,citra satelit dan sebagainya ataupun merupakan hasil interpretasi data tersebut. Sedangkan data atribut merupakan data sensus penduduk, catatan survei, serta data statistic lainnya.

4. Perangkat lunak SIG adalah program komputer yang dibuat khusus dan memiliki kemampuan pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan penayangan data spasial. Syarat-syarat yang harus dipenuhi software SIG, adalah :

a) Merupakan database manajemen system

b) Fasilitas untuk pemasukan dan manipulasi data geografis c) Fasilitas untuk query, analisis dan visualisasi

d) Graphical user interface (GUI) yang baik untuk mempermudah akses fasilitas yang ada.


(51)

34

Contoh-contoh merk perangkat lunak dalam SIG adalah Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info, TNT Mips (MacOS, Windows, Unix, Linux tersedia), GRASS, dan lain-lain. 5. Perangkat keras berupa seperangkat komputer dan lainnya

serta jaringan global (internet). Dalam perangkat keras tersebut termasuk scanner, digitizer, GPS, printer, dan plotter. 33

d. Manfaat Sistem Informasi Geografis

Terdapat beberapa manfaat dari Sistem Informasi Geografis atau yang disingkat menjadi SIG, diantaranya :

1. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi wilayah banjir dan wilayah kemiskinan

2. Dapat digunakan untuk menganalisis perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah

3. Peta dapat ditampilkan dengan bentuk 3 dimensi

4. Dapat mempermudah dalam perencanaan pola pembangunan 5. Dapat digunakan untuk menginventarisasi sumber daya alam 6. Dapat mempercepat proses penurunan peta dari peta

sebelumnya.34

e. Keunggulan Sistem Informasi Geografis

Berikut beberapa keunggulan dari Sistem Informasi Geografis, diantaranya :

1. Data dapat dikelola dengan format yang jelas

2. Biaya relatif lebih murah jika dibanding dengan melakukan survey lapangan

3. Data dapat dipanggil kembali dan dapat diulang dengan cepat 4. Data dapat dirubah secara cepat dan tepat

5. Data spasial dan nonspasial dapat dikelola secara bersama

33

Suryantoro, h. 130

34Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Pengindraan Jauh (Teori dan Praktek dengan


(52)

6. Analisis data dan perubahan data dapat dikelola secara bersama

7. Data yang sulit ditampilkan secara manual dapat ditampilkan dengan pembuatan gambar tiga dimensi

8. Data SIG dapat digunakan untuk pengambilan keputusan secara cepat dan tepat.35

f. Fungsi Aplikasi Sistem Informasi Geografis

Menurut Estes, terdapat 4 kemampuan aplikasi SIG, yaitu sebagai berikut :

1. Pengukuran (measurement), yang merupakan fasilitas untuk mengukur jarak antar titik, jarak rute, atau luas suatu wilayah secara interaktif.

2. Pemetaan (mapping), dimana data yang ada di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer dengan setiap layer-nya merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang mempunyai kesamaan. Setiap data yang ada pada layer dapat dicari, misalnya mencari letak di suatu daerah, mencari lokasi perumahan, jalanan, serta tempat penting lainnya.

3. Pemantauan (monitoring), dimana SIG ini bisa digunakan untuk memonitor apa yang terjadi serta dapat mengambil keputusan dengan memetakan apa yang ada pada suatu area dan apa yang ada di luar area. Misalnya, digunakan untuk menentukan lokasi pabrik dilakukan di daerah dalam radius lebih dari 1 km.

4. Pembuatan model (modelling), digunakan untuk melihat konsentrasi dari penyebaran lokasi dari feature-feature, di wilayah yang mengandung banyak feature mungkin akan mendapat kesulitan untuk melihat wilayah mana yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi dari wilayah lainnya. Untuk itu diperlukan pemodelan, kelas-kelas yang didapatkan


(53)

36

ini kemudian di-overlay berdasarkan skema pembobotan yang dibuat.36


(54)

No Skripsi Metode Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1. Analisis Ruang

Terbuka Hijau (RTH) Pertanian Kota di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006-2010, ditulis oleh Hardi Yudotomo. Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013

Deskriptif Kualitatif

Penggunaan lahan eksisting di kota Jakarta sebagian besar sudah sesuai dengan RTRW 2006-2010, yaitu seluas 9.544,81 ha (13,94%) secara keseluruhan. Oleh karena itu belum diterealisasikan dan dikategorikan penggunaan lahan pertanian sebagai RTH publik, maka masih bersifat RTH privat seluas 3.656,92 ha (8,60%). Secara umum penggunaan

lahan belum melampaui batas

penggunaan yang telah ditetapkannya

RTRW 2006-2010.37

Sama-sama membahas perubahan luas Ruang Terbuka Hijau

1. Penulis meneliti RTH

secara lebih spesifik

dimana hanya meneliti RTH Pertanian.

2. Penulis melakukan

penelitian di daerah DKI Jakarta.

3. Penulis meneliti dalam

kurun waktu 4 tahun yaitu 2006-2010.

4. Penulis mengggunakan

metode deskriptif

kualitatif

37Hardi Yudotomo, “Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pertanian Kota di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2006-2010”, Skripsi UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2013, h. 52


(55)

2. Ruang Terbuka Hijau Pada Pelab2010uhan Penyebrangan. Skripsi ini ditulis oleh Daka Dahana, fakultas Teknik, Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia Depok, 2012

Studi literatur dan studi kasus

Terdapat empat manfaat utama dalam penyediaan RTH yang sangat baik bagi manusia yang menggunakan pelabuhan.

Di wilayah pelabuhan tersebut

sebaiknya tersedia lebih banyak RTH yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas hidup. Terdapat presentase minimal 2% dari ruang terbangun non hunian untuk kota Jakarta terhadap sasaran RTH kota besar 30%.

Pada dasarnya pemerintah telah mengatur alokasi RTH di Jakarta dengan baik dengan adanya proporsi RTH sesuai dengan jenis ruang yang

ada pada konteks kota.38

Sama-sama membahas Ruang Terbuka Hijau

1. Penulis melakukan

penelitian RTH di daerah pelabuhan

penyebrangan.

2. Penulis menggunakan

metode studi literature dan studi kasus.

3. Penulis menguraikan

tentang manfaat RTH

yang bisa dinikamsi

warga di pelabuhan.

3. Evaluasi Perubahan

Kebutuhan Ruang

Study Literatur Citra SPOT4 dalam penelitian

digunakan untuk memantau

Sama-sama membahas perubahan Ruang

1. Penulis

menggunakan alat

38Daka Dahana, “Ruang Terbuka Hijau Pada Pelabuhan Penyebrangan”, Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2012, h. 48


(56)

Kota Tangerang. Skripsi ini ditulis oleh Rita Asri Cahyani, Progrma Studi Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

Tangerang, seperti danau meningkat

menjadi 43,1 Ha, perumahan

menurun 1.045,84 Ha, Kebun

campuran meningkat 2014,76 Ha. Kota Tangerang telah memenuhi Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 dengan memiliki Ruang Terbuka Hijau seluas 20,48% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 31,84% pada

tahun 2009 dari luas wilayahnya.39

serta manfaat dari

penggunaan citra

SPOT4.

3. Penulis

menggunakan

metode study

literatur

39Rita Asri Cahyani, “Evaluasi Perubahan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau dengan Pendekatan Pengindraan Jauh (Inderaja) studi Kasus Kota

Tangerang”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011, h. 59


(57)

40

C. Kerangka Berfikir

Ruang Terbuka Hijau

Faktor Yang Mempengaruhi 1. Ekonomi

2. Pertambahan Jumlah Penduduk 3. Pemerintahan

Perubahan Ruang Terbuka Hijau

Analisis Perubahan Ruang Terbuka Hijau

Citra Landsat 1990 – 2015

(earthexplorer.usgs.gov) Croping citra

Proses pemulihan citra

Koreksi geometrik Koreksi radiometrik

Penajaman citra dengan Band 321

Overlay citra 1990, 1995, 2000, 2005,

2010 dan 2015

Analisis

Perubahan luasan RTH Ciputat Timur

1. Observasi 2. Wawancara 3. Dokumentasi

Ground check di


(58)

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Secara geografis letak Kecamatan Ciputat Timur terletak pada 06017’.19.20” Lintang Selatan dan

106044’.44.59” Bujur Timur.1

Gambar 3. 1 Peta Lokasi Penelitian RTH 2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2016 sampai bulan Desember 2016.

Tabel 3.1 Waktu dan Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Menyusun Bab I

2. Melakukan observasi

sederhana

1 Profil Kota Tangsel. (Diakses dari http://tangselkota.bps.go.id pada Rabu, 30 September


(59)

42

Lanjutan Tabel 3.1

3. Menyusun Bab II

Kajian Pustaka

4. Menyusun Bab III

Metodologi Penelitian

5. Mencari peta RBI di

BIG

6. Melakukan analisis

citra landsat 5, 7 dan 8

No Kegiatan Juni Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

7. Melakukan ground

check lapangan

8. Mencari data

Monografi kecamatan Ciputat Timur

9. Melakukan wawancara

dengan pihak terkait serta warga setempat

No Kegiatan Oktober Nov Desember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

10. Menyusun Bab IV

Hasil Penelitian

11. Menyusun Bab V

Kesimpulan dan Saran

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif.

Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.2

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivism. Metode ini sebagai metode ilmiah atau scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini disebut metode kuantitatif karena


(60)

data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.3

Jadi, pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, mendeskripsikan hasil pengamatan seta melakukan penghitungan yang sistematis dari hasil interpretasi citra dengan menggunakan penghitungan sederhana berupa angka-angka yang disajikan dalam tabel.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari kegiatan interpretasi citra yaitu berupa data luas perubahan Ruang Terbuka Hijau serta hasil wawancara dari beberapa sumber terkait.

2. Data sekunder

Data sekunder ini diperoleh dari beberapa instansi terkait, diantaranya : a. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Ciputat Timur 1:25000

b. Profil Ciputat Timur tahun 2015

c. Peta Administrasi Ciputat Timur tahun 2015

D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

a. Seperangkat komputer atau laptop beserta software ER Mapper 7.0 agar bisa digunakan untuk mengolah data sehingga bisa menampilkan luas perubahan Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan penggunaannya.

b. Software ArcMap 10.1 dan Ms. Excel 2010

3Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran F

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Lilik Nurholidah, lahir di sebuah kampong di Ciamis, pada tanggal 23 Mei 1994. Anak pertama dari 4 bersaudara. Lahir dari pasangan Bpk. Taryo dan Alm. Ibu Ratnengsih. Sebelum melanjutkan bangku kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, penulis menempuh pendidikan TK di kampungnya di TK Manarul Jadidah dan SDN 3 Situmandala di Desa Situmandala – Kec Rancah. Setelah menamatkan bangku SD, penulis melanjutkan sekolahnya di MTs Negeri Cisontrol dan mondok di PonPes Ikhsanul Huda Desa Cisontrol selama 3 tahun. Kemudian penulis melanjutkan sekolah setara SMA di MA Negeri Rancah – Ciamis.

Sebelum melanjutkan kuliah penulis tinggal di Dusun Bunihilir Blok Malingping RT/RW 10/37 Desa Situmandala – Kec. Rancah – Kab. Ciamis. Semasa sekolah penulis bercita-cita menjadi seorang Akuntan sebagai pilihan pertamanya, dan pilihan kedua penulis bercita-cita menjadi seorang Guru. Hingga akhirnya penulis Alhamdulillah bisa mewujudkan keinginan penulis untuk bisa kuliah di Keguruan.

Pengalaman Organisasi penulis tidak begitu banyak. Semasa sekolah di MAN Rancah penulis pernah menjabat sebagai Bendahara OSIS MAN Rancah, anggota Pramuka Penegak di MAN Rancah, dan sempat juga mengikuti Paskibra Sekolah MAN Rancah. Semasa kuliah pernah mengikuti organisasi PMII Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan IPS.