Latar Belakang Dibentuknya OJK

Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disingkat UUOJK, yang salah satu fungsinya adalah mengambil alih fungsi regulasi dan pengawasan yang dimiliki oleh Bapepam-LK.

1. Latar Belakang Dibentuknya OJK

Gagasan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan dapat dihubungkan dengan hancurnya ekonomi Indonesia akibat krisis moneter dunia pada tahun 1997 – 1998. Pada bulan Juli 1997 perekonomian Indonesia mengalami dampak besar dari krisis moneter tersebut akibat struktur ekonomi nasional Indonesia yang masih lemah untuk menghadapi krisis global tersebut. 201 Salah satu penyebab krisis yang melanda sebahagian besar perusahaan di Indonesia adalah karena kurang dimanfaatkannya pasar modal sebagai sumber dana perusahaan. Sebelum krisis terjadi, lembaga perbankan di Indonesia banyak melakukan pinjaman jangka panjang terhadap lembaga-lembaga keuangan asing untuk dipergunakan dalam kebutuhan jangka pendek, sehingga naiknya kurs dolar terhadap rupiah mengakibatkan perbankan Indonesia tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran atas hutang-hutang tersebut. Perusahaan perbankan di Indonesia biasanya merupakan anak perusahaan dalam suatu konglomerasi, sementara perusahaan perbankan tersebut memberikan kredit terhadap Kegiatan di pasar modal, sektor riil dan perbankan, mengalami anjlok. 201 Jusuf Anwar I, Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Bandung: P.T Alumni, 2008, hlm. 69. Universitas Sumatera Utara konglomerasinya dan pihak lain, dan atas kredit-kredit tersebut dilakukan asuransi dan re-asuransi, sementara itu banyak perusahaan dan investor yang menginvestasikan modalnya melalui pasar modal ke dalam perusahaan perbankan, perusahaan yang bergerak di sektor jasa keuangan non perbankan dan perusahaan penerima kredit dari perbankan, sehingga jelas bahwa kehancuran perbankan nasional akan membawa dampak luar biasa terhadap perekonomian nasional. 202 Indonesia pada saat itu memusatkan sektor perbankan Banking Centric dalam perkembangan perekonomiannya. 203 Kebijakan perusahaan perbankan yang melakukan pinjaman jangka panjang untuk pembiayaan jangka pendek, mengakibatkan ketidaksesuaian pembiayaan, karena dipakainya dana jangka pendek bagi pendanaan investasi jangka panjang. Padahal perusahaan dapat menghindari ketidaksesuaian ini jika memanfaatkan instrumen pasar modal bagi kegiatan pembiayaannya, baik dalam ekuitas equity maupun hutang debt. 204 Oleh karena itu, hadirnya Banking Centric menimbulkan risiko sistemik terhadap jasa keuangan lain dan lebih jauh dapat menimbulkan gangguan stabilitas finansial sehingga krisis yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia menyebabkan banyak bank mengalami kolaps. 205 Fungsi pengawasan bank yang merupakan tugas BI banyak yang dipertanyakan dalam krisis 1997-1998, sebab banyak yang menganggap bahwa 202 Ibid., 175 203 Paripurna P. Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan, www.ugm.ac.id , diakses tanggal 22 Maret 2013. 204 Jusuf Anwar II, log.cit. 205 Paripurna P Sugarda, log.cit. Universitas Sumatera Utara krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor perbankan di Indonesia. 206 Hal ini memperburuk citra BI dalam sistem pengawasan perbankan, 207 karena tidak dapat menjalankan tugasnya dengan efektif sehingga menimbulkan krisis keuangan yang parah. 208 Sebenarnya, kehancuran perbankan nasional dan krisis moneter Indonesia pada tahun 1997-1998, tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya kepada BI. Bila diteliti struktur pengawasan bank pada waktu itu akan diketahui bahwa pengawasan bank dilakukan oleh dua lembaga yaitu BI dan Departemen Keuangan. BI bertugas mengawasi bank dalam arti sempit audit, sedangkan tugas mengatur dan memberimencabut ijin usaha ada pada Departemen Keuangan. Tidak efektifnya pengawasan bank yang memicu terjadinya krisis pada tahun 19971998, tentunya menjadi tanggung jawab bersama kedua lembaga tersebut. Kelemahan kelembagaan dan kelemahan pengawasan terhadap perbankan nasional mempunyai dampak berkelanjutan terhadap sektor jasa keuangan lainnya dan terhadap sektor riil. 209 Disamping latar belakang krisis moneter tersebut di atas, ada pendapat lain mengenai alasan dan latar belakang yang mempengaruhi dibentuknya OJK di Indonesia. Dalam tesis ini akan dikemukakan beberapa pendapat yang dipandang 206 Ibid. 207 Bank Indonesia: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Booklet Perbankan Indonesia 2012, hlm. 19, dalam Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia: Melihat Dari Pengalaman Di Negara Lain, http:ejournal.unesa.ac.idindex.phpjurnal...311235 -, diakses tanggal 22 Maret 2013. 208 Bismar Nasution IX, Implementasi Pasal 34 Undang-undang Tentang Bank Indonesia dan Dampaknya Pada Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Di Bidang Moneter, Sistem Pembayaran dan Stabilitas Keuangan, hlm. 13, www.bi.go.id . 209 Ibid. Universitas Sumatera Utara cukup penting, yang sebenarnya semua pendapat tersebut mempunyai keterkaitan satu sama lain, yaitu pemikiran yang menunjukkan suatu bentuk kesadaran betapa pentingnya pembentukan OJK di Indonesia. Dikatakan oleh M. Irsan Nasrudin bahwa alasan pembentukan OJK adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi jasa keuangan. 210 Senada dengan pendapat tersebut, dikatakan oleh Jusuf Anwar bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan kegiatan sektor jasa keuangan dalam satu lembaga single supervisory agency yang disebut OJK, adalah kondisi eksternal yang tidak dapat dihindari seperti semakin terintegrasinya industri keuangan dunia, dan hal ini disebabkan oleh fakta bahwa industri keuangan dunia merupakan aktifitas lintas batas cross-border activities. 211 210 Tim Penyusun RUU Lembaga Pengawas Jasa Keuangan Departemen Keuangan RI, Naskah Akademik Lembaga Pengawas Jasa Keuangan LPJK, Jakarta, Desember 2000, dalam M. Irsan Nasarudin, dkk, op.cit., hlm. 49 211 Jusuf Anwar II, op.cit., hlm. 183. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan praktek-praktek buruk moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Itulah sebabnya Pasal 5 UU OJK menyatakan, bahwa “OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan Universitas Sumatera Utara pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan”. 212 Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antara masing-masing subsektor keuangan baik dalam produk maupun kelembagaan. Sehubungan dengan itu, diperlukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya. Penataan di maksud dilakukan agar tercapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya pengawasan terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan. 213 Adanya kesadaran global sebagaimana diuraikan di atas, bahwa industri keuangan dunia merupakan aktifitas lintas batas cross-border activities yang cenderung terintegrasi karena mempunyai keterkaitan satu sama lain, telah mendorong beberapa negara untuk melakukan perubahan fundamental dalam struktur kelembagaan maupun desain pengaturan dan pengawasan terhadap industri 212 Bismar Nasution X, “Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan: Kajian Terhadap Indepedensi dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan”, Disampaikan pada sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dilaksanakan BAPEPAM-LK, Hotel Tiara, Medan, 8 Juni 2012. 213 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum. Universitas Sumatera Utara keuangan di negaranya, 214 agar mampu bangkit dari krisis ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangannya. 215 Untuk mengawasi industri keuangannya, Jepang membentuk suatu lembaga yang disebut Finansial Services Agency FSA, Inggris membubarkan FSA Finansial Service Authority sehingga Bank Of England menjadi pelaksana Macro-Prudential supervision dan oversight micro prudential, Jerman membentuk German Federal Finansial Supervision Authority Bundesanstalt fur finanzdienstleistungsaufsicht atau Bafin. 216 Australia telah membentuk The Australian Prudential Regulation Authority APRA, Kanada memiliki Office of the Superintendent of Finansial Institution OSFI, dan Korea Selatan memiliki Finansial Supervisory Commission FSC. Kesadaran global yang terwujud dalam pembentukan lembaga sejenis OJK di berbagai negara tersebut, turut mempengaruhi pembentukan OJK di Indonesia. 217 Dikatakan pula oleh Jusuf Anwar, bahwa faktor lain yang mempengaruhi pembentukan kegiatan pengawasan sektor jasa keuangan dalam satu lembaga single supervisory agency yang disebut OJK, adalah amanah Pasal 34 Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia selanjutnya disebut UUBI 218 214 Jusuf Anwar, II, op.cit., hal.155. 215 Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM FE UI, Alternatif Sturktur OJK Yang Optimum: Kajian Akademik, xa.yimg.comkq...KajiAkademikOJK-UI-UGMversi+230810.pdf, hlm. 61, diakses tanggal 21 Maret 2013. 216 Ibid. 217 Jusuf Anwar II, op.cit., hlm. 183. 218 Ibid. , yang berbunyi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1 Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. 2 Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. 219 Pasal 34 UUBI tersebut telah mengamanatkan pembentukan satu lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang akan menjadi otoritas tunggal di bidang pengawasan jasa keuangan di Indonesia. 220 Pembentukan OJK sebagai lembaga pengawasan sektor finansial sebenarnya masuk dalam salah satu poin letter of intend LOI antara pemerintah dan IMF sebagai salah satu persyaratan bagi pemerintah mendapatkan pinjaman IMF untuk mengatasi krisis ekonomi 1997-1998 silam. Walaupun mendapat banyak keberatan, ternyata semua pihak, termasuk DPR, pemerintah, dan BI pada akhirnya tidak dapat menolak ketentuan IMF dan ditandatanganilah LOI tersebut, yang didalamnya terdapat persyaratan pembentukan lembaga pengawas jasa keuangan di luar BI. 221 Akibat adanya persyaratan dalam LOI antara IMF dan pemerintah RI, maka menurut Zulkarnain Sitompul, amanah pembentukan otoritas tunggal jasa keuangan dalam Pasal 34 UUBI, sebenarnya secara historis adalah hasil kompromi antara pemerintah dan DPR untuk menghindari jalan buntu dalam pembahasan undang- undang BI. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada Bank 219 Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 34. 220 Jusuf Anwar II, loc.cit. 221 Otoritas Jasa Keuangan, www.republika.co.id , diakses tanggal 21 Maret 2013. Universitas Sumatera Utara Indonesia sebagai Bank Sentral, yaitu dengan cara mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia dan menyerahkannya kepada suatu lembaga khusus yang menangani pengawasan sektor jasa keuangan. Ide melepaskan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ini datang dari Helmut Schlesinger 222 yang mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank. 223 Di Jerman, tugas pengawasan Bank dilakukan oleh Bafin, sedangkan Deutsche Bundesbank Bank Sentral Jerman hanya bertugas mengawasi moneter. 224 Berdasarkan keseluruhan latar belakang tersebut di atas, dibentuklah OJK yang berfungsi mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia, yaitu perbankan, pasar modal dan lembaga jasa keuangan lainnya. Kehadiran OJK diharapkan berhasil memainkan peran krusial dalam menjaga stabilitas perekonomian Dengan demikian, Pasal 34 UUBI merupakan perintah untuk memperbaiki perekonomian nasional dari krisis 1997-1998 dan sekaligus menjaga perekonomian di masa yang akan datang yang di buat oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR pada masa itu. 222 Pada waktu penyusunan RUU BI kemudian menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 1999, pemerintah menggunakan jasa Helmut Schlesinger, mantan gubernur Bundesbank Bank Sentral Jerman, sebagai konsultan penyusunan RUU. 223 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Bandung: Books TerraceLibrary, 2005, hlm. 144. 224 Jerman membentuk badan pengawasan perbankan yang bernama German Federal Finansial Supervision Authority Bundesanstalt fur finanzdienstleistungsaufsicht atau Bafin. Khusus untuk pengawasan perbankan, Bafin membagi tugasnya dengan Bank Sentral Jerman, yaitu Deutsche Bundesbank. Bundesbank sebagai bagian dari proses pengawasan, menganalisa laporan yang disampaikan oleh bank secara regular untuk menilai apakah bank tersebut memiliki kecukupan modal dan apakah prosedur manajemen risiko sudah memenuhi standar. Bafin mengevaluasi kembali laporan yang diberikan Bundesbank dan menetapkan apakah suatu bank sudah dikatakan dapat memenuhi standar ketentuan minimum pemodalan dan standar manajemen risikonya. Lihat, Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM FE UI, op.cit., hal. 57 dan hal.65, diakses tanggal 21 Maret 2013. Universitas Sumatera Utara Indonesia, baik pada situasi normal saat ini maupun pada saat krisis di masa yang akan datang. 225 1 Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen dan di bentuk dengan Undang-undang.

2. Tugas dan Wewenang OJK