Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan Keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA Survei pada 3 SMA Negeri dan 1 SMA Swasta di Kabupaten Bantul

Gisela Anggita Sari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 1280 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 302 siswa. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,574; nilai

Sig. (1-tailed) = 0,000 <  = 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,149; nilai Sig.

(1-tailed) = 0,005 <  = 0,01); 3) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa (Spearman’s rho = 0,622; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 <  = 0,01).


(2)

ix ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey in Three Public High Schools and One Private High School in Bantul Regency

Gisela Anggita Sari Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The study population were 1,280 students. The samples were 302 students. The sampling technique was cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive statistics and Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills (Spearman's rho = 0.574, the Sig. (One-tailed) = 0,000   0.01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity (Spearman's rho = 0149, the Sig. (One-tailed) = 0,005   0.01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Spearman's rho = 0,622, the Sig. (One-tailed) = 0,000  0.01).


(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

GISELA ANGGITA SARI NIM: 121334025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

GISELA ANGGITA SARI NIM: 121334025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

/+ \

SKRIPSI

HUBUNGAII

TINGKAT KETERLAKSAI\AA}I

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

PADA MATERT

AI(INTAI\ISI

BERI}ASARKAI\

KURIKULUhI

2ffi6

DENGAI\I

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DA}[

MINAT

BELAJAR

SISWA

Survei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul


(6)

SKRIPSI

HUBTINGAN

TINGKAT

KETERLAKSANTAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

PADA

MATERI

AKUNTANSI

BERDASARKAN

KURIKULUM

2A06

DENGA}I

KETERAMPILAIY

BERKOMUMKASI,

INTEGRITAS

PRIBADI,

DAN

MINAT

BELAJAR

SISWA

Survei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul

dan ditulis oleh: rI

Ketua Sekretaris Anggota

Anggota Anggota

Yogyakarta24luri2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Sanata Dharma

ilt

dan diny'atakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap

I_*^-:..^ D^-l^- O---^r..^ C nl X ' a:

Tanda Tangan


(7)

Halaman Persembahan

Ku persembahkan karya ini untuk :

Tuhan Yesus & Bunda Maria Inilah wujud syukurku atas berkatmu

Orang Tuaku Tersayang Bapak Heribertus Ngatija & Ibu Mulyani Inilah wujud pertanggungjawabanku atas kepercayaan yang telah diberikan

Leonardus Agus Setiyawan Perhatian, dukungan, dan kasih sayang

Adikku Melania Villa Sari & Fabian Naya Kristian Menghiasi dengan tawa penghilang kejenuhan

Keluarga Sisri dan Sedulur Payung (Vena, Ella, Helen, Dila, Natal, Mitha, Siska, Siwi, Nopi, Shopi, Boru, Albeta, Sisil, Adys) Perjuangan dan semangat yang kan selalu terkenang

Almamaterku Universitas Sanata Dharma Pelajaran kehidupan yang sangat berharga


(8)

v

MOTTO

“Percaya saja, Tuhan tidak pernah terlambat, Dia juga tidak tergesa-gesa, Dia

selalu tepat waktu”

“Apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan

menerimanya”

(Matius 22:21)

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara

kamu”

(1 Petrus 5:7)

“...orang-orang pilihanKu akan menikmati pekerjaan tangan mereka. Mereka

tidak akan bersusah-

susah dengan percuma”


(9)

PERI\IYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesunguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaiman a layah,rrya karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 Juni 2016

Penulis

Cd,&,L


(10)

LEMBAR PERI\TYATAAN PF RSETUJUAN

PUBLUK \SI KARYA ILMIAH UNTUK KIiPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Gisela Anggita Sari

NomorMahasiswa :121334025

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan Tingknt keterlaksanaan Pembelaj aran Kontekstual pada Materi

Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2 006 dengan Keterampilan Berkomunikasi,

Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan dat4 mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta

ijin

dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Padatanggal:24 hxi2016

Yang menyatakan

Mb

Gisela Anggita Sari


(11)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA Survei pada 3 SMA Negeri dan 1 SMA Swasta di Kabupaten Bantul

Gisela Anggita Sari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 1280 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 302 siswa. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,574; nilai

Sig. (1-tailed) = 0,000 <  = 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,149; nilai Sig.

(1-tailed) = 0,005 <  = 0,01); 3) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa (Spearman’s rho = 0,622; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 <  = 0,01).


(12)

ix ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey in Three Public High Schools and One Private High School in Bantul Regency

Gisela Anggita Sari Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The study population were 1,280 students. The samples were 302 students. The sampling technique was cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive statistics and Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills (Spearman's rho = 0.574, the Sig. (One-tailed) = 0,000   0.01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity (Spearman's rho = 0149, the Sig. (One-tailed) = 0,005   0.01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Spearman's rho = 0,622, the Sig. (One-tailed) = 0,000  0.01).


(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga skripsi ini telah selesai dengan baik. Banyak hal yang harus dihadapi penulis dalam penyusunan skripsi ini, namun dengan campur tangan Tuhan penulis dapat melewatinya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma;

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan sabar, memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini; 5. Para Dosen dan Tenaga Administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi

yang telah memberikan berbagai pengetahuan dalam proses perkuliahan dan membantu kelancaran proses belajar;


(14)

6.

Orang tuaku Bapak Heribertus Ngatrja dan Ibu Mulyani serta adikku

Melania

Villa

Sari dan Fabian Naya Kristian yang selalu memberikan dukungan, do4 dan semangat;

7.

Leonardus Agus Setiyawan yang selalu mendengarkan keluh kesah,

memberi semangat selalu mendukung dan memberikan saran yang membangun demi kebaikan dalam mengerjakan slaipsi ini;

8.

Keluarga Sisri:

Ellq

Ven4 Helen, Natal,

Dila

Mitha Siska Siwi yang

selalu memberi dukungan selama proses skripsi;

g.

Teman-teman seperjuangan: Ell4 Dil4 Helen, Nopi, Shopi, Boru, Albeta

Sisil, Adys yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses

skripsi;

10.

Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2012 yang selalu memberikan

semangat selama proses skripsi;

11.

Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk

bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan

dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari

berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga

bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta" 24 luni 2016

x1


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian... 8


(16)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kurikulum 2006 ... 10

1. Pengertian Kurikulum ... 10

2. Pengertian Kurikulum 2006 ... 10

3. Konsep Dasar Kurikulum 2006 ... 13

4. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 2006 ... 14

5. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2006 ... 15

B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 17

1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 17

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 18

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 23

4. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual ... 26

C. Keterampilan Berkomunikasi ... 26

1. Pengertian Komunikasi ... 26

2. Keterampilan Dasar Berkomunikasi ... 27

3. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 28

4. Jenis-jenis Komunikasi ... 30

5. Fungsi Komunikasi ... 31

D. Integritas Pribadi (Kejujuran)... 32

1. Pengertian Kejujuran ... 32

2. Komponen-komponen Karakter yang Baik ... 34


(17)

4. Ciri-ciri Kejujuran ... 38

E. Minat Belajar ... 39

1. Pengertian Minat ... 39

2. Ciri-ciri Minat ... 41

3. Faktor-faktor Minat ... 42

4. Aspek Minat ... 43

F. Kerangka Berpikir ... 44

G. Model Penelitian ... 49

H. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

1. Tempat Penelitian... 52

2. Waktu Penelitian ... 53

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 53

1. Subjek Penelitian ... 53

2. Objek Penelitian ... 53

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 54

1. Populasi ... 54

2. Sampel ... 55

3. Teknik Pegambilan Sampel... 56

E. Devinisi Operasionalisasi Variabel dan Pengukurannya ... 57


(18)

xv

G. Teknik Pengujian Instrumen Penelitian ... 63

1. Pengujian Validitas ... 63

2. Pengujian Reliabilitas... 72

H. Teknik Analisis Data ... 74

1. Teknik Analisis Deskriptif ... 74

2. Analisis Pengujian Hipotesis ... 79

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 83

A. SMA N 1 Banguntapan ... 83

B. SMA N 2 Banguntapan ... 85

C. SMA N 1 Pajangan ... 87

D. SMA PL Sedayu ... 89

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 92

A. Deskripsi Data ... 92

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 92

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 94

B. Pengujian Hipotesis ... 98

C. Pembahasan ... 103

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN... 111

A. Kesimpulan... 111

B. Keterbatasan ... 112

C. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Alamat Lokasi Sekolah ... 52

Tabel 3.2 Data SMA yang Menerapkan Kurikulum 2006 se-Kabupaten Bantul ... 54

Tabel 3.3 Data SMA yang Menerapkan Kurikulum 2006 se-Kabupaten Bantul sebagai Sampel ... 57

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual... 57

Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 60

Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi ... 61

Tabel 3.7 Operasionalisasi Variabel Minat Belajar ... 62

Tabel 3.8 Skor Instrumen ... 62

Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 66

Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 66

Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Kembali Pengujian Validitas Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 68

Tabel 3.12 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Variabel Integritas Pribadi ... 69


(20)

xvii

Tabel 3.13 Hasil Perhitungan Pengujian Kembali Validitas Variabel

Integritas Pribadi ... 70

Tabel 3.14 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Variabel Minat Belajar .. 71

Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 73

Tabel 3.16 Nilai Persentil PAP Tipe II ... 76

Tabel 3.17 Rentang Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 77

Tabel 3.18 Rentang Keterampilan Berkomunikasi ... 77

Tabel 3.19 Rentang Integritas Pribadi ... 78

Tabel 3.20 Rentang Minat Belajar ... 79

Tabel 3.21 Nilai Korelasi dan Tingkat Kekuatan Hubungan ... 81

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah .. 92

Tabel 5.2 Status Sekolah Asal Siswa ... 93

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin 93 Tabel 5.4 Deskripsi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 94

Tabel 5.5 Deskripsi Keterampilan Berkomunikasi ... 95

Tabel 5.6 Deskripsi Integritas Pribadi ... 96

Tabel 5.7 Deskripsi Minat Belajar ... 97

Tabel 5.8 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi ... 98

Tabel 5.9 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Integritas Pribadi ... 100


(21)

Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Instrumen Penelitian (Kuesioner) ... 118 Lampiran 2 Data Jumlah Siswa Persekolah yang Menerapkan Kurikulum

2006 ... 120 Lampiran 3 Data Induk Penelitian ... 131 Lampiran 4 Uji Validitas... 156 Lampiran 5 Uji Reliabilitas ... 164 Lampiran 6 Daftar Tabel Statistik dan Perhitungan Tabel Korelasi ... 165 Lampiran 7 Uji Korelasi ... 167 Lampiran 8 Surat Izin Penelitian ... 169


(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk pembangunan bangsa. Tanpa pendidikan yang memadai, suatu bangsa sulit berkembang bahkan akan terus terpuruk. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas akan menentukan tingkat keberhasilan pembangunan bangsa. Kegiatan belajar merupakan proses penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Indonesia menempatkan pendidikan sebagai suatu yang penting dan utama. Hal tersebut dapat dilihat dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan sangat bergantung dengan adanya pedoman kurikulum yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.

Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Kunandar, 2007:124), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai, tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum ini ditujukan agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Kurikulum meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala


(24)

pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran, tetapi juga meliputi seluruh kehidupan dalam kelas, termasuk di dalamnya hubungan sosial antara guru dan peserta didik, metode mengajar, dan cara mengevaluasi.

Salah satu kurikulum yang dapat digunakan sebagai pedoman proses pembelajaran adalah Kurikulum 2006. Kurikulum 2006 merupakan revisi dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), karena pemerintah pusat memandang KBK terlalu intervensi dalam membuat kurikulum, maka dalam kurikulum 2006 beban belajar peserta didik sedikit berkurang dan sekolah, guru, komite sekolah diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum seperti membuat indikator, silabus, dan komponen kurikulum lainnya. Kurikulum 2006 merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah atau daerah, karakteristik sekolah atau daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.

Dalam pelaksanaan kurikulum, kurikulum 2006 dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar seperti yang dikemukakan Kunandar (2008:142), yaitu: (1) belajar untuk bermain dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Selain prinsip pelaksanaan kurikulum, terdapat


(25)

pula acuan penyusunan kurikulum 2006. Dalam acuan operasional penyusunan kurikulum 2006 mencakup beberapa poin, diantaranya peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun agar memungkinkan materi akuntansi dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Acuan lainnya yaitu, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. Berdasarkan kelima pilar belajar dan acuan penyusunan kurikulum 2006 diharapkan dapat mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi, serta dapat mengasah keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan meningkatkan minat belajar sisiwa.

Salah satu karakteristik kurikulum 2006 yaitu pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum dan mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi setempat dan kebutuhan peserta didik. Dari karakteristik tersebut guru mempunyai keleluasaan untuk memilih bahan ajar yang diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Maka strategi yang dapat digunakan guru yaitu menerapkan pembelajaran kontekstual. Selain itu, salah satu prinsip pengembangan kurikulum 2006 yaitu pembelajaran harus


(26)

relevan dengan kebutuhan kehidupan peserta didik, yang artinya pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalam kehidupan kemasyarakatan. Hal ini mencerminkan bahwa dalam pengembangan kurikulum 2006 dibutuhkan adanya pendekatan pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Di dalam pembelajaran kontekstual, peserta didik menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh prisip yang mendasari pembelajaran kontekstual, yaitu: konstuktivisme; menemukan (inquiry); bertanya (questioning); masyarakat belajar (learning community); pemodelan (modeling); refleksi (reflection); dan penilaian yang sebenarnya (authentic

assessment).

Salah satu prinsip pembelajaran kontekstual yaitu masyarakat belajar, menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi. Komunikasi merupakan peristiwa sosial yang dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik.


(27)

Selain masyarakat belajar, dalam prinsip pembelajaran kontekstual terdapat inquiry. Inquiry atau menemukan merupakan kegiatan pembelajaran dimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri. Dengan menemukan sendiri, peserta didik diharapkan dapat mengatakan apa yang terjadi sesuai dengan yang diamati dengan berlandaskan nilai kejujuran. Jujur merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan realitas yang ada dan tidak dimanipulsai dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya.

Selain masyarakat belajar dan inquiry, dalam prinsip pembelajaran kontekstual terdapat konstuktivisme. Konstuktivisme merupakan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk menemukan dan mentransformasikannya. Peserta didik membangun pemahamannya sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Kondisi belajar yang menuntut siswa secara aktif dan kreatif akan dapat meningkatkan minat belajar siswa, karena siswa diberikan keleluasaan untuk memilih sendiri apa yang mereka sukai, sehingga siswa tersebut akan semakin giat dalam belajar.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama melaksanakan tugas PPL, sekarang ini banyak peserta didik yang tidak aktif di kelas maupun di luar kelas hanya karena peserta didik tersebut merasa tidak dapat berkomunikasi dengan baik, merasa malu untuk mengungkapkan ide-ide, merasa takut salah untuk menjawab pertanyaan guru sehingga mereka


(28)

memilih untuk diam. Hal tersebut sangat disayangkan, karena akan mengganggu proses pembelajaran. Untuk mengatasi hal tersebut, maka keterampilan berkomunikasi dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kontekstual sesuai dengan prinsip masyarakat belajar.

Kejujuran merupakan salah satu akhlak mulia yang menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian dari Erlisia (2015), menunjukan bahwa sekarang ini tingkat kejujuran peserta didik di Indonesia tergolong rendah, ditandai dengan adanya kecurangan-kecurangan ketika peserta didik melaksanakan ujian, seperti meminta jawaban ke teman, menyontek teman, mengharapkan bantuan teman, memanfaatkan kesempatan yang ada, membuka contekan yang sudah disiapkan, serta beralasan ke kamar mandi. Tujuan dari perilaku tidak jujur yaitu supaya dapat mengerjakan ujian, mendapat nilai yang lebih baik, dan membahagiakan orang tua jika mendapatkan nilai bagus. Perbuatan menyotek mencerminkan perbuatan anak yang tidak jujur kepada diri, teman, orang tua, dan gurunya. Hal tersebut sangat disayangkan, jika peserta didik tidak dapat berkata jujur, maka integritas pribadi peserta didik tersebut tergolong rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kejujuran peserta didik dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kontekstual sesuai dengan prinsip inquiry.

Minat belajar sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Sekarang ini, seringkali minat belajar peserta didik tidak menentu sehingga konsentrasi belajar merekapun tidak terfokus. Seringkali peserta didik tidak antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal tersebut membuktikan bahwa


(29)

minat belajar peserta didik rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka minat belajar peserta didik dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kontekstual sesuai dengan prinsip konstuktivisme.

Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, maka penulis mempunyai

keinginan untuk mengadakan penelitian mengenai “Hubungan tingkat

keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa”.

B. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti membatasi ruang lingkup masalah, yaitu: Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa di SMA se Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2006.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi?


(30)

2. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajarn kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi?

3. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi.

2. Mengetahui apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi.

3. Mengetahui apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.


(31)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sumber informasi mengenai hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk menambah wawasan dan bahan evaluasi kinerja guru.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Sebagai referensi bagi pembaca untuk penulisan tugas akhir dan menambah koleksi di perpustakaan serta menambah pengetahuan untuk penelitian lebih lanjut.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Digunakan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan di bidang pendidikan serta sebagai acuan penelitian yang relevan.


(32)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kurikulum 2006

1. Pengertian Kurikulum

Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai, tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Hasan (Kunandar, 2007:124) mengartikan kurikulum sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen yang berisikan pernyataan mengenai kulitas yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut.

2. Pengertian Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:113) Kurikulum 2006 merupakan revisi dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), karena KBK dianggap masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dipandang terlalu intervensi dalam membuat kurikulum. Oleh karena itu dalam kurikulum 2006 beban belajar siswa sedikit berkurang dan sekolah, guru, komite sekolah diberikan kewenangan untuk


(33)

mengembangkan kurikulum seperti membuat indikator, silabus, dan komponen kurikulum lainnya.

Sementara itu menurut Mulyasa (2007:8) kurikulum 2006 merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Dengan adanya perkembangan kurikulum diharapkan dapat mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum 2006 merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru karena guru banyak dilibatkan, sehingga diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadahi. Kurikulum 2006 adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping menunjukan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana penigkatan kualitas, efisiensi, dan pemerataan pendidikan. Kurikulum 2006 merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung


(34)

kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya kurikulum. Pada sistem kurikulum 2006, sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan. Untuk mewujudkan visi,misi, dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam indikator kompetensi, mengembangkan strategi menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.

Dalam kurikulum 2006, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.


(35)

3. Konsep Dasar Kurikulum 2006

Menurut Mulyasa (2007:19) dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa kurikulum 2006 adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan kurikulum 2006 dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Kurikulum 2006 disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2 yaitu, ayat 1 Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional, ayat 2 Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum 2006 adalah sebagai berikut:

a. Kurikulum 2006 dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi, dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.

b. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum 2006 dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas pendidikan


(36)

kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.

c. Kurikulum 2006 untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

4. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 2006

Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut (Kunandar, 2008:142): a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan,

dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan percepatan


(37)

sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialisasian, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia

mangun karsa, ing ngarsa sung tulada.

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadahi, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadahi antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan. 5. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2006

Menurut Mulyasa (2007:168) acuan operasional penyusunan kurikulum 2006 sedikitnya mencakup 12 (dua belas) poin, yakni:


(38)

a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik.

b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.

Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah. d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Pengembangan

kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.

e. Tuntutan dunia kerja. Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja.

f. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. g. Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan


(39)

h. Dinamika perkembangan global. Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu bersaing secara global.

i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam NKRI.

j. Kondisi sosial budaya setempat. Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.

k. Kesetaraan jender. Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan jender.

l. Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Sebelum mempelajari pengertian keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, terlebih dahulu hendaknya mengetahui apa itu pengertian keterlaksanaan dan pembelajaran kontekstual. Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan


(40)

demikian, keterlaksanaan berarti suatu hal atau peristiwa yang sudah terjadi. Sedangkan pembelajaran kontekstual menurut Kokom (2011:7) pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Sementara itu menurut Hull’s dan Sounders (Kokom, 2011:6) di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Selanjutnya, Johnson (Kokom, 2011:6) mendefinisikan bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang telah dilaksanaan oleh sekolah yang dapat membantu guru mengaitkan materi dengan situasi kehidupan nyata siswa.

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (Kunandar, 2007:296) ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu:

a. Making meaningful connections (membuat hubungan yang

bermakna). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara


(41)

individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat.

b. Doing significant work (melakukan kegiatan yang signifikan).

Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

c. Self-regulated learning (belajar yang diatur sendiri). Siswa

melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada hubungannya dengan orang lain, dan ada produk atau hasilnya yang sifatnya nyata.

d. Collaborating (bekerja sama). Siswa dapat bekerja kelompok,

membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

e. Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif). Siswa

dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti.

f. Nurturing the individual (mengasuh dan memelihara pribadi

siswa). Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.


(42)

g. Reaching high standarts (mencapai standar yang tinggi). Siswa

mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut. h. Using authentic assessment (menggunakan penelitian autentik).

Siswa mengenal dan mencapai standar yang yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Sedangkan menurut Sounder (Kokom, 2011:8), pembelajaran kontekstual pada REACT. Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup, Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan,

Appllying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks

penggunaannya, Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan berbagi, Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru. Penjelasan masing-masing prinsip pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut:

a. Keterkaitan, relevansi, (relating)

Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada diri siswa (relevansi antar internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja dikemudian hari.


(43)

b. Pengalaman langsung (Experiencing)

Dalam proses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan, inventori, investigasi, dan sebagainya. Eksperiencing disebut sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan memotivasi, sangatlah bermanfaat penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video, membaca, dan menelaah buku teks, dan sebagainya. c. Aplikasi (appliying)

Menerapakan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat timggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk diterapkan atau digunakan pada situasi lainyang berbeda merupakan penggunaan fakta konsep, prinsip atau prosedur atau “pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan”. Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat juga dapat mendorong siswa untuk memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka minati. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan ini lebih


(44)

banyak diarahkan pada dunia kerja. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan menggunkan buku teks, video, laboratorium, dan bila memungkinkan ditindaklanjuti dengan memberikan pengalaman langsung melalui kegiatan karya wisata, praktik kerja lapangan, magang, dan sebagainya.

d. Kerja sama (cooperating)

Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi, interaktif antar sesama siswa, antar siswa dan guru, antar siswa dan para sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran, tetapi juga sekaligus memberikan wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja sama dalam bentuk tim kerja.

e. Alih pengetahuan (transfering)

Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.


(45)

3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2007:305) ada tujuh prinsip yang mendasari pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu:

a. Konstuktivisme

Konstruktivisme adalah pengetahuan yang dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Dalam konstuktivisme, siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi tersebut menjadi milik sendiri.

b. Menemukan (Inquiry)

Bagian inti dari pembelajaran berbasis kontekstual adalah menemukan. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan hasil dari menemukan sendiri, bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis kontekstual. Guru dapat mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya dapat dilakukan antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan orang lain yang ada di kelas. Bertanya dapat


(46)

ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dengan „sharing‟ antar teman, antar kelompok, dan antar yang sudah tahu ke yang belum tahu. Dalam pembelajaran kontekstual disarankan guru melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat, dan seterusnya.

e. Pemodelan (Modeling)

Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu diharapkan ada model yang dapat ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. f. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Perwujudan refleksi dapat berupa:

1) pernyataan langsung tentang apa yang telah diterima hari itu; 2) catatan atau jurnal di buku siswa;


(47)

3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu; 4) diskusi;

5) hasil karya.

g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment merupakan proses pengumpulan berbagai data

yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian yang sebenarnya adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian. Ciri-ciri penilaian yang sebenarnya adalah:

1) harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk;

2) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;

3) menggunakan berbagai cara dan sumber;

4) tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian;

5) tugas yang diberikan harus mencerminkan bagian kehidupan siswa nyata setiap hari, siswa harus dapat menceritakan kegiatan yang mereka lakukan setiap hari;

6) penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasannya.


(48)

4. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa ciri yang menandakan terciptanya pembelajaran kontekstual tersebut, ciri-cirinya antara lain (Kunandar, 2008:298): adanya kerjasama antar semua pihak; menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem; bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda; saling menunjang; menyenangkan dan tidak membosankan; belajar dengan bergairah; pembelajaran terintegrasi; menggunakan berbagai sumber; siswa aktif; sharing dengan teman; siswa kritis dan guru kreatif; dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa: peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya; loparan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan sebagainya.

C. Keterampilan Berkomunikasi 1. Pengertian Komunikasi

Semua orang belajar menjadi manusia melalui komunikasi. Sejak kecil manusia berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, kemudian terbentuklah perlahan-lahan kepribadiannya. Komunikasi merupakan pristiwa sosial yang dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Komunikasi menentukan kualitas hidup kita. Kualitas hidup kita, dan hubungan dengan sesama manusia dapat ditingkatkan dengan memahami dan memperbaiki komunikasi yang kita lakukan. Kemampuan


(49)

berkomunikasi adalah kemampuan membina hubungan dengan sesama. Komunikasi membantu seseorang memahami orang lain, dan membantu orang lain memahami dirinya. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Dengan komunikasi, kita dapat membentuk saling pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban.

Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995:30), pengertian komunikasi secara luas adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan sebentuk komunikasi. Secara sempit, komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima.

2. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Johnson (Supratiknya, 1995:10), menjelaskan beberapa keterampilan dasar berkomunikasi, yaitu sebagai berikut:

a. Harus mampu saling memahami satu sama lain. Secara rinci, kemampuan ini mencakup beberapa sub kemampuan, yaitu sikap percaya, pembukaan diri, keinsafan diri, dan penerimaan diri. b. Harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita


(50)

kemampuan menunjukan sikap hangat dan rasa senang serta kemampuan mendengarkan dengan cara yang akan menunjukan bahwa kita memahami lawan komunikasi kita.

c. Harus saling mampu menerima dan saling memberi dukungan atau saling menolong. Kita harus mampu menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukan sikap memahami dan bersedia menolong dan sambil memberikan bombongan dan contoh seperlunya, agar orang tersebut mampu menemukan pemecahan-pemecahan yang konstruktif terhadap masalahnya.

d. Harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain, melalui cara-cara konstruktif. Artinya dengan cara-cara yang semakin mendekatkan kita dengan lawan komunikasi kita dan menjadikan komunikasi kita itu semakin tumbuh dan berkembang.

3. Bentuk-Bentuk Komunikasi

Makmun (2015:12) menjabarkan bentuk-bentuk komunikasi sebagai berikut:

a. Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik.


(51)

b. Komunikasi Horisontal

Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.

c. Komunikasi Diagonal

Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.

Sedangkan Suwardi (2010:46) membagi komunikasi menjadi dua bentuk.

a. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan.

b. Komunikasi Non verbal

Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi ini menggunakan gerak tubuh atau bahasa tubuh (senyuman, sorotan mata, kerutan kening, dan sebagainya), menggunakan lambang, gambar, isyarat, dan sebagainya.


(52)

4. Jenis-Jenis Komunikasi

Menurut Makmun (2015:14) proses komunikasi bisa terjadi dalam diri seorang individu, dengan orang lain, dan kumpulan-kumpulan manusia dalam proses sosial. Berdasarkan pendapat tersebut, Burgon & Huffer (2002) membuat klasifikasi tiga jenis komunikasi, yaitu:

a. Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu (internal). Contohnya adalah kegiatan merenung, berpikir, berdialog dengan diri sendiri, baik dalam keadaan sadar maupun tidak.

b. Komunikasi Interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain. Contohnya, perbincangan dengan keluarga, pasangan, teman, rekan kerja, tetangga, dan sebagainya.

c. Komunikasi Massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada sekumpulan manuasia dimana didalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu arah (one way communication). Contohnya adalah kegiatan komunikasi (penyebaran informasi) yang terjadi di hadapan sekumpulan massa, melalui televisi, radio, media internet, media cetak, dan lain-lain.


(53)

5. Fungsi Komunikasi

Menurut Makmun (2015:15) manusia tanpa berkomunikasi dengan manusia lain adalah manusia yang penuh derita. Tanpa komunikasi, manusia dapat berubah dari manusia normal menjadi manusia agresif atau depresif. Sebaliknya, manusia yang mempunyai banyak masalah dapat meringankan pikiran dan perasaannya, setelah ia mau berkomunikasi dalam bentuk “curhat” pada sahabatnya, atau konseling ke ahlinya. Hal ini tercakup dalam fungsi komunikasi berikut:

a. Kendali: komunikasi bertindak untuk mengendalikan prilaku anggota dalam beberapa cara, setiap organisasi mempunyai wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh karyawan.

b. Motivasi: komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada para karyawan apa yang harus dilakukan bagaimana mereka bekerja baik dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja jika itu di bawah standar.

c. Pengungkapan emosional: bagi banyak karyawan kelompok kerja mereka merupakan sumber utama untuk interaksi sosial, komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanisme fundamental dimana anggota-anggota menunjukan kekecewaan dan rasa puas mereka oleh karena itu komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.


(54)

d. Informasi: menurut Robbins (Makmun, 2015:16) komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenai dan menilai pilihan-pilihan alternatif.

D. Integritas Pribadi (Kejujuran) 1. Pengertian Kejujuran

Sebelum mempelajari pengertian kejujuran, terlebih dahulu hendaknya mengetahui apa itu integritas. Integritas berasal dari bahasa latin integer, yang berarti keseluruhan, lengkap. Dalam konteks ini, integritas merupakan makna dalam (inner sense) dari keseluruhan yang berasal dari kualitas suatu karakter seperti kejujuran dan konsistensi Wikipedia (Yaumi, 2014:66). Dengan demikian, integritas adalah suatu konsep tentang konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip-prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya dengan etika, integritas selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan dari tindakan seseorang dan dikontraskan dengan kemunafikan atau bermuka dua. Yaumi (2014:66) menjelaskan bahwa integritas adalah integrasi antara etika dan moralitas, semakin terintegrasi, semakin tinggi level integritas yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral.

Dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada salah satu sifat keteladanan yaitu sifat kejujuran. Kejujuran merupakan hal penting yang


(55)

harus diterapkan dalam proses pembelajaran. Kejujuran ini perlu diterapkan disetiap mata pelajaran dan merupakan pencerminan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu sekolah perlu membuat peraturan untuk meningkatkan kejujuran siswa.

Thomas Jefferson (Yaumi, 2014:65) mendefinisikan kejujuran adalah bab pertama dalam buku tentang kebijaksanaan. Nilai kejujuran sangat penting sehingga dianggap sebagi bagian pertama dan yang utama dari bagian yang lainnya.

Menurut Friedrich (Yaumi, 2014:65) kejujuran dapat memakmurkan setiap kondisi kehidupan. Kejujuran dapat mengembangkan kondisi kehidupan ke arah yang lebih baik, tanpa kejujuran kondisi kehidupan pasti terganggu dan dapat membawa dampak pada kemunduran dari segala apa yang dilakukuan.

Jujur merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan realitas yang ada dan tidak dimanipulsai dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya. Dalam pembangunan karakter di sekolah, kejujuran menjadi sangat penting untuk mendidik karakter anak-anak bangsa. Karakter jujur dapat dilihat secara langsung di dalam kelas, semisal ketika siswa melaksankan ujian. Perbuatan mencotek mencerminkan perbuatan anak yang tidak jujur kepada diri, teman, orang tua, dan gurunya.


(56)

2. Komponen-Komponen Karakter yang Baik

Menurut Lickona (2013:75) ada enam pengetahuan moral yang diharapkan dapat menjadi tujuan pendidikan karakter:

a. Kesadaran moral

Tanggung jawab moral pertama seseorang adalah menggunakan akal mereka untuk melihat kapan sebuah situasi membutuhkan penilaian moral kemudian memikirkan dengan cermat pertimbangan apakah yang benar untuk tindakan tersebut. b. Mengetahui nilai-nilai moral

Nilai moral seperti menghormati kehidupan, dan kemerdekaan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas kasih, kedermawanan, dan keberanian adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik.

c. Pengambilan perspektif

Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana mereka akan berfikir, berkreasi, dan marasa.

d. Penalaran moral

Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral. Seiring dengan perkembangan penalaran moral manusia dan riset menunjukan


(57)

bahwa perkembangan terjadi secara bertahap. Meraka akan mempelajari mana yang akan termasuk sebagai nalar moral dan mana yang tidak ketika mereka akan melakukan sesuatu.

e. Membuat keputusan

Mampu memikirkan langkah yang mungkin akan diambil seseorang yang sedang menghadapi persoalan moral disebut sebagai keterampilan pengambilan keputusan.

f. Memahami diri sendiri

Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan kelemahan karakter kita dan mengetahui cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut.

Dari ke enam pengetahuan moral di atas, maka akan menimbulkan adanya perasaan moral, di antaranya adalah:

a. Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi, yaitu sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam menentukan hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa berkewajiban untuk melakukan hal yang benar.

b. Penghargaan diri

Jika kita memiliki penghargaan diri yang sehat, kita akan dapat menghargai diri sendiri. Dan, jika kita menghargai diri sendiri, maka kita akan menghormati diri sendiri. Dengan


(58)

demikian, kecil kemungkinan bagi kita untuk merusak tubuh atau pikiran kita atau membiarkan orang lain merusaknya.

c. Empati

Empati adalah kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan yang tengah diamati orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan perspektif.

d. Mencintai kebaikan

Jika orang mencintai kebaikan, meraka akan merasa senang melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya kewajiban.

e. Kontrol diri

Emosi dapat menghanyutkan akal. Maka kontrol diri merupakan pekerti moral yang penting. Disamping itu kontrol diri juga penting untuk mengekang keterlenaan diri.

f. Kerendahan hati

Kerendahan hati merupakan bagian dari pemahaman diri. Suatu bentuk ketebukaan murni terhadap kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan kita. Apabila seseorang memiliki kualitas intelektual dan emosional seperti yang telah dibahas di atas, mereka memiliki kemungkinan melakukan tindakan yang menurut pengetahuan dan perasaan mereka adalah tindakan yang benar.


(59)

Ada tiga aspek karakter dari tindakan moral yakni: kompetensi, kemauan, dan kebiasaan.

a. Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral kedalam tindakan moral yang efektif.

b. Kehendak

Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral.

c. Kebiasaan

Seseorang membutuhkan banyak kesempatan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik, dan banyak berlatih untuk menjadi orang baik. Seseorang harus memiliki banyak pengalaman menolong orang lain, berbuat jujur, bersikap santun dan adil. Dengan demikian, kebiasaan baik itu akan selalu siap melayani seseorag dalam keadaan sulit sekalaipun.

3. Hakikat Kejujuran

Menurut Kodsinco (Yaumi, 2014:65) menguraikan beberapa hakikat kejujuran, sebagai berikut:

a. Ketika kita mengatakan yang benar, kita sedang melakukan kejujuran.


(60)

b. Kita melakukan kejujuran ketika bertindak sesuai dengan yang dipikirkan.

c. Kita jujur ketika mengatakan yang benar sekalipun orang lain tidak setuju.

d. Hiduplah setiap hari dengan kejujuran, karena dengan kejujuaran seseorang pasti akan berbahagia dan membuat orang disekeliling kita bahagia.

4. Ciri-ciri Kejujuran

Orang yang memiliki karakter jujur dicirikan oleh perilaku berikut (Dharma, Cepi, dan Johar. 2011: 16):

a. Jika bertekat untuk melakukan sesuatu, tekatnya adalah kebenaran; b. Jika berkata tidak berbohong;

c. Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.

Menurut Pupuh, Suryana, dan Fenny (2013:107) indikator atau ciri-ciri kejujuran itu meliputi:

a. Melaksanakan tugas sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di sekolah.

b. Menyebutkan secara tegas keunggulan dan kelemahan suatu pokok bahasan.

c. Mau bercerita tentang permasalahan dirinya dalam menerima pendapat temannya.


(61)

d. Mengemukakan pendapat tentang sesuatu sesuai dengan yang diyakininya.

e. Membayar barang yang dibeli dengan jujur.

f. Mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan ditempat umum.

E. Minat Belajar

1. Pengertian Minat

Winkel (2007:212) mendefinisikan minat adalah kecenderungan yang menetap dalam diri subyek, untuk merasa tertarik pada bidang studi ataupun hal lain dan merasa senang mempelajari hal tersebut. Adanya suatu ketertarikan dalam hal atau bidang tertentu yang bersifat tetap di dalam diri subyek, sehingga seseorang mendalaminya.

Menurut Syah (2008:151) minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar dalam diri seseorang akan suatu hal. Keinginan yang besar terhadap bidang studi sangat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa.

Sedangkan menurut Slameto (Syaiful, 2011:191) minat adalah perasaan lebih suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat dapat timbul dengan sendirinya dalam diri manusia yang dapat ditengarahi dengan adanya rasa suka terhadap sesuatu.


(62)

Dalyono (Syaiful, 2011:191) memaparkan bahwa minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sabaliknya minat belajar yang kurang cenderung akan menghasilkan prestasi yang rendah. Dalam konteks tersebut diyakini bahwa minat sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Tidak banyak yang dapat diharapkan untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik dari seseorang yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu.

Slameto (Syaiful, 2011:193) berpendapat bahwa minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan dapat diperoleh kemudian. Minat belajar dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada diri peserta didik dengan jalan memberikan informasi kepada peserta didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu atau menguraikan kegunaannya di masa yang akan datang bagi peserta didik.

Gunarso (Makmun, 2011:88) mengemukakan minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju sesuatu yang telah menarik minatnya. Sedangkan menurut Hurlock (Makmun, 2011:88), minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.

Berdasarkan definisi minat tersebut dapat dikemukakan bahwa minat mengandung unsur-unsur sebagai berikut:


(63)

b. Adanya pemusatan perhatian, perasaan, dan pikiran dari subyek karena tertarik.

c. Adanya perasaan senang terhadap obyek yang menjadi sasaran. d. Adanya kemauan atau kecenderungan pada diri subyek untuk

melakukan kegiatan guna mencapai tujuan. 2. Ciri-Ciri Minat

Menurut Hurlock (1978:115) ciri-ciri minat ada tujuh, yaitu: a. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. b. Minat bergantung pada kesiapan belajar.

c. Minat bergantung pada kesempatan belajar. d. Perkembangan minat mungkin terbatas. e. Minat dipengaruhi pengaruh budaya. f. Minat berbobot emosional.

g. Minat itu egosentris.

Minat seseorang akan berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental. Pada waktu bertumbuhan terlambat dan kematangan dicapai minat akan menjadi lebih stabil. Seseorang tidak akan memiliki minat sebelum mereka siap secara fisik dan mental. Kesempatan seseorang untuk belajar bergantung pada lingkungan, dengan bertambahnya lingkup sosial, maka seseorang akan menjadi tertarik pada minat orang di lingkungan sosial yang mereka kenal. Ketidak mampuan fisik, mental, dan pengalaman sosial yang terbatas dapat membatasi minat seseorang.


(64)

3. Faktor-Faktor Minat

Minat seseorang tidak timbul secara tiba-tiba. Minat tersebut timbul karena adanya dua faktor, yaitu faktor internal, dan faktor eksternal. Kedua minat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Menurut Syah (2003:151) Faktor internal adalah segala sesuatu yang menimbulkan adanya minat dari dalam diri siswa. Faktor internal tersebut antara lain: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.

Perhatian siswa sangat penting dan berpengaruh terhadap minat siswa dalam belajar. Siswa yang aktif dan memperhatikan dalam kegiatan belajar, prestasinya akan lebih tinggi dibanding dengan yang tidak memperhatikan. Keingintahuan adalah suatu perasaan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk dapat mengetahui hal baru. Menurut Syah (2008:151) motivasi adalah keadaan internal manusia yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Setiap orang memiliki keinginan dan kebutuhan untuk memenuhi segala apa yang diinginkannya, sehingga dalam dirinya timbul semangat atau dorongan yang disebut motivasi. Menurut Suwardi (2010:42) kebutuhan (Motif) merupakan salah satu hal yang mempengaruhi perilaku manusia. Motif merupakan dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu.


(65)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal segala sesuatu yang menimbulkan adanya minat dari luar dirinya, antara lain: pengalaman dini sekolah, pengaruh dari orang tua, sikap saudara kandung, sikap teman sebaya, penerimaan oleh kelompok teman sebaya, keberhasilan akademik, sikap terhadap pekerjaan, hubungan antara guru dan murid, suasana emosional sekolah (Hurlock, 1978:139).

4. Aspek Minat

Hurlock (1978:116) membagi minat menjadi dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Kedua aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan seseorang mengenai bidang yang berkiatan dengan minat. Konsep yang membangun aspek kognitif didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang telah dipelajari di rumah, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Seperti halnya dengan aspek kognitif, aspek afektif juga berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang tua, sikap guru, sikap teman sebaya, dan dari sikap yang tersirat dari berbagai bentuk media masa.


(66)

F. Kerangka Berpikir

Menurut Mulyasa (2007:8) Kurikulum 2006 merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Dengan adanya perkembangan kurikulum diharapkan dapat mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi.

Salah satu karakteristik kurikulum 2006 yaitu pemberian otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum dan mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi setempat dan kebutuhan peserta didik. Dari karekteristik tersebut guru mempunyai keleluasaan untuk memilih bahan ajar yang diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta didik .

Berdasarkan karakteristik tersebut maka strategi yang dapat digunakan guru yaitu menerapkan pembelajaran kontekstual, karena pembelajaran kontekstual dapat mengembangkan potensi peserta didik, dimana konsep pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dalam bukunya Kunandar (2007:305) ada tujuh prinsip yang mendasari pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu: konstuktivisme, menemukan


(67)

(inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).

1. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi siswa.

Komunikasi merupakan peristiwa sosial yang dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Sekarang ini banyak siswa yang tidak aktif di kelas maupun di luar kelas hanya karena siswa tersebut merasa tidak dapat berkomunikasi dengan baik, merasa malu untuk mengungkapkan ide-ide, merasa takut salah untuk menjawab pertanyaan guru sehingga mereka memilih untuk diam. Hal tersebut sangat disayangkan, karena sebagai generasi muda seharusnya para pelajar harus berani mengungkapkan apa yang ada dipikiran mereka untuk membangun generasi yang lebih baik.

Salah satu prinsip pembelajaran kontekstual yang mendukung berkembangnya keterampilan berkomunikasi yaitu prinsip masyarakat belajar. Melalui prinsip masyarakat belajar, proses pembelajaran dibuat ada kerjasama antar kelompok. Diharapkan agar siswa dapat berdiskusi satu sama lain, sehingga siswa dapat berlatih untuk menyampaikan pendapat atau mengungkapkan ide-ide mereka dihadapan kelompok. Jika siswa saling berkomunikasi di dalam kelompok dan terus berlatih,


(68)

kemungkinan siswa tersebut akan semakin terampil dalam berkomunikasi.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menduga apabila terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi.

2. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajarn kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi siswa.

Jujur merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan realitas yang ada dan tidak dimanipulsai dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya. Kejujuran merupakan salah satu akhlak mulia yang menjadi dasar pembentukan kepribadian siswa. Sekarang ini tingkat kejujuran peserta didik di Indonesia tergolong rendah, ditandai dengan adanya kecurangan-kecurangan ketika peserta didik melaksanakan ujian, seperti meminta jawaban ke teman, menyontek teman, mengharapkan bantuan teman, memanfaatkan kesempatan yang ada, membuka contekan yang sudah disiapkan, serta beralasan ke kamar mandi. Tujuan dari perilaku tidak jujur yaitu supaya dapat mengerjakan ujian, mendapat nilai yang lebih baik, dan membahagiakan orang tua jika mendapatkan nilai bagus. Perbuatan mencotek mencerminkan perbuatan anak yang tidak jujur kepada diri, teman, orang tua, dan gurunya.


(69)

Salah satu prinsip pembelajaran kontekstual yang mendukung berkembangnya integritas pribadi khususnya kejujuran peserta didik yaitu prinsip inquiry. Melalui pembelajaran dengan inquiry, proses pembelajaran dibuat agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri. Dengan menemukan sendiri, siswa diharapkan dapat mengatakan apa yang terjadi sesuai dengan yang diamati dengan berlandaskan nilai kejujuran. Dengan menerapkan prinsip pembelajaran

inquirymaka akan melatih kejujuran siswa.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menduga apabila terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi siswa.

3. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar siswa.

Di dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan minat dari setiap siswa untuk mengikutinya, agar siswa dapat memahami setiap materi yang disampaikan oleh guru. Namun, pada kenyataannya seringkali minat belajar siswa tidak menentu sehingga konsentrasi belajar merekapun tidak terfokus. Seringkali siswa tidak antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.

Salah satu prinsip pembelajaran kontekstual yang mendukung berkembangnya minat belajar siswa yaitu prinsip konstuktivisme.


(70)

Melalui pembelajaran dengan konstuktivisme siswa dituntut untuk menemukan dan mentransformasikannya. Siswa membangun pemahamannya sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu. Dalam proses pembelajaran guru dapat menggunakan model atau metode pembelajaran yang beragam, sehingga dalam proses pembelajaran terdapat interaksi yang baik antara guru dan siswa, sehingga guru tidak hanya ceramah terus-menerus, namun juga harus melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran tersebut, misalnya dengan diskusi dan presentasi. Siswa yang dituntun untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran tersebut adalah upaya yang baik untuk mencapai keberhasilan dan dapat menimbulkan minat belajar, karena siswa diberikan keleuasaan untuk memilih sendiri apa yang mereka suka. Hal tersebut diharapkan dapat menumbuhkan minat siswa dalam belajar, sehingga proses pembelajaran menggunakan konstuktivisme akan meningkatkan minat belajar siswa.

Disamping itu salah satu ciri dari pembelajaran kontekstual yaitu pembelajaran dibuat menyenangkan. Jika siswa merasa senang ketika mengikuti pembelajaran, kemungkinan minat siswa terhadap pelajaran tersebut akan meningkat.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menduga apabila terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.


(1)

(2)

171 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

173 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

175 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 0 2

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan

0 2 219

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi Akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di wilayah Kota Yogyakarta.

0 2 199

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

0 2 229

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada Materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di Kabupaten Gunungkidul.

0 0 211

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul.

0 0 232

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

5 14 226

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 163

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa

0 1 169

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan motivasi belajar dan kecerdasan emosional siswa

0 0 158