Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri
i
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATERI AKUNTANSI
DENGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN
EFIKASI DIRI
Survei pada Siswa Kelas XII IIS
di SMA Negeri 1 Sewon dan SMA Negeri 1 Sedayu yang menerapkan kurikulum 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh: Ira Satria NIM: 131334113
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(2)
(3)
(4)
iv
PERSEMBAHAN
Mama yang Selalu Menjadi Inspirasiku
Maria Wismanti
Kakak tersayang
Rafika Putri Utami
Semua orang yang senantiasa menyebut namaku dalam doanya
Semua orang yang memberikan dukungan selama kuliah
Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku, Universitas Sanata Dharma
(5)
v MOTTO
Iman, Pengharapan, Kasih, dan Pelayanan
Kesanggupanku adalah pekerjaan Allah. Syukur kepada Allah
(6)
(7)
(8)
viii ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATERI AKUNTANSI
DENGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN EFIKASI DIRI Survei pada Siswa Kelas XII IIS
di SMA Negeri 1 Sewon dan SMA Negeri 1 Sedayu yang menerapkan kurikulum 2013
Ira Satria
Universitas Sanata Dharma 2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan efikasi diri siswa. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilaksanakan pada Bulan Januari 2017 sampai dengan Bulan Maret 2017. Dari populasi 464, diambil sampel 213 dengan teknik Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan Korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat hubungan positif signifikan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa, kategori lemah. Angka probabilitas 0,000 (r tabel = +0,235; Sig.(1-tailed) < 0,01); 2) terdapat hubungan positif antara tigkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan efikasi diri siswa, kategori lemah. Angka probabilitas 0,000 (r tabel = +0,352; Sig.(1-tailed) < 0,01).
(9)
ix ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN ACTIVE LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING WITH CREATIVE THINKING SKILL AND
SELF ABILITY ASSESMENT
A Survey on the Twelfth Grade Students of Social Sciences Department of Senior High School 1 Sewon and Senior High School 1 Sedayu
which Apply 2013 Curriculum
Ira Satria
Sanata Dharma University 2017
This research aims to find out the positive correlation between: 1) the fulfillment level of active learning in accounting and student‟s creative thinking skill; 2) the fulfillment level of active learning in accounting and student‟s self ability assesment. This study is a correlational research that was conducted from January 2017 to March 2017. The population were 464 students. The samples were 213 taken by Cluster Sampling‟s technique. Data were collected by questionnaires and analyzed by using Spearman‟s Correlation.
The result of this research shows that: 1) there is a significant and positive correlation between fulfillment level of active learning in accounting and student‟s creative thinking skill. It belongs to a weak category. The probability number is 0,000 (r chart = +0,235; Sig.(1-tailed) < 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of active learning in accounting and student‟s self ability assesment. It belongs to a weak category. The probability number is 0,000 (r chart = +0,352; Sig.(1-tailed) < 0,01).
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas rahmat yang diberikan kepada saya untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dengan Keterampilan Berpikir Kreatif dan Efikasi Diri” ini dengan lancar. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Banyak pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing saya yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, memotivasi, mendoakan, dan memberi nasihat kepada saya selama penyusunan skripsi.
4. Para Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing saya selama belajar di Universitas Sanata Dharma.
(11)
xi
5. Staf Kesekretariatan Prodi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi dan para petugas di BAA yang telah melayani saya untuk mengurus administrasi.
6. Bapak Markus Sukmono, Romo Agus, Romo Kun, dan Romo Yudi, yang telah membantu saya untuk dapat menerima Beasiswa Bidik Misi, juga Bruder Sarju dan Pak Tri di LKM Universitas Sanata Dharma yang telah membantu saya dalam hal administrasi beasiswa dan juga memberi bantuan dana penyelesaian tugas akhir.
7. Mama Maria Wismanti dan Kakak Rafika Putri Utami.
8. Teman-teman satu bimbingan skripsi: Kornel, Deddy, Mandala, Monel, Ria, Irma, Iren, Agnes, Leni, Manda, Yeri, dan Kak Desi. 9. Teman-teman di Grup Sodarah: Ayuk, Stepi, Anas, dan Korel.
10.Romo Aloysius Dany Raditya, MSF. Yang berkenan meminjamkan sebuah laptop untuk saya selama kuliah tiga tahun terakhir hingga selesainya skripsi ini.
11.Semua pihak yang membantu dan memberikan semangat kepada saya dalam menyusun skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu.
Semoga rahmat Tuhan senantiasa menaungi hidup anda sekalian. Kesanggupanku adalah pekerjaan Allah, syukur kepada Allah.
(12)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. RumusanMasalah ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN TEORETIK ... 6
A. Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif ... 6
B. Keterampilan Berpikir Kreatif ... 23
C. Efikasi Diri ... 31
D. Kurikulum 2013 ... 50
E. Kerangka Berpikir ... 51
(13)
xiii
BAB III METODE PENELITIAN... 55
A. Jenis Penelitian ... 55
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 55
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 56
D. Populasi dan Sampel ... 56
E. Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel... 60
F. Teknik Pengumpulan Data ... 71
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 72
H. Teknik Analisis Data ... 81
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 86
A. SMA Negeri 1 Sewon ... 86
B. SMA Negeri 1 Sedayu ... 89
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 91
A. Deskripsi Data ... 91
B. Uji Prasyarat Analisis Data ... 96
C. Pengujian Hipotesis ... 97
D. Pembahasan ... 102
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 112
A. Kesimpulan ... 112
B. Keterbatasan ... 113
C. Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 116
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Model Pembelajaran Teacher-centered dan
Student-centered... 12
Tabel 2.2 Prediksi Tingkah Laku Efikasi Diri yang Tinggi atau Rendah Dikombinasikan dengan Lingkungan yang Responsif atau Tidak Responsif... 42
Tabel 3.1 Daftar SMA yang Akan Diteliti Dan Jumlah Peserta Didik Kelas XII IIS... 57 Tabel 3.2 Daftar SMA yang Akan Diteliti Beserta Jumlah Peserta Didik Kelas XII IIS... 59
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Keterlaksanaan Pembelanajan Aktif pada Materi Akuntansi... 62
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 64 Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Efikasi Diri... 65
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi... 74
Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Pertama Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 75
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Kedua Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 77
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Ketiga Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 77
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Variabel Efikasi Diri... 78
Tabel 3.11 Hasil Uji Reliabilitas... 80
Tabel 3.12 Nilai Presentil PAP Tipe II... 82
Tabel 3.13 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan... 83
Tabel 5.1 Responden Penelitian... 92
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah... 92
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin... 93
Tabel 5.4 Interpretasi Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi... 93
Tabel 5.5 Interpretasi Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 95
Tabel 5.6 Interpretasi Variabel Efikasi Diri... 96
Tabel 5.7 Hasil Uji Normalitas Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dengan Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 97 Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Variabel Keterlaksanaan
(15)
xv
Variabel Efikasi Diri... 98 Tabel 5.9 Hasil Uji Korelasi Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran
Aktif pada Materi Akuntansi dengan Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 99 Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran
Aktif pada Materi Akuntansi dengan Variabel Efikasi Diri... 101
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian ... 119
Lampiran II Data Siswa SMA Negeri dan Swasta Kabupaten Bantul ... 130
Lampiran III Data Induk Penelitian ... 132
Lampiran IV Surat Ijin Penelitian ... 149
Lampiran V Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian ... 156
Lampiran VI Uji Validitas ... 159
Lampiran VII Uji Reliabilitas ... 164
Lampiran VIII Uji Normalitas ... 166
Lampiran IX Uji Korelasi Spearman ... 168
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dewasa ini, pendidikan menjadi suatu hal yang fundamental bagi kehidupan seseorang. Melalui pendidikan yang baik, maka akan baik pula pola pikir dan sikap seseorang. Pendidikan yang baik terbentuk dari pola dan sistem pendidikan yang baik pula. Dewasa ini, sistem pembelajaran yang baik dalam penerapannya melibatkan partisipasi siswa aktif dan guru tidak mendominasi dalam proses pembelajaran tersebut. Sistem pembelajaran aktif tidak hanya melibatkan guru dan siswa, melainkan juga lingkungan sekitar tempat belajar dan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam penerapan sistem pembelajaran aktif siswa tidak hanya menggunakan buku sebagai sumber belajar, sehingga tidak ada lagi apa yang sering kita dengar, yaitu CBSH atau Catat Buku Sampai Habis. Saat ini sudah banyak sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif pada berbagai tingkat di kelas menantang siswa belajar lebih cerdas, percaya diri, dan kreatif.
Guru menggunakan taktik pengajaran sedemikian rupa sehingga memberikan pengaruh terhadap potensi siswa. Taktik-taktik tersebut sebagian besar ada dalam strategi paling efektif dan memberikan kesempatan bagi siswa secara seimbang untuk melibatkan pikirannya secara teratur selama berada di
(18)
kelas dan di sekolah. Penggunaan taktik pengajaran melibatkan pikiran siswa dan memungkinkan mereka mengubah apa yang mereka pelajari dari hal pasif menjadi hal aktif, di mana siswa bertindak sebagai penghasil ilmu pengetahuan. Dari situlah daya berpikir kreatif siswa mulai muncul. Pada tingkat yang lebih tinggi, pembelajaran aktif memanfaatkan keterlibatan proses berpikir siswa dalam mengumpulkan informasi baru, melahirkan ide baru, dan menerapkan ilmu yang dimiliki. Maka dari itu diharapkan pemikiran siswa semakin berkembang dan mampu memunculkan ide lain ketika mereka tidak mampu mengerjakan sesuatu dengan satu cara. Dengan demikian secara tidak langsung kemampuan berpikir mereka akan semakin terasah.
Dalam pembelajaran aktif, pembelajaran melibatkan siswa dalam tugas praktis dan kooperatif sesuai dengan tujuan yang diharapkan (goals) dan sasaran kurikulum. Biasanya dibentuk kelompok-kelompok siswa dengan tugas dan peran tertentu, siswa berpartisipasi aktif, diuji pemahamannya, diukur peranan dan pengetahuan yang diperoleh siswa, dan menempatkan ruang gerak yang sesuai bagi siswa. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, dalam diri siswa akan tertanam suatu keyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Tanpa keyakinan bahwa siswa mampu melaksanakan tugas dengan baik, berarti sama saja dengan tidak adanya dorongan dari dalam diri untuk melaksanakan tugas. Interaksi selama proses pembelajaran yang bukan termasuk jenis pembelajaran aktif terbilang cukup minim. Siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengalami kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama proses pembelajaran aktif, misalnya melihat teman
(19)
lain mengemukakan pendapat, berdiskusi dalam kelompok, presentasi, dan lain sebagainya. Proses pembelajaran aktif juga melibatkan lingkungan belajar. Lingkungan belajar yang pastif tidak mampu mengubah cara pandang siswa. Maka dengan kata lain, tidak terdapat stimulus bagi siswa untuk memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
Selama pengamatan yang dilakukan melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 7 Yogyakarta, terbukti bahwa melalui pembelajaran yang aktif, para siswa merasa terpancing untuk mampu melakukan apa yang dilakukan oleh teman-temannya, misalnya bertanya, menjawab pertanyaan, memperhatikan dengan serius, fokus, dan bersedia mengikuti alur pembelajaran. Ketika pembelajaran di luar kelas (outdoor class) berlangsung, sangat terasa aura positif. Yang dimaksud dengan aura positif disini adalah siswa aktif, bersemangat, senang, dan tidak bermalas-malasan selama outdoor class berlangsung. Ketika mengalami kesulitan, mereka bertanya, hingga pada akhirnya muncul ide-ide yang cemerlang untuk memecahkan suatu kasus.
Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan di atas, maka dari itu peneliti merasa bahwa “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dengan Keterampilan Berpikir Kreatif dan Efikasi Diri” penting untuk diteliti.
(20)
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat diidentifikasi bahwa siswa yang tidak mengalami proses pembelajaran aktif kurang memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir kreatifnya dan kurang memiliki dorongan untuk memiliki suatu keyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Keberhasilan pencapaian kompetensi satu mata pelajaran bergantung kepada beberapa aspek. Salah satu aspek yang sangat mempengaruhi adalah proses pembelajaran yang digunakan. Melalui pembelajaran aktif, diharapkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran akan lebih baik, pola pikirnya berkembang, dan memiliki kepercayaan diri.
C.Batasan Masalah
Terdapat faktor yang diduga memiliki hubungan terhadap keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri. Faktor tersebut adalah keterlaksanaan pembelajaran aktif.
D.Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa?
2. Apakah terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan efikasi diri siswa?
(21)
E.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa.
2. Untuk mengetahui hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan efikasi diri siswa.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya:
1. Para tenaga pendidik dan para calon guru untuk dapat memperoleh informasi mengenai bagaimana cara melakukan proses pembelajaran aktif untuk dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri para siswa.
2. Para siswa untuk dapat mengasah keterampilan berpikir kreatif melalui proses pembelajaran aktif dan meningkatkan rasa percaya diri bahwa diri mereka masing-masing mampu untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
(22)
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif 1. Definisi keterlaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008: 774), kata „keterlaksanaan‟ berasal dari kata dasar „terlaksana‟ yang artinya sudah (dapat) dilaksanakan. Kata „terlaksana‟ sendiri berasal dari kata dasar „laksana‟ yang berarti tanda yang baik, sifat, laku, perbuatan, maupun seperti. Kata „terlaksana‟ tersebut kemudian mendapat imbuhan ke-an sehingga menjadi kata „keterlaksanaan‟. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan adalah suatu kegiatan yang telah dilaksanakan atau suatu proses yang sudah dilalui.
2. Pembelajaran
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai (Kokom, 2010: 3) suatu sistem atau proses pembelajaran subjek didik/ pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/ pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
3. Sistem pembelajaran aktif
Menurut Hollingsworth dan Gina Lewis dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Aktif (2008: viii-ix), siswa belajar secara aktif
(23)
ketika mereka secara terus-menerus terlibat, baik secara mental ataupun secara fisik. Pembelajaran aktif itu penuh semangat, hidup, giat, berkesinambungan, kuat, dan efekif. Pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi ketika siswa bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman yang dialami. Pelajaran yang disertai dengan strategi-strategi membuat siswa siaga dan terlibat dalam pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif bisa bersifat mental dan juga fisik. Tidak terdapat suatu definisi tunggal yang disepakati dalam mendefinisikan sistem belajar aktif, namun beberapa ahli telah memberikan kontribusinya, antara lain adalah pendapat Silberman yang dikutip oleh Dermawan Wibisono dalam bukunya Active Learning with Case Method (2014: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu hal yang aktif, mahasiswa melakukan sebagian besar dari aktivitas itu. Mereka menggunakan otak mereka, mempelajari ide, memecahkan masalah, dan menerapkannya saat mereka belajar. Belajar secara aktif merupakan cara belajar yang lebih cepat, menyenangkan, sangat mendukung dan secara personal menjadi lebih erat.
Sementara itu Glasgow dalam Wibisono (2014: 2) mengemukakan bahwa pembelajar yang aktif secara energik akan berusaha mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar untuk pembelajaran mereka sendiri. Aturan yang lebih dinamis digunakan untuk memutuskan bagaimana dan apa yang mereka butuhkan untuk tahu, apa yang seharusnya bisa mereka lakukan, dan bagaimana cara melakukan hal tersebut. Sedangkan Bonwell,
(24)
Charless, dan Elison dalam Wibisono (2014: 2) menyatakan bahwa strategi untuk mempromosikan active learning didefinisikan sebagai aktivitas instruksional yang melibatkan mahasiswa dalam mengerjakan sesuatu dan mereka berpikir tentang apa yang mereka kerjakan tersebut. Sedangkan dalam UC Davis TAC Handbook University of California dalam Wibisono (2014: 2) definisi active learning adalah sebuah pendekatan untuk belajar yang melibatkan mahasiswa menggunakan cara mereka sendiri sebagai gurunya.
Pendekatan untuk belajar secara aktif merupakan antitesis dari model pembelajaran lama, di mana Freire dalam Wibisono (2014: 2) mengemukakan tentang konsep belajar “perbankan”. Dalam konsep perbankan, belajar adalah sistem satu arah yang merupakan transfer pengetahuan dari instruktor kepada mahasiswa. Informasi dikumpulkan dan disimpan oleh mahasiswa yang akan mengambilnya saat ditanya tentang informasi tersebut. Pengetahuan dalam konsep perbankan adalah lengkap dan merupakan produk yang terbatas (finite). Mahasiswa dalam model seperti ini mengingat fakta dan proses perhitungan tetapi tidak mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Sistem belajar aktif atau active learning systems merupakan strategi yang meningkatkan kedekatan mahasiswa dengan materi dan membuat mereka selaras dengan tujuan dari proses belajar. Menurut Mayers dan Jones (Wibisono, 2014: 3), sistem belajar aktif bermula dari teori yang berdasarkan dua asumsi dasar, yaitu pertama, bahwa belajar secara alami adalah usaha keras yang harus
(25)
dilakukan secara aktif dan kedua, tiap orang berbeda cara belajarnya. Oleh karena itu, sistem belajar aktif dapat dilihat jika dalam sistem yang diterapkan, siswa terlibat lebih aktif daripada hanya sekedar mendengarkan.
Bonwell dan Elison (Wibisono, 2014: 2) menyatakan bahwa keterlibatan secara aktif dapat berupa dalam dialog, dalam perdebatan masalah yang sedang dikaji, menulis dan memecahkan permasalahan yang dipecahkan, serta berpikir dalam level yang lebih tinggi. Hal ini dipicu dengan pertimbangan bahwa berdasarkan pengalaman yang lama diketahui, tipe aktivitas yang membuat seorang mahasiswa dapat belajar lebih efektif diantaranya melalui bekerja dalam kelompok kecil, melakukan presentasi dan debat, melaksanakan permainan peran (role playing), mempelajari permainan (games), pengalaman praktik di
lapangan, studi kasus, diskusi kelas, dan mengerjakan simulasi. 4. Alasan diperlukannya sistem pembelajaran aktif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dale (Wibisono, 2014: 4), dikemukakan bahwa dalam cone of learning atau kerucut pembelajaran, 10% orang akan mengerti apa yang dibacanya, dengan mendengar, seseorang akan 20% mengerti apa yang didengarnya, dengan melihat, orang akan mengerti 30% yang dilihatnya, dengan melihat dan mendengar suatu objek, maka seseorang akan 50% mengerti apa yang didengar dan dilihatnya, dengan berpartisipasi dalam diskusi, seseorang akan mengerti 70% yang diucapkannya, dan dengan mengerjakan dalam
(26)
kondisi nyata, seseorang akan mengerti 90% apa yang dikatakan dan dikerjakannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mc Keachie dan Silberman (Wibisono, 2014: 5), dengan sistem belajar aktif, maka tingkat perulangan (retention level) yang dilakukan akan meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, sistem belajar aktif menurut penelitian dari Johnson dan kawan-kawan (Wibisono, 2014: 5) akan menghasilkan pencapaian hasil belajar yang lebih tinggi, membina hubungan yang lebih positif, dan menyebabkan proses penyesuaian yang secara psikologis lebih sehat. Lebih jauh, Dawey (Wibisono, 2014: 5) menyatakan bahwa pengalaman individual dan proses kolaborasi yang dilakukan dengan pihak lain merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa sekolah pada dasarnya adalah sebuah institusi sosial. Pendidikan adalah sebuah proses sosial. Oleh karena itu, pendidikan merupakan proses hidup, bukan proses persiapan untuk hidup.
Dengan nada yang sama, Benjamin Bloom (Wibisono, 2014: 5) melihat pendidikan sebagai suatu hal mencapai tujuan, bukan untuk saling berkompetisi. Oleh karena itu, mengakui keberagaman individu dan lingkungan dalam proses belajar adalah krusial. Terdapat beberapa aktivitas sebagai bentuk dari proses belajar aktif, diantaranya pemetaan pola pikir (mind maps), role playing, belajar dengan menggunakan games, memecahkan masalah atau studi kasus, belajar kelompok secara kolaboratif, sesi mengkaji ulang, goal-setting and attainment, belajar dari jurnal, melakukan presentasi materi yang telah dipelajari, menciptakan
(27)
lagu, puisi, program iklan radio atau televisi, dan menggunakan konsep kunci yang telah dipelajari dalam aktivitas sehari-hari.
Sliberman (Wibisono, 2014: 7) menyatakan bahwa untuk belajar sesuatu dengan baik, akan sangat membantu untuk mendengarkan materi, melihat materi, menanyakan materi tersebut, dan mendiskusikan materi, dan „mengerjakannya‟, yaitu memahami sesuatu berdasarkan pemahaman mereka sendiri, menumbuhkan dengan contoh, mencoba dengan keterampilan mereka, menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki atau telah mereka peroleh. Untuk dapat belajar secara aktif diperlukan variasi cara proses pemberian materi, sehingga materi lebih mampu terserap dan pengajaran di dalam kelas tidak lagi menjadi monopoli. Maka dari itu, perlu diperkaya dengan perjalanan ke lapangan (field trip), diskusi dalam kelompok, observasi yang sesuai, penggunaan laboratorium simulasi, internship ke perusahaan, dan studi kasus.
5. Model pembelajaran
Terdapat dua model pembelajaran yang saat ini dianut oleh sistem pendidikan, yaitu guru/ dosen sebagai pusat (teacher-centered) dan murid/ mahasiswa sebagai pusat (student-centered). Perbandingan kedua sistem pembelajaran tersebut dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini (Wibisono, 2014: 15-16):
(28)
Tabel 2.1
Perbandingan Model Pembelajaran Teacher-centered dan Student-centered
No Aspek
Dosen sebagai Pusat
Mahasiswa sebagai Pusat
1. Proses belajar
Cara Mengajar adalah bercerita (teaching is telling).
Mahasiswa secara aktif dilibatkan dalam diskusi dan pemikiran yang dilakukan.
Tujuan Mentransfer informasi.
Proses belajar merupakan
pertukaran aktivitas (learning as shared activities). Saling berbagi informasi, mengaktifkan semua peserta untuk berpikir.
Subjek Dari seorang ahli kepada orang yang baru di bidang tersebut (from expert to novices).
Pengetahuan merupakan
akumulasi dari milik semua peserta dan pengajar. Merupakan hasil akhir dari sebuah proses pendidikan (true ends of education). Interaksi
pengajar dan yang diajar
Sedikit sekali. Sangat intens.
Interaksi antar mahasiswa
Tidak ada sama sekali.
Terjadi interaksi aktif, diskusi, dan debat.
(29)
No Aspek
Dosen sebagai Pusat
Mahasiswa sebagai Pusat
2. Kekura -ngan
Kognitif Tidak dapat menggabungkan isu yang sedang dibahas dengan isu lain. Sangat miskin dalam perulangan yang dilakukan. Jadi, informasi hanya sekali dengar setelah itu lewat, karena tidak ada perulangan.
Dapat
menggabungkan antara fenomena yang sedang dibahas dengan pengalaman yang terjadi di lapangan saat ini.
Filosofi Pengetahuan
adalah inti dari proses
pembelajaran (knowledge is core of learning).
Di samping
pengetahuan, proses belajar dan interaksi aktif antar peserta dan instruktur merupakan inti dari proses pembelajaran. Pragmatis Mahasiswa bisnis
tidak menyukainya.
Mahasiswa menyukainya. 3.
Peruba-han
Keseimba-ngan kekuatan (balance of power).
Dari pengajar ke mahasiswa.
Tempat perhatian (attention locus).
Dari isi (content) ke arah proses (process).
Keteram- pilan instruksio-nal.
Pernyataan (declaration) atau penjelasan (explanation) ke arah mempertanyakan (questioning: why, so what), mendengarkan (listening) dan merespons (responding).
(30)
Dari tabel di atas dikemukakan perbedaan yang signifikan terjadi karena pergeseran dan perubahan fokus pusat pembelajaran yang semula ada di tangan dosen, di mana dosen berdiri di depan kelas membawakan monolog dari teori maupun pengalamannya, sedangkan mahasiswa hanya menjadi pendengar yang baik (pasif), membuat dosen harus mengorkestrasi sehingga kelas menjadi hidup. Dalam sistem pembelajaran aktif tidak ada lagi mahasiswa yang menyerahkan teman lain untuk berpendapat. Setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk ditunjuk mengemukakan argumentasinya. Bahkan dalam sistem kasus ekstrem yang dibangun, jika dalam tiga kali pertemuan mahasiswa tersebut hanya berdiam diri dan tidak mempersiapkan diri, maka sang mahasiswa diminta keluar ruangan untuk meng-upgrade dahulu pengetahuannya dengan membaca kasus yang sudah dibagikan, atau bahkan mungkin membaca teori dalam buku-buku teks yang sudah dinyatakan di awal kuliah. Tampak bahwa segala aspek memiliki perbedaan dan menuntut perubahan sikap, pola pikir, dan tindakan demi suksesnya pembelajaran aktif yang diharapkan.
Selama proses pembelajaran aktif, seseorang akan tergembleng mentalnya karena selalu beradu argumentasi dengan kawan sekelasnya, mampu mengendalikan emosi, dan mampu membangkitkan emosi kawan debatnya untuk memperkaya pemikiran, serta secara lingkungan dapat mengerti dan menyelami kawan sekelompok, aspek perilakunya dapat diperbaiki dengan kerja sama kelompok, bahkan secara fisik pun mampu
(31)
melaksanakan tugas secara terlatih karena harus membaca, menulis laporan, dan sebagainya dalam batas waktu yang tersedia. Dengan proses pembelajaran aktif, diharapkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik semakin berkembang. Melalui strategi pembelajaran yang aktif ini, diharapkan akan tumbuh dan berkembang segala potensi yang mereka miliki dan pada akhirnya dapat mengoptimalkan hasil belajar. 6. Ciri dari pembelajaran aktif
Beberapa ciri dari pembelajaran yang aktif sebagaimana dikemukakan dalam panduan pembelajaran model ALIS (Hamzah, 2015: 75) adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran berpusat pada siswa. Suasana yang mestinya tercipta dalam proses pembelajaran adalah bagaimana siswa yang belajar benar-benar berperan aktif dalam belajar.
b. Pembelajaran terkait dengan kehidupan nyata. Dalam hal ini diperlukan kemampuan untuk mengaitkan pelajaran dengan nila-nilai kehidupan.
c. Pembelajaran mendorong anak untuk berpikir tingkat tinggi. Keanekaragaman kegiatan dalam proses pembelajaran seperti diskusi, debat, dan presentasi dapat mendorong anak untuk berpikir tingkat tinggi.
d. Pembelajaran melayani gaya belajar anak yang berbeda-beda. Model-model pembelajaran yang beraneka ragam digunakan sebagai sarana untuk mengatasi gaya belajar anak yang berbeda-beda.
(32)
e. Pembelajaran mendorong anak untuk berinteraksi multi arah (siswa-guru). Dalam hal ini, diharapkan terjadi dialog yang interaktif antara siswa dan siswa, siswa dan guru, atau siswa dan sumber belajar lainnya.
f. Pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai media atau sumber belajar. Dalam hal ini, siswa perlu lingkungan belajar yang aman dan penuh perhatian supaya mereka bisa berpikir dan belajar (Hollingsworth dan Lewis, 2008: vii).
g. Penataan lingkungan belajar memudahkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Lingkungan dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang kreatif, efektif, dan menarik.
h. Guru memantau proses belajar siswa. Guru hanya sebagai fasilitator selama proses pembelajaran berlangsung.
i. Guru memberikan umpan balik terhadap hasil kerja anak. Guru memberikan penguatan maupun kritik yang membangun apabila terjadi miskonsepsi.
Untuk menciptakan pembelajaran aktif, beberapa penelitian (Hamzah, 2015: 76) menemukan salah satunya adalah anak belajar dari pengalamannya, selain anak harus belajar memecahkan masalah yang dia peroleh. Anak-anak dapat belajar dengan baik dari pengalaman mereka. Mereka belajar dengan cara melakukan, menggunakan indera mereka, menjelajahi lingkungan, baik lingkungan berupa benda, tempat serta peristiwa-peristiwa di sekitar mereka. Mereka belajar dari pengalaman
(33)
langsung dan pengalaman nyata (menulis surat untuk temannya, menanam bunga, mengukur benda-benda di sekitar, dan sebagainya) maupun juga belajar dari bentuk-bentuk pengalaman yang menyentuh perasaan mereka (seperti membaca buku, melihat lukisan, menonton TV atau mendengarkan radio). Keterlibatan yang aktif dengan objek-objek ataupaun gagasan-gagasan, menganalisa, menyimpulkan, dan menemukan pemahaman konsep baru dan mengintegrasikannya dengan konsep yang sudah mereka ketahui sebelumnya.
Anak-anak juga belajar dengan baik dan memahami bila apa yang dipelajari terkait dengan apa yang sudah diketahui dan metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan gaya belajar mereka (gaya belajar mendengarkan, melihat, dan bergerak atau melakukan) dan kecerdasan yang mereka miliki seperti bahasa, musik, gerak, logika, antar pribadi, dan interpribadi. Strategi pembelajaran yang aktif dalam proses pembelajaran adalah siswa diharapkan aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran untuk berpikir, berinteraksi, berbuat untuk mencoba, menemukan konsep baru atau menghasilkan suatu karya. Sebaliknya, anak tidak diharapkan pasif menerima layaknya gelas kosong yang menunggu untuk diisi. Siswa bukanlah gelas kosong yang pasif yang hanya menerima kucuran ceramah sang guru tentang pengetahuan atau informasi sebagaimana yang digambarkan di atas.
(34)
7. Indikator-indikator keterlaksanaan pembelajaran aktif (Zulfahmi, 2013: 278-284)
a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran aktif adalah proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (students center) dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui berbagai kegiatan, seperti diskusi, debat, dan presentasi. Oleh karena itu peran guru selama proses pembelajaran aktif berlangsung perlu diminimalisir. Guru hanya sebagai fasilitator siswa selama proses pembelajaran aktif berlangsung, dengan artian guru tidak mendominasi, melainkan para siswa yang mendominasi proses pembelajaran aktif tersebut.
b. Didasarkan atas tujuan yang jelas
Tujuan dalam pembelajaran aktif wajib disampaikan oleh guru kepada seluruh siswa sebelum pelajaran dimulai. Tujuan pembelajaran tersebut juga tertulis dalam RPP yang dibuat oleh guru sebagai tuntunan melaksanakan proses mengajar. Tujuan dibuat berdasarkan hal apa yang ingin dicapai atau harus dikuasai oleh peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung, sehingga tujuan tersebut harus jelas.
c. Bersifat pemecahan masalah
Dalam proses pembelajaran aktif terdapat berbagai macam kegiatan yang bersifat pemecahan masalah. Salah satu diantaranya adalah diskusi kelompok untuk menyelesaikan suatu kasus. Dalam diskusi kelompok tersebut siswa secara bersama-sama dalam
(35)
kelompoknya bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru. Maka dari itu keterampilan berpikir siswa dalam rangka penyelesaian masalah dapat diasah salah satunya dengan melalui kegiatan tersebut.
d. Mengoptimalkan kegiatan penemuan
Dalam proses pembelajaran aktif siswa memiliki kesempatan untuk menemukan materi pelajaran sendiri maupun bersama-sama. Kesempatan tersebut dapat diperoleh misalnya melalui kegiatan membaca berbagai macam sumber belajar maupun melalui kegiatan survei yang dilakukan dengan cara terjun langsung di lapangan. Dengan kegiatan tersebut siswa mengalami sendiri kegiatan penemuan tersebut. Apabila dilakukan secara optimal, maka kegiatan penemuan tersebut sangat bermanfaat bagi para siswa, karena biasanya siswa yang menemukan bekal pelajaran dengan sendirinya akan lebih mudah diingat oleh siswa.
e. Memungkinkan siswa mengaitkan pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru
Dalam proses pembelajaran aktif, para siswa mengikuti berbagai kegiatan yang telah ditentukan oleh guru. Berbagai kegiatan tersebut bisa jadi merupakan kegiatan yang belum pernah dialami oleh para siswa. Setelah kegiatan berlangsung biasanya guru mengadakan refleksi singkat. Melalui refleksi tersebut para siswa diajak untuk mengaitkan pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru selama proses
(36)
pembelajaran aktif tadi. Dari situlah para siswa memperoleh pengalaman dan dapat pula mengaitkan pengalaman mereka sehari-hari yang sesuai dengan materi pelajaran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupannya.
f. Memungkinkan adanya perspektif baru pada diri siswa tentang apa yang dipelajari
Para siswa memiliki kesempatan untuk menanyakan berbagai hal yang belum dipahaminya. Para siswa dapat juga megemukakan pendapatnya yang berbeda selama proses pembelajaran aktif bilamana ia memperoleh pemahaman yang berbeda pada waktu mempelajari sumber belajar yang lain. Perspektif yang baru tersebut juga dapat berfungsi untuk menambah pengetahuan para siswa.
g. Memungkinkan berkembangnya konstelasi nilai dan asumsi dari berbagai disiplin ilmu dalam diri siswa
Melalui berbagai kegiatan dalam pembelajaran aktif, para siswa dapat menyadari bahwa nilai-nilai yang dapat dipetik selama proses pembelajaran aktif berlangsung berhubungan dengan keadaan dalam masyarakat. Para siswa menyadari bahwa pelajaran yang sedang dipelajari dapat pula menumbuhkan tanggung jawab dalam dirinya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan materi pelajaran.
(37)
h. Memungkinkan siswa mengembangkan sikap terbuka terhadap hasil pembelajarannya
Melalui proses pembelajaran aktif, para siswa secara tidak langsung terlatih memiliki sikap terbuka. Sikap terbuka tersebut dapat diwujudkan apabila para siswa memiliki rasa percaya diri. Sikap terbuka tersebut dapat dilihat melalui keberanian para siswa untuk mengungkapkan hasil pembelajaran mereka dengan tidak malu-malu. Pengungkapan hasil pembelajaran tersebut dapat menjembatani adanya kegiatan perbaikan apabila hasil yang diraih belum sesuai dengan yang diharapkan.
i. Menggunakan media pembelajaranyang layak
Dalam pembelajaran aktif sebaiknya digunakan media pembelajaran. Media pembelajaran tersebut berguna sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada para siswa dengan cara yang lebih mudah, efisien, dan efektif. Media pembelajaran dibuat sedemikian rupa dan disesuaikan dengan kondisi ruang kelas. Melalui penggunaan media pembelajaran tersebut diharapkan para siswa dapat memahami materi pelajaran dari yang mudah hingga yang sulit untuk dipahami. j. Hanya dimungkinkan jika siswa memiliki kesadaran bahwa dirinya
merupakan subjek yang bertanggung jawab secara mandiri
Para siswa menyadari dan kemudian diharapkan tumbuh rasa tanggung jawab dalam dirinya untuk melaksanakan tugas-tugas yang membantu para siswa untuk mampu memahami materi pelajaran.
(38)
Beberapa kegiatan yang dapat membantu para siswa tersebut diantaranya seperti aktivitas membaca, berdiskusi, mencoba mengerjakan soal-soal, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan secara mandiri maupun berkelompok tergantung pada jenis kegiatan yang dipilih. Para siswa diharapkan memiliki tanggung jawab akan kegiatan-kegiatan tersebut.
k. Melibatkan aktivitas fisik, mental, dan keseluruhan indera
Berbagai macam kegiatan dalam proses pembelajaran aktif melibatkan aktivitas fisik, mental, dan keseluruhan indera. Kegiatan- kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang dipilih dan telah disesuaikan dengan kebutuhan para siswa dan materi pelajaran yang ingin disampaikan. Dengan melibatkan aktivitas fisik, mental, dan keseluruhan indera tersebut diharapkan para siswa lebih bersemangat selama proses pembelajaran aktif berlangsung, sehingga terdapat energi yang positif selama proses pembelajaran.
l. Pembelajaran bukan hanya melibatkan aktivitas belahan otak sebelah kanan namun juga sebelah kiri
Aktivitas kedua belahan otak saling menyatu dan membangun. Dalam metode pembelajaran yang umumnya digunakan dalam pembelajaran aktif cenderung menekankan pada pola kerja otak kiri, misalnya berupa latihan-latihan dan pengulangan. Sementara itu, proses pembelajaran aktif juga menggunakan teknologi terkini. Para siswa yang mengikuti perkembangan teknologi dan menjadikan teknologi
(39)
sebagai sumber belajar lebih banyak melakukan aktivitas dengan belahan otak kanan.
m. Terjadi dalam interaksi sosial yang kondusif dan dinamis
Dalam proses pembelajaran aktif terjadi interaksi antara guru dengan para siswa maupun interaksi antar siswa. Para siswa tidak hanya menerima ceramah dari guru saja. Tidak hanya itu, dalam berbagai kesempatan, para siswa juga dapat berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi tersebut mencegah adanya siswa yang pasif selama proses pembelajaran aktif berlangsung.
n. Adanya umpan balik
Dalam proses pembelajaran aktif terdapat adanya umpan balik. Berbagai cara dilakukan oleh guru untuk memperoleh umpan balik dari para siswa. Umpan balik tersebut dapat diperoleh dengan cara memancing apersepsi para siswa di awal pembelajaran. Umpan balik berbeda dengan penilaian karena umpan balik hanya dimaksudkan untuk mencari informasi sampai dimana para siswa memahami materi yang dibahas.
B. Keterampilan Berpikir Kreatif 1. Definisi berpikir
Berpikir menurut pemahaman umum manusia (Hamzah, 2014: 110) adalah hal esensi menyangkut kemanusiaannya. Esensi, karena berpikir inilah membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengan berpikir,
(40)
manusia dapat menemukan hal-hal baru sehingga secara ekologi dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berpikir menjadi hal utama penyebab manusia terhindar dari kepunahan sampai saat ini. Setiap situasi, setiap perubahan dan setiap keadaan manusia senantiasa berada pada posisi pengendali. Manusia menjadi penentu arah perubahan dan pengendali lingkungannya.
2. Berpikir kreatif
Pengertian berpikir kreatif, terkait dengan kreativitas, berpikir kreatif menghasilkan pemikiran kreatif, dan pemikiran kreatif inilah yang disebut kreativitas. Hilgard dalam Hamzah dkk., (2014, 113) melihat bahwa “berpikir kreatif” sebagai suatu bentuk pemikiran, berusaha menemukan hubungan-hubungan baru, mendapatkan jawaban, metode atau cara-cara baru dalam menanggapi suatu masalah, atau menghasilkan bentuk-bentuk artistik baru. Schwartz mendefinisikan berpikir kreatif adalah menemukan cara baru yang lebih baik untuk mengerjakan segala sesuatu. Berpikir kreatif adalah proses yang digunakan ketika mengajukan suatu gagasan baru. Kriteria baru itu bergantung pada pandangan individu, kelompok ataupun masyarakat di sekitarnya. MacKinnon (Hamzah, 2014: 113) menyatakan tiga syarat penting dari berpikir kreatif, yaitu melibatkan respon atau gagasan yang baru, dapat memecahkan persoalan secara realistis, dan mempertahankan insight yang orisinil. Kebaruan, realistis, dan orisinalitas menjadi syarat penting dalam berpikir kreatif.
(41)
Sebagai bentuk pemikiran, berpikir kreatif berusaha menghasilkan sesuatu yang baru melalui penggabungan baru dari unsur-unsur yang telah ada dalam pikiran seseorang melalui sebuah proses. Proses berpikir ini menurut teori Walls (Hamzah, 2014; 113) terdiri dari empat tahap, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
a. Tahap persiapan
Tahap persiapan yaitu tahap berpikir kreatif dengan mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar bepikir, mencari jawaban, bertanya, atau berdiskusi dengan orang lain. b. Tahap inkubasi
Tahap inkubasi atau pengeraman adalah tahap berpikir kreatif dengan seakan-akan melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapi.
c. Tahap iluminasi
Tahap iluminasi adalah tahap berpikir kreatif degan munculnya gagasan baru sebagai pemecah masalah. Dalam tahap ini muncul pikiran atau gagasan yang dapat digunakan sebagai dasar pemecah masalah atau suatu pandangan baru yang dibutuhkan untuk membuka wawasan.
d. Tahap verifikasi
Tahap verifikasi adalah tahap berpikir kreatif berupa pengujian atau pengembangan atas ide atau kreasi baru. Pada tahap ini akan diperoleh apakah gagasan dapat dilaksanakan atau tidak.
(42)
Guilford (Hamzah, 2014: 114) berdasarkan penelitian-penelitiannya yang luas dalam bidang kreativitas, menekankan bahwa keberhasilan dalam performance kreatif ditentukan oleh aspek-aspek intelektual ataupun aspek-aspek kepribadian individu. Menurutnya ciri-ciri kognitif (intelektual) yang perlu dimiliki atau dikembangkan adalah:
a. Kepekaan atau sensitivitas dalam pengamatan, kemampuan untuk melihat masalah, yaitu dapat melihat kekurangan, kelemahan, dan kesalahan pada suatu objek.
b. Kelancaran dalam berpikir yaitu kemampuan mencetuskan banyak gagasan atau ide yang mengarah pada pencapaian tujuan atau penyelesaian masalah.
c. Fleksibilitas dalam berpikir yaitu kemampuan memberikan banyak ide-ide yang mencerminkan fleksibilitas dalam pemikiran bebas dari kekakuan.
d. Originalitas yaitu kemampuan memberikan jawaban atau gagasan yang luar biasa, yang jarang diberikan oleh orang lain.
e. Redefinition yaitu kemampuan memberi arti atau perumusan baru pada objek untuk dapat menggunakannya (atau bagian-bagiannya) dengan cara-cara yang baru.
f. Elaborasi yaitu kemampuan mengembangkan suatu ide, konsep, atau objek.
(43)
Akbar dkk., (Hamzah, 2014: 112) menyebutkan lima ciri berpikir kreatif yang terdiri dari:
a. Berpikir lancar
1) Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, dan penyelesaian masalah. 2) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. 3) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
b. Berpikir luwes
1) Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi. 2) Melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda.
3) Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda. 4) Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. c. Berpikir rasional
1) Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
2) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. 3) Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur. d. Merinci atau mengelaborasi
1) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.
2) Menambah atau merinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik.
(44)
e. Menilai
1) Menentukan patokan penilaian sendiri dan dapat menentukan kebenaran pertanyaan, rencana atau tindakan.
2) Mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka. 3) Dapat melaksanakan gagasannya.
Jelaslah bahwa berpikir kreatif terkait dengan aturan dan kondisi.
Dari teori dan definisi di atas, maka yang dimaksud dengan berpikir kreatif adalah bentuk pemikiran individu melalui tahapan-tahapan berpikir. Tahapan-tahapan berpikir tersebut berupa persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi, untuk menemukan hubungan-hubungan baru, jawaban, dan metode baru dalam menanggapi suatu persoalan untuk memecahkan masalah. Ciri-cirinya adalah adanya kepekaan dalam pengamatan, kelancaran berpikir, keluwesan berpikir, keaslian berpikir, mendefiniskan kembali, menguraikan, menilai, minat, ketaatan pada aturan, menerima hal-hal baru, mengkhayal, percaya diri sendiri, dan bertindak.
3. Indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif (Uno, 2014: 114-116) a. Kelancaran berpikir
Seseorang mungkin memiliki berbagai gagasan, jawaban, dan penyelesaian masalah. Ia memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. Selain itu ia selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
(45)
b. Keluwesan berpikir
Orang yang berpikir luwes biasanya menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi. Mereka melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda. Biasanya mereka mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda dan mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
c. Rasional berpikir
Seseorang yang berpikir rasional mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik. Mereka memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. Mereka juga membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
d. Elaborasi
Merinci atau mengelaborasi maksudnya adalah mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. Selain itu mengelaborasi juga memiliki makna menambah atau merinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik. e. Menilai
Menilai yaitu menentukan patokan penilaian itu sendiri dan dapat menentukan kebenaran pertanyaan, rencana, atau tindakan. Menilai berarti mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, dan dapat melaksanakan gagasannya.
(46)
f. Imajinatif
Memikirkan beberapa alternatif dalam melakukan suatu penyelesaian masalah. Seseorang yang imajinatif menggunakan imajinasinya (berkhayal). Berimajinasi juga melibatkan kemampuan kognitif.
g. Keaslian berpikir
Seseorang yang memiliki keaslian berpikir berarti orang tersebut mampu memunculkan suatu gagasan dari hasil pemikirannya sendiri. Gagasan tersebut dapat dibagikan kepada orang lain sebagai suatu informasi.
h. Menghadapi tantangan
Ketika terlibat dalam suatu permasalahan, seseorang yang kreatif tidak akan lari dari permasalahan yang dihadapi. Beberapa hal dilakukannya untuk menghadapi permasalahan tersebut. Mereka tidak menyerah atau mundur, melainkan memiliki sikap berani menerima suatu tantangan.
i. Ingin tahu
Ingin tahu adalah suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Rasa ingin tahu ini juga berkaitan dengan KEPO (Knowing Every Particular Objects).
(47)
j. Berani mengambil resiko
Sering kali seseorang dihadapkan pada suatu tantangan dalam hidupnya. Seseorang yang berani mengadapi tantangan juga sebaiknya memiliki sikap berani mengambil resiko atas keputusan yang dibuatnya. k. Menghargai
Menghargai diartikan sebagai memiliki toleransi dan berbesar hati menerima apa yang dilakukan atau dikerjakan oleh orang lain. Hal ini akan lebih baik apabila seseorang juga mampu mengapresiasi apa yang telah diperbuat orang lain.
l. Memiliki prinsip
Prinsip juga berarti pendirian. Seseorang yang memiliki prinsip berarti memiliki suatu keyakinan yang dipegang teguh dan tidak mudah goyah dalam hidupnya. Biasanya suatu prinsip tidak akan dilanggar.
C. Efikasi Diri 1. Efikasi diri
Menurut Alwisol (2009: 287), efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan
(48)
kenyataan hasilnya), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan sendiri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
Keadaan para masyarakat dewasa ini mengalami kemajuan informasi yang luar biasa, sosial, dan transformasi teknologi yang luar biasa. Perubahan sosial bukanlah hal baru dalam rangkaian sejarah, tetapi hal apa yang baru adalah langkah yang besar dan cepat dari sejarah tersebut. Siklus yang cepat dari perubahan drastis tersebut membutuhkan adanya pribadi yang secara terus-menerus ada dan pembaharuan-pembaharuan sosial. Kenyataan-kenyataan yang menantang tersebut menempati posisi pada pengertian orang-orang mengenai efikasi untuk membentuk masa depan mereka. Orang-orang bersikap proaktif, makhuk hidup dengan ambisi yang kuat yang mempunyai andil untuk membentuk hidup mereka sendiri dan sistem-sistem sosial yang mengorganisasikan, menuntun, dan mengatur hubungan-hubungan sosial mereka (Bandura, 1997: vii).
Menurut Schooler, efikasi diri terkadang digunakan dengan tidak tepat oleh seorang individu (Bandura, 1997: 32-33). Efikasi diri dinilai bukan berdasarkan penghormatan untuk individu, tetapi karena sebuah pendirian yang kuat dari efikasi diri sangatlah penting untuk berhasilnya penyesuaian diri dan perubahan dari apa yang diraihnya secara individual
(49)
maupun secara berkelompok dengan cara berkontribusi melalui kemampuan-kemampuannya untuk menggunakan kemampuan terbaiknya secara bersama-sama. Efikasi diri prihatin dengan ketidakmampuan seseorang. Efikasi diri memiliki peran yang sangat penting dalam teori sosial kognitif karena efikasi diri berperan di atas faktor-faktor lain yang menentukan. Dengan mempengaruhi pilihan aktivitas-aktivitas dan tingkat motivasi, kepercayaan terhadap efikasi diri memberi kontribusi penting terhadap penambahan struktur dimana keterampilan-keterampilan ditemukan (Bandura, 1997: 35).
Orang yang berbeda dengan keterampilan yang sama, atau orang yang sama dengan dengan keadaan yang berbeda, mungkin dapat melakukan sesuatu dengan kurang baik, dengan baik, ataupun dengan sangat baik, tergantung pada fluktuasi tingkat kepercayaan mereka terhadap efikasi diri (Bandura, 1997: 37). Menurut Bandura dan Jourden, juga Wood dan Bandura (Bandura, 1997: 37), keterampilan dapat dengan mudah hilang dikarenakan adanya keraguan diri. Maka dari itu, walaupun individu memiliki tingkat keterampilan yang tinggi, mereka dapat menggunakan kemampuan-kemampuan mereka secara rendah di bawah keadaan yang meruntuhkan kepercayaan mereka terhadap diri mereka sendiri. Maka dari itu efikasi diri memberi kontribusi yang penting untuk meningkatkan prestasi.
Dalam mengukur tingkat kepercayaan orang untuk meningkatkan efikasi dirinya, mereka tidak diminta untuk mengritik apakah mereka dapat
(50)
mengubah kunci pemikiran mereka. Lebih baik mereka mengritik kekuatan kemampuan meningkatkan efikasi diri mereka dimana mereka dapat mengendalikan sesuatu dengan baik ketika kondisi pada saat itu berada pada tingkat tantangan yang berbeda (Bandura, 1997: 38).
Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura (Alwisol, 2009: 287) menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication-efficacy expectation) adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Ekspektasi hasil (outcome expectations) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.
Locke dkk., (Ni‟mah, 2012: 113) mengatakan bahwa efikasi diri yang tinggi akan menumbuhkan rasa percaya diri akan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas. Efikasi diri menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 114) adalah keyakinan diri seseorang akan kemampuan-kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu hal. Efikasi diri merupakan penilaian terhadap kemampuan diri seeorang. Schunk, Bandura, Pajares dan Miller (Ni‟mah,
(51)
2012: 114) menyatakan bahwa efikasi diri mengacu pada harapan yang dipelajari seseorang bahwa dirinya mampu melakukan suatu perilaku ataupun menghasilkan sesuatu yang diharapkan dalam suatu situasi tertentu. Bandura (Ni‟mah, 2012: 114) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan perasaan, penilaian seseorang mengenai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya.
Menurut Pajares (Ni‟mah, 2012: 114) efikasi diri adalah penilaian terhadap kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas khusus dalam konteks yang spesifik, selanjutnya Marsh, Walker dan Debus (Ni‟mah, 2012: 114-115) menyatakan efikasi diri fokus pada kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan sejumlah tugas dengan sukses. Myers (Ni‟mah, 2012: 115) mengungkapkan bahwa efikasi diri adalah perasaan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya kompeten dan efektif dalam melakukan suatu tugas. Bandura (Ni‟mah, 2012: 115), mengatakan bahwa keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan, dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh dengan tekanan. Percaya terhadap keyakinan diri atau efikasi diri merupakan faktor kunci dalam perantara hidup.
Sedangkan menurut Baron dan Byrne (Ni‟mah, 2012: 115) efikasi diri adalah evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan dan mengatasi hambatan. Menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 115-116), jika seseorang
(52)
percaya bahwa tidak memiliki kekuatan untuk memproduksi suatu hasil, maka orang tersebut tidak akan berusaha untuk membuat sesuatu terjadi. Sebaliknya orang yang memiliki efikasi diri tinggi diyakini sebagai orang yang mampu berperilaku tertentu untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan, selain itu mereka juga lebih giat dan lebih tekun dalam berusaha. Menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 117), individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan menetapkan target yang tinggi pula dan akan mengejar target yang lebih tinggi bila target sebelumnya telah mampu ia capai. Individu dengan kondisi efikasi diri rendah akan menetapkan target awal sekaligus membuat estimasi pencapaian hasil yang rendah. Individu tersebut akan mengurangi atau justru membatalkan target yang telah ditetapkan apabila menghadapi beberapa rintangan dan pada tugas berikutnya akan cenderung menetapkan target yang lebih rendah. Efikasi diri ini penting untuk dikembangkan karena sesuai dengan hasil penelitian Bandura dan Schunk (Ni‟mah, 2012: 118) bahwa efikasi diri menekankan pada komponen kepercayaan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi-situasi yang akan datang yang masih mengandung kekaburan, tidak dapat diprediksi atau sering kali penuh dengan tekanan.
2. Komponen yang memberikan dorongan bagi terbentuknya efikasi diri. Menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 116-117), terdapat tiga komponen yang memberikan dorongan bagi terbentuknya efikasi diri, yaitu:
(53)
a. Outcome Expectancy (Pengharapan Hasil), yaitu adanya harapan terhadap kemungkinan hasil dari perilaku. Harapan ini dalam bentuk pemikiran tentang kemungkinan hasil yang akan diperoleh dan kemungkinan tercapainya tujuan.
b. Efficacy Expectancy (Pengharapan Efikasi), yaitu harapan atas munculnya perilaku yang dipengaruhi oleh persepsi seseorang pada kemampuan kinerjanya yang berkaitan dengan hasil. Jika seseorang sering mengalami kegagalan pada suatu tugas tertentu maka ia cenderung memiliki efikasi yang rendah pada tugas tersebut. Sebaliknya jika berhasil dalam melakukan tugas tertentu maka ia mempunyai efikasi diri yang tinggi pada tugas tersebut.
c. Outcome Value (Nilai Hasil), yaitu nilai kebermaknaan atas hasil yang diperoleh seseorang. Nilai hasil yang sangat berarti akan memberikan pengaruh yang kuat pada motivasi seseorang untuk mendapatkannya kembali.
3. Sumber informasi efikasi diri
Bandura (Ni‟mah, 2012: 119-121) mengungkapkan bahwa efikasi diri memiliki empat sumber informasi, yaitu:
a. Pencapaian hasil (enactive attainment)
Sumber informasi ini adalah yang paling penting, karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang secara langsung dialami oleh individu. Apabila individu pernah berhasil mencapai suatu prestasi tertentu, maka hal ini dapat meningkatkan penilaian akan efikasi
(54)
dirinya. Pengalaman keberhasilan juga dapat mengurangi kegagalan, khususnya bila kegagalan tersebut timbul di saat awal terjadinya suatu peristiwa.
b. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Sumber informasi dari efikasi diri juga dapat diperoleh dari pengamatan terhadap pengalaman orang lain. Dengan melihat keberhasilan orang lain dalam melakukan aktivitas atau tugas tertentu maka akan meningkatkan efikasi dirinya terutama jika seseorang merasa memiliki kemampuan yang sebanding dengan orang tersebut dan mempunyai usaha yang tekun serta ulet. Dengan cara melihat keberhasilan pengalaman orang lain, maka seseorang akan cenderung merasa mampu melakukan hal yang sama apalagi dengan ditunjang kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuan yang dimilikinya. c. Persuasi verbal (verbal persuation)
Sumber informasi ini memberikan kesempatan kepada seseorang untuk diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan orang lain. Harapannya adalah ia mampu untuk meningkatkan keyakinan dirinya bahwa ia memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat membantu dirinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Persuasi verbal ini mengarahkan agar seseorang lebih giat dan berusaha dengan keras lagi untuk dapat memperoleh tujuan yang diinginkan dan mencapai kesuksesan.
(55)
d. Kondisi fisiologis (physiological state)
Merupakan sumber informasi berdasarkan kepekaan reaksi-reaksi internal dalam tubuh seseorang. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami seseorang memberikan suatu isyarat akan terjadinya sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini berarti bahwa keadaan fisik seseorang akan mempengaruhi pandangan mengenai kekuatan dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas.
4. Faktor efikasi diri
Bandura (Ni‟mah, 2012: 124-126) mengemukakan bahwa perbedaan tingkat efikasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
a. Sifat tugas yang dihadapi apabila semakin kompleks dan sulit bagi seseorang, maka semakin besar keraguan terhadap kemampuannya. Sebaliknya jika individu dihadapkan pada tugas yang sederhana dan mudah maka dirinya sangat yakin pada kemampuannya untuk berhasil. b. Intensif eksternal atau adanya intensif berupa hadiah (reward) dari
orang lain untuk merefleksikan keberhasilan individu dalam menguasai atau melaksanakan suatu tugas akan meningkatkan efikasi dirinya. Dalam hal ini reward yang tepat atau yang menarik akan meningkatkan motivasi seseorang.
c. Status seseorang dalam lingkungan.
Seseorang yang memiliki status sosial lebih tinggi akan memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi pula dibandingkan seseorang yang berstatus sosial lebih rendah. Status sosial tinggi membuat seseorang
(56)
memperoleh penghargaan lebih dari orang lain sehingga memberikan pengaruh pula terhadap efikasi dirinya.
d. Informasi tentang kemampuan diri.
Efikasi diri akan meningkat jika seseorang mendapatkan informasi yang positif tentang dirinya, demikian sebaliknya efikasi diri akan menurun jika seseorang mendapatkan informasi negatif mengenai kemampuannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya efikasi diri dipengaruhi oleh sifat tugas yang dihadapi, adanya penghargaan, status seseorang dalam lingkungan, dan informasi terhadap kemampuannya.
5. Sumber efikasi diri
Perubahan tingkah laku dalam sistem Bandura (Alwisol, 2009: 288) kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai suatu prestasi (performance a ccomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi (emotional physiological states).
a. Pengalaman performansi
Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu mengubah efikasi diri dan merupakan yang paling kuat pengaruhnya.
(57)
Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi.
b. Pengalaman vikarius
Pengalaman vikarius diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri si-pengamat, pengaruh viakrus tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
c. Persuasi sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial (Alwisol, 2009: 289). Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
d. Keadaan emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu (Alwisol, 2009: 289). Emosi yang kuat, takut, cemas, dan stres, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa pula terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan)
(58)
dapat meningkatkan efikasi diri. Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau ekspektasi efikasinya berubah.
6. Efikasi diri sebagai prediktor tingkah laku
Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Efikasi diri yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Alwisol, 2009: 290). Hal tersebut akan dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2
Prediksi Tingkah Laku Efikasi Diri yang Tinggi atau Rendah Dikombinasikan dengan Lingkungan
yang Responsif atau Tidak Responsif
Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas yang
sesuai dengan kemampuannya. Rendah Tidak
responsif
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggap sulit.
Tinggi Tidak responsif
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan.
Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu.
(59)
7. Indikator-indikator efikasi diri
Di bawah ini adalah indikator-indikator efikasi diri (Bandura, 1999: 76, 258-269)
a. Academic self-efficacy
1) Mendapatkan bantuan guru saat kesulitan
Siswa memperoleh bantuan dari guru pada saat mengalami hambatan dalam belajar melalui pengarahan yang diberikan oleh guru. Pengarahan dari guru ini dilakukan kepada para siswa dengan tidak memberikan jawaban secara langsung, melainkan menuntun para siswa. Hal ini dapat terjadi apabila para siswa menyampaikan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran.
2) Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar para siswa dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya dan juga lingkungan belajarnya pada saat itu. Selain itu, perbedaan konsentrasi belajar pada para siswa juga dipengaruhi oleh gaya belajar mereka. Asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh melalui apa yang dikonsumsi siswa juga dapat membantu meningkatkan konsentrasi belajar.
3) Mempelajari bahan ujian
Guru telah menentukan materi mana saja yang akan diujikan kepada para siswa. Materi-materi tersebut biasanya telah diajarkan dan dibahas oleh guru sebelum dilaksanakannya ujian. Sebelum
(60)
ujian berlangsung, diharapkan para siswa mempersiapkan ujian dengan sungguh-sungguh.
4) Menyelesaikan PR
Terdapat berbagai cara untuk semakin meningkatkan pemahaman para siswa terhadap materi pelajaran. Salah satu diantaranya adalah dengan memberi tugas rumah. Para siswa diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan rumah yang telah diberikan pada saat di sekolah untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan pemahaman mereka.
5) Berkonsentrasi saat pembelajaran
Proses belajar membutuhkan konsentrasi. Para siswa diharapkan mampu memusatkan perhatiannya pada pembelajaran. Para siswa juga dihimbau untuk tidak melakukan tidak memikirkan kegiatan lain di luar proses belajar yang tidak berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.
6) Memahami materi pelajaran
Setelah proses belajar dilakukan, para siswa diharapkan mampu memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh guru maupun yang dipelajari secara personal. Pada proses belajar di dalam kelas, tingkat pemahaman siswa terhadap materi belajar juga ditentukan oleh media pembelajaran yang digunakan. Maka dari itu, sebisa mungkin guru mempersiapkan media pembelajaran yang interaktif.
(61)
7) Memuaskan orang tua melalui hasil belajar
Hasil belajar para siswa tergantung pada beberapa aspek yang dinilai oleh guru, misalnya sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar yang baik dapat membuat orang tua mereka merasa bangga dan puas. Hasil belajar yang baik juga tergantung pada usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih hasil yang baik tersebut. Hasil tidak mengkhianati usaha.
8) Menyelesaikan ujian
Para siswa diharapkan mampu menyelesaikan ujian dengan tepat waktu dan jujur. Kemampuan menyelesaikan ujian mempengaruhi hasil belajar para siswa. Maka dari itu hendaknya mereka mampu menyelesaikan ujian sesuai dengan yang diharapkan. b. Social self-efficacy
1) Mengekspresikan pendapat
Selama proses pembelajaran berlangsung, biasanya guru akan meminta pendapat para siswa. Apabila para siswa memiliki suatu pendapat, sebaiknya tidak hanya memendamnya saja, melainkan mengutarakan pendapat tersebut.
2) Menjadi teman bagi yang lainnya
Seseorang diharapkan mampu menjadi teman bagi orang lain dengan tidak membeda-bedakan. Dalam situasi apapun, diharapkan seseorang mampu menjadi teman yang baik bagi sesamanya
(62)
manusia, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain.
3) Berteman dengan teman „baru‟
Dalam kehidupan ini tidak jarang kita menemui banyak orang yang baru kita kenal. Hubungan pertemanan baru tersebut dapat terjadi melalui berbagai aktivitas manusia. Seseorang bersedia menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain yang belum pernah dikenal sebelumnya merupakan perbuatan yang baik.
4) Bekerja sama dalam kelompok
Seseorang diharapkan mampu bekerja sama dalam kelompok dan bukan menjadi seorang yang egois dalam kelompok. Dalam proses pembelajaran aktif, biasanya para siswa akan dikelompokkan untuk tujuan tertentu, misalnya diskusi, presentasi, maupun permainan. Dalam berbagai kegiatan tersebut para siswa dituntut untuk mampu bekerja sama dalam kelompok.
5) Mengomunikasikan hal yang tidak disukai kepada orang lain
Banyak orang yang kita jumpai tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan rasa ketidaksukaannya kepada orang lain. Bahkan terkadang diri kita sendiri mengalami hal serupa. Apabila terdapat sesuatu yang mengganjal dalam hati yang tidak disukai, sebaiknya seseorang menyampaikan hal tersebut kepada orang lain.
(63)
6) Membuat lelucon
Manusia diciptakan beraneka ragam dan sifatnya. Beberapa orang yang kita kenal memiliki selerah humor yang tinggi. Seseorang yang memiliki selera humor yang tinggi biasanya mampu mencairkan suasana yang kaku, juga mampu menghibur orang lain dengan lelucon yang dibuatnya.
7) Mempertahankan hubungan pertemanan
Berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain dan tidak memutuskan hubungan baik tersebut merupakan suatu wujud mempertahankan hubungan. Mempertahankan hubungan pertemanan juga berarti tidak melakukan tindakan yang mengancam retaknya hubungan baik dengan orang lain.
8) Mencegah pertengkaran
Mencegah pertengkaran sama halnya dengan mempertahankan hubungan pertemanan. Menjaga dan mempertahankan kualitas hubungan dengan orang lain merupakan salah satu upaya untuk mencegah supaya tidak terjadi pertengkaran. Mencegah pertengkaran dapat pula dilakukan dengan cara diam, tidak membalas dan tetap mengasihi ketika orang lain tidak mengasihi kita.
c. Emotional self-efficacy
1) Menyemangati diri sendiri saat mengalami keadaan tidak menyenangkan
(64)
Terkadang seseorang merasa bahwa tidak ada orang lain di sekitarnya yang peduli akan keadaannya. Sebaiknya seseorang memunculkan energi positif dalam diri sendiri pada saat dibawah tekanan dan mengalami sesuatu buruk yang tidak diinginkan.
2) Mengendalikan diri saat kesulitan
Tidak dipungkiri bahwa seseorang terkadang berada pada keadaan yang sulit. Dalam keadaan sulit tersebut seseorang hendaknya mampu mengendalikan diri. Tidak mudah panik ataupun emosi, tetap sabar, dan tenang merupakan beberapa cara untuk mengendalikan diri pada saat mengalami kesulitan.
3) Mengendalikan diri untuk tidak gugup
Terkadang seseorang dihadapkan pada keadaan yang membuat dirinya gugup. Keadaan tersebut terjadi ketika seseorang merasa tidak siap namun terpaksa. Berusaha bersikap tenang mengadapi sesuatu yang menegangkan maupun membuat gugup, tetap percaya diri, dan tidak mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi merupakan upaya pengendalian diri untuk tidak gugup.
4) Mengendalikan perasaan
Mampu mengendalikan perasaan disini maksudnya adalah tidak mudah tersulut api emosi, tidak mudah menangis dengan sendirinya, dan berusaha tetap netral. Mengendalikan perasaan terbilang hal yang cukup penting karena kita tidak tahu apakah orang
(65)
lain di sekitar kita merasa nyaman atau tidak apabila kita tidak mampu mengendalikan perasaan kita.
5) Menyemangati diri saat lemah
Menyemangati diri sendiri di saat lemah tidak kalah pentingnya dengan menyemangati orang lain di saat lemah. Menumbuhkan kekuatan dalam diri sendiri saat dalam keadaan lemah memang tidak mudah, namun hal tersebut akan menjadi sesuatu yang biasa apabila kita mampu melatihnya.
6) Mengomunikasikan ketidaksukaan pada orang lain
Banyak orang yang kita jumpai tidak memiliki suatu keberanian untuk mengungkapkan rasa ketidaksukaannya kepada orang lain. Bahkan terkadang diri kita sendiri mengalami hal serupa. Apabila terdapat sesuatu yang mengganjal dalam hati yang tidak disukai, maka seseorang sebaiknya menyampaikan hal tersebut kepada orang lain. Rasa tidak suka tersebut dapat timbul akibat adanya sesuatu yang dilakukan orang lain namun tidak berkenan di hati kita.
7) Mengendalikan diri dalam pengalaman yang tidak menyenangkan Pengalaman hidup terdapat dua macam yaitu pengalaman yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Seseorang pastilah berbahagia apabila memiliki pengalaman yang menyenangkan. Namun pengalaman yang tidak menyenangkan justru terkadang membuat seseorang tidak mampu mengendalikan diri sendiri. Dalam
(66)
menghadapi situasi yang tidak menyenangkan biasanya timbul berbagai reaksi seperti emosi yang terkadang berdampak tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang-orang sekitar. Maka dari itu sangat penting untuk mampu mengendalikan diri pada saat mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan.
8) Tidak mengawatirkan hal yang akan terjadi
Tidak merasa khawatir maupun mencemaskan hari esok dan peristiwa yang menyertai. Mengkhawatirkan hal yang belum terjadi hanya akan membuat kita overthinking. Hal tersebut tidak baik untuk kesehatan dan dapat mengganggu aktivitas kita.
D.Kurikulum 2013
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Permendikbud, 2013: 4) menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua dimensi tersebut.
(67)
Pola pembelajaran dalam kurikulum 2013 berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama. Pola pembelajaran menjadi pembelajaran yang interaktif, antara guru, peserta didik, masyarakat, lingkungan alam, dan sumber atau media lainnya. Peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi, serta diperoleh melalui internet. Pola pembelajaran siswa aktif dirasa ampuh selama proses pembelajaran berlangsung di luar maupun di dalam kelas dengan pembelajaran berbasis tim menjadi sarana penunjangnya. Selain itu pola pembelajaran yang pasif diubah menjadi pembelajaran kritis. Menurut berita dalam liputan6.com (09/12/2014, 20:27), kurikulum 2013 membentuk paket kelas, di mana semua siswa dan guru terlibat dalam PBM, tidak berbasis pada satu ilmu, dan juga membentuk student center.
E.Kerangka Berpikir
1. Hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif
Terdapat beberapa indikator dalam pembelajaran aktif diantaranya adalah bersifat pemecahan masalah. Selama proses pembelajaran, terdapat berbagai macam kegiatan, seperti diskusi kelompok, debat, presentasi, demonstrasi, dan berbagai kegiatan yang melibatkan aktivitas berpikir. Berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan salah satu indikator pembelajaran aktif, yaitu melibatkan aktivitas fisik, mental, dan
(1)
LAMPIRAN IX
UJI KORELASI SPEARMAN
(2)
A. Hubungan Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif dengan Keterampilan Berpikir Kreatif
Correlations
PA KBK
PA Correlation
Coefficient
1.000 .235**
Sig. (1-tailed) . .000
N 213 213
Correlation Coefficient
.235** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 213 213
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
B. Hubungan Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif dengan Efikasi Diri
Correlations
PA ED
Spearman's rho PA Correlation Coefficient
1.000 .352** Sig. (1-tailed) . .000
N 213 213
ED Correlation Coefficient
.352** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 .
N 213 213
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). PA
KBK Spearman‟s
(3)
LAMPIRAN X
TABEL R
(4)
df t 0,05 r 0,05
3 12,7062 0,9969 4 4,3027 0,9500 5 3,1824 0,8783 6 2,7764 0,8114 7 2,5706 0,7545 8 2,4469 0,7067 9 2,3646 0,6664 10 2,3060 0,6319 11 2,2622 0,6021 12 2,2281 0,5760 13 2,2010 0,5529 14 2,1788 0,5324 15 2,1604 0,5140 16 2,1448 0,4973 17 2,1314 0,4821 18 2,1199 0,4683 19 2,1098 0,4555 20 2,1009 0,4438 21 2,0930 0,4329 22 2,0860 0,4227 23 2,0796 0,4132 24 2,0739 0,4044 25 2,0687 0,3961 26 2,0639 0,3882 27 2,0595 0,3809 28 2,0555 0,3739 29 2,0518 0,3673 30 2,0484 0,3610 31 2,0452 0,3550 32 2,0423 0,3494 33 2,0395 0,3440 34 2,0369 0,3388 35 2,0345 0,3338 36 2,0322 0,3291 37 2,0301 0,3246 38 2,0281 0,3202 39 2,0262 0,3160 40 2,0244 0,3120
df t 0,05 r 0,05
41 2,0227 0,3081
42 2,0211 0,3044
43 2,0195 0,3008
44 2,0181 0,2973
45 2,0167 0,2940
46 2,0154 0,2907
47 2,0141 0,2876
48 2,0129 0,2845
49 2,0117 0,2816
50 2,0106 0,2787
51 2,0096 0,2759
52 2,0086 0,2732
53 2,0076 0,2706
54 2,0066 0,2681
55 2,0057 0,2656
56 2,0049 0,2632
57 2,0040 0,2609
58 2,0032 0,2586
59 2,0025 0,2564
60 2,0017 0,2542
61 2,0010 0,2521
62 2,0003 0,2500
63 1,9996 0,2480
64 1,9990 0,2461
65 1,9983 0,2441
66 1,9977 0,2423
67 1,9971 0,2404
68 1,9966 0,2387
69 1,9960 0,2369
70 1,9955 0,2352
71 1,9949 0,2335
72 1,9944 0,2319
73 1,9939 0,2303
74 1,9935 0,2287
75 1,9930 0,2272
76 1,9925 0,2257
77 1,9921 0,2242
78 1,9917 0,2227
79 1,9913 0,2213
(5)
df t 0,05 r 0,05
81 1,9905 0,2172
82 1,9901 0,2159
83 1,9897 0,2146
84 1,9893 0,2133
85 1,9890 0,2120
86 1,9886 0,2108
87 1,9883 0,2096
88 1,9879 0,2084
89 1,9876 0,2072
90 1,9873 0,2061
91 1,9870 0,2050
92 1,9867 0,2039
93 1,9864 0,2028
94 1,9861 0,2017
95 1,9858 0,2006
96 1,9855 0,1996
97 1,9853 0,1986
98 1,9850 0,1975
99 1,9847 0,1966
100 1,9845 0,1956
101 1,9842 0,1946
102 1,9840 0,1937
103 1,9837 0,1927
104 1,9835 0,1918
105 1,9833 0,1909
106 1,9830 0,1900
107 1,9828 0,1891
108 1,9826 0,1882
109 1,9824 0,1874
110 1,9822 0,1865
111 1,9820 0,1857
112 1,9818 0,1848
113 1,9816 0,1840
114 1,9814 0,1832
115 1,9812 0,1824
116 1,9810 0,1816
117 1,9808 0,1809
118 1,9806 0,1801
119 1,9804 0,1793
120 1,9803 0,1786
df t 0,05 r 0,05
121 1,9801 0,1779
122 1,9799 0,1771
123 1,9798 0,1764
124 1,9796 0,1757
125 1,9794 0,1750
126 1,9793 0,1743
127 1,9791 0,1736
128 1,9790 0,1729
129 1,9788 0,1723
130 1,9787 0,1716
131 1,9785 0,1710
132 1,9784 0,1703
133 1,9782 0,1697
134 1,9781 0,1690
135 1,9780 0,1684
136 1,9778 0,1678
137 1,9777 0,1672
138 1,9776 0,1666
139 1,9774 0,1660
140 1,9773 0,1654
141 1,9772 0,1648
142 1,9771 0,1642
143 1,9769 0,1637
144 1,9768 0,1631
145 1,9767 0,1625
146 1,9766 0,1620
147 1,9765 0,1614
148 1,9763 0,1609
149 1,9762 0,1603
150 1,9761 0,1598
151 1,9760 0,1593
152 1,9759 0,1587
153 1,9758 0,1582
154 1,9757 0,1577
155 1,9756 0,1572
156 1,9755 0,1567
157 1,9754 0,1562
158 1,9753 0,1557
159 1,9752 0,1552
(6)
df t 0,05 r 0,05
161 1,9750 0,1543
162 1,9749 0,1538
163 1,9748 0,1533
164 1,9747 0,1528
165 1,9746 0,1524
166 1,9745 0,1519
167 1,9744 0,1515
168 1,9744 0,1510
169 1,9743 0,1506
170 1,9742 0,1501
171 1,9741 0,1497
172 1,9740 0,1493
173 1,9739 0,1488
174 1,9739 0,1484
175 1,9738 0,1480
176 1,9737 0,1476
177 1,9736 0,1471
178 1,9735 0,1467
179 1,9735 0,1463
180 1,9734 0,1459
181 1,9733 0,1455
182 1,9732 0,1451
183 1,9732 0,1447
184 1,9731 0,1443
185 1,9730 0,1439
186 1,9729 0,1435
187 1,9729 0,1432
188 1,9728 0,1428
189 1,9727 0,1424
190 1,9727 0,1420
191 1,9726 0,1417
192 1,9725 0,1413
193 1,9725 0,1409
194 1,9724 0,1406
195 1,9723 0,1402
196 1,9723 0,1398
197 1,9722 0,1395
198 1,9721 0,1391
199 1,9721 0,1388
200 1,9720 0,1384
df t 0,05 r 0,05
201 1,9720 0,1381
202 1,9719 0,1378
203 1,9718 0,1374
204 1,9718 0,1371
205 1,9717 0,1367
206 1,9717 0,1364
207 1,9716 0,1361
208 1,9715 0,1358
209 1,9715 0,1354
210 1,9714 0,1351
211 1,9714 0,1348
212 1,9713 0,1345
213 1,9713 0,1342
214 1,9712 0,1338