STUDI LARAP (Land Acquisition and Resettlement Action Plan) PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR NUSA PENIDA.

(1)

(2)

Pekerjaan Studi LARAP (Land Acquasition and Resettlement Action Plan) Tahun Anggaran 2015 ini merupakan kelanjutan dari Studi Kelayaran Jalan Lingkar Nusa Penida tahun anggaran 2014. Kegiatan ini dilaksanakan dalam upaya menemukenali kondisi dan kehidupan Penduduk Terkena Proyek (PTP), untuk membuat rencana program tindakan (action plan). Studi ini meliputi tujuh wilayah desa yaitu Desa Batununggul, Desa Kutampi Kaler, Desa Sakti, Desa Bunga Mekar, Desa Batumadeg, Desa Batukandik, dan Desa Sekar Taji.

Pada dasarnya, Laporan Akhir ini, berisi hasil survai penduduk terkena proyek (PTP), laporan diskusi kelompok terarah, tabulasi kuesioner PTP, kesimpulan studi larap, rencana kerja tindakan, dan rekomendasi studi larap. Pada bagian akhir laporan, dilampirkan data-data Daftar Penduduk Terkena Proyek, luas pengadaan lahan, dan resume fokus grup.

Akhir kata, kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan pertimbangan dalam penyusunan Laporan Akhir Studi Larap Jalan Lingkar Nusa Penida dan Rencana Pembangunan Jalan IKK Nusa Penida, kami ucapkan banyak terima kasih.

Denpasar, Desember 2015

Tim Penyusun Studi LARAP Fakultas Teknik Unud


(3)

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ... ii

DAFTAR GAMBAR ... . iii

DAFTAR TABEL ... . iv

Bab I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang Studi ... I-2 1.2 Maksud dan Tujuan... I-4 1.3 Sasaran ... I-4 1.4 Lingkup Kegiatan... I-4 1.5 Metodelogi ... I-4 1.6 Lokasi Proyek ... I-7 1.7 Pengadaan Tanah ... I-8

Bab II DESKRIPSI WILAYAH STUDI ... II-1

2.1 Potensi dan Kondisi Sumber Daya Alam ... II-1 2.2 Potensi dan Kondisi Sumber Daya Manusia... ... II-3 2.3 Potensi dan Kondisi Ekonomi ... II-5 2.4 Keterkaitan Studi dengan Proyek Jalan Existing ... II-8 2.5 Kaji Ulang Kebijakan dan Sasaran Perencanaan ... II-9 2.6 Kaji Ulang Lingkungan dan Tata Ruang ... II-11 2.7 Kaji Ulang Pengadaan Lahan... II-12 2.8 Formulasi Alternatif-Alternatif Solusi ... II-13

Bab III HASIL SURVAI WARGA TERKENA PROYEK ... ... III-1

3.1 Kondisi Dasar Penduduk ... III-1 3.2 Kondisi Aset dan Biaya Pengadaan ... III-6 3.3 Kemungkinan Dampak Positif dan Negatif Proyek

terhadap Warga, Aset budaya, dan Lingkungan ... III-7 3.4 Persepsi dan Aspirasi PTP terhadap Proyek ... III-12

Bab IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... IV-1

4.1 Kesimpulan Studi LARAP ... IV-1 4.2 Rencana Kerja Tindakan (Actions Plan) Studi LARAP ... IV-2 4.3 Rekomendasi Studi LARAP ... IV-8

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL LAMPIRAN


(4)

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk di Tiap Kecamatan di Kabupaten Klungkung . II-4 Tabel 2.2. Jumlah dan kepadatan penduduk pada kecamatan Nusa Penida .. II-4 Tabel 2.3. PDRB Kabupaten Klungkung ... II-5 Tabel 2.4. Distribusi Persentase PDRB ... II-6 Tabel 2.5. Data Produksi Rumput Laut di Nusa Penida ... II-7 Tabel 3.1. Jumlah populasi PTP ... III-1 Tabel 3.2. Kondisi struktur mata pencaharian PTP ... III-2 Tabel 3.3. Kondisi jumlah penghasilan PTP ... III-3 Tabel 3.4. Jumlah anggota keluarga PTP ... III-5 Tabel 3.5. Rencana Penggunaan Tanah Setelah Terkena Proyek ... III-8 Tabel 3.6. Ganti Kerugian yang diinginkan PTP ... III-9 Tabel 3.7. Rencana Penggunaan Biaya Pengadaan oleh PTP ... III-10 Tabel 4.1. Rencana kerja tindakan (action plan) Studi LARAP ... IV-6


(5)

Gambar 1.1. Tahapan Rencana Pembangunan ... I-2 Gambar 1.2. Lokasi Studi Larap Jalan Lingkar Nusa Penida ... I-8 Gambar 1.3. Tahapan Pengadaan tanah Bagi Pembangunan ... I-11 Gambar 1.4. Trase terpilih relokasi jembatan Tk. Yeh Nusa ... I-9 Gambar 1.5. Trase terpilih relokasi jembatan Tk. Yeh Nu ... I-10 Gambar 3.1. Mata Pencaharian ... III-1 Gambar 3.2. Penghasilan PTP ... III-3 Gambar 3.3. Komposisi Anggota Kluarga PTP ... III-5 Gambar 3.4. Status Penggunaan Tanah ... III-9 Gambar 3.5. Ganti Kerugian Yang Diinginkan ... III-10 Gambar 3.6. Bentuk Pemanfaatan Ganti Kerugian ... III-10 Gambar 3.5. Ganti Kerugian Yang Diinginkan ... III-10 Gambar 3.5. Ganti Kerugian Yang Diinginkan ... III-10


(6)

1.1

Latar Belakang

Infrastruktur jalan sebagai bagian sistem transportasi jalan nasional, berperan penting dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Jaringan jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.

Ruas-ruas jalan di Pulau Nusa Penida kurang memenuhi standar yang disyaratkan oleh Bina Marga. Untuk mengantisipasi hal tersebut supaya pulau Nusa Penida bisa tumbuh perekonomiannya perlu memprioritaskan pembangunan jalan sebagai infrastruktur yang akan memajukan perekonomian di Pulau Nusa Penida. Pemerintah memanfaatkan dananya yang berasal dari Dana APBD Kabupaten Klungkung tahun 2015. Namun, sebelum adanya proses desain dilaksanakan diperlukan adanya studi pengadaan tanah untuk melakukan identifikasi tentang kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, khususnya yang secara langsung terkena proyek.

Jadi akar permasalahan disparitas wilayah di kabupaten Klungkung bila dilihat dari sudut transportasi sebagai suatu sistem adalah adanya kesenjangan antara sisi permintaan (demand) dari transportasi yang meningkat dibanding dengan sediaan (supply) yang terbatas. Dalam hal ini, dukungan sistem jaringan dan sarana transportasi tidak memadai. Bila kondisi ini tidak ditangani secara terencana, maka dikhawatirkan ketidakseimbangan (disparity) pertumbuhan wilayah di Kabupaten Klungkung tidak akan pernah tercapai. Pada akhirnya demokratisasi ruang tidak akan pernah terwujud. Oleh karena itu, perencanaan penyediaan sistem jaringan sangat mendesak dan harus dapat memprediksi secara akurat kebutuhan pergerakan yang diakibatkan oleh sistem kegiatan.


(7)

Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) adalah suatu kegiatan pencarian pola aksi dalam pembebasan lahan, bangunan dan tanaman (Land Acquisition) serta pemindahan penduduk (Resettlement) dengan menggunakan pendekatan partisipasi, sehingga mendapatkan suatu kerangka kerja dalam pelaksanaan kegiatan pembebasan lahan yang dibutuhkan dalam pembangunan. Karena kegiatan pembebasan sering menimbulkan dampak pada lingkungan sosial ekonomi, sesuai Petunjuk Operasional Bank Dunia (OD No.4.30), maka dilengkapi dengan Studi Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP), sehingga pembebasan dapat dilakukan dengan panduan atau kerangka acuan kerja yang jelas.

Dalam hal ini kegiatan yang dimaksud dapat dijabarkan melalui Penyusunan LARAP Jalan Lingkar Nusa penida dan Rencana Pembangunan Jalan IKK Nusa Penida pada tahun 2015 dimana pada tahun 2014 sebelumnya sudah dilaksanakan studi Kelayakan jalan, yang hasilnya pembangunan jalan lingkar layak untuk dilaksanakan. Apabila studi LARAP telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Kabupaten Klungkung, maka studi tersebut akan dipakai pedoman dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah.

Tahapan rencana Pembangunan Jalan Lingkar Nusa Penida dapat dirunut sebagai berikut: Studi Kelayakan dan Amdal (Tahun 2014), Studi Pengadaan Tanah/Larap (Tahun 2015-2016), Desain (Tahun 2017), Konstruksi Fisik (Tahun 2018-2021), dan Operasional (Tahun 2022). Tahapan Pembangunan dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Tahapan Rencana Pembangunan TAHAPAN RENCANA PEMBANGUNAN

STUDI KELAYAKAN DAN AMDAL (2014)

STUDI PENGADAAN TANAH (2015-2016)

DESAIN (2017)

KONSTRUKSI FISIK (2018-2021)

OPERASIONAL (2022)


(8)

1.2

Maksud dan Tujuan

Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk memperoleh gambaran secara rinci dan akurat mengenai penduduk yang akan terkena dampak proyek jalan dan pembangunan jembatan, serta dampak sosial lainnya yang akan timbul sebagai akibat pembebasan bangunan dan tanaman serta pembayaran ganti ruginya. Hasil studi juga membantu Pemrakarsa Proyek sebagai acuan dalam penyediaan anggaran, sesuai siklus kegiatan pembangunan serta melaksanakan pembebasan lahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesepakatan bersama masyarakat.

Tujuan hasil studi dan pendataan terhadap penduduk yang terkena proyek jalan, akan dijadikan dasar dalam proses pengadaan lahan sesuai tujuan studi LARAP sebagaimana disebutkan berikut ini:

a. Mengetahui kondisi sosial ekonomi penduduk terkena proyek (Petani dan Penggarap Tanah) dan memprediksi perubahan indikator-indikator kondisi tersebut, apakah keadaan/ penghidupan penduduk terkena proyek menjadi lebih baik setelah pengadaan lahan.

b. Memperkirakan secara baik dan akurat tentang jumlah penduduk, bangunan dan tanaman yang akan terkena jalan.

c. Mendata pemilik yang kena jalur jalan baru pada rencana pembangunan Jalan Lingkar Nusa Penida dan Rencana Pembangunan Jalan IKK Nusa Penida.

d. Memberikan informasi secara obyektif, baik kepada pihak Pemerintah Kabupaten Klungkung maupun kepada para instansi terkait, terhadap :

- Pelaksanaan Pengadaan Tanah yang akan dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah setempat berpedoman kepada undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku. - Prediksi kondisi sosial dan ekonomi penduduk sebelum pengadaan lahan.

- Memprediksi isu-isu yang terjadi sebelum pengadaan lahan dan aspirasi penduduk yang terkena proyek terhadap isu tersebut.

- Mengetahui kebutuhan dan keinginan penduduk yang terkena proyek untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya.

e. Menyusun suatu Rencana Kerja Tindakan (action plan) untuk membebaskan tanah, jadwal pelaksanaan serta rencana memperbaiki kondisi kehidupan dan kondisi sosial ekonomi penduduk terkena proyek (Petani dan Penggarap Tanah).


(9)

1.3

Sasaran

Sasaran utama Studi LARAP adalah untuk :

a. Gambaran kondisi sosial ekonomi penduduk sebelum pengadaan lahan dan prediksi kondisi penduduk sesudah pelaksanaan pengadaan tanah.

b. Informasi aspirasi dan tanggapan penduduk tentang proyek yang akan dilaksanakan, kompensasi yang akan diberikan, dan proses pengadaan tanah yang akan dilaksanakan.

c. Prediksi kebutuhan penduduk yang terkena proyek (Petani dan Penggarap Tanah) untuk meningkatkan kehidupannya setelah terjadi pengadaan lahan guna menyusun Rencana Pengadaan Tanah, seperti rencana sosialisasi, rencana survei, rencana pengukuran, rencana kesepakatan, dan rencana pembayarannya.

1.4

Lingkup Kegiatan

Kegiatan jasa konsultansi ini harus dilaksanakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lokasi pekerjaan berada Kecamatan Nusa Penida di Kabupaten Klungkung. Lokasi studi ini terbagi dalam dua lokasi yaitu:

a. Di jalan lingkar selatan dan barat melewati 5 desa yaitu: Desa sakti, Desa Bunga Mekar, Desa Batukandik, Desa Batumadeg, dan Desa Sekartaji.

b. Di jalan IKK melewati Desa Batununggul dan Desa Kutampi Kaler.

1

1

.

.

5

5

M

M

e

e

t

t

o

o

d

d

o

o

l

l

o

o

g

g

i

i

1.5.1 Umum

Peningkatan pertumbuhan perekonomian suatu daerah memacu peningkatan jaringan lalu lintas berupa jaringan jalan. Hal ini dikarenakan distribusi pembangunan serta pemerataan hasil-hasilnya sangat tergantung pada pengembangan jaringan sarana dan prasarana jalan. Kondisi ini memacu Pemerintah Provinsi Bali berupaya memenuhi dan mengembangkan prasarana dan sarana jalan. Proyek-proyek pembangunan jalan baru, yang sebagian atau seluruh pembangunannya nanti diharapkan dibiayai dari Pusat, memerlukan pengadaan tanah dan/atau permukiman kembali, diwajibkan menyerahkan Rencana Kerja Pengadaan Tanah, Permukiman Kembali dan Pembinaan (RK-PTPKP) atau Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP).


(10)

Apabila studi LARAP telah mendapat persetujuan, maka studi tersebut akan dipakai pedoman dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan permukiman kembali oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota yang diwujudkan dalam bentuk Surat Keputusan.

Untuk pekerjaan pembangunan/peningkatan jalan, persampahan, sanitasi/air limbah, pembangunan terminal, pasar, parkir, dan lain-lain, yang telah melakukan seluruh atau sebagian Pekerjaan Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali, tetapi belum menyusun dokumen LARAP diwajibkan untuk melakukan Studi Napak Tilas (Tracer Study) untuk memberikan gambaran apakah pengadaan tanah dan permukiman kembali yang dikerjakan dilakukan dengan baik, tanpa merugikan penduduk yang terkena pekerjaan tersebut. Atau apakah penduduk yang terkena proyek (pemilik dan penggarap tanah) kehidupannya meningkat atau setidaknya sama dengan kondisi mereka sebelum terkena proyek (pemilik dan penggarap tanah).

Sekiranya ada penduduk yang terpaksa dipindahkan, maka kepada mereka diperlukan rehabilitasi untuk meningkatkan penghidupan mereka, atau sekurang-kurangnya sama dengan sebelum dipindahkan.

Bali telah ditetapkan sebagai Pusat Pengembangan Pariwisata untuk Kawasan Tengah, sehingga akan semakin meningkat pertumbuhan ekonominya. Hal ini membawa konsekuensi semakin meningkatnya arus lalu lintas pada jalan-jalan di Bali, baik jalan nasional, provinsi, maupun jalan-jalan kabupaten yang ada, yang disebabkan semakin bertambahnya jumlah kendaraan pendatang dengan tujuan Bali, atau dengan tujuan yang lain. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Klungkung, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum, di dukung oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bali bermaksud mewujudkan jalan lingkar Nusa Penida di Kecamatan Nusa Penida.

1.5.2 Metoda Studi

Metoda dan pendekatan penanganan studi dilakukan dengan pengumpulan data dan analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penentuan Lokasi Studi

Penentuan lokasi penelitian, yaitu:

 Ruas Jalan lingkar Nusa Penida yang melewati lima desa yaitu: Desa sakti, Bunga Mekar, Batukandik, Batumadeg, dan Desa Sekartaji.


(11)

2. Penentuan Jumlah Sampel

Populasi Penduduk Terkena Proyek (PTP) di tujuh desa sebanyak ± 446 orang. Sampel dalam studi ini didapat 174 orang. Prosentase sampel terhadap popolasi sebesar 39,01%, Prosentase sampel sudah melebihi 20%. Pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner kepada responden dilakukan dengan mengudang peduduk terkena proyek di kantor desa setempat. Responden yang datang dianggap sebagai sampel Penduduk Terkena Proyek.

3. Cara Pengumpulan Data

Data lapangan dikumpulkan dengan cara: wawancara terstruktur (kuesioner), diskusi kelompok terarah (focus group discussion), dan pengamatan lapangan sebagai berikut:

 Wawancara menggunakan kuesioner secara terstruktur, ini ditujukan kepada PTP (Penduduk Terkena Proyek) atau Perwakilannya yang merupakan ahli warisnya dari PTP.

 Diskusi kelompok terarah (focus group discussion) ditujukan kepada sejumlah informan seperti: kepala desa, lurah, kelian banjar, kelian adat, pemuka masyarakat, LSM, pimpinan partai politik, pemuka agama, dan beberapa wakil penduduk terkena proyek (Pemilik dan Penggarap Tanah) dengan tujuan mengetahui lebih dalam tentang pandangan-pandangan mereka terhadap pengadaan lahan pembangunan ruas jalan baru di wilayah studi.

 Pengamatan lapangan dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan fisik lingkungan dan pembangunan ruas jalan yang telah dikerjakan pada saat penelitian dilakukan sehingga dapat diamati apa saja yang terjadi dan sudah dilaksanakan di lapangan.

4. Cara Pengolahan Data

Data yang terkumpul diindentifikasi menurut data primer dan sekunder, kemudian ditabulasikan menurut urgensinya, sehingga dapat disusun dalam suatu daftar tabulasi data. Dari daftar tabulasi data inilah diadakan analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

 Data dan permasalahan dalam studi ini diuraikan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif (persentil) disesuaikan dengan tingkat urgensinya.


(12)

 Analisis dalam studi ini menggunakan metode deskriptif yang pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dan pengamatan lapangan dilakukan, dan dikerjakan secara intensif di tempat kerja sesudah meninggalkan lapangan. Untuk memudahkan proses analisis, maka data dibagi dalam berbagai tingkatan kemudian dilakukan pembahasan atau rasionalisasi tertentu, sehingga mencapai hasil sesuai tujuan dan sasaran studi.

5. Rekomendasi

Berdasarkan hasil studi dan analisis lebih lanjut dapat disusun suatu rekomendasi yang paling tepat sebagai program lanjutan pengadaan lahan yang sifatnya operasional, yang terlebih dahulu dikonsultasikan dan disepakati oleh pemerintah kabupaten.

1.6

Lokasi Proyek

Lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 2, secara umum dibagi menjadi dua lokasi yaitu:

a) Lokasi rencana pembangunan jalan IKK di Desa Batununggul dan Kutampi Kaler. b) Lokasi Jalan lingkar Selatan-Barat di Desa Sakti, Bunga Mekar, Batumadeg,

Batukandik, dan Sekartaji.

Lokasi Studi Larap adalah sepanjang Selatan-Barat Pulau Nusa Penida dan Rencana Pembangunan Jalan IKK Nusa Penida, yang terdiri dari tujuh desa yaitu:

a) Desa Batununggul b) Desa Kutampi Kaler

c) Desa Sakti (Dusun: Sebunibus dan Sakti)

d) Desa Bunga Mekar (Dusun: Sompang, Penangkidan, Karangdawa dan Sebuluh). e) Desa Batumadeg (Dusun: Salak, Saren 1, dan Pangkung Gede)

f) Desa Batukandik (Dusun: Sukun, Antapan, Guyangan, Dungkap 1, dan Dungkap 2) g) Desa Sekartaji (Dusun: Tabuanan dan Sekartaji)


(13)

Gambar 1.2. Lokasi Studi Larap Jalan Lingkar Nusa Penida

1.7

Pengadaan Tanah

Untuk memastikan terwujudnya pembangunan fisik berupa prasarana dan sarana dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan penduduk/masyarakat, maka dibutuhkan satu mekanisme yang baik untuk menjamin tersedianya lahan yang memadai dan cukup untuk terlaksananya pembangunan fisik tersebut. Pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat dan atau daerah mempunyai kewajiban untuk menjamin tersedianya lahan tersebut.

Pemerintah telah mengundangkan UU No.2 Tahun 2012 yang mengatur tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Adapun pokok-pokok pengadaan tanah tersebut meliputi kewajiban-kewajiban pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah serta pihak-pihak yang berhak (penduduk/masyarakat yang terkena pengadaan tanah) untuk melakukan pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana

Jalan Lingkar Selatan-Barat


(14)

Pembangunan Nasional/Daerah, Rencana Strategis dan Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan.

Penyelengaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat meliputi berbagai kepentingan pembangunan yang meliputi berbagai aspek yang menunjang kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat seperti pertahanan dan keamanan nasional, dan berbagai prasarana seperti transportasi, energi, telekomunikasi, pendidikan, kesehatan, permukiman, olah raga, kesenian dan lain-lain.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) tahap perencanaan, (2) tahap persiapan, (3) tahap pelaksanaan, dan (4) tahap penyerahan hasil. Tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dapat dilihat pada gambar 1.3.

Pada tahap perencanaan ini pihak yang memerlukan tanah (instansi) harus membuat perencanaan pengadaan tanah yang didasarkan atas RTRW dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam RPJM, Renstra, dan rencana kerja instansi yang bersangkutan. Perencanaan pengadaan tanah ini hendaknya disusun dalam satu dokumen perencanaan pengadaan tanah yang sekurang-kurangnya memuat tentang maksud dan tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan RTRW, letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah, perkiraan jangka waktu pembangunan, perkiraan nilai tanah, dan rencana penganggaran. Dokumen perencanaan pengadaan tanah ini disusun berdasarkan dokumen Studi

Kelayakan yang dilaksanakan untuk rencana pembangunan tersebut.

Tahapan berikutnya adalah berturut-turut tahap persiapan yang berisi kegiatan berupa pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan Konsultasi Publik rencana pembangunan. Tahap pelaksanaan pengadaan tanah ini meliputi aktivitas dari pihak/instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan. Tahap pelaksanaan ini meliputi (a) inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; (b) penilaian Ganti Kerugian; (c) musyawarah penetapan Ganti Kerugian; (d) pemberian Ganti Kerugian; dan (e) pelepasan tanah Isntansi.


(15)

Dalam melakukan penilaian terhadap Ganti Kerugian, Lembaga Pertanahan menetapkan Penilai yang akan bertugas untuk melaksanakan penilaian Objek Pengadaan

Tanah. Penilai ini wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan

dan bila terdapat pelanggaran terhadap kewajiban penilai maka penilai akan dikenakan saksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Penilaian Ganti Kerugian yang dilakukan oleh Penilai adalah terhadap bidang per bidang tanah, meliputi:

 tanah;

 ruang atas tanah dan bawah tanah;  bangunan;

 tanaman;

 benda yang berkatian dengan tanah; dan/atau  kerugian lain yang dapat dinilai

Nilai Ganti Kerugian yang diberikan oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Besarnya nilai Ganti Kerugianberdasarkan hasil penilaian Penilai dituangkan kedalam Berita Acara dan diserahkan kepada Lembaga Pertanahan. Nilai hasil penilaian Penilai ini akan menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian.

Pemberian Ganti Kerugian dapat berupa/dalam bentuk (a) uang; (b) tanah; (c) permukiman kembali; (d) kepemilikan saham; atau (e) bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Pemberian Ganti Kerugianatas Objek Pengadaan Tanah diberikan langsung kepada pihak yang Berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan pada saat pemberian Ganti Kerugian, yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib (a) melakukan pelepasan hak; dan (b) menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Tahapan yang terakhir dari mekanisme Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum ini adalah Tahap Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah. Pada tahap ini Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada instansi yang memerlukan tanah setelah pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak dan Pelepasan Hak dan/atau pemberian Ganti Kerugian telah dititipkan di Pengadilan Negeri dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil musyawarah.


(16)

Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sumber-sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana Pengadaan Tanah ini meliputi dana (a) perencanaan; (b) persiapan; (c) pelaksanaan; (d) penyerahan hasil; (e) administrasi dan pengelolan; dan (f) sosialisasi.

Dalam penyelengaraan Pengadaan Tanah, Pihak yang Berhak mempunyai hak untuk mengetahui rencana penyelenggaraan Pengadaan Tanah dan memeperoleh informasi mengenai Pengadaan Tanah. Masyarakat dapat berperan serta antara lain untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis serta memberikan dukungan dalam penyelenggaraan Pengadaan Tanah.


(17)

2.1

Potensi dan Kondisi Sumber Daya Alam

Ruang daratan Kecamatan Nusa Penida terdiri dari: 3 (tiga) pulau kecil berpenghuni mencakup Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan dan 17 (tujuh belas) buah pulau kecil tidak berpenghuni di Kecamatan Nusa Penida. Pulau Nusa Penida merupakan pulau yang didominasi oleh daerah perbukitan karst. Satuan morfologinya merupakan satuan morfologi perbukitan karst menggelombang membentuk perbukitan dan lembah dengan puncak tertinggi mencapai 528 meter (Puncak/Bukit Mundi). Berdasarkan hubungan antara sungai induk dengan anak-anak sungainya maka pola aliran sungai yang berkembang di daerah ini adalah pola aliran paralel yaitu pola aliran yang arah aliran anak sungai dan induknya hampir sejajar. Jika dilihat berdasarkan kuantitas airnya maka sungai-sungai yang ada di wilayah ini dapat dikategorikan sebagai sungai-sungai Episodis (Ephemeral) yaitu sungai yang mengalir pada musim penghujan saja, sedangkan pada musim kemarau kering airnya. Pulau ini merupakan Pulau Kars yang litologi utamanya merupakan batu gamping terumbu. Satuan batuan ini dapat dimasukkan ke dalam Formasi Selatan yang berumur Miosen Akhir. Litologi berupa aluvium hanya terdapat di bagian pantai Utara di wilayah sekitar desa Kutampi, dan desa Batununggul yang merupakan pusat pemerintahan kecamatan Nusa Penida.

Kondisi geologi dan morfologi pembentukan pulau-pulau (Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan) mempengaruhi potensi sumber daya alam. Potensi sumber daya alam dimaksud adalah: potensi hasil bumi seperti pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan, serta pertambangan dan energi. Keadaan bentang alam juga menyimpan berbagai potensi untuk dikembangkan dan bersifat terbarukan, seperti energi


(18)

terbarukan, pariwisata dan penelitian-penelitian. Potensi hilir lainnya adalah potensi yang muncul sebagai akibat dari keberhasilan pengelolaan potensi dasar seperti hasil kerajinan dan perdagangan, industri jasa khususnya dalam bidang pariwisata.

Di bidang pertanian dan perkebunan, komoditi utama seperti kelapa dan jambu mente menjadi andalan pada sektor ini. Strategi pengembangan potensi dibidang pertanian dan perkebunan adalah dengan mengembangkan sistem pertanian terintegrasi dengan meningkatkan perekonomian berbasis pertanian, industri kecil serta pesisir dan kelautan. Usaha memantapkan potensi pertanian lahan kering, perkebunan dan peternakan melalui pengembangan Kawasan Agropolitan Nusa Penida. Budi daya dan eksploitasi rumput laut merupakan komoditi primadona yang hingga kini masih bertahan serta masih berkontribusi sangat baik secara ekonomi sebagai komoditi unggulan yang mampu bersaing, baik pada skala nasional maupun internasional. Pada sektor peternakan, khususnya ternak sapi, pemeliharaan ternak sapi dilakukan secara terintegrasi guna mewujudkan kawasan Nusa Penida sebagai pusat pembibitan sapi Bali.

Di bidang perdagangan dan kerajinan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bali memberikan pelatihan Tehnik Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Desa Tanglad Kecamatan Nusa di tahun 2014. Nusa Penida memiliki banyak potensi kerajinan yang bisa dikembangkan. Salah satunya adalah kerajinan tenun. Seperti di Desa Tanglad dikenal dengan tenun ―Cepuk”nya, sedangkan Desa Suana dan Desa Karang dengan kain "Rang-rang"-nya.

Di bidang energi Nusa Penida menyimpan potensi sumber daya terbarukan yang belum tereksplorasi dan tereksploitasi dengan maksimal. Wind Power atau Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) adalah salah satu energi terbarukan yang ramah lingkungan karena energinya berasal dari hasil konversi tenaga angin menjadi tenaga listrik. Proyek percontohan PLTB di Indonesia diantaranya dilakukan di Pulau Nusa Penida yang bertempat di Puncak/Bukit Mundi. PLTB Nusa Penida mulai dibangun sejak tahun 2005 sebanyak 1 (satu) unit dan kemudian dilanjutkan 1 (satu) unit di tahun 2006 dimana masing-masing berkapasitas 80 kW. Pada tahun 2007, sebanyak 7 (tujuh) unit PLTB dengan kapasitas masing-masing 80 kW dibangun di areal perbukitan Puncak Mundi. Disamping itu, 1 (satu) unit pembangkit listrik tenaga surya telah diujicobakan di pesisir timur Pulau Nusa Penida. Dengan demikian, Nusa Penida telah mampu memanfaatkan


(19)

sumber daya alam terbarukan di bidang tenaga listrik dengan menyulang sebesar 735 kW tenaga listrik untuk kebutuhan domestik.

Pada bidang pertambangan, secara umum, Pulau Nusa Penida yang terbentuk oleh batuan limestone memberikan potensi quarry yang memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk kebutuhan konstruksi lokal. Namun, pemanfaatan batuan limestone sebagai bahan konstruksi khususnya sebagai bahan agregat jalan belum dieksplorasi secara menyeluruh. Sebuah karya penelitian dalam rangka pemanfaatan limestone sebagi bahan agregat perkerasan jalan telah dilakukan oleh Fakultas Teknik Universitas Udayana. Hasil analisis memperlihatkan bahwa gradasi agregat kasar dan halus memenuhi standar baku mutu Bina Marga, walaupun agregat sedang cenderung agak kasar. Sifat fisik agregat batu kapur yaitu berat jenis bulk (semu) berkisar antara 2,4 – 2,5 gr/cm3 dan berat jenis apparent (nyata/effective) berkisar 2,54 – 2,60 gr/cm3 masih dalam batas baku mutu 2,5 kg/cm3 cukup memenuhi standar mutu. Sedangkan dari aspek penyerapan berkisar 1.77 – 2.7 % mendekati standar mutu 3% dan dari aspek kekerasan sangat baik dengan nilai abrasi 27% kurang dari 40% standar Bina Marga. Gambaran tersebut jelas memperlihatkan bahwa batu kapur Nusa Penida, dapat digunakan untuk bahan konstruksi dan perkerasan jalan (Negara, I.N.W dan T.G.S. Putra, 2010).

2.2

Potensi dan Kondisi Sumber Daya Manusia

Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Klungkung selama periode 2000 sampai dengan 2010 adalah 0,95 % tiap tahun. Jumlah penduduk di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 adalah sebanyak 175.053 jiwa, terdiri dari 86.422 jiwa (49,37%) penduduk laki-laki dan 88.631 jiwa (50,63%) penduduk perempuan, dengan kepadatan rata-rata 556 jiwa/km2. Bila laju pertumbuhan dianggap tetap, maka diperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2016 (awal pembangunan fisik rencana jalan) akan menjadi 181.705 jiwa. Secara lengkap jumlah dan kepadatan penduduk untuk 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Klungkung dan 16 (enam belas) desa yang dicakup dalam wilayah studi Nusa Penida adalah seperti ditampilkan dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2, berikut ini.


(20)

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk di tiap Kecamatan di Kabupaten Klungkung.

No Kecamatan Luas Lahan (km2)

Penduduk (jiwa)

Kepadatan (jiwa/km2) Laki-laki Perempuan Jumla

h

1 Nusa Penida 202,84 22.721 23.085 45.806 226 2 Banjarangkan 45,73 19.070 19.222 38.292 837 3 Klungkung 29,05 27.894 28.993 56.887 1.958

4 Dawan 37,38 16.737 17.331 34.068 911

Sumber: Klungkung Dalam Angka, 2013

Tabel 2.2. Jumlah dan kepadatan penduduk di tiap desa di kecamatan Nusa Penida.

No Desa Luas

(km2)

Jumlah KK

Jumlah penduduk (jiwa)

Kepadatan (jiwa/km2)

Laki-laki

Perem-puan

Total

1 Sakti 13,16 1.109 1.770 1.791 3.561 271

2 Bunga Mekar 19,73 734 1.176 1.297 2.473 125

3 Batumadeg 13,56 569 1.206 1.175 2.381 176

4 Klumpu 13,58 1.028 1.658 1.663 3.321 245

5 Batukandik 21,66 1.318 1.886 2.354 4.240 196

6 Sekartaji 15,39 440 770 843 1.613 105

7 Tanglad 15,24 553 1.013 1.167 2.180 143

8 Pejukutan 10,84 838 1.660 1.780 3.440 317

9 Suana 10,42 978 1.645 1.684 3.329 319

10 Batununggul 13,45 1.436 2.048 2.260 4.308 320

11 Kutampi 13,14 743 1.507 1.561 3.068 233

12 Kutampi Kaler 10,75 733 1.393 1.286 2.679 249

13 Ped 21,15 1.075 1.927 1.897 3.824 181

14 Toyepakeh 0,65 149 279 318 597 918

15 Lembongan 6,150 1.036 2.203 2.088 4.291 698 16 Jungutbatu 3,97 765 1.566 1.689 3.255 820 Sumber: Kecamatan Nusa Penida Dalam Angka (2013)


(21)

2.3 Potensi dan Kondisi Ekonomi

Potensi dan kondisi ekonomi akan digunakan dalam melihat tingkat pertumbuhan penduduk serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan kendaraan dan selanjutnya untuk prediksi terhadap kebutuhan prasarana pada wilayah studi. Kondisi ekonomi dapat dilihat dari perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) melalui dua sektor yang paling dominan, yaitu aktivitas sektor pertanian, dan aktivitas perdagangan, hotel dan restoran.

PDRB Kabupaten Klungkung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku nilai PDRB sebesar 3.347.198,61 (juta rupiah), dan atas dasar harga konstan tahun 2012 sebesar 1.467.352,42 (juta rupiah). Data PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat perubahan struktur ekonomi suatu daerah dan untuk menghitung besarnya pendapatan per kapita dari penduduknya. Sedangkan, data PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena data ini mencerminkan pertumbuhan produksi barang dan jasa secara riil dari satu tahun ke tahun berikutnya. PDRB Kabupaten Klungkung dalam 3 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3. PDRB Kabupaten Klungkung.

No PDRB 2010 2011 2012

I Atas dasar harga berlaku

1. Nilai PDRB (jt Rp.) 2.748.354,59 3.022.786,71 3.347.198,61

2. Laju pertumbuhan (%) 12,55 9,99 10,73

3. PDRB per kapita (Rp.) 16.115.317,47 17.365.052,08 19.121.058,25 II Atas Dasar harga konstan tahun 2000

1. Nilai PDRB (jt Rp.) 1.307.888,95 1.383.890,23 1.467.352,42

2. Laju pertumbuhan (%) 5,43 5,81 6,03

3. DPRB per kapita(Rp.) 7.668.968,85 7.950.056,75 8.382.332,33 Sumber: BPS Klungkung dalam Angka, 2013.


(22)

Pertumbuhan ekonomi Klungkung selama 2010-2012 adalah rata-rata sebesar 5,75 % per tahun. Selisih antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk merupakan cerminan makro dari kenaikan taraf kehidupan ekonomi masyarakat. Tahun 2012 pertumbuhan PDRB perkapita atas harga berlaku adalah 10,73% per tahun, sedangkan pertumbuhan tahun yang sama atas harga konstan tahun 2012 adalah 6,03% per tahun.

Dilihat dari kontribusi masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB pada tahun 2010-2012 nampaknya sektor pertanian masih mendominasi. Distribusi presentase PDRB Kabupaten Klungkung dari sektor-sektor lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2010-2012 disajikan dalam Tabel 2.4, berikut ini.

Tabel 2.4 Distribusi presentase PDRB Kabupaten Klungkung atas harga berlaku.

No Lapangan Usaha 2010 2011 2012

1 Pertanian 30,77 29,28 28,33

2 Perdagangan, Hotel dan Restoran 20,77 21,32 22,11

3 Jasa-jasa 15,84 16,55 16,63

4 Industri pengolahan 10,40 10,24 9,89

5 Bangunan 7,68 8,01 8,43

6 Pengangkutan dan komunikasi 6,29 6,44 6,57

7 Pertambangan 3,63 3,47 3,26

8 Keuangan persewaan dan jasa perusahaan

2,99 3,02 2,99

9 Listrik, Gas dan Air 1,62 1,68 1,80

PDRB 100,00 100,00 100,00

PDRB (juta rupiah) 2.748.354,59 3.022.786,71 3.347.198,61 Sumber: BPS Klungkung dalam Angka, 2013.

Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku ada 2 (dua) sektor yang mempunyai peranan cukup besar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Klungkung yaitu: sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran.


(23)

a). Sektor Pertanian

Sektor pertanian menunjukkan peranan yang paling dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Klungkung. Kondisi ini menunjukkan bahwa struktur perekonomian Kabupaten Klungkung masih bercorak agraris. Peranan sektor pertanian terus mengalami penurunan dari tahun 2010 (30,77%), tahun 2011 (29,28%), dan tahun 2012 (28,33%). Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya peranan sub sektor Tabama (Tanaman Bahan Makanan), dibandingkan tahun sebelumnya dimana terjadi penurunan luas panen dan produksi.

Selain sub sektor Tabama, sub sektor perikanan juga mempunyai andil yang cukup besar dalam pembentukan PDRB sektor ini, karena kabupaten Klungkung mempunyai laut yang luas dimana produksi ikan laut cukup banyak. Selain ikan laut di Kabupaten Klungkung juga banyak menghasilkan rumput laut dari Kecamatan Nusa Penida yang diekspor ke luar negeri. Rumput laut merupakan sektor andalan di kabupaten Klungkung, dengan produksi rata-rata disajikan dalam Tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.5 Data produksi rumput laut Nusa Penida.

Tahun Produksi (ton) Nilai (Rp.)

2010 101.514,6 99.939.014.000

2011 106.951,4 224.125.654.000

2012 100.197,1 83.713.830.000

2013 100.859,5 118.462.865.000

Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Bali, 2007-2013

Budidaya rumput laut saat ini sudah menjadi pekerjaan utama bagi masyarakat pesisir Utara Pulau Nusa Penida, hal ini karena permintaan rumput laut untuk memenuhi pasar ekspor cukup tinggi. Rumput laut kering dikirim ke Denpasar atau Surabaya, selanjutnya di ekspor ke negara-negara tujuan seperti Jepang, Cina, Taiwan, Australia, dan negara lainya.

Sub sektor peternakan walaupun sumbangannya belum sebesar sub sektor perikanan, tetapi sub sektor ini juga memberikan andil dalam pembentukan PDRB sektor


(24)

pertanian. Peternakan yang banyak di Kabupaten Klungkung, khususnya di kecamatan Nusa Penida adalah ternak sapi dan babi.

b) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki urutan ke dua, dimana peranannya cendrung terus meningkat, pada tahun 2010 kontribusinya 20,77%, tahun 2011 meningkat menjadi 21,32%, dan tahun 2012 menjadi 22,11%. Sub sektor yang mendukung sektor ini adalah sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor restoran/rumah makan. Sedangkan, sub sektor hotel memberikan sumbangan paling rendah. Tingginya share sub sektor perdagangan disebabkan karena kabupaten Klungkung memiliki pasar Galiran yang merupakan sentra perekonomian di Bali bagian Timur. Bahkan pedagang dari Denpasar banyak yang bertransaksi secara grosir di pasar Galiran. Hotel memberikan share yang terendah karena jumlah hotel di Kabupaten Klungkung sangat sedikit.

2.4

Keterkaitan Studi dengan proyek Jalan Existing

Rencana jalan baru lingkar Barat-Selatan Nusa Penida akan melalui wilayah 5 (lima) Desa di Kecamatan Nusa Penida. Desa-desa tersebut adalah Desa Sakti, Bunga Mekar, Batumadeg, Batukandik, dan Sekartaji. Sebetulnya desa-desa ini sudah terhubung oleh jalan masuk, namun jalannya masih sempit dan belum memenuhi standar geometrik maupun perkerasan jalannya. Dari gambaran umum kondisi alam wilayah studi dapat diketahui kondisi masing-masing desa yang masuk wilayah studi, termasuk iklim dan topografi yang nanti akan berguna sebagai bahan masukan dalam memprediksi kebutuhan pelayanan jalan dimasa yang akan datang dan meningkatkan kenyamanan trase yang telah disepakati. Demikian pula rencana keberadaan jalur baru maupun perbaikan jalur-jalur lama yang sudah ada, akan mampu bersinergi memberikan kontribusi positif terhadap kualitas pelayanan jalan Nusa Penida, apabila secara geometrik diperbaiki sesuai ketentuan-ketentuan peraturan perencanaan jalan yang ada, dan tidak hanya sekedar pelebaran atau pelapisan perkerasan saja. Dari wilayah studi ini pula, dapat ditentukan titik-titik diperlukannya persimpangan, kebutuhan jembatan, kebutuhan gorong-gorong dan jenis maupun tebal perkerasan jalan pada masing-masing segmennya.


(25)

Deskripsi wilayah studi juga sangat penting artinya sebagai dasar analisis dampak lingkungan, serta menjadi dasar pertimbangan survei fisik, sosial dan lingkungan wilayah rencana koridor jalan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, pembangunan jalan lingkar ini sangat penting karena akan bermanfaat bagi pembangunan Nusa Penida secara keseluruhan. Namun, untuk mencegah alih fungsi lahan khususnya pada segmen jalan baru dari Guna Lahan Pertanian sebagai lahan mata pencaharian masyarakat, harus segera dibatasi dengan peraturan daerah maupun undang-undang, agar wilayah hijau tersebut tidak berubah fungsi menjadi perumahan dan wilayah terbangun lainnya. Dengan demikian lahan-lahan hijau relatif akan terjaga keberadaannya.

2.5

Kaji Ulang Kebijakan dan Sasaran Perencanaan

Sebelumnya, pembangunan semata-mata dipandang sebagai ―fenomena ekonomi” saja. Kemajuan pembangunan suatu wilayah hanya diukur berdasarkan kenaikan PDRB. Indeks ekonomi lainnya yang juga sering digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capita). Dalam fenomena ini diasumsikan bahwa kenaikan pendapatan akan dengan sendirinya menciptakan lapangan pekerjaan dan akan menumbuhkan berbagai peluang ekonomi lainnya. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa ketika suatu wilayah, mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ternyata tetap gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya.

Akhir-akhir ini pembangunan mengalami redefinisi menjadi penghapusan atau pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Bahkan, Bank Dunia sendiri dalam salah satu publikasi resminya, yakni World Development Report tahun 1991, menyatakan dengan tegas bahwa pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan dengan persyaratan, sbb.:

- pendapatan yang lebih tinggi, - pendidikan yang lebih baik,

- peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, - pemberantasan kemiskinan,


(26)

- pemerataan kesempatan kerja,

- peningkatan kebebasan individual, dan - pelestarian ragam kehidupan budaya.

Dalam pencapaian tujuan-tujuan pembangunan yang umumnya ditetapkan secara berkala oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah masing-masing, keberadaan prasarana pembangunan, khususnya prasarana transportasi menjadi sangat vital. Pembangunan jalan lingkar adalah salah satu variabel penentu kesuksesan pembangunan Nusa Penida, karena dalam perencanaannya telah mengakomodasi persyaratan-persyaratan di atas. Hal ini berarti pembangunan jaringan jalan ini diharapkan mampu menunjang upaya pemerataan dan penyebaran pembangunan, pertumbuhan ekonomi serta stabilitas wilayah Nusa Penida. Dengan semakin terbatasnya anggaran, maka pembangunan semakin menuntut perubahan pola pikir ke arah perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan dan pengembangan prasarana secara efektif, sesuai permintaan/kebutuhan yang berdasarkan pada data riil pola aktivitas, pola bangkitan pergerakan, sebaran pergerakan serta keunggulan komparatif antar zona dalam suatu wilayah, yang seyogyanya terbentuk dalam suatu tatanan transportasi wilayah dan sejalan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis/prioritas Nusa Penida.

Disisi lain, dengan adanya kebijakan ―Desentralisasi” merupakan pengurangan peran Pemerintah Pusat dan peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Perubahan tersebut tertuang dalam UU Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring berlakunya Undang-undang tersebut, setiap Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) memiliki kewenangan dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan sesuai kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Masing-masing aparat pemerintah daerah, terutama Kepala Dinas Sektoral di masing-masing daerah dituntut untuk mampu merencana dan mengidentifikasi keunggulan komparatif (comparative advantages) wilayahnya. Keunggulan komparatif wilayah tersebut untuk selanjutnya harus dapat diarahkan dan dipadukan, serta dikembangkan secara terencana, sehingga tercapai pengembangan wilayah yang optimal.


(27)

Khusus untuk Nusa Penida, dengan mengandalkan industri pariwisata dalam pembangunan ekonominya, kedepannya pembangunan sektor ini tentu akan semakin padat, khususnya untuk menunjang perkembangan pariwisata pada zona-zona Kawasan Efektif Pariwisata (KEP). Berdasarkan kota dan kawasan-kawasan yang dihubungkan bukan merupakan kota/kawasan utama, maka kebijakan pembangunan jalan kolektor yang ditunjang oleh perbaikan geometrik jalan-jalan lokal tentu sudah sangat representatif sebagai kawasan tujuan wisata. Meningkatnya pembangunan perekonomian wilayah dan adanya peningkatan kunjungan wisatawan, akan meningkatkan kebutuhan transportasi jalan secara langsung maupun tidak langsung ditahun-tahun mendatang. Namun, dengan kondisi topografi alam yang berbukit dengan lembah yang relatif lebar untuk pembangunan sebuah jembatan, maka jalan lingkar Nusa Penida relatif masih berbelok-belok dan maksimal mempunyai kecepatan rencana (Vr) 60 km/jam. Bahkan, pada beberapa segmen terpaksa harus diturunkan menjadi 40 km/jam dan inipun karena alasan topografi yang tidak memungkinkan lagi untuk kecepatan 60 km/jam.

2.6

Kaji Ulang Lingkungan dan Tata Ruang

Kecamatan Nusa Penida yang berpusat di Ibu Kota Kecamatan Sampalan, yang berada pada tepian / pantai utara pulau Nusa Penida. Pusat keramaian tentunya berkembang diseputaran Sampalan dengan kondisi lalu lintas yang sudah padat dan macet pada jam-jam sibuk, karena kawasan ini merupakan pintu keluar/ masuk dari Bali. Kajian terhadap beberapa komponen lingkungan/tata ruang menghasilkan deskripsi, sbb.:

Potensi jalan raya: lebih terkonsentrasi pada tepian Utara/Timur Pulau Nusa Penida ini, yakni adanya jalan utama dari Desa Sakti sampai Suana sampai Semaya, jalan ini merupakan jalan lingkar utara yang menyisir pantai. Sedangkan, jalan lingkar selatan mulai dai Desa Sakti—Klumpu—Batu Madeg--Batu Kandik—Tanglad—Pejukutan dan nyambung kembali ke Suana. Jalan lingkar selatan ini adanya diatas / di puncak bukit yang posisinya jauh dari pantai Selatan maupun Barat.

Kahyangan Jagat: letaknya tersebar di kepulauan Nusa Penida ini merupakan obyek obyek yang sangat padat dikunjungi oleh wisatawan spiritual yang datang dari Bali. Sementara ini yang sering dikunjungi mengingat aksesnya lebih mudah, adalah: Pura Batu Medau,


(28)

Pura Gua Giri Putri, Pura Dalem Ped, Pura Puncak Mundi, Pura Saab. Sedangkan, pura yang berada di belahan selatan belum ramai dikunjungi mengingat aksesnya lebih sulit. Pelabuhan yang ada di Nusa Penida untuk hubungan dengan luar terutama ke Bali lebih efektif yang berada diseputaran Sampalan sampai Toya Pakeh. Pelabuhan penyeberangan dengan kapal jenis Roro lokasinya berada di desa Kutampi Kaler dan Batununggul. Akses keluar masuk dari pelabuhan penyeberangan ini pada jalan yang relatif sempit dengan lalulintas yang cukup padat terutama pada jam jam keberangkatan maupun kedatangannya.

Berdasarkan beberapa ketimpangan kondisi lingkungan dan tata ruang tersebut yang dapat menjadi lesson learn dalam perencanaan jalan lingkar Nusa Penida, antara lain:

a. Perlu adanya perumusan dan pendefinisian pemerataan pembangunan di wilayah Utara/Timur dan Barat/Selatan, serta untuk mengembangkan perencanaan partisipatif berbasis komunitas, sehingga dalam pelaksanaannya menjadi lebih murah, partisipatif dan lancar.

b. Perlu adanya otoritas untuk berperan aktif dalam perencanaan dan implementasi perencanaan ditingkat regional Nusa Penida, sehingga dapat lebih fokus dalam pencapaian tujuan pembangunan Nusa Penida.

c. Perlu pengaturan khusus dalam pemanfaatan lokasi-lokasi privat bagi kepentingan umum dan penataan wilayah sekitar jalan lingkar seiring dengan perencanaan dan pembangunan jalan lingkar Nusa Penida, sesuai tata ruang yang direncanakan. d. Perlunya peningkatan akses dari Kabupaten Klungkung Daratan dan Kepulauan,

sehingga pembangunan di wilayah terkebelakang Nusa Penida dapat dipacu dan direncanakan secara bertahap.

e. Perlu ada kebijakan khusus dalam hal kependudukan serta strategi pengembangan pusat-pusat permukiman baru, untuk menghindari wilayah liar dan kumuh dikemudian hari, dan kawasan-kawasan wisata Nusa Penida dapat berkembang menjadi objek tujuan pariwisata yang diperhitungkan.

2.7

Kaji Ulang Pengadaan Lahan

Pengadaan lahan merupakan langkah pertama dalam pembangunan konstruksi jalan. Agar tak menimbulkan masalah dalam pelaksanaan pembangunan jalan, maka


(29)

Ruang Milik Jalan (Rumija) harus disesuaikan dengan bentuk struktur dan kebutuhan lahan masing-masing segmen jalan, antara lain: pembebasan selebar 20 meter sepanjang jalan, kecuali pada beberapa lokasi jembatan dan timbunan sekitar 40 meter. Mempertimbangkan berbagai hal yang mungkin terjadi yang dapat mengurangi kinerja dalam Pembangunan Jalan Lingkar Nusa Penida ini, maka beberapa tahapan tindak lanjut perencanaan, adalah:

o Langkah awal perlu dilakukan pengamanan daerah koridor rencana jalan dengan

pengawasan pemberian ijin perubahan fungsi lahan, sesuai lebar Rumija yang dibutuhkan.

o Memberikan penyuluhan dan informasi tentang maksud, tujuan pembangunan

jalan dan kebutuhan pembebasan lahan, seperti seberapa luas kebutuhan lahan bagi kepentingan pembangunan jalan lingkar Nusa Penida, khususnya terhadap penduduk yang terkena lokasi jalur jalan.

o Luas tanah dan bangunan yang akan dibebaskan dibatasi, sesuai dengan

kebutuhan yang diperlukan saja, sehingga biaya pembangunan minimal, serta terselesaikan pada saat awal dimulainya pembangunan jalan lingkar tersebut.

o Melakukan sosialisasi dalam penetapan ganti rugi tanah dan bangunan, serta

memberikan ganti rugi yang memadai, sehingga tidak menimbulkan berbagai gejolak dimasyarakat.

o Lahan harus dibebaskan sesuai dengan mekanisme peraturan dan perundangan

yang berlaku. Estimasi biaya pengadaan lahan disesuaikan dengan Keppres No. 55 tahun 1993 dan Keputusan Kepala BPN No. 1 tahun 1994 atau mengikuti Pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

o Memperlancar proses pelaksanaan ganti rugi dan menindak tegas setiap kegiatan

yang merugikan masyarakat luas.

2.8

Formulasi Alternatif-Alternatif Solusi

Alternatif-alternatif solusi permasalahan transportasi wilayah umumnya cenderung berbasis pada multi aspek/sektor, yaitu melalui kapasitas daerah, Sumber Daya Manusia (SDM), kelembagaan, pembiayaan, kesenjangan antar kota-desa atau antar desa-desa, dst. Rute terpilih untuk jalan lingkar Nusa Penida merupakan rute terbaik dalam


(30)

mengakomodasi topografi Nusa Penida yang berlembah dan berbukit. Alternatif rute terpilih sudah direncanakan sesuai peraturan perencanaan geometrik dan perkerasan jalan antar kota klasifikasi jalan kolektor dengan kecepatan rencana 60 km/jam. Rute sudah mempertimbangkan pemilihan jenis jembatan yang jumlahnya 10 buah dan dikombinasikan dengan gorong-gorong yang berjumlah 37 buah dalam usaha untuk menghemat biaya pelaksanaan dan operasionalnya.

Untuk menindaklanjuti agar jalan lingkar Nusa Penida menjadi ―the real” alternatif solusi dari permasalahan wilayah saat ini, maka dimasa depan perlu adanya reorientasi paradigma. Kota/desa harus tumbuh menjadi entity kawasan atau wilayah, yang berarti kota/desa bukan saja sebagai ―Regional Growth” tetapi sekaligus menjadi ―kota/desa yang nyaman/layak huni, Berkelanjutan dan Berkeadilan”. Dengan demikian pembangunan jalan lingkar Nusa Penida harus pula dibarengi arah kebijakan pembangunan kota/desa yang memenuhi fungsi entity kawasan/wilayah tersebut, yang dapat dideskripsikan secara detail sebagai berikut:

1. Nyaman/layak huni (livable)

Memenuhi kebutuhan manusia akan kenyamanan hidup, fisik, sosial budaya, dan lingkungan.

2. Berkelanjutan (sustainable)

Antisipasi terhadap perubahan iklim dan bencana alam serta memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang

3. Berkeadilan (justice, equitable)

Menyediakan ruang hidup dan berusaha bagi seluruh golongan masyarakat perkotaan

4. Pendorong pertumbuhan (engine of growth)

Mampu berkompetisi dalam perkembangan ekonomi global dengan memanfaatkan potensi sosial budaya dan kreatifitas lokal (ekonomi kreatif); serta mampu menciptakan hierarki pasar bagi perkotaan dan perdesaan.

Secara definisi, pembangunan adalah untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang. Bila dikaitkan dengan rencana pembangunan jalan lingkar Nusa Penida, maka pembangunan dapat juga


(31)

dilakukan secara bertahap sesuai ―demand” volume lalu lintas yang ada. Namun, keberadaan rute dan penguasaan lahan harus sudah terselesaikan sebelum pembangunan dilakukan.


(32)

3.1 Kondisi Dasar Penduduk

3.1.1 Karakteristik Ekonomi A. Jumlah Populasi (PTP)

Survei pengumpulan data dilakukan pada Penduduk Terkena Proyek (PTP), hasilnya disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jumlah Populasi/PTP (Pemilik Tanah)

Desa

Penduduk Terkena Proyek/PTP (orang)

Pemilik Penggarap Responden

1 Batununggul 91 0 25

2 Kutampi Kaler 36 0 6

3 Sakti 74 0 36

4 Bunga Mekar 92 0 38

5 Batumadeg 43 0 22

6 Batukandik 35 0 28

7 Sekar Taji 75 0 19

Jumlah 446 0 174


(33)

Dari 446 orang PTP tersebut diatas semuanya pemilik tanah (pemegang hak atas tanah) dan tidak ada penggarap/penyakap tanah yang tanah garapannya terkena proyek. Sejumlah 174 orang dari PTP tersebut telah berpartisipasi sebagai responden atau sampel survei kuesioner yang dilakukan oleh tim studi.

B. Struktur Mata Pencaharian

Mayoritas mata pencaharian PTP bekerja pada sektor Pertanian (78,74 %) sebagai mata pencaharian utama, kemudian diikuti oleh sektor Wirausaha (11,49 %). Sektor pertanian yang dimaksud disini adalah pertanian lahan kering (tegalan) dan peternakan utamanya ternak sapi. Komposisi berikutnya adalah PNS 6,32 %, dan Lain-lain 3,45%. Kategori Lain-lain termasuk pejabat Kepala Desa (Perbekel), Bendesa Adat, Kepala Dusun, dll. Hasil selengkapnya disajikan dalam Tabel 3.2, dan secara grafik ditampilkan dalam Gambar 3.1.

Tabel 3.2 Kondisi Struktur Mata Pencaharian PTP

No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

(%)

1 Petani 137 78,74

2 Wiraswasta 20 11,49

3 PNS 11 6,32

4 Lain-lain 6 3,45

Total 174 100

Sumber: Hasil Survei Kuesioner PTP Tahun 2015

.


(34)

C. Jumlah Penghasilan

Penghasilan PTP dalam sebulannya masih sangat rendah dan bervariasi. Untuk memudahkan pemetaan dilakukan kategorisasi atau pengelompokan penghasilan, seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.3 dan dalam betuk grafik seperti pada Gambar 3.2.

Tabel 3.3. Kondisi Jumlah Penghasilan PTP

No. Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

(%)

1 ≤ 500K 92 52,87

2 501K – 1000K 42 24,14

3 1001K – 2000K 25 14,37

4 2001K – 3000K 6 3,54

5 >3000K 9 5,17

Total 174 100

Sumber: Hasil Survei Kuesioner PTP Tahun 2015

Gambar 3.2 Penghasilan PTP

Penghasilan dengan kategori terendah yaitu ≤ Rp. 500.000,-/bulan menduduki peringkat pertama yaitu 52,87%, diikuti oleh ketegori kedua dengan penghasilan antara


(35)

Rp. 500.000, - Rp. 1000.000, sebesar 24,14%. Penghasilan ini masih jauh dibawah Upah Minimum Kabupaten Klungkung Tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 1.190.000,- per bulan. Sedangkan kategori ketiga sebesar 14,37 % berada sekitar upah mnimum kabupaten, dan hanya kaetgori 4 dan 5 yang berjumlah 8,71% berada diatas upah minimum kabupaten.

D. Kegiatan Usaha Potensial

Kegiatan usaha potensial pada wilayah studi bila dilihat dari penggunaan lahan, maka sektor yang terkena pengadaan lahan adalah sektor pertanian lahan kering (tegalan) dengan tingkat produktivitas sangat rendah.

Keberadaan Jalan Lingkar Nusa Penida ini dapat memberikan kontribusi positif untuk pengembangan usaha potensial terutama di desa yang dilalui jalan tersebut. Sedangkan luas lahan pertanian lahan kering, setelah terjadi pengadaan lahan untuk pembangunan proyek jalan ini, tentunya akan mengalami penurunan luasan. Sebagai lahan potensial, tanah sisa pengadaan lahan harus lebih diintensifkan, khususnya dari segi produktivitas agar memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan bermanfaat bagi penduduk.

3.1.2 Karakteristik Kependudukan dan Sosial Budaya A. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah keluarga yang terkena pengadaan lahan pada proyek ini sebanyak 446 orang yang tersebar di tujuh desa (Tabel 3.1). Sebanyak 174 orang berpartisipasi sebagai responden. Hasil FGD yang disampaikan dalam kuesioner disajikan dalam Tabel 3.4, dan secara grafik ditampilkan dalam Gambar 3.3.

Tabel 3.4. Jumlah Anggota Keluarga PTP Jumlah Anggota

Keluarga

Responden (orang)

Persentase (%)

1-4 orang 98 56,32

5-7 orang 69 39,36

8-10 orang 7 4,02

Jumlah 174 100


(36)

Gambar 3.3 Komposisi Anggota Keluarga PTP

Jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang dimiliki oleh 98 orang responden atau 56,32%. Sedangkan keluarga yang terdiri dari 5-7 orang sebanyak 69 responden atau 39,36% , dan antara 8-10 orang sebanyak 7 responden atau 4 %, dan tidak terdapat PTP yang memiliki anggota keluarga lebih dari 10 orang.

Jumlah anggota keluarga antara 8-10 orang umumnya merupakan keluarga besar (ayah, ibu, anak, menantu, cucu) yang berkumpul pada suatu area perumahan. Setiap anggota keluarga yang menikah, tetap tinggal di area tersebut, namun dalam massa bangunan yang berbeda, sehingga dalam suatu area perumahan akan terdapat beberapa massa bangunan sebagaimana umumnya pola massa bangunan arsitektur tradisional Bali. Sedangkan jumlah anggota keluarga kurang dari 5 orang umumnya merupakan keluarga inti (ayah, ibu, anak) yang berarti bahwa anggota keluarga belum ada yang menikah atau masih di bawah umur, atau berarti juga ada anggota keluarga yang sudah menikah, tetapi pindah dari area tersebut.

B. Sosial Budaya

PTP pembangunan jalan ini seperti masyarakat Bali pada umumnya, memiliki jiwa keagamaan (Hindu) yang sangat kuat dari segala yang bersifat filosofis diturunkan dari


(37)

ajaran agama Hindu. Sedangkan tata kehidupan sosialnya, selain mengacu kepada pemerintahan, juga mengacu pada sistem adat. Sistem adat dapat dilembagakan menjadi Bendesa Adat.

Aktivitas keagamaan yang dilaksanakan oleh penduduk (Hindu) pada wilayah studi ini terkecuali dilandasi oleh ajaran agama Hindu, juga dilandasi oleh dresta (tradisi) yang telah ada dan dianggap benar oleh penduduk setempat.

C. Karakteristik Fisik Lingkungan

1. Penggunaan Lahan

Lahan yang terkena pengadaan proyek di wilayah studi ini seluruhnya digunakan sebagai pertanian lahan kering (tegalan).

2. Penggunaan dan Kondisi Bangunan

Bangunan yang terkena pengadaan tanah ini persentasenya sangat kecil, bahkan boleh dikatakan tidak ada, karena hampir semua lahan berupa lahan tegalan berupa jurang dan bukit sehingga tidak terdapat bangunan pada lahan tersebut.

3. Tanaman

Tanaman yang terdapat pada lahan terkena pengadaan jalan ini sebagian besar adalah pohon bunut, jati, akasia, kelapa, nangka, mangga, bambu, dan pisang.

3.2. Kondisi Aset dan Biaya Pengadaan

3.2.1 Identitas Lahan Terkena Proyek

Tabulasi data keseluruhan populasi melalui wawancara terstruktur (kuesioner) dan data sekunder dari instansi terkait dapat dilihat pada Lampiran.

3.2.2 Peran Pemerintah dalam Pengadaan Lahan

Pemerintah dalam pengadaan lahan untuk proyek ini telah melakukan berbagai penanganan, di antaranya dengan melakukan perhitungan luas tanah, bangunan, dan


(38)

tanaman. Sosialisasi pengadaan lahan dimana penetapan harga akan dilakukan oleh Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) yang mempunyai kewenangan menaksir harga.

3.3. Kemungkinan Dampak Positif dan Negatif Proyek terhadap Warga, Aset Budaya, dan Lingkungannya

Setiap kegiatan pembangunan akan berdampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pengaruh dampak proyek terhadap suatu masyarakat (warga yang terkena proyek) ditentukan dari jenis dan besaran aset warga yang terkena proyek, di antaranya yang paling menonjol adalah nilai dan besaran fisik yang antara lain menyangkut nilai tanah, tanaman, dan bangunan yang akan ditetapkan oleh Penaksir Harga bersama warga berdasarkan besaran yang akan disepakati bersama melalui musyawarah, sedangkan lainnya berupa aset non-fisik yang secara langsung dapat dikonversi menjadi aset yang jelas mempunyai besaran yaitu penghidupan dan mata pencaharian yang hilang disebabkan oleh proyek.

Secara lebih terperinci, berikut ini akan diuraikan mengenai jenis dan besaran dampak yang diperkirakan timbul akibat kegiatan pengadaan lahan bagi proyek ini:

Pertama, hilangnya hak kepemilikan/penguasaan warga atas aset produktif. Pembangunan jalan ini membutuhkan lahan yang sebagian besar merupakan lahan milik warga, bukan milik negara/pemerintah Kabupaten Klungkung. Dengan adanya pengambil-alihan lahan tersebut untuk kepentingan proyek melalui proses pengadaan tanah, maka secara otomatis hak kepemilikan/penguasaan warga atas seluruh lahan tersebut menjadi hilang, termasuk, hak untuk memanfaatkan aset lainnya yang melekat/terkait dengan tanah tersebut.

Lahan yang telah diambil alih oleh proyek tersebut, selanjutnya fungsi peruntukannya/penggunaannya akan dikonversi menjadi lahan DAMIJA (daerah milik jalan) untuk kegiatan lalu lintas angkutan jalan. Bagi warga yang tanahnya terkena seluruhnya atau sebagian tetapi sisa lahannya tidak dapat dimanfaatkan lagi (tidak layak huni), maka warga cenderung tidak dapat memanfaatkannya lagi secara optimal. Hal ini disebabkan karena adanya peraturan sempadan jalan dan kemungkinan ditetapkannya jalur


(39)

hijau. Kondisi ini tentunya merugikan masyarakat dan hendaknya menjadi perhatian Pemerintah, sehingga tidak memicu turunnya kesempatan masyarakat dalam berusaha.

Kedua, gangguan terhadap mata pencaharian dan pendapatan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kegiatan pengadaan tanah untuk keperluan pembangunan jalan ini akan mengkonversi lahan tegalan yang dimiliki/diusahakan oleh sekitar 446 pemilik tanah Dengan terkonversinya lahan tegalan tersebut menjadi badan jalan, maka hal tersebut akan mengganggu, bahkan menghilangkan, mata pencaharian PTP, yang pada gilirannya dapat menurunkan pendapatan keluarga mereka, karena lahan tersebut merupakan sumber penghidupan bagi PTP.

Ketiga, kondisi sosial ekonomi penduduk dapat dilihat dari perubahan pekerjaan yang akan dilakukan setelah lahannya terkena proyek jalan. Pada Tabel 3.5 menunjukkan bahwa sebanyak 12,07% memiliki rencana untuk menggunakan sebagai tempat usaha setelah pengadaan lahan. Secara grafik dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Tabel 3.5. Rencana Penggunaan Tanah Setelah Terkena Jalan Rencana Penggunaan

Lahan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Tempat tinggal 5 2,87

Ladang 3 1,72

Tegalan 145 83,33

Tempat Usaha 21 12,07

Jumlah 174 100


(40)

Gambar 3.4 status Penggunaan Tanah

Keempat, jika dilihat dari betuk ganti rugi yang diinginkan, maka 88,51% PTP menginginkan dalam bentuk uang tunai. Selengkapnya ditampilkan dalam Tabel 3.6, dan dalam bentuk grafik pada Gambar 3.5. Keinginan ganti kerugian dalam bentuk uang tunai mengindikasikan akan digunakan untuk membuka usaha baik berdagang ataupun jasa lainnya.

Tabel 3.6 Ganti Kerugian yang Diinginkan oleh PTP Bentuk Ganti Kerugian yang

Diinginkan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Uang tunai 154 88,51

Tanah pengganti 18 10,34

Lain-lain 2 1,15


(41)

Gambar 3.5 Ganti kerugian yang diinginkan

Kelima, jika dilihat dari rencana penggunaan atau pemanfaatan biaya pengadaan yang diberikan oleh Pemerintah, 47,13% menyatakan untuk modal usaha (berdagang dan usaha jasa lainnya), dan 28,74% untuk ditabung. Rencana penggunaan biaya pengadaan tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.7, dan grafik pada Gambar 3.6.

Tabel 3.7 Rencana Penggunaan Biaya Pengadaan oleh PTP Pemanfaatan Ganti Kerugian

yang Diinginkan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Ditabung 50 28,74

Modal usaha 82 47,13

Membeli tanah 14 8,05

Membeli rumah 3 1,72

Lain-lain 25 14,37


(42)

Sumber: Hasil Survei Kuesioner PTP Tahun 2015

Gambar 3.6 Bentuk Pemanfatan Ganti Kerugian

Dalam kaitannya dengan penggunaan biaya pengadaan, sebagian besar PTP akan menggunakan sebagai modal usaha atau berwirausaha. Berdasarkan survei kuesioner, uang biaya pengadaan dimanfaatkan dalam berbagai bidang wirausaha. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa, perubahan yang terjadi pada masyarakat cenderung mengarah kepada pola hidup masyarakat perkotaan yang heterogen dan banyak memberikan peluang berbagai macam usaha.

Keenam, tanah sisa tegalan yang masih mereka miliki tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering/tegalan. Dari keadaan yang demikian, nampaknya usaha untuk meningkatkan fungsi lahan tegalan atau aset yang mendukung pertumbuhan ekonomi haruslah dapat ditingkatkan sehingga proyek pembangunan ini tidak menurunkan tingkat kesejahteraan PTP.

Ketujuh, dari hasil survei kuesioner, Keberadaan jalan memberi dampak adanya kenaikan secara tajam harga tanah disekitar lokasi yang membuat para pemilik tertarik untuk menjual tanahnya.

Kedelapan, sisa tanah yang berukuran luas kurang dari satu are (kapling kecil) di sepanjang jalan cenderung tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat mengingat adanya peraturan sempadan jalan dan kemungkinan ditetapkannya jalur hijau.


(43)

Kondisi ini tentunya merugikan masyarakat dan hendaknya menjadi perhatian Pemerintah sehingga tidak memicu turunnya kesempatan masyarakat dalam berusaha.

3.4. Persepsi dan Aspirasi PTP terhadap Proyek

Persepsi masyarakat terhadap proyek ini akan menyangkut pengetahuan (tahu/tidaknya) tentang proyek, ada/tidaknya manfaat proyek terhadap masyarakat, preferensi tentang pengambilalihan aset mereka untuk kepentingan proyek dan alternatif kompensasi/ganti rugi, informasi tentang spekulan dan harga tanah, serta aspirasi warga terhadap proses pelaksanaan proyek, khususnya kegiatan pengadaan tanah. Informasi tersebut merupakan salah satu masukan kunci dalam merumuskan kerangka kebijakan pelaksanaan pengadaan tanah yang aspiratif.

3.4.1 Pengetahuan PTP tentang Rencana Proyek

Mayoritas PTP telah mengetahui bahwa di lokasi yang bersangkutan akan dibangun jalan baru Lingkar Nusa Penida, dan akan terjadi pembebasan tanah yang akan melewati lokasi tanah dan aset mereka. Masyarakat mengetahui adanya pembebasan lahan dari aparat desa dan kerabat/saudara. Hal ini mengindikasikan bahwa rencana proyek jalan ini, termasuk kegiatan pengadaan tanahnya, telah tersosialisasi secara meluas.

3.4.2 Preferensi PTP tentang Rencana Proyek

Secara umum, preferensi PTP terhadap rencana proyek nampaknya sangat baik, yang tercermin dari pendapat mereka tentang ada/tidaknya manfaat proyek bagi masyarakat, dimana mayoritas PTP menyatakan sangat bermanfaat, dengan harapan proyek ini segera dilaksanakan.

3.4.3 Pilihan Ganti Rugi

Dalam kaitannya dengan pilihan ganti rugi yang diinginkan, mayoritas PTP memilih ganti rugi dalam bentuk uang sebanyak 88,51%, di samping itu ada juga PTP yang menginginkan lahan/tanah pengganti.


(44)

4.1 Kesimpulan Studi LARAP

Kesimpulan Studi Larap Jalan Lingkar Nusa Penida dan Rencana Pembangunan Jalan IKK Nusa Penida, setelah dilakukan diskusi kelompok terarah/ focus group discussion dan analisis kuesioner adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi oleh team studi Larap dilakukan di 7 desa yaitu: Batununggul, Kutampi Kaler, Sakti, Bunga Mekar, Batumadeg. Batukandik, dan Sekartaji. Isi sosialisasi menyampaikan rencana pemerintah untuk membangun jalan lingkar dan rencana pembangunan jalan IKK Nusa Penida.

2. Antusias penduduk dari ketujuh desa sangat tinggi untuk mendukung pelaksanaan proyek jalan lingkar dan rencana pembangunan jalan IKK Nusa Penida, dengan harapan bisa meningkatkan perekonomian di Pulau Nusa Penida.

3. Seluruh pemilik tanah mengharapkan agar terjadi transparansi di dalam proses pengadaan tanah, baik proses pengukuran, penentuan dan penggantian biaya pengadaan, hingga pengurusan sertifikat.

4. Sebagian besar warga mengharapkan penggantian biaya pengadaan lahan ditentukan secara wajar, yang dikeluarkan oleh konsultan KJPP (Konsultan Jasa Penilai Publik) dan berdasarkan hasil kesepakatan antara masyarakat dan Pemerintah.

5. Beberapa penduduk menginginkan agar penggantian biaya pengadaan lahan dapat dilakukan secara tunai atau penggantian tanah di tempat lain, sehingga tidak terjadi perubahan mata pencaharian penduduk terkena proyek.


(45)

6. Pemilik tanah yang tidak memiliki tanah di tempat lain, apabila tanah mereka habis terkena pembebasan, mereka berharap agar kelangsungan hidupnya dapat diperhatikan oleh Pemerintah, sehingga taraf ekonomi mereka tidak menurun setelah terjadi pembebasan lahan.

7. Berdasarkan hasil dari kuesioner bahwa rencana penggunaan biaya pengadaan oleh penduduk sangat positif, sebagian besar penduduk berencana menggunakan untuk modal usaha yang nantinya produktif untuk peningkatan ekonomi mereka (income generating).

8. Pemilik tanah yang memiliki sisa kapling tanah yang kecil dan bentuknya tidak beraturan (kurang 2 are), bahwa mereka sepakat tanah mereka dibeli oleh pemerintah, namun jika tidak, mereka berharap sisa kapling yang kecil dapat disertifikatkan oleh Pemerintah.

9. Semua warga mengharapkan kepada pihak Pemerintah mengantisipasi dengan memasukkan ke dalam rencana kerja tindakan/program kerja mengenai dampak yang akan terjadi setelah pengadaan lahan, seperti: menurunnya produktivitas lahan, penundaan pemberlakuan jalur hijau dan kenaikan pajak tanah, pengukuran kembali tanah penduduk setelah pengadaan serta terhambatnya proses ritual dan aktivitas warga.

10. Pemerintah diharapkan memberikan konsultan pendamping PTP, supaya proses bisa berjalan sesuai rencana, mengingat rendahnya tingkat pendidikan PTP di 7 lokasi desa yang dilalui jalan lingkar Nusa Penida.

4.2 Rencana Kerja Tindakan

(Actions Plan)

Studi LARAP

4.2.1 Prinsip Pengadaan Tanah

Prinsip dasar pengadaan lahan dalam pelaksanaan proyek ini adalah:

1. Seluruh aset PTP, baik tanah, bangunan, dan tanaman, maupun aset lainnya, berupa aset non-fisik akan diberikan kompensasi/ganti rugi dan/atau santunan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(46)

2. Pemerintah Kabupaten Klungkung memberikan kompensasi/ganti rugi kepada PTP berupa uang tunai.

3. Seluruh PTP berhak mendapatkan kompensasi/ganti rugi yang setara dengan nilai tanah, bangunan, tanaman, dan aset lain yang menjadi miliknya. Konpensasi ganti rugi dihitung oleh konsultan penaksir harga / KJPP (Konsultan Jasa Penilai Publik).

4. Pengurusan surat tanah/sertifikat yang baru setelah pembebasan, biayanya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung.

5. Semua bentuk kompensasi dan santunan yang diterima oleh PTP dibebaskan dari segala pajak dan pungutan lainnya.

4.2.2 Kriteria PTP yang Berhak Mendapatkan Kompensasi/Ganti Rugi

Kriteria PTP yang berhak mendapatkan kompensasi/ganti rugi dalam pelaksanaan proyek ini adalah:

1. Orang-orang, badan hukum atau lembaga atau unit-unit usaha yang karena pelaksanaan suatu bagian proyek, mengalami atau akan mengalami dampak negatif pada:

 Hak, kepemilikan atau manfaat atas tanah, bangunan, tanaman, dan aset yang melekat bagi sebagian atau seluruhnya, untuk sementara atau selamanya.

Bagi PTP yang tanahnya terkena proyek seluruhnya serta dibuktikan dengan surat kepemilikan yang sah, maka mereka berhak mendapat kompensasi/ganti rugi berupa uang tunai yang besarnya tergantung kesepakatan warga dengan Panitia Pengadaan Tanah. Harga kesepakatan sudah berdasarkan batasan hitungan konsultan penaksir harga KJPP.

 Rumah, tempat kerja, pekerjaan, unit usaha, lahan/usaha dan/atau sarana lingkungannya, fasilitas umum dan tempat ibadah.

 Pendapatan atau tingkat kehidupannya.

Ganti rugi yang tunai akan diberikan untuk tanah yang disertai suatu bukti kepemilikan yang sah, tanaman, dan bangunan, baik dilengkapi dengan IMB maupun tidak, termasuk fasilitas kelengkapannya, seperti sambungan listrik/PLN, fasilitas jaringan air bersih/PAM. Nilai ganti rugi yang diberikan akan ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan PTP dengan Panitia Pengadaan Tanah.


(47)

Sebelum memperoleh kompensasi/ganti rugi, PTP hendaknya:

 Mengetahui sepenuhnya luas tanah dan bangunan yang terkena proyek.  Memiliki bukti kepemilikan atas tanah dan bangunannya.

 Sehubungan dengan ganti rugi dalam bentuk uang tunai, maka direncanakan diadakan negosiasi dengan Tim Pengendali Kegiatan Pembebasan/Pengadaan Tanah guna menetapkan nilai ganti rugi atas tanah, bangunan, dan aset lainnya.

 Selama berlangsungnya musyawarah/negosiasi untuk menetapkan nilai ganti rugi tanah dan bangunan, pemilik tanah memberitahu Panitia Pengadaan Tanah/Tim Pengendali Kegiatan Pembebasan Tanah tentang pilihan yang diambil.

 Menghadiri sendiri setiap pertemuan penyuluhan dan sosialisasi, pengukuran dan inventarisasi, pertemuan konsultasi untuk menetapkan nilai ganti rugi dengan Panitia Pengadaan Tanah.

4.2.3 Penilaian Aset dan Tingkat Kompensasi

Jenis aset yang dapat diberikan ganti rugi meliputi: - Tanah;

- Bangunan dan prasarana pendukung; - Tanaman.

Cara Penilaian Tanah

Untuk menaksir nilai tanah dapat dilakukan dengan mengacu pada harga pasar dan harga NJOP. Di samping itu, sebagai bahan pendukung dalam menaksir harga tanah tersebut, perlu juga dipertimbangkan aspirasi warga dan harga sekitarnya.

Harga pasar, adalah harga yang telah terjadi atas transaksi jual beli tanah dan

bangunan yang terjadi di lokasi tersebut dan sekitarnya, yang kondisinya setara dengan lokasi tapak proyek saat ini.

Harga NJOP, adalah harga yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP-PBB) Kabupaten Klungkung.

Harga Sekitar, adalah harga yang relevan dengan kondisi adanya proyek, seperti kelas


(48)

dapat didekati berdasarkan taksiran harga di kantor notaris atau PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) setempat.

Di antara ketiga acuan tersebut, harga yang paling ideal untuk PTP sebenarnya (mendekati) harga pasar, mengingat akan kebutuhan dan persediaan pasar. Namun demikian, mengingat data yang ada berbeda-beda dan sangat fluktuatif, khususnya pada lokasi yang aksesbilitasnya memadai, maka taksiran harga tanah digunakan pendekatan berdasarkan harga rata-rata. Pendekatan ini cukup realisitis karena apabila Pemerintah membayar ganti rugi yang jauh di atas NJOP, akan dianggap sebagai penyalahgunaan pengelolaan keuangan negara, karena peraturan perundangan yang ada (Keppres No. 55 Tahun 1993) menentukan bahwa pemberian ganti rugi atas tanah harus mempertimbangkan NJOP. Dalam menaksir harga tanah harus memakai konsultan KJPP.

Pengurusan Surat Tanah/Sertifikat

Adanya pemotongan bidang tanah bagi kepentingan pembangunan jalan ini berakibat pemecahan surat tanah/sertifikat. PTP tidak harus membayar biaya pengurusan sertifikat baru setelah pembebasan. Pengurusan dan biaya dianggarkan dari Pos Anggaran Pembebasan Tanah. Lama Pengurusannya antara 3 sampai 6 bulan. PTP berhak menerima tanda terima atas surat tanah yang diserahkan kepada Pemkab Klungkung. Apabila pengurusannya ingin dilakukan sepenuhnya oleh PTP, konsekuensinya segala biaya dan lain-lain ditanggung sendiri dengan catatan PTP harus membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai Rp. 6.000,00.

4.2.4 Rencana Kerja Tindakan (Actions Plan)

Mengingat Desa Batununggul, Kutampi Kaler, Sakti, Bunga Mekar, Batumadeg, Batukandik dan Sekartaji tanahnya masih dalam tahap sosialisasi, sehingga berdasarkan atas studi dan aspirasi warga pemilik tanah dapat dirumuskan adanya suatu rencana kerja tindakan (actions plan) yang dapat dipakai sebagai dasar bagi Pemerintah dalam mengambil langkah dan program selanjutnya. Tabel 4.1 akan menguraikan tentang rencana program (actions plan), warga sasaran, waktu, pembiayaan, dan juga instansi yang bertanggung jawab.


(49)

Tabel 4.1 Rencana Kerja Tindakan (Actions Plan) Studi LARAP

No

. Isu-isu Program

Warga Sasaran

Desa Rencana Kerja

Waktu Kegiatan/ Target Selesai Jumlah/ Sumber Anggaran Pihak/ Instansi Penanggung Jawab Progres penanganan

1 Transparansi proses penentuan biaya pengadaan lahan

Batununggul Kutampi Kaler Sakti

Bunga Mekar Batumadeg Batukandik Sekartaji

Sosialisasi untuk membicarakan besarnya biaya pengadaan lahan

2016/2017 - PPK

Pengadaan Tanah

PPK bersedia mengadakan sosialisasi.

2 Sisa kapling yang sangat kecil dan terkena sempadan jalan

Batununggul Kutampi Kaler Sakti

Bunga Mekar Batumadeg Batukandik Sekartaji

Pemilik tanah sepakat bahwa sisa tanah tersebut agar dibeli oleh pemerintah. Jika tidak, mereka

berharap agar sisa tanah tersebut dapat disertifikatkan oleh Pemerintah

2016/2017 - PPK

Pengadaan Tanah Akan ditangani oleh PPK Pengadaan Tanah

3 Tanah Negara dan jalan milik desa yang terkena pengadaan tanah tidak diganti rugi

Batununggul Kutampi Kaler Sakti

Bunga Mekar Batumadeg Batukandik Sekartaji

Pendataan ulang status kepemilikan tanah (tanah milik desa/subak atau tanah negara)

2016/2017 - PPK

Pengadaan

 Akan ditangani oleh PPK.


(50)

4 Kemungkinan kenaikan pajak tanah yang tinggi. Kemungkinan

membayar pajak dengan luas tanah seperti sebelum pengadaan tanah

Batununggul Kutampi Kaler Sakti

Bunga Mekar Batumadeg Batukandik Sekartaji

Penundaan atau tidak terjadinya kenaikan pajak yang tinggi setelah tanah

dibebaskan mengingat tanah ini merupakan lahan tegalan

Penyesuaian pembayaran pajak sesuai luas tanah setelah pengadaan tanah

2016/2017 - PBB

Kabupaten Klungkung Dispenda Kabupaten BPN Kabupaten  Instansi terkait akan mengantisip asi hal ini

5 Kemungkinan terjadinya batas-batas kepemilikan tanah yang tidak jelas setelah pengadaan lahan

Batununggul Kutampi Kaler Sakti

Bunga Mekar Batumadeg Batukandik Sekartaji Pengukuran kembali/pemasangan patok/pal batas-batas kepemilikan tanah warga setelah pengadaan lahan

2016/2017 - PPK

Pengadaan BPN

Kabupaten

 Isu ini akan diantisipasi oleh PPK pengadaan lahan dan BPN


(51)

4.3 Rekomendasi

Studi LARAP

Rekomendasi Studi Larap Jalan Lingkar Nusa Penida dan Rencana Pembangunan Jalan IKK Nusa Penida adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pengadaan tanah hendaknya lebih konsultatif (antara pemilik tanah, pemuka desa/adat, aparat desa dan Pemerintah/Panitia Pengadaan Tanah), partisipatif, lebih transparan (transparancy), dan dapat dipertanggungjawabkan (accountability) baik dari tahap sosialisasi sampai kepada pasca pengadaan lahan.

2. Pengadaan lahan seharusnya dilaksanakan secara menyeluruh (integrated) dan sinkron untuk menghindari terjadinya fluktuatif harga lahan dan permainan para spekulan tanah.

3. Sosialisasi pengadaan tanah hendaknya pertama-tama ditujukan kepada pemegang hak atas tanah (direct information).

4. Penentuan biaya pengadaan yang ditawarkan oleh Pemerintah hendaknya mempertimbangkan NJOP, fungsi lahan dan sarana prasarana yang ada di lokasi serta memperhatikan harga pasaran berdasarkan data transaksi jual beli terakhir di notaris. 5. Perlu diadakan penanganan secara khusus (special treatment) bagi pemilik tanah yang

sisa kaplingnya sangat kecil atau bahkan habis setelah pengadaan lahan dalam bentuk pemberian ganti rugi atau penataan sempadan/jalur hijau sesuai kesepakatan antara pemilik tanah dan pemerintah.

6. Selama tanah belum diadakan segala proses transaksi jual beli yang dilakukan pemilik tanah dan pihak notaris hendaknya dikoordinasi dengan aparat/pemuka desa setempat untuk memudahkan pelacakan terhadap kepemilikan tanah berikutnya.

7. Setelah pengadaan lahan, perlu dilakukan pengukuran ulang oleh Panitia Pengadaan Tanah/Pemerintah untuk menentukan batas-batas kepemilikan yang jelas dari pemilik tanah, hal ini sebagai berita acara bagi pihak PBB dalam penyesuaian pembayaran pajak.


(52)

8. Secara umum dapat digarisbawahi bahwa pelaksanaan proyek ini harus dapat meningkatkan kelangsungan peluang pekerjaan dan pendapatan (income generations) dari masyarakat bukan sebaliknya menurunkan perekonomian masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi dan pengarahan yang efektif melalui sosialisasi langsung mengenai penanganan terhadap ganti rugi pengadaan lahan, dan mengantisipasi faktor-faktor lain yang mengakibatkan penurunan kondisi sosial ekonomi tersebut.

9. Mengingat lahan setempat umumnya adalah lahan tegalan, karenanya diharapkan pihak pemerintah tidak memberlakukan kenaikan pajak yang tinggi di lokasi serta mengadakan penyesuaian pembayaran pajak sesuai luas tanah mereka setelah pengadaan lahan.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman (1978), Masalah Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia (Seri Hukum Agraria), Alumni, Bandung.

Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional (1996), Kerangka Acuan Penyusunan Tata Kerja Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Daerah (BP4D), Jakarta: BKP4N. BAPPENAS (1996), A Summary of Indonesia Sixth Five-Year Development Plan,

Unpublished Paper.

Boedi Harsono (1996), Hukum Agraria Indonesia(Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah), Cetakan ke-13, Djambatan, Jakarta.

Christine Kessides (1993), Institutional Options for the Provision of Infrastructure, World Bank, Washington, D.C.

Fakultas Teknik Universitas (2014), Laporan Akhir ”Studi Kelayakan Jalan Lingkar Nusa Penida”, Dinas Pekerjaan UmumKabupaten Klungkung, Bali.

Oloan Sitorus dan Balans Sebayang (1996), Konsolidasi Tanah Perkotaan, Cetakan Pertama, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta.

Pemerintah Kabupaten Cianjur (2004), Laporan Akhir Rencana Kerja Pengadaan Tanah, Pemukiman Kembali dan Pembinaan Masyarakat yang Terkena Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Timur Kota Cianjur, Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP).

Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-4245 Tanggal 7 Desember 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi Tanah.

Surat Edaran Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Bali No. 420.61-228 Tanggal 24 Januari 1998 tentang Keputusan Rapat Kerja Teknis Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Bali Tanggal 25 Juli dan 1 September 1997 di Denpasar.

Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-1078 Tanggal 1 Mei 1996 tentang Petunjuk Teknis Konsolidasi Tanah.

Suryanto (1983), Model Neighborhood Unit Sebagai Pendukung Proses Pengembangan Komunitas, Program Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung.


(1)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten Klungkung dengan Fakultas Teknik Universitas Udayana


(2)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten Klungkung dengan Fakultas Teknik Universitas Udayana


(3)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten Klungkung Dengan Fakultas Teknik Universitas Udayana


(4)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten Klungkung dengan Fakultas Teknik Universitas Udayana


(5)

Kerjasama Pemerintah Kabupaten Klungkung dengan Fakultas Teknik Universitas Udayana


(6)