Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

(1)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Lima SMA Negeri di Wilayah Kabupaten Sleman

F. Rika Hebriella Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2015 sampai Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 1.102 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 295 siswa. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = (+) 0,578, nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = (+) 0,272, nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < 0,01); 3) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa (Spearman’s rho = (+) 0,647, nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < 0,01).


(2)

viii ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey in Five Senior High Schools in Sleman Regency

F. Rika Hebriella Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 1.102 students. The samples were 295 students. The sampling technique was cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. The data were analyzed by using descriptive statistics and Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills (Spearman's rho = (+) 0.578, the Sig. (One-tailed) = 0,000 <

α 0.01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity (Spearman's rho = (+) 0.272, the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Spearman's rho = (+) 0.647, the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01).


(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Lima SMA Negeri di Wilayah Kabupaten Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

F. RIKA HEBRIELLA NIM: 121334029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Lima SMA Negeri di Wilayah Kabupaten Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

F. RIKA HEBRIELLA NIM: 121334029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

SKRIPSI

IIUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETEttPILAN BERKOMIIMKASI,MEGRITAS

PRIBADI,DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Lima SMA Negeri di Wilayah Kabupaten Sleman

OleL:

Fo Rka IIebriella

lk‐IヽI:121334029

Telah disetujui oleh:

Pembilnbing

γ

2`


(6)

SKRIPSI

HttUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSIBERDASARKAN KURIKUL■

IM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,INTEGRITAS

PRIBADI,DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Lima SMA Negeri di Wilayah Kabupaten Sleman

Ketua

Sekretaris

Anggota Anggota Anggota

Dipersiapkan dan ditulis oleh: F.Rika Hebriclla NIM:121334029

Telah dip醸

di depan Palllltia Pc蟷 可i Pada tangga1 24 Juni 2016

Dan dhya回hn tcltt memcnuhi syarat

Susunan Panitia Pengtti Nama Lenまap

lgnatius Bondan SuFainO,S.Pd,,M.Si.

Benedecta lndah Nugraheni,S.Pd.,S.1.P.,M.Pd.

Natalina Premastutl Bratanin3-,S,Pd.,IM.Pd.

Dr,Sebastiallus Widanarto P,S.Pd.,MoSi. Drs.Bambang Purrlomo,S.E.,MoSi.

Yogyakarta,24 1:uru2016

itas Keguruan dan llmu Pendidikan

itas Sanata Dharma

Tanda Tangan


(7)

iv

Karya ini kupersembahkan untuk:

Bunda Maria dan Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan banyak

muzizat, pertolongan, serta kelancaran dalam mengerjakan skripsi ini.

Orang tuaku tersayang, Bapak FX. Karmijan dan Ibu S. Nurwandari yang

selalu rela memberikan segalanya untukku, juga selalu mendoakan,

mendukung, dan memberikan motivasi kepadaku.

Kakakku Catarina Nande gayuh Paskasari yang selalu memberikan doa,

dukungan, dan motivasinya untukku.

Adek sepupuku tersayang Benedikta Atika Putri yang selalu setia

menemani penelitianku, dan juga selalu memberikan doa dan semangat

untukku.

My beloved Daniel Danu W yang selalu menemani, memberikan doa,

semangat dan dorongan kepadaku untuk menyelesaikan skripsi ini.

My beloved friends Vena, Gisel, Helena, Dila, Siska, Natalia, Mitha, dan

Siwi. Terimakasih atas kebersamaan kita selama ini, ketawa nangis bareng

kita lalui bersama-sama. Terimakasih atas dukungan dan doa dari kalian

semua.

Gengs Upik Abu Tasia, Ata, Inda, Bene. Terimakasih atas kebersamaan

serta doa dan motivasi dari kalian semua.

Temen-temen seperjuangan, Gisel, Helena, Dila, Nopi, Boru, Sisil, Adis,

Beta, Sophi. Terimakasih untuk kerjasamanya selama ini guys.

Semua temen-temen Pak A dan Pak B angkatan 2012 yang selalu

menjadi motivasi aku dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

v

Motto

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa

dengan penuh kepercayaan, kamu akan

menerimanya”

(Matius 21:22)

“God is stronger than the other problems we

got. Don’t pray for an easy life, but pray to

be a strong person”

(Kutipan Jesuit)

Janganlah takut untuk melangkah, karena

jarak 1000 mil dimulai dengan langkah

pertama”


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 Juni 2016


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : F. Rika Hebriella Nomor Mahasiswa : 121334029

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi,

Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa.

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 24 Juni 2016

Yang menyatakan


(11)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Lima SMA Negeri di Wilayah Kabupaten Sleman

F. Rika Hebriella Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2015 sampai Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 1.102 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 295 siswa. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = (+) 0,578, nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < � 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = (+) 0,272, nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < � 0,01); 3) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa (Spearman’s rho = (+) 0,647, nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < � 0,01).


(12)

ix ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey in Five Senior High Schools in Sleman Regency

F. Rika Hebriella Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 1.102 students. The samples were 295 students. The sampling technique was cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. The data were analyzed by using descriptive statistics and Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills (Spearman's rho = (+) 0.578, the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity (Spearman's rho = (+) 0.272, the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Spearman's rho = (+) 0.647, the Sig. (One-tailed) = 0,000 < α 0.01).


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma,

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta,

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta,


(14)

xi

4. Ibu Natalina Premastuti B, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

5. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai pengetahuan dalam proses perkuliahan,

6. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu kelancaran proses belajar,

7. Orang tuaku Bapak FX. Karmijan dan Ibu S. Nurwandari yang selalu rela memberikan segalanya untukku, juga selalu mendoakan, mendukung, dan memberikan motivasi kepadaku,

8. Kakakku Catarina Nande gayuh Paskasari yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasinya untukku,

9. Adek sepupuku Benedikta Atika Putri yang selalu setia menemani penelitianku, dan juga selalu memberikan doa dan semangat untukku,

10.Daniel Danu W yang selalu menemani, memberikan doa, semangat dan dorongan kepadaku untuk menyelesaikan skripsi ini,

11.My beloved friends Vena, Gisel, Helena, Dila, Siska, Natalia, Mitha, dan Siwi yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi ini,

12. Gengs Upik Abu Tasia, Ata, Inda, Bene yang telah memberikan doa dan motivasi untukku,

13.Sahabatku Gereja sejak kecil, Shinta dan Ika yang selalu memberikan dukungan dan semangat untukku,


(15)

xii

14.Temen-temen seperjuangan, Gisel, Helena, Dila, Nopi, Boru, Sisil, Adis, Beta, Sophi yang selama ini selalu membantu, memberikan kerjasamanya dengan baik, serta saling mendukung satu sama lain selama proses skripsi berlangsung,

15.Semua temen-temen Pak A dan Pak B angkatan 2012 yang selalu menjadi motivasi aku dalam menyelesaikan skripsi ini,

16.Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 24 Juni 2016

Penulis


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9


(17)

xiv

BAB II KAJIAN TEORI ... 13

A. Kurikulum 2006 ... 13

1. Pengertian Kurikulum 2006 ... 13

2. Konsep Dasar Kurikulum 2006 ... 14

3. Karakteristik Kurikulum 2006 ... 16

4. Prinsip Pengembangan Kurikulum ... 17

5. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum ... 17

6. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2006 ... 19

7. Tujuan Kurikulum 2006 ... 21

B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 22

1. Pengertian keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 22

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 24

3. Prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 29

4. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual ... 34

C. Keterampilan Berkomunikasi... 34

1. Pengertian Komunikasi ... 34

2. Aspek Utama Komunikasi ... 36

3. Keterampilan Dasar Berkomunikasi ... 38

4. Jenis Komunikasi ... 40

5. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 41

6. Komponen Komunikasi ... 41


(18)

xv

D. Integritas Pribadi ... 43

1. Pengertian ... 43

2. Komponen-komponen Karakter yang Baik ... 46

3. Ciri-ciri Orang Jujur ... 50

E. Minat ... 52

1. Pengertian Minat ... 52

2. Jenis Minat ... 54

3. Faktor yang Mempengaruhi Minat ... 55

4. Indikator Minat... 56

F. Kerangka Berpikir ... 57

1. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi ... 59

2. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi... 60

3. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar ... 61

G. Model Penelitian ... 62

H. Hipotesis ... 63

BAB III METODE PENELITIAN... 65


(19)

xvi

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 65

1. Tempat Penelitian... 65

2. Waktu Penelitian ... 66

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 66

1. Subjek Penelitian ... 66

2. Objek Penelitian ... 66

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling... 66

1. Populasi ... 66

2. Sampel ... 69

3. Teknik Sampling ... 70

E. Definisi Operasionalisasi Variabel dan Pengukurannya ... 71

1. Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 71

2. Keterampilan Berkomunikasi... 74

3. Integritas Pribadi ... 76

4. Minat Belajar ... 77

F. Teknik Pengumpulan Data ... 79

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 79

1. Validitas ... 79

2. Reliabilitas ... 87

H. Teknik Analisis Data ... 89

1. Analisis Data Deskriptif ... 89


(20)

xvii

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 98

A. SMA Negeri 1 Depok... 98

B. SMA Negeri 1 Mlati ... 100

C. SMA Negeri 1 Tempel ... 102

D. SMA Negeri 2 Sleman ... 105

E. SMA Negeri 1 Ngaglik ... 107

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 110

A. Deskripsi Data ... 110

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 110

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 112

B. Pengujian Hipotesis ... 117

C. Pembahasan ... 122

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 132

A. Kesimpulan ... 132

B. Keterbatasan ... 133

C. Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 137


(21)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nama dan Alamat Sekolah ... 65

Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa Kelas XII IPS ... 67

Tabel 3.3 Nama Sekolah dan Jumlah Responden ... 70

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pembelajaran Kontekstual ... 72

Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 75

Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi ... 76

Tabel 3.7 Operasionalisasi Variabel Minat Belajar ... 78

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Pembelajaran Kontekstual ... 81

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 82

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Penelitian Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 84

Tabel 3.11 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel Integritas Pribadi ... 85


(22)

xix

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Penelitian Variabel

Integritas Pribadi ... 86

Tabel 3.13 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Variabel

Minat Belajar ... 87

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 88

Tabel 3.15 Nilai Presentil PAP Tipe II ... 90

Tabel 3.16 Rentang Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 92

Tabel 3.17 Rentang Keterampilan Berkomunikasi ... 93

Tabel 3.18 Rentang Integritas Pribadi ... 93

Tabel 3.19 Rentang Minat Belajar ... 94

Tabel 3.20 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 96

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 110

Tabel 5.2 Status Sekolah Asal Siswa ... 111

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 111

Tabl 5.4 Interpretasi Penilaian Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual ... 112


(23)

xx

Tabel 5.6 Interpretasi Penilaian Integritas Pribadi ... 115

Tabel 5.7 Interpretasi Penilaian Minat Belajar ... 116

Tabel 5.8 Hasil Uji Korelasi Antara Tingkat Keterlaksanaan

Pembelajaran Kontekstual dan Ketrampilan Berkomunikasi... 118

Tabel 5.9 Hasil Uji Korelasi Antara Tingkat Keterlaksanaan

Pembelajaran Kontekstual dan Integritas Pribadi ... 119

Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Antara Tingkat Keterlaksanaan


(24)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Instrumen Penelitian... 141

Lampiran 2 Data Jumlah Siswa Per Sekolah Di Kabupaten Sleman

Yang Menerapkan Kurikulum 2006 ... 152

Lampiran 3 Data Induk Penelitian ... 153

Lampiran 4 Uji Validitas ... 178

Lampiran 5 Uji Reliabilitas ... 185

Lampiran 6 Tabel r dan Perhitungan Mencari Tabel r ... 186

Lampiran 7 Uji Korelasi Spearman... 188


(25)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses pembentukan dan pengembangan potensi menjadi sebuah kompetensi, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah perjalanan kreatif yang menghantarkan kita menuju pengenalan dan pembentukan jati diri. Namun seperti yang telah kita ketahui bersama, pendidikan di Indonesia semakin hari kualitasnya semakin menurun. Berdasarkan survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang se Asia Pasific, Indonesia pernah menempati peringkat ke 10 dari 14 negara, sedangkan untuk kualitas guru, Indonesia menempati urutan ke 14 dari 14 negara berkembang. Hal tersebut membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangatlah rendah.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah faktor guru yaitu lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal mencerdaskan anak bangsa. Para pendidik sering kali memaksakan kehendaknya tanpa melihat kebutuhan, minat, dan bakat yang dimiliki oleh para peserta didik. Pendidikan hendaknya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang


(26)

membuat anak merasa tertekan dan kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik dan sangat diharapkan ialah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk kreatif dan dapat terus mengembangkan bakat dan minatnya. Selain faktor guru terdapat juga faktor kurikulum yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan suatu negara. Seiring kemajuan jaman, terdapat pula perkembangan kurikulum yang ditetapkan oleh para pemerintah. Kurikulum ini juga sangat menentukan kinerja guru serta hasil belajar dari para siswa. Banyak perkembangan kurikulum yang terjadi di Indonesia.

Salah satu kurikulum yang dapat digunakan sebagai pedoman proses pembelajaran ialah kurikulum 2006 atau KTSP. Sebelum kita belajar lebih lanjut mengenai kurikulum 2006, hendaknya terlebih dahulu kita mengetahui apa itu yang dimaksud dengan kurikulum. Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Sedangkan kurikulum 2006 menurut Kunandar (2008:125) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum 2006 dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Depag Kabupaten


(27)

atau Kota untuk Pendidikan Dasar dan Dinas Pendidikan atau Kantor Depag untuk Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus.

Keuntungan yang dapat diraih guru dengan kurikulum 2006 atau KTSP ini adalah keleluasaan memilih bahan ajar dan peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Dalam kurikulum 2006 hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sehingga guru sendiri yang mesti menentukan indikator dan materi pokok pelajaran yang disesuaikan dengan situasi daerah dan minat anak didik. Dengan kurikulum 2006 diharapkan peserta didik dapat lebih nyaman dalam menuntut ilmu serta dapat mengembangkan kemampuan, minat, dan bakatnya secara konsisten.

Dalam kurikulum 2006 (KTSP) terdapat acuan operasional penyusunan kurikulum 2006 (Mulyasa, 2007:168), acuannya tersebut antara lain Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, dan acuan lainya yaitu Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan, intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.


(28)

Dengan salah satu keuntungan guru apabila menggunakan kurikulum 2006 seperti yang sudah dijelaskan di atas yaitu guru mempunyai keleluasaan memilih bahan ajar dan peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Maka strategi atau alternatif yang dapat digunakan oleh guru yaitu menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Selain itu, dalam salah satu prinsip pengembangan kurikulum 2006 yaitu dijelaskan bahwa relevan dengan kebutuhan kehidupan, yang artinya pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalam kehidupan kemasyarakatan. Hal ini mencerminkan bahwa dalam

pengembangan kurikulum 2006 dibutuhkan adanya pendekatan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan

pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh prinsip atau tujuh pilar dalam pembelajarannya, yaitu: konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.

Salah satu tujuan pembelajaran kotekstual yaitu peserta didik diharapkan dapat melakukan kerjasama yang baik dengan temannya, hal tersebut juga terdapat dalam salah satu prinsip dalam pembelajaran


(29)

kontekstual yaitu masyarakat belajar atau learning community. Kerjasama dapat terjalin apabila peserta didik dapat berkomunikasi dengan baik kepada lawan bicara atau memiliki keterampilan berkomunikasi. Apabila peserta didik tidak dapat berkomunikasi dengan baik, maka kerjasama tersebut tidak akan terjalin dengan maksimal. Keterampilan berkomunikasi merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan relasi atau komunikasi dengan lawan bicara, sehingga pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh lawan bicara. Dalam pembelajaran kontekstual peserta didik harus mampu mengakaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata sehari-hari, maka setelah menemukan hal-hal atau fakta baru, peserta didik diharapkan dapat menyalurkan atau mengkomunikasikan kepada teman-temannya. Maka dari itu keterampilan berkomunikasi perlu untuk terus ditingkatkan dalam pembelajaran kontekstual.

Dalam proses pembelajaran, tentunya tidak hanya menekankan pada aspek akademik saja, melainkan juga harus menekankan pada aspek kepribadian. Pendidikan karakter anak sangat menentukan kepribadian anak tersebut, sehingga sedini mungkin kepribadian seorang anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Hal tersebut juga tercermin dalam acuan operasional penyusunan kurikulum 2006 yaitu meningkatkan iman dan takwa serta akhlak mulia. Terdapat beragam akhlak mulia atau kepribadian anak yang harus diperhatikan dan dikembangkan sejak dini, salah satu kepribadian anak yang cukup memprihatinkan yaitu mengenai kejujuran. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya tindak kecurangan yang


(30)

terjadi saat Ujian Akhir Semester. Menurut pengalaman penulis saat SMA, banyak peserta didik yang berbuat curang saat UAS berlangsung, misalnya mencontek temannya, membawa ringkasan buku, searching di sosial media, dan lain-lain. Perilaku demikian mereka lakukan hanya karena ingin mendapatkan nilai yang terbaik, meskipun tanpa mereka sadari, hal tersebut akan merusak kepribadian mereka. Seburuk apapun nilai UAS, namun apabila mereka mengerjakannya dengan jujur dan dengan kemampuan sendiri maka mereka akan mendapatkan kepuasan hati tersediri dan perilaku tersebut dapat membentuk kepribadian yang positif pada dirinya. Dalam pembelajaran kontekstual prinsip yang paling inti atau utama yaitu Menemukan atau inquiry. Melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Dengan demikian maka pembelajaran kontekstual akan membentuk integritas pribadi peserta didik yaitu kejujuran. Dengan prinsip ini, peserta didik diharapkan dapat mengolah hasil pembelajaran sesuai dengan apa yang mereka temukan, tidak mengada-ada atau memalsukan sebuah fakta atau pernyataan. Jadi peserta didik akan mengakaitkan materi pembelajaran dengan apa yang sesungguhnya mereka amati dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dengan mengacu pada prinsip menemukan ini akan menumbuhkan atau mendorong kejujuran peserta didik.


(31)

Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan dapat terjadi interaksi yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru tidak hanya ceramah saja, namun juga harus melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran, misalnya dengan melakukan diskusi, presentasi, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian peserta didik akan merasa senang dan lebih bersemangat dalam belajar. Hal tersebut terdapat dalam ciri-ciri pembelajaran kontekstual yaitu: menyenangkan, tidak membosankan, dan belajar dengan bergairah, maka diharapkan dapat meningkatkan minat mereka dalam belajar, peserta didik akan semakin giat belajar dan mengembangkan ilmunya. Maka dengan demikian, guru dapat meningkatkan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan acuan operasional penyusunan kurikulum 2006.

Berdasarkan beberapa uraian dan fenomena-fenomena di atas, maka penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian mengenai “Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi,

integritas pribadi, dan minat belajar siswa”. Dan penelitian ini akan dilakukan pada beberapa SMA di wilayah Kabupaten Sleman yang menerapkan kurikulum 2006.


(32)

B. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti membatasi ruang lingkup masalah yaitu: Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa di SMA wilayah Kabupaten Sleman yang menerapkan kurikulum 2006.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan batasan masalah di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi?

2. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (kejujuran)?

3. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa?


(33)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui adanya hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi.

2. Untuk mengetahui adanya hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (kejujuran).

3. Untuk mengetahui adanya hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperluas pengetahuan di bidang akuntansi terutama dalam bidang pendidikan yang terkait dengan hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi (kejujuran), dan minat belajar siswa. Wawasan pengetahuan ini juga dapat menjadi wacana pengetahuan bagi mahasiswa di lingkungan pendidikan, khususnya bidang pendidikan akuntansi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


(34)

2. Manfaat praktis a. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini merupakan penelitian yang dikhususkan mempelajari hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi (kejujuran), dan minat belajar siswa. Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa sebagai wahana penerapan ilmu yang diperoleh selama kuliah dan dapat memperbanyak ilmu pengetahuan yang didapat sehingga dapat menjadi bekal dimasa depan.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan akan pentingnya hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi (kejujuran), dan minat belajar siswa serta dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas lulusan yang dicetak oleh SMA di wilayah Kabupaten Sleman yang menerapkan kurikulum 2006.

c. Bagi Siswa

Penelitian ini dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui dan menyampaikan pendapatnya mengenai apa yang mereka rasakan. Bagaimana hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran


(35)

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi (kejujuran), dan minat belajar siswa. Apakah terdapat hubungannya antara ketiga variabel tersebut dengan pembelajaran kontekstual atau hanya ada beberapa variabel yang mempunyai hubungan atau bahkan tidak ada hubungannya sama sekali antara tiga variabel tersebut dengan pembelajaran kontekstual.

d. Bagi Guru

Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan guru dalam hal melaksanakan pembelajaran kontekstual. Supaya guru mengetahui adanya hal-hal yang akan muncul dari pembelajaran kontekstual tersebut serta guru dapat mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi (kejujuran), dan minat belajar siswa. Dengan demikian, maka diharapkan para guru untuk terus meningkatkan kompetensinya yang telah diprasyaratkan. Karena guru merupakan faktor penentu dalam kemajuan pendidikan bangsa, supaya dapat tercipta generasi penerus bangsa yang berkualitas.


(36)

e. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada peneliti selanjutnya dalam rangka melakukan penelitian. Diharapkan dengan penelitian ini, peneliti selanjutnya dapat mengambil sebuah pelajaran, pengalaman, serta dapat mengambil hikmah atau kekurangan dari penelitian sebelumnya untuk dijadikan sebuah referensi guna melakukan penelitian yang lebih baik lagi.


(37)

13 BAB II KAJIAN TEORI A. Kurikulum 2006 atau KTSP

1. Pengertian Kurikulum 2006

Sebelum membahas pengertian kurikulum 2006, terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian kurikulum secara umum. Secara umum kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu Curiculum, sedangkan menurut bahasa Prancis adalah Cuurier yang artinya berlari. Istilah kurikulum pada awalnya dipakai dalam dunia olahraga dengan istilah Curriculae yaitu suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Dari dunia olahraga istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan yang berarti sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi. Dalam kamus webstar tahun 1955 kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah.

Alice Miel (Kunandar, 2008:123) menyatakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Kurikulum mencakup pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita, norma-norma, pribadi guru, kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah. Sementara itu, menurut PP Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar


(38)

Nasional Pendidikan, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Menurut Kunandar (2008:125), kurikulum 2006 adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum 2006 dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Depag Kabupaten atau Kota untuk Pendidikan Dasar dan Dinas Pendidikan atau Kantor Depag untuk Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus. Menurut Prasetyo Utomo (Joko, 2008:96) Keuntungan yang dapat diraih guru dengan kurikulum 2006 atau KTSP ini adalah keleluasaan memilih bahan ajar dan peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya.

2. Konsep Dasar Kurikulum 2006

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa kurikulum 2006 atau KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan kurikulum 2006 dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar


(39)

kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Kurikulum 2006 disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut:

a. Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan

dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum 2006 atau KTSP adalah sebagai berikut (Mulyasa, 2007:19):

a. Kurikulum 2006 dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.

b. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten atau kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.


(40)

c. Kurikulum 2006 untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. 3. Karakteristik Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2008:138), sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, kurikulum 2006 memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan individual maupun klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat, yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri.

b. KTSP berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.

c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.


(41)

4. Prinsip Pengembangan Kurikulum

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

b. Beragam dan terpadu.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. e. Menyeluruh dan berkesinambungan. f. Belajar sepanjang hayat.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. 5. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut (Kunandar, 2008:142):

a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat


(42)

secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui pross pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada.

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadahi, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar, dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan sekitar alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh, dan teladan).


(43)

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbanagn, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

6. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2006 atau KTSP Acuan operasional penyusunan kurikulum 2006 atau KTSP sedikitnya mencakup 12 acuan (Mulyasa, 2007:168), yaitu:

a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.

b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan, intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.


(44)

c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasikan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah. d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Pengembangan

kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.

e. Tuntutan dunia kerja. Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

f. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

g. Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah.

h. Dinamika perkembangan global. Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.


(45)

i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional utuk memperkuat keutuhan bangsa dalam NKRI. j. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kurikulum harus

dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.

k. Kesetaraan Gender. Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan gender.

l. Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

7. Tujuan Kurikulum 2006

Dalam bukunya Mulyasa (2007:22), secara umum tujuan diterapkannya kurikulum 2006 adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya kurikulum 2006 atau KTSP adalah untuk:


(46)

a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, maka keterlaksanaan berarti sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Sedangkan menurut Blanchard, Berns, dan Erickson (Kokom, 2011:6) pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja. Sementara itu Hull’s dan Sounders (Kokom, 2011:6) menjelaskan di


(47)

dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan, penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam sebuah tim, baik di kelas, laboratorium, tempat kerja, maupun bank. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan menurut Johnson (Kokom, 2011:6) pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk mengungkapkan makna.

Elaine B. Johnson (Rusman, 2013:187) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

The Washington State Consortium For Contextual Teaching and Learning (Kunandar, 2008:295), mengartikan pembelajaran


(48)

kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, siswa, dan selaku pekerja.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh suatu sekolah dengan mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas yang membedakannya dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Menurut Johnson (Kokom, 2011:7) terdapat 8 karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu:

a. Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang


(49)

belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat.

b. Doing significant work (melakukan pekerjaan penting). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.

c. Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubunganya dengan penentuan pilihan, dan ada produk atau hasilnya yang sifatnya nyata. Pada akhirnya, peserta didik harus menjadi pelajar sepanjang hayat, hal ini berarti peserta didik selalu memiliki keinginan dan dapat mencari, meneliti, dan menggunakan informasi dengan kesadaran sendiri tanpa diawasi. Dalam hal ini dituntut kesadaran tinggi dari peserta didik.

d. Collaborating (kerja sama). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling memengaruhi dan saling berkomunikasi.

e. Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis,


(50)

memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.

f. Nurturing the individual (memelihara individu). Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

g. Reaching high standarts (mencapai standar tinggi). Artinya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.

h. Using authentic assessment (penggunaan penilaian sebenarnya). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara

mencapai apa yang disebut “excellence”.

i. Using authentic assessment (mengadakan asesmen autentik). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.


(51)

Sedangkan menurut Sounder (Kokom, 2011:8), pembelajaran kontekstul pada REACT (Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup, Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan, Appliying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks penggunaannya, Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi, Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru, penjelasan masing-masing prinsip pembelajaran kontekstual tersebut adalah sbagai berikut:

a. Keterkaitan, relevansi (relating)

Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada diri siswa (relevansi antar faktor internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari.

b. Pengalaman langsung (Experiencing)

Dalam proses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan, inventori, investigasi, penelitian, dan sebagainya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi


(52)

kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca, dan menelaah buku teks, dan sebagainya.

c. Aplikasi (appliying)

Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lain berbeda merupakan penggunaan fakta konsep, prinsip atau prosedur atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan”. Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat juga dapat mendorong siswa untuk memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka minati. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkan pada dunia kerja. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan menggunakan buku teks, video, laboratorium, dan bila memungkinkan ditindaklanjuti dengan memberikan pengalaman langsung melalui


(53)

kegiatan karyawisata, praktik kerja lapangan, magang, dan sebagainya.

d. Kerja sama (cooperating)

Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi, interaktif antar sesama siswa, antar siswa dan guru, antar siswa dan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran, tetapi juga sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja sama dalam bentuk tim kerja. e. Alih pengetahuan (transfering)

Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.

3. Prinsip Pembelajaran Kontekstual

CTL, sebagai suatu model, dalam implementasinya tentu saja memerlukan perencanaan pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip CTL.

Setiap model pembelajaran, di samping memiliki unsur kesamaan, juga ada beberapa perbedaan tertentu. Hal ini karena setiap


(54)

model memiliki karakteristik khas tertentu, yang tentu saja berimplikasi pada adanya perbedaan tertentu pula dalam membuat desain (skenario) yang disesuaikan dengan model yang akan diterapkan.

Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru (Rusman, 2013:193), yaitu:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.


(55)

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and discovery. Tentu saja unsur menemukan dari kedua pembelajaran yaitu CTL dan inquiry and discovery secara prinsip tidak banyak perbedaan, intinya sama, yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing.

c. Bertanya (Questioning)

Unsur lain yang menjadi karakteristik CTL adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti


(56)

pada tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman atau sharing. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.

e. Pemodelan (Modelling)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya masalah hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan


(57)

alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri.

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat


(58)

pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.

4. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa ciri-ciri yang menandakan terciptanya pembelajaran kontekstual tersebut, ciri-cirinya antara lain (Kunandar, 2008:298): Adanya kerjasama antar semua pihak; menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem; bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda; saling menunjang; menyenangkan dan tidak membosankan; belajar dengan bergairah; pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber; siswa aktif; sharing dengan teman; siswa kritis dan guru kreatif; dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa: peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya; laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan sebagainya.

C. Keterampilan Berkomunikasi 1. Pengertian Komunikasi

Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995:30), komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk


(59)

tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan sebentuk komunikasi. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk memengaruhi tingkah laku si penerima.

Menurut Effendy (Makmun, 2015:6), komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan.

Sedangkan menurut Evertt M. Rogers (Makmun, 2015:6) komunikasi merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan oleh sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah perilakunya. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Theodore Herbert (Makmun, 2015:6), yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, menurut Makmun (2015:7) maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, dan gagasan) dari satu


(60)

pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, dll. Cara seperti itulah yang disebut sebagai komunikasi nonverbal.

2. Aspek Utama Komunikasi

Menurut John W. (2009:273) dalam melaksanakan pembelajaran dan pengajaran baik sebagai guru maupun sebagai siswa membutuhkan dan dibutuhkan keterampilan berkomunikasi yang baik sehingga pembelajaran dan pengajaran dapat mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Tiga aspek utama dari komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan komunikasi non verbal.

a. Keterampilan Berbicara

Berbicara di depan kelas yang dilakukan oleh guru maupun dilakukan oleh siswa, hal yang harus diingat adalah untuk dengan jelas mengkomunikasikan informasi.

Menurut John. W (2009:273) ada beberapa strategi yang bagus untuk berbicara secara jelas meliputi hal-hal sebagai berikut:


(61)

1) Menggunakan tata bahasa yang benar

2) Memilih kosa kata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk level yang diajak berbicara

3) Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan lawan bicara untuk memahami apa yang anda katakan 4) Berbicara pada kecepatan yang sesuai

5) Benar dalam komunikasi anda dan menghindari sesuatu yang tidak jelas

6) Menggunakan perencanaan dan keterampilan berpikir logis yang baik sebagai fondasi berbicara secara jelas b. Keterampilan Mendengarkan

Mendengarkan adalah keterampilan yang penting untuk membuat dan memelihara hubungan. Mendengar secara aktif berarti memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada isi intelektual dan emosional dari pesan. Menurut John. W (2009:278) berikut adalah beberapa strategi yang bagus untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan yang aktif: 1) Memperhatikan orang yang berbicara

2) Memparafrasakan

3) Mensintesis tema dan pola


(62)

c. Komunikasi Non Verbal

Menurut John. W (2009:279) komunikasi yang paling interpersonal adalah komunikasi non verbal. Selain apa yang orang katakan, orang tersebut juga dapat berkomunikasi dengan melipat tangan, melemparkan pandangan, menggerakan mulut, menyilangkan kaki, atau menyentuh tangan. Berikut ini adalah beberapa contoh perilaku umum yang menjadi jalan dalam komunikasi secara nonverbal antar-individu:

1) Mengangkat alis dengan perasaan tidak percaya

2) Mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi diri

3) Mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik

4) Mengedipkan mata untuk menunjukkan kehangatan atau persetujuan

5) Mengetuk-ngetuk jemari ketika merasa tidak sabar 6) Memukul dahi ketika lupa akan sesuatu hal

3. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Agar mampu memulai, mengembangkan, dan memelihara komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain, perlu memiliki sejumlah keterampilan dasar berkomunikasi. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995:10), beberapa keterampilan dasar berkomunikasi adalah sebagai berikut:


(63)

a. Harus mampu saling memahami satu sama lain. Secara rinci, kemampuan ini mencakup beberapa subkemampuan, yaitu sikap percaya, pembukaan diri, keinsafan diri, dan penerimaan diri. b. Harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita

secara tepat dan jelas. Kemampuan ini juga harus disertai kemampuan menunjukkan sikap hangat dan rasa senang serta kemampuan mendengarkan dengan cara yang akan menunjukkan bahwa kita memahami lawan komunikasi kita. Dengan saling mengungkapkan pikiran-perasaan dan saling mendengarkan, kita memulai, mengembangkan, dan memelihara komunikasi dengan orang lain.

c. Harus mampu saling menerima dan saling memberi dukungan atau saling menolong. Kita harus mampu menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukkan sikap memahami dan bersedia menolong sambil memberikan bombongan dan contoh seperlunya, agar orang tersebut mampu menemukan pemecahan-pemecahan yang konstruktif terhadap masalahnya.

d. Harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain, melalui cara-cara konstruktif. Artinya, dengan cara-cara yang semakin mendekatkan kita dengan lawan komunikasi kita dan menjadikan komunikasi kita itu semakin


(64)

tumbuh dan berkembang. Kemampuan ini sangat penting untuk mengembangkan dan menjaga kelangsungan komunikasi seseorang.

4. Jenis Komunikasi

Komunikasi dapat digolongkan kedalam dua jenis (Suwardi, 2010:46), yaitu:

a. Komunikai Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa. Bahasa merupakan alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Bahasa sebagai socially shared hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Setiap suku bangsa memiliki bahasanya sendiri. Oleh karena itu, setiap kelompok yang memberi makna yang berlainan pada satu kata.

b. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata atau non bahasa. Komunikasi ini menggunakan gerak tubuh atau bahasa tubuh, misalnya: senyuman, sorotan mata, kerutan kening, dan sebagainya, menggunakan lambang, gambar, isyarat, dan sebagainya.


(65)

5. Bentuk-bentuk Komunikasi

Menurut Effendy (Makmun, 2015:12), bentuk-bentuk komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari guru ke peserta didik dan dari peserta didik ke guru secara timbal balik. b. Komunikasi Horisontal

Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya komunikasi antara peserta didik dengan peserta didik dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.

c. Komunikasi Diagonal

Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian. 6. Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell (Makmun, 2015:16) komponen-komponen komunikasi meliputi:

a. Pengirim atau komunikator adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.


(66)

b. Pesan adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

c. Saluran adalah media di mana pesan disampaikan kepada komunikan. Dalam komunikasi antar pribadi saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada atau suara.

d. Penerima atau komunikate adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

e. Umpan balik adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

f. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan.

7. Komunikasi Efektif

Komunikasi terjadi apabila kita memiliki makna yang sama dengan pihak kedua. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila tercipta saling pengertian satu sama lain. Hal ini akan terjadi apabila pesan dapat dimengerti, sumber dapat dipercaya, tanggapan penerima pesan sesuai dengan pesan yang disampaikan. Menurut Suwardi (2010:50) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh penerima pesan, antara lain sebagai berikut:

a. Sumber pesan jelas, bukan gunjingan, desas-desus, atau rumor. Dalam menyampaikan pesan menggunakan sumber yang jelas, seperti menurut saya, aku, dan sebagainya.


(67)

b. Isi pesan jelas, tidak ambigu, dan tidak mengandung makna ganda, agar tidak terjadi kesalahpahaman.

c. Mengulangi pesan akan lebih baik. Hal ini untuk memperjelas isi pesan.

d. Pesan verbal selaras dengan pesan nonverbal, artinya pesan non verbal mendukung pesan verbal. Kalau mengucapkan kata terima kasih sebaiknya dibarengi dengan raut wajah gembira dan senyum.

e. Tumbuhkan kepercayaan, karena kepercayaan dan kejujuran menentukan efektivitas komunikasi. Sebaliknya, hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat terjadinya komunikasi yang akrab.

D. Integritas Pribadi (Kejujuran) 1. Pengertian

Sebelum mempelajari pengertian kejujuran, terlebih dahulu hendaknya mengetahui apa itu integritas. Integritas berasal dari bahasa latin integer, yang berarti keseluruhan, lengkap. Dalam konteks ini, integritas merupakan makna dalam (inner sense) dari keseluruhan yang berasal dari kualitas suatu karakter seperti kejujuran dan konsistensi Wikipedia (Yaumi, 2014:66). Dengan demikian, integritas adalah suatu konsep tentang konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip-prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya


(68)

dengan etika, integritas selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan dari tindakan seseorang dan dikontraskan dengan kemunafikan atau bermuka dua. Yaumi (2014:66) juga menjelaskan bahwa integritas adalah integrasi antara etika dan moralitas, semakin terintegrasi, semakin tinggi level integritas yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral.

Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada salah satu sifat keteladanan dalam integritas yaitu kejujuran. Dalam proses pembelajaran, kejujuran siswa sangat perlu untuk diperhatikan, misalnya saat sedang mengikuti kegiatan belajar-mengajar ataupun saat ujian sedang berlangsung. Sehingga sekolah perlu membuat suatu program guna untuk menumbuhkan kejujuran siswa.

Makna jujur menurut Dharma, Cepi, dan Johar (2011:16), jujur merupakan sebuah karakter yang kami anggap dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jujur dalam kamus Bahasa Indonesia dimaknai dengan lurus hati, tidak curang. Dalam pandangan umum, kata jujur sering dimaknai “adanya kesamaan antara realitas (kenyataan) dengan ucapan’’, dengan kata lain “apa adanya”. Jujur sebagai sebuah nilai merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan (dalam bentuk perasaan, kata-kata, dan perbuatan) bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk


(69)

keuntungan dirinya. Kata jujur identik dengan “benar” yang laan katanya adalah “bohong”. Makna jujur lebih jauh dikorelasikan dengan kebaikan (kemaslahatan). Kemaslahatan memiliki makna kepentingan orang banyak, bukan kepentingan diri sendiri atau kelompoknya, tetapi semua orang yang terlibat.

Yunus (2012:67) mengemukakan bahwa jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Menurut Mustari (2014:11), jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. Dalam suatu percakapan pernyataan dapat betul-betul benar dan akan menjadi tidak jujur jika niatan dari pernyataan itu adalah untuk membohongi pendengarnya. Sebaliknya, kepalsuan dapat dikatakan secara jujur jika sang pembicara sebetulnya mempercayainya menjadi benar, mengasumsikan sang pembicara menolak atau menekan bukti. Sebaliknya, kebohongan dapat didefinisikan semata-mata sebagai perilaku yang dilakukan dengan niatan untuk mengelabui atau memanipulasi kebenaran. Sedangkan menurut Pupuh, Suryana, dan Fenny (2013:107), jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.


(70)

2. Komponen-komponen Karakter yang Baik

Filosofi Yunani Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar, tingkah laku yang benar dalam hal berhubungan dengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri. Dalam buku (Lickona, 2008:74) terdapat komponen-komponen karakter yang baik yaitu: yang pertama pengetahuan moral yang terdiri dari kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri; yang kedua perasaan moral yang terdiri dari hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, dan kerendahan hati; yang ketiga aksi moral yang terdiri dari kompetensi, kemauan, dan kebiasaan.

a. Pengetahuan Moral 1) Kesadaran moral

Kesadaran moral adalah kendala untuk bisa mendapatkan informasi. Dalam membuat penilaian moral, sering kali kita tidak bisa memutuskan mana yang benar sampai kita mengetahui keadaan yang sesungguhnya.

2) Mengetahui nilai-nilai moral

Nilai moral seperti menghormati kehidupan dan kemerdekaan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas kasih, kedermawaan, dan keberanian adalah


(71)

faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik. Jika disatukan, seluruh faktor ini akan menjadi warisan moral yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melek etis menuntut adanya pengetahuan terhadap semua nilai ini. 3) Pengambilan perspektif

Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana mereka akan berpikir, bereaksi, dan merasa. Ini adalah prasyarat bagi pertimabangan moral: kita tidak dapat menghormati orang dengan baik dan bertindak dengan adil terhadap mereka jika kita tidak memahami mereka.

4) Penalaran moral

Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral. Penalaran moral telah menjadi fokus sebagian besar riset psikologi perkembangan moral abad ini.

5) Pengambilan keputusan

Keterampilan pengambilan keputusan reflektif adalah kemampuan memikirkan langkah yang mungkin akan diambil seseorang yang sedang menghadapi persoalan moral.


(72)

6) Pengetahuan diri

Memahami diri sendiri merupakan pengatahuan moral yang paling sulit untuk dikuasai, tapi penting bagi pengembangan karakter. Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan kelemahan karakter kita dan mengetahui cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut. b. Perasaan Moral

1) Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam menentukan hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa berkewajiban untuk melakukan hal yang benar. 2) Penghargaan diri

Apabila kita memiliki penghargaan diri yang sehat, kita akan dapat menghargai diri sendiri. Dan, jika kita menghargai diri sendiri, maka kita akan menghormati diri sendiri. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi kita untuk merusak tubuh atau pikiran kita atau membiarkan orang lain merusaknya. 3) Empati

Empati adalah kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan yang tengah dialami orang lain. Empati memungkinkan kita keluar dari kulit kita dan masuk ke kulit


(1)

191 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

192 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

193 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

194 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

195 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

196 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 2

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan

0 2 219

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi Akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di wilayah Kota Yogyakarta.

0 2 199

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada Materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di Kabupaten Gunungkidul.

0 0 211

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul.

0 0 232

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

5 14 226

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan Keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 205

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 163

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 169

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan motivasi belajar dan kecerdasan emosional siswa

0 0 158