Saran Review Penelitian Terdahulu

88 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara Parsial budaya organisasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Federal International Finance Cabang Medan. 2. Secara Parsial kepuasan kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Federal International Finance Cabang Medan. 3. Secara Parsial komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Federal International Finance Cabang Medan. 4. Secara Simultan budaya organisasi, kepuasan kerja dan komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Federal International Finance Cabang Medan.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan hasil yang peneliti temukan adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 89 1. Diharapkan melalui budaya organisasi yang telah baik, perusahaan dapat lebih meningkatkan perilaku organizational citizenship behavior seperti melakukan usaha-usaha penginternalisasian budaya organisasi terutama bagi karyawan-karyawan yang belum lama bekerja diperusahaan, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan formal maupun informal, kemudian perusahaan juga harus tanggap akan perubahan-perubahan yang terjadi baik didalam mauppun diluar organisasi yang akan berpengaruh langsung terhadap perubahan budaya. 2. Bagi perusahaan diharapkan agar tetap mengkondisikan terciptanya kepuasan kerja karyawan, terciptanya kondisi tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis secara langsung untuk mengetahui keinginan serta kebutuhan karyawan, seperti memberikan reward bukan hanya kepada karyawan yang berprestasi tetapi juga karyawan yang melakukan perilaku ekstra role . 3. Komitmen organisasi dapat menciptakan loyalitas bagi karyawan, maka Perusahaan diharapkan lebih menciptakan komitmen organisasi bagi karyawan, penciptaan tersebut dapat disalurkan oleh setiap pemimpin devisi maupun pemimpin unit bantu kantor dengan tetap memegang teguh visi, misi serta tujuan perusahan. 4. Karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat lebih menyempurnakan penelitian ini dengan mencari faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap organizational citizenship behavior demi kesempurnaan penelitian. Universitas Sumatera Utara 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai orang baru supaya dapat diterima oleh lingkungann tempat bekerja, ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang salah; dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di dalam organisasi tempat bekerja itu. Budaya organisasi juga disebut sebagai budaya perusahaan, Budaya organisasi menurut Edi Sutrisno 2011:2 dapat didefinisikan sebagai perangkat system nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Edy, 2011:2 mengatakan dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri parang anggota menjiwai orang per orang didalam organisasi. Dengan demikian, maka maksud budaya organisasi menurut Kilmann merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi. Berkaitan dengan budaya organisasi, Purnamie 2014:55 mengungkapkan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa maksud yaitu : 1. Suatu keteraturan perilaku yang tampak Universitas Sumatera Utara 13 2. Aturan-aturan 3. Perasaan atau iklim suasana Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakanseperangkat nilai- nilai dan norma-norma yang telah relatif lama berlaku serta dianut besama-sama oleh setiap anggota organisasi karyawan sebagai norma perilaku dalam bertindak dan menyelesaikan masalah-masalah organisasi perusahaan.

2.1.2 Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Kenn dan Beech 2000:60 membagai budaya organnisasi perusahaan atas beberapa komponen pembentuk yaitu : 1. Filosofi yang menjadi panduan penetapan kebijakan organisasi baik yang berkenaan dengan karyawan ataupun klien. 2. Nilai – nilai dominan yang dipegang oleh organisasi 3. Norma – norma yang diterapkan dalam bekerja 4. Aturan main untuk berelasi dengan baik dalam organisasi yang harus dipelajari oleh anggota baru dapat diteima oleh organisasi 5. Tingkah laku khas tertentu dalam berinteraksi rutin

2.1.3 Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya yang diterapkan dalam PT Federal International Finance memiliki beberapa karakteristik yang bisa dijadikan dimensi dalam penelitian ini. Adapun karakteristik tersebut yaitu : Universitas Sumatera Utara 14 1. Inovasi dan pengambilan resiko Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko. Salah satu tagline FIFGROUP adalah Moving Forward yang mana karyawan didorong agar peka terhadap perubahan serta berwawasan jauh ke depan dalam merancang dan melakukan perubahan strategis. Tidak ada metode yang paling baik, selalu ada metode yang lebih baik. Kemauan untuk mencoba hal-hal baru disertai keberanian mengambil resiko yang telah diperhitungkan untuk menumbuhkembangkankan budaya inovasi, suasana kerja yang partisipatif, serta menciptakan iklim yang menunjang timbulnya kreativitas. 2. Good Process Good Result Karena bergerak di industri jasa, khususnya di jasa pembiayaan maka perusahaan sangat fokus pada pelayanan yang unggul kepada konsumen melalui proses yang sederhana, lugas, dan berkualitas. “Good Process Good Result ”, artinya proses dan hasil adalah 2 hal yang saling terkait. Semakin baik proses yang berjalan di perusahaan, harusnya semakin bagus pula hasil ataupun pencapaian terhadap tujuansasaran perusahaan. Ada proses compliance, pengujian standar kepatuhan terhadap aturan perusahaan dalam proses yang berjalan, secara berkala ataupun dadakan di perusahaan, untuk melihat sejauh mana proses yang berjalan terhadap aturan main yang ada. 3. Orientasi tim Universitas Sumatera Utara 15 Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya individu. Ada istilah yang sering disampaikan management FIFGROUP, “Superteam lebih baik daripada Superman”. Di FIFGROUP, managemen berusaha mendorong semangat semua insan untuk bersinergi yang didasari oleh sikap saling menghargai, berpikir positif, serta mengutamakan kepentingan perusahaan diatas kepentingan pribadi agar menghasilkan kinerja yang optimal.

2.1.4 Manfaat Budaya Organisasi

Menurut Edy 2010:27, beberapa manfaat budaya organisasi adalah sebagai berikut : 1. Membatasi peran yang membedakan antara suatu organisasi denganorganisasi lainnya. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada dalam organisasi. 2. Menimbulkan rasa memiliki sebagai identitas para anggota organisasi.Dengan budaya organisasi yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi. 3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu. 4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuatkondisi organisasi relatif stabil. Universitas Sumatera Utara 16 Ke-empat manfaat terserbut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalani aktivitasnya di dalam organisasi, sehingga nilai-nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini pada setiap individu organisasi. 2.2 Kepuasan Kerja 2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Pada dasarnya kepuasan kerja Job Satisfaction merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Ada pernyataan yang mengatakan bahwa kepuasan adalah suatu perasaan menyenangkan merupakan hasil dari persepsi individu dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai- nilai kerja yang penting bagi dirinya. Penjelasan kepuasan tersebut dipertegas oleh Locke dalam Sopiah, 2008:170 juga memberikan definisi bahwa kepuasan kerja adalah suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan, sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Locke juga mencatat dalam Sutarto, 2010:97 bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan atau ketidak puasan kerja cenderung lebih mencerminkan penaksiran dari karyawan yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman kerja Universitas Sumatera Utara 17 pada waktu sekarang dan masa lalu dari pada harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Kemudian Locke 1976 mendefinisikan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu tingkatan emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata lain, kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap perkerjaan atau pengalaman positif dan menyenangkan dirinya. Disini Lock 1976 juga membedakan kepuasan kerja dari segi moral dan keterlibatan kerja. Ia mengategorikan moral dan kepuasan kerja sebagai suatu emosi positif yang akan dilalui karyawan. Selain Locke, Robbins Judge 2007 juga menyebutkan bahwa Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.Sopiah 2008:170 menyimpulkan dari beberapa pendapat para ahli mengenai kepuasan kerja bahwa: 1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja. 2. Tanggapan emosional bias berupa perasaan puas positif atau tidak puas negative. Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas. 3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya. Universitas Sumatera Utara 18

2.2.2 Elemen Penentu Kepuasan Kerja

Tingkat kepuasan dipengaruhi oleh rentang yang luas dari variabel-variabel yang berhubungan dengan faktor-faktor individu, sosial organisasi,. Menurut sopiah 2008:172 dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa dimensi dan indikator kepuasan kerja adalah : 1. Promosi adalah tersedianya peluang – peluang untuk mencapai kemajuan dalam jabatan. Promosi meliputi kesempatan untuk promosi, promosi pada kemampuan. 2. Gaji atau upah adalah jumlah gaji atau upah yang diterima dan kelayakan imbalan tersebut. Indikator gaji yaitu Adil dan dibayarkan dengan baik. 3. Pekerjaan itu sendiri adalah tingkat dimana hingga tugas-tugas pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar dan menerima tanggung jawab. Indikator dari pekerjaan itu sendiri meliputi Pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan menantang. 4. Supervisi, secara umum supervisi dapat di artikan sebagai pengarah serta pengendalian kepada tingkat karyawan yang berada di bawahnya dalam suatu organisasi atau kelompok. Dalam supervisi ini, supervisor sebagai pelaksana fungsi supervisi untuk melakukan pembimbingan mengenai fungsi dan tugas karyawan serta mengevaluasi atau memberi pengendalian atas kinerja yang telah dilakukan karyawan. Universitas Sumatera Utara 19

2.2.3 Teori-Teori Kepuasan Kerja

Wexley dan Yukl dalam Merry, 2013 menyatakan tentang teori-teori kepuasan yang lazim dikenal yaitu: 1. Teori Perbandingan Intrapersonal discrepancy Theory dari porter 1961 yaitu bahwa : kepuasan atau ketidak puasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesengkangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidak puasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara pribadai individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar. 2. Teori Keadilan Equity Theory dari Zeleznik 1958 dan dikembangkan oleh Adam 1963. Seseorang akan merasakan puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orag lain yang sekelas, sekantor, maupun ditempat lain. 3. Teori Dua-Faktor two Factor Theory dari Hazberg 1969. Perinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidak puasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors Universitas Sumatera Utara 20 dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators. satisfier atau motivators adalah factor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu factor ini disebut sebagai pemuas. Hygiene factors adalah factor-faktir yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status.

2.2.4 Manfaat Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja sangatlah berpengaruh terhadap kondisi individu maupun perusahaan. Menurut Indah 2014:233 Pengaruh tersebut diantaranya yaitu: 1. Terhadap Produktivitas Kepuasan kerja mungkin akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempresepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima gajiupah yaitu adil dan wajar, serta disosialisasikan dengan peforma kerja yang unggul. 2. Ketidak Hadiran Ketidak hadiran bersifat lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidak puasan kerja. Tidak ada hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidak Universitas Sumatera Utara 21 hadiran. Sebab, ada dua faktor dalam perilaku hadir, yaitu motivasi dan kemampuan untuk hadir. Dengan demikian, faktor ketidak hadiran pada karyawan mungkin karena ketidak mampuan untuk hadir tetapi disisi lain bisa dikarenakan kurangnya kepuasan kerja karyawan tersebut. 3. Keluarnya PekerjaTurnover Keluarnya dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka besar kemungkinan hal ini berhubungan dengan ketidak puasan kerja. Ketidak puasan kerja dapat diungkapkan dengan berbagai cara, misalnya dengan meninggalkan pekerjaan. 2.3 Komitmen Organisasi 2.3.1 Pengertian Komitmen Organisasi Secara sederhana, Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan sebagai Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, Luthans 2006 menyebutkan bahwa ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas pegawai pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Monday dalam Sopiah, 2008:155 menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasi. Menurut dia, komitmen organisasimerupakan dimensi Universitas Sumatera Utara 22 perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecendrungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relative kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasi adalah keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. Newstrom 1989 melanjutkan bahwa secara konseptual, komitmen organisasi ditandai oleh tiga hal: 1. Adanya rasa yang kuat dan penerimaan seseorang terhadap tujuan dan nilai- nilai organisasi 2. Adanya keinginan seseorang untuk melakukan usaha secara sungguh-sungguh dalam organisasi. 3. Adanya hasrat yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam suatu organisasi. Dari beberapa definisi tersebut, Sopiah 2008:157 menyimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu ikatan psdikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya : 1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujun dan nilai-nilai organisasi 2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan 3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Universitas Sumatera Utara 23

2.3.2 Bentuk Komitmen Organisasi

Meyer, Allen, dan Smith dalam Journal Arti Bakshi, dkk, 2011 mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen organisasi, yaitu : 1. Affectice commitment , terjadi apabila karyawan ingin menjadi bangian dari organisasi karena adanya ikatan emosional anggota terhadap organisasinya, dan keterlibatan anggota dengan organisasinya. Anggota yang memiliki komitmen afektif akan tetap bertahan dalam perusahaan karena memang berkehendak demikian. Komitmen afektif meliputi kesenangan karyawan menghabiskan karir diorganisasi dan rasa memiliki terhadap organisasi. 2. Continuance commitment , muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Anggota yang memiliki komitmen berkelanjutan akan tetap menjadi anggota karena memiliki kebutuhan terhadap organisasi. Komitmen berkelanjutan meliputi perasaan yang tidak ingin meninggalkan organisasi, rasa tidak dapat berkontribusi dalam organisasi dan didasarkan pada kerugian – kerugian pegawai bila meninggalkan organisasi. 3. Normative commitment , timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang harusnya dilakukan. Komitmen normative meliputi sikap yang tidak ingin meninggalkan organisasi dan sikap yang tidak ingin meninggalkan pimpinan Universitas Sumatera Utara 24 Dengan kata lain bahwa pegawai merasa wajib untuk tetap tinggal dalam suatu organisasi karena adanya perasaan hutang budi pada organisasi sehingga mereka mereka mempunyai kewajiban moral untuk melakukan tindakan imbal balik pada organisasi tempat mereka bekerja.

2.3.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Bashaw dan Grant dalam Sopiah, 2008:159 menjelaskan bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi. Minner dalam Sopiah, 2008:159 secara rinci menjelaskan proses terjadinya komitmen organisasi, yaitu sebagai berikut : 1. Pada fase awal initial commitment, factor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah : 1. Karekteristik individu, 2. Harapan-harapan karyawan, dan 3. Karakteristik pekerjaan 2. Fase kedua sebagai Commitment during early employment. Pada fase ini kareyawan sudah bekerja beberapa tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah pengalaman kerja yang ia rasakan pada tahap awal dia bekerja, bagaimana pekerjaannya, bagaimana system penggajiannya, bagaimana gaya supervisinya, bagaimana hubungan dia dengan Universitas Sumatera Utara 25 teman sejawat atau hubungan ia dengan pimpinannya. Semua faktor ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada organisasi. 3. Tahapan yang ketiga yang diberi nama commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan sosial yang tercipta di organisasi dan pengalaman- pengalaman selama ia bekerja.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Faktor-faktor pembentuk komitmen organisasi akan berbeda bagi karyawan yang baru bekerja, setelah menjalani masa kerja yang cukup lama, serta bagi karyawan yang bekerja pada tahapan yang lama yang menganggap perusahaan tersebut sudah menjadi bagian dalam hidupnya. Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Misalnya, Steers dalam Sopiah, 2008:163 mengidentifikasikan ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 1. Ciri pribadi pekerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan. 2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja. 3. Pengalaman kerja, seperti cara pekerja-pekerja mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai organisasi. Universitas Sumatera Utara 26 David1997 juga mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu : 1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll. 2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkungan jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan kerja 3. Karakteristik struktur, misanya besarkecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. 4. Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah berpuluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkatan komitmen yang berlainan. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: 1. Faktor personal, 2. Faktor organisasi, dan 3. Faktor yang bukan dari dalam organisasi. Universitas Sumatera Utara 27 2.4 Organization Citizenship Behaviour OCB 2.4.1 Pengertian Organization Citizenship Behaviour OCB Istilah Organization Citizenship Behavior OCB diperkenalkan oleh Organ diawal 1980-an, namun jauh sebelum tahun terebut Barnard, 1938 telah menggunakan konsep sejenis OCB dan menyebutnya sebagai kerelaan bekerja sama willing to cooperate. Pada tahun 1964, katz menggunakan konsep serupa dan menyebutkan sebagai inovatif dan perilaku spontan innovative and spontaneous behaviors. Organ dan Ryan dalam Herlina, 2013 : 8 mendefinisikan Organization Citizensip Behavior sebagai perilaku-perilaku yang dilakukan oleh anggota organisasi karyawan yang tidak secara tegas diberi penghargaan apabila mereka melakukan dan juga tidak akan diberi hukuman apabila mereka tidak melakukannya, tidak merupakan bagan dari deskripsi pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan, dan merupakan perilaku karyawan yang tidak membutuhkan latihan terlebih dahulu untuk melaksanakannya. Secara singkat, Organizational Citizenship Behaviour OCB menunjukkan suatu perilaku sukarela individu dalam hal ini karyawan yang tidak secara langsung berkaitan dengan system pengimbalan namun berkontribusi pada keefektifan organisasi. Dengan kata lain, OCB merupakan perilaku seorang karyawan bukan karena tuntutan tugasnya namun lebih didasarkan pada kesukarelaannya. Universitas Sumatera Utara 28 Menurut Greenberg dan Baron dalam Herlina, 2013 : 10, Organizational citizenship behavior adalah tindakan yang dilakukan anggota organisasi yang melebihi dari ketentuan formal. Secara umum ada tiga komponen utama OCB yaitu : 1. Perilaku tersebut lebih dari ketentuan formall atau deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. 2. Tindakan tersebut tidak memerlukan latihan bersifat alami, dengan kata lain, orang melakukan tindakan tersebut dengan sukarela. 3. Tindakan tersebut tidak dihargai dengan formal oleh organisasi.

2.4.2 Dimensi Organization Citizenship Behaviour OCB

Organ dan Ryan dalam Herlina, 2013 : 10 mengintegrasikan berbagai konstruk OCB menjadi lima dimensi konstruk sebagai berikut: 1. Altruism Helping Merupakan suatu hal yang terjadi ketika seorang karyawan memberikan pertolongan kepada karyawan lain untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaannya dalan keadaan tertentu atau tidak seperti biasanya. Selain itu perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal – hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dan bentuk ulang. 2. Conscientiousnes Universitas Sumatera Utara 29 Mengacu pada seseorang karyawan dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan dan dilakukan dengan cara melebihi atau di atas apa yang telah disyaratkan oleh organisasi perusahaan. perilaku in-role yang memenuhi tingkat di atas standart minimum yang disyaratkan, seperti bekerja dengan teliti, kehadiran lebih awal, kepatuhan terhadap aturan, dan sebagainya. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak diperintahkan secara formal. 3. Sportmanship Sikap sportif Merupakan suatu sikap yang lebih menekankan pada aspek – aspek positif organisasi dari pada aspek negative. Kemudian birisi tentang pantangan – pantangan membuat isu yang merusak meskipun merasa jengkel. Memberikan rasa toleransi terhadap gangguan – gangguan pada pekerjaan, yaitu ketika seseorang karyawan memilkul pekerjaan yang tidak mengenakan tanpa harus mengemukakan keluhan atau complain, pekerjaan mudah beradaptasi dengan lingkungan perusahaan. 4. Courtesy Kebaikan Merupakan perilaku – perilaku baik atau perilaku meringankan masalah – masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. Misalnya perilaku membantu seseorang mencegah terjadinya suatu permasalahan atau membuat langkah – langkah untuk meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu masalah. Kebaikan Courtesy mengacu pada tindakan Universitas Sumatera Utara 30 pengajaran kepada orang lain sebelum dia melakukan tindakan atau membuat keputusan yang berkaitan degan pekerjaannya. 5. Civic vitue Merupakan tindakan yang dilakukan untuk ikut serta mendukung fungsi – fungsi administrasi organisasi. Perilaku yang dapat dijelaskan sebagai partisipasi aktif karyawan dalam hubungan koorganisasian, misalnya Membuat pertimbangan dalam menilai berpikir tentang apa yang terbaik bagi organisasi, Mengikuti perubahan - perubahan dan perkembangan dalam organisasi.

2.4.3 Motif-Motif yang Mendasari Organizational Citizenship Behavior OCB

Seperti halnya sebagaian besar perilaku yang lain, Organizational Citizenship Behavior OCB ditentukan oleh banyak hal, artinya tidak ada penyebab tunggal dalam Organizational Citizenship Behavior OCB. Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan Organizational Citizenship Behavior OCBSecara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya 1987. Menurut McClellan 1987, manusia memiliki tiga tingkatan motif, yaitu: 1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menujukkan suatu standar keistimewaannya excellence, mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau kompetisi. Universitas Sumatera Utara 31 2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. 3. Motif kekuasaan mendorong orang untuk mencari status dan situasi dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.

2.5 Review Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan penelitian sekaligus sebagai bahan perbandingan dan gambaran untuk mendorong kegiatan penelitian dapat dilihat Pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian 1. Arti Bkhashi, dkk 2011 Organizational Commitment as predictor of Organizational Citizenshp Behavior Independen : 1. Komitmen Organisasi Dependen : 2. OCB SPSS Partial Correlation and Multiple Regression Ketiga komponen Organisasi komitmen afektif, komitmen keberlanjutan, dan komitmen normative memiliki hubungan yang signifikan. 2. Jagannath Mohanty, Bhabani P. Rath 2012 Influence of Oraganizational Culture on Organnizational Citizen Behavior: A three- sector Study. Independen : 1. Budaya Organisasi Dependen : 2. OCB SPSS Correlation Analysis Individu dalam hal ini karyawan dapat memiliki kecendrungan untuk melakukan perilaku OCB, tetapi apabila budaya yang diterapkan pada organisasi tidak siap untuk menyerap perilaku tersebut maka dapat membuat upaya karyawan sia-sia. Universitas Sumatera Utara 32 3. Swaminathan Samanvitha and P. David Jawahar 2011 A Study of Job Satisfaction as a Predictor of Organizational Citizenship Behavior Independen : 1. Kepuasan kerja Dependen : 2. OCB SPSS Corelation and Multiple Regression Penelitian ini menegaskan bahwa OCB adalah konsep multidimensi yang berhubungan positif dengan Kepuasan kerja, tetapi banyak faktor lain diluar OCB yang menyebabkan Kepuasan Kerja. 4. Dimas Satrio Wicaksono 2012 Analisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja dengan mediasi organizational citizenship behavior studi pada PT. BRP Nusamba Cepiring Independen : 1. Kepuasan kerja 2. Komitmen organisasi Dependen : 1. Kinerja 2. OCB Structural Equation Model SEM Hasil dari analisis menunjukkan bahwa, kepuasan kerja memiliki dampak positif dan tidak signifikan untuk OCB yang kemudian komitmen organisasi memiliki dampa positif dan signifikan mendorong peningkatan kinerja karyawan. 5. Dendy Hendarto 2013 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pegawai Negeri Sipil Dinas Perikanan dan Peternakan Pemerintah Kota Samarinda Independen : 1. Kepuasan kerja Dependen : 2. OCB SPSS Regresi Linier Sederhana Pada penelitian ini, variable bebas berupa kepuasan kerja Pegawai Negri Sipil cukup kuat dan signifikan mempengaruhi variable terikat Organizational Citizenship Behaviour OCB Universitas Sumatera Utara 33 6. Yohanes Oemar 2013 Pengaruh Budaya Organisasi, Kemampuan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behaviour OCB Pegawai pada BAPPEDA Kota Pekan Baru Independen : 1. Budaya Organisasi 2. Kemampuan Kerja 3. Komitmen Organisasi Dependen : 4. OCB SPSS Multiple Regression Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa budaya organisasi, kemampuan kerja dan komitmen organisasi berdampak signifikan terhadap OCB karyawan BAPPEDA Kota Pekan Baru dan Budaya Organisasi lah yang mempunyai dampak yang paling dominan untuk OCB karyawan. 7. Sevrina Inovi 2012 Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap OCB dan Kinerja Karyawan PT Kamaltex Kabupaten Semarang Jawa Tengah Independen : 1. Kepuasan Kerja 2. Komitmen Organisasi Dependen : 3. OCB 4. Kinerja SPSS analitic description with cross design Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi berdampak signifikan terhadap OCB sehingga terimplikasi pula terhadap peningkatan kinerja karyawan PT Kamaltex. 8. Chairul Anwar 2014 Pengaruh karakteristik indvidu, budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kinerja melalui OCB Independen : 1. karakteristik indvidu 2. budaya organisasi 3. motivasi kerja dependen : 1. Kinerja 2. OCB SPSS Analytic multiple regression Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa variable budaya organisasi X2 berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap OCB Y Universitas Sumatera Utara 34 2.6 Kerangka Konseptual 2.6.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap

Dokumen yang terkait

Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Karyawan Harian Waspada Medan

16 177 137

PENGARUH KEPUASAN KERJA, KOMITMEN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 3 30

PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR KARYAWAN BPAD DIY.

0 1 145

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan

0 0 11

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan

0 0 2

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan

0 0 11

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan

0 0 27

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan

0 1 2

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Karyawan Federal International Finance Medan

0 0 19

PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR MELALUI KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI MEDIATOR

1 1 13