Pembelajaran PKn dengan PendekatanContextual Teaching And Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi TESIS P. SUSALIT

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia, sangat luhur dalam meningkatkan kualitas manusia, sehingga segala usaha yang mengarah pada keberhasilan pendidikan merupakan sebuah keharusan. Pada era globalisasi, masyarakat sudah sadar akan pentingnya pendidikan. Pendidikan akan membawa manusia pada kehidupan yang lebih baik dan lebih bermartabat. Hal ini senada dengan makna pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, Aqidah Akhlak, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN, No. 20, 2003: 3).

Keberhasilan dalam bidang pendidikan melalui proses pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu guru, peserta didik, kurikulum, tenaga pendidik, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi, sudah tentu akan memperlancar proses pembelajaran. Keberhasilan dalam bidang pendidikan akan meningkatkan kualitas pendidikan.


(2)

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka perlu adanya proses pembelajaran yang bermutu dan berkualitas. Baik bermutu pada prosesnya maupun hasil akhir pembelajaran yaitu prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberprestasian belajar siswa. Siswa yang prestasinya tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah berprestasi dalam pembelajaran, dan sebaliknya siswa yang prestasi belajarnya rendah dapat dikatakan belum berprestasi dalam pembelajaran.

Belajar sebagai suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan aspek lainnya yang ada pada individu (Sudjana, 2002: 280). Belajar merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mendapat pengetahuan dari bahan yang dipelajari dan adanya perubahan dalam diri seseorang baik itu pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah lakunya.

Menurut Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran,. Sehingga kadang kala metode konvensional menimbulkan kejenuhan dalam proses pembelajaran yang berakibat penurunan hasil belajar siswa.


(3)

Proses pembelajaran yang didominasi dengan tuntutan untuk menghafalkan dan menguasai pelajaran sebanyak mungkin untuk menghadapi ujian, dimana peserta didik harus mengeluarkan apa yang telah dihafalkannya. Kondisi ini sangat bertentangan dengan kondisi psikologis peserta didik dimana proses transfer pengetahuan bakal efektif jika melalui “gaya belajar” peserta didik sendiri. Oleh karena itu, gaya mengajar pendidik harus disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik tersebut.

Hal ini pun sejalan dengan pendapat Sudjana (2005: 40), bahwa peserta didik adalah insan yang aktif serta perlu diperdayakan untuk berpartisipasi penuh dalam penentuan dan pembentukan cara belajarnya. Tetapi kenyataannya, dalam pembelajaran di kelas justru sebaliknya, peserta didik harus susah payah menyesuaikan dengan gaya mengajar pendidik. Akibatnya peserta didik cenderung tertekan dan belajar dalam kondisi yang tidak menyenangkan.

Hasil observasi awal peneliti di SMK Gajah Mada Purwodadi, bahwa mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang membosankan dan kurang menarik bagi siswa, hal ini disebabkan siswa harus menghafal dan mengingat materi PKn. Selain itu proses pembelajaran PKn yang berlangsung masih berorientasi pada guru yang menyampaikan materi dengan tidak mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sedangkan siswa hanya berperan sebagai penerima informasi saja. Hal ini mengakibatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat kurang.


(4)

Belum nampaknya keterlibatan siswa dalam pembelajaran PKn itu terlihat dari masih banyaknya siswa yang kurang aktif dalam memberikan pendapat atau memberi gagasannya, mengajukan pertanyaan ataupun dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Padahal jika proses pembelajaran berorientasi pada siswa dimana siswa mencari tahu sendiri mengenai materi yang dipelajari dengan dikaitkan pada suatu fenomena atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa akan mampu memahami pelajaran dengan baik.

Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.

Sebagaimana yang penulis tahu bahwa materi PKn syarat dengan nilai. Nilai-nilai yang akan mendukung untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, warga negara yang cinta pada tanah air, yang rela berkorban, mampu bersikap adil, saling menolong dan memiliki toleransi yang


(5)

tinggi. Selain contoh nilai-nilai di atas masih banyak lagi nilai-nilai yang diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.

Berdasarkan realita di atas, maka peranan guru sangat diperlukan dalam keberhasilan pembelajaran. Guru dikatakan berhasil dalam mengajar jika tujuan-tujuan pembelajaran sudah tercapai. Kreativitas guru dalam memilih metode pembelajaran yang tepat sangat diperlukan. Siswa tidak hanya berperan sebagai obyek pembelajaran, tetapi juga sebagai subyek pembelajaran. Alur proses pembelajaran tidak hanya dari guru ke siswa, tetapi juga dari siswa ke guru bahkan siswa bisa juga belajar bersama peserta didik lain dan bekerjasama.

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Pembelajaran yang pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah lebih baik, perlu untuk ditingkatkan. Karena pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar (Mulyasa, 2004:100). Atas dasar


(6)

itulah guru mencoba mengembangkan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) pada pembelajaran PKn. Wina Sanjaya (2006: 255), menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Lebih lanjut Syaiful Sagala (2005: 88), menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Bertitik tolak dari masalah-masalah di atas, maka guru mata pelajaran PKn harus selalu berupaya mencari solusi untuk memperbaiki proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan prestasi siswa, salah satunya yaitu dengan penerapan model pembelajaran kontekstual. Metode kontekstual ini diasumsikan memiliki peranan yang cukup kuat dalam memberikan pemahaman kepada siswa atas teori materi yang bersifat abstrak agar bisa dipahami secara konkrit. Siswa menjadi lebih mudah memahami materi pelajaran dari segi proses pembelajaran dengan mengaitkan antara materi dan lingkungan sekitar.

Hal tersebut sebagaimana hasil observasi sementara peneliti di SMK Gajah Mada Purwodadi, dimana siswa masih menemui beberapa hambatan


(7)

dan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran PKn secara maksimal. Mengingat pembelajaran PKn merupakan materi pelajaran yang banyak bersifat moral dan afektif yang memerlukan pemahaman yang bersifat praktis secara komprehensif.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian di SMK Gajah Mada Purwodadi dengan judul “ Pembelajaran PKn dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning, di SMK Gajah Mada Purwodadi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas fokus penelitian ini adalah “Bagaimana Pembelajaran PKn dengan Pendekatan Contexstual Teaching

Learning (CTL) di SMK Gajah Mada Purwodadi”. Fokus tersebut

dijabarkan menjadi empat sub fokus sebagai berikut :

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi ? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual

Teaching and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi ?

3. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam pembelajaran PKn dengan Pendekatan Contexstual Teaching Learning (CTL) di SMK Gajah Mada Purwodadi ?

4. Bagaimana evaluasai dalam pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi ?


(8)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendiskripsikan:

1. Perencanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi.

2. pelaksanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi.

3. Faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi.

4. Evaluasi pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning di SMK Gajah Mada Purwodadi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi baik secara teoritis maupun praktis terhadap pengembangan program pendidikan. Secara teoritis penelitian ini dapat memberi masukan, berupa pengembangan model pembelajaran kontekstual terutama dalam pembelajaran PKn.

Secara praktis, metode pembelajaran CTL diharapkan dapat bermanfaat:

1) Bagi guru

a. Memberikan pengalaman untuk guru dalam merancang model pembelajaran CTL pada mata pelajaran PKn di SMK.


(9)

b. Mengembangkan potensi guru sebagai pengembang kurikulum (curriculum development), perencana, pelaksana serta sebagai motivator, serta sebagai bahan masukan dalam meningkatkan efektivitas mengembangkan kemampuan profesional untuk mengadakan perubahan, perbaikan dalam pembelajaran PKn di SMK.

2) Bagi siswa

a. Menumbuhkan motivasi, meningkatkan aktivitas, memupuk kreativitas serta penuh inisiatif siswa dalam pembelajaran PKn.

b. Melatih keberanian, keterampilan dan rasa percaya diri pada saat melaksanakan pembelajaran PKn dan menumbuhkan kreatifitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran PKn dengan menggunakan berbagai model diantaranya model pembelajaran CTL.

3) Bagi sekolah

a. Meningkatkan kualitas pengelolaan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan mata pelajaran PKn.

b. Hasil perbaikan ini menjadi masukan bagi sekolah untuk menerapkan pembelajaran khususnya mata pelajaran PKn di SMK.

4) Bagi penulis

a. Memberi pengalaman bagi peneliti dan menambah khazanah keilmuan sebagai bekal menjadi guru yang profesional kelak.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi (Djamarah, 2002: 11). Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasikan pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.

Belajar dapat diartikan sebagai proses berfikir. Belajar berfikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berfikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannnya sendiri (Sanjaya, 2006: 107).

Pembelajaran merupakan kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur commit to user


(11)

yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2008: 55). Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan dampak logis dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan mengharuskan penyesuaian dan peningkatan proses pembelajaran secara terus menerus. Di samping itu diperlukan pemutakhiran pilihan atas berbagai konsep-konsep pembelajaran serta alternatif inovasi pendidikan yang berkembang semakin beragam. Harus selalu diupayakan adanya usaha perbaikan dan peningkatan kualitas isi, efisiensi dan efektivitas pembelajaran, proses dan hasil pembelajaran.

Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng dalam (Uno , 2008:2) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Sebagaimana diungkapkan (Dexzrek,2008:1) bahwa Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan jasa pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Sehingga Secara impilisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode, untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada.

b. Ciri-ciri Pembelajaran

Pembelajaran merupakan sebuah proses interaksi antar manusia yang disebut sebagai interaksi. Menurut Hamalik ( 2011: 23 ) ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran yaitu :


(12)

1)Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.

2)Saling ketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepad sistem pembelajaran.

3)Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendaka dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural).

c. Unsur-unsur pembelajaran

Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pembelajaran adalah seorang warga belajar, suatu tujuan dan suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan, dalam hal ini, tutor tidak termasuk sebagai unsur sistem pembelajaran, fungsinya dapat digantikan atau dialihkan kepada media sebagai pengganti, seperti : buku, slide atau teks diprogram dan sebagainya.

Unsur-unsur dinamis pembelajaran pada tutor: 1) Motivasi membelajarkan warga belajar.

2) Kondisi guru/tutor siap membelajarkan siswa/peserta didik.


(13)

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran

Sumadi Suryabrata (2004: 249-250), belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor yaitu sebagai berikut :

1) Faktor yang berasal dari luar diri warga belajar di golongkan menjadi yaitu : Faktor non sosial dan Faktor sosial.

2) Faktor yang berasal dari dalam diri warga belajar, Faktor fisiologis, jasmani, fungsi fungsional tertentu, dan Faktor psikologis mendorong aktivitas belajar.

2. Pembelajaran Berdasarkan Konsep Siswa

Konsep siswa memandang belajar sebagai proses aktif dan interaktif sebagai proses interpretasi dan interaksi diri terhadap realitas dan sensori-sensori baru yang melibatkan konstruksi - konstruksi inter dan intra individu. Dengan konsep siswa, siswa dapat mencipta makna-makna melalui interaksi atau pengaitan diri antara pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitifnya dengan pengetahuan baru. Sentralitas dari setiap peristiwa pembelajaran terletak pada “suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman belajarnya, bukan pada kebenaran siswa dalam melakukan replikasi atas apa yang dikerjakan guru”(Bodner dalam Sadia, 1996). Pembelajaran dengan menggunakan konsep siswa memandang siswa bukan sebagai kertas kosong akan tetapi siswa dipandang sebagai pihak yang telah memiliki pengetahuan awal yang merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman terhadap


(14)

peristiwa yang dialaminya sehari-hari. Sehingga dalam tahapan awal dari penerapan pembelajaran dengan konsep siswa, guru harus dapat menggali pengetahuan-pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa (Rodjikin, 2012: 116).

Pengembangan pembelajaran berdasarkan konsep siswa dapat digambarkan sebagai berikut :

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan konsep siswa ada beberapa tahapan dalam pelaksanaannya :

a. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan guru membuat rencana pembelajaran sesuai dengan pokok bahasan yang akan dibahas. Selain itu tugas-tugas yang akan diberikan kepada siswa juga sudah disiapkan sesuai dengan pokok bahasan yang akan dibahas.


(15)

b. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan konsep siswa

Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan konsep siswa guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mediator saja, materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa dikaitkan dengan kondisi aktual sehari-hari yang dialami oleh siswa. Sehingga konsep – konsep yang ada dalam pokok bahasan yang sedang dibahas merupakan konsep-konsep yang memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari. c. Evaluasi

Pada tahapan ini dilakukan evaluasi sejauhmana penguasaan siswa terhadap pokok bahasan yang dipelajari. Dari hasil evaluasi ini, kita akan mengetahui sejauhmana efektifitas dari pembelajaran dengan menggunakan konsep siswa.

d. Refleksi

Tahapan akhir yaitu refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Hasil dari refleksi merupakan masukan untuk perbaikan dalam pelaksanaan proses pembelajaran berikutnya.

3. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

a. Pengertian pembelajaran CTL

Elaine B. Johnson (Riwayat, 2008), mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem


(16)

pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu usaha yang dilakukan peserta didik untuk menghasilkan pengetahuan dengan menghubungkan muatan akademis dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Sejauh ini, pembelajaran masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai fakta untuk dihapal. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep ini membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. CTL ini senada


(17)

dengan model Gordom yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas pemecahan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan hubungan social. Ia juga menekankan bahwa ide-ide yang bermakna dapat ditingkatkan melalui aktivitas kreatif untuk memperkaya pemikiran ( Mulyasa, 2008:163 ).

Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai bekal dalam hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.

Pembelajaran Kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Beberapa pendapat tentang pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut :


(18)

1) Nanang Hanafiah (2009 : 67), menyatakan bahwa Contextual

Teaching and Learning yang umumnya disebut dengan

pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.

2) Wina Sanjaya (2006: 255), menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

3) Syaiful Sagala (2005 : 88), menyatakan bahwa Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari.


(19)

4) Rusman (2009: 240), mengatakan pendekatan Kontekstual adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkrit (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekadar dilihat dari sisi produk, tetapi yang terpenting adalah proses.

b.Komponen Pelaksanaan Pembelajaran CTL

Pembelajaran kontekstual lebih dikenal dengan istilah Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan pendekatan pendidikan yang melakukan kegiatan pembelajaran yang lebih dari


(20)

sekedar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. CTL berusaha melibatkan para siswa untuk mencari makna “konteks” itu sendiri. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan mengerti apa makna dari belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya, dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran, tugas guru adalah membantu siswa. Guru akan lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi materi pelajaran. Guru hanya mengelola kelas dan menciptakan situasi atau kondisi agar siswa dapat belajar untuk mencapai tujuannya.

CTL sebagai suatu model pembelajaran memiliki tujuh komponen. Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Menurut Wina Sanjaya (2006: 264-269), ada tujuh komponen pendekatan CTL sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini:

1) Kontruktivisme

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman (Wina Sanjaya, 2006: 264). Kontuktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas


(21)

melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan ini memberi makna melalui pengalaman yang nyata.

2) Menemukan (inquiry)

Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis (Wina Sanjaya, 2006:265). Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.

3)Bertanya (Questioning)

Unsur lain yang menjadi karekteristik utama CTL, adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community) commit to user


(22)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.

5) Pemodelan (Modelling)

Modelling yang dimaksudkan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa (Wina Sanjaya, 2006: 267). Modelling merupakan komponen yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pmbelajaran yang teoritis – abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa yang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai stuktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi


(23)

kesempatan untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.

7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.

c. Keunggulan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning.

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa kelebihan dari model pembelajaran dengan pendekatan CTL yaitu:

1) Siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

2) Siswa dapat saling bertanggung jawab atas kemampuan teman dalam kelompoknya.

3) Siswa dapat belajar dari teman ( menjadi tutor sebaya ). 4) Siswa dapat belajar melalui pengalaman sendiri.


(24)

d.Langkah-langkah dalam Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning.

Depdiknas (Trianto, 2008: 25-26) secara garis besar langkah-langkah Contextual Teaching and Learning adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Mengembangkan sifat ingin tahu dengan bertanya.

4) Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan.

7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

4. Pembelajaran PKn

a. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan dalam Kurikulum 2004 disebut sebagai mata pelajaran Kewarganegaraan (Citizenship) (Depdiknas, 2003: 2).

Mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultur, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Fungsinya adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, commit to user


(25)

berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2003: 2).

b. Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

1) Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;

2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

3) Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia, agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain; dan

4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikas (Depdiknas, 2003: 2).

Mata pelajaran PKn terdiri dari dimensi pengetahuan Kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum, dan moral. Dimensi ketrampilan Kewarganegaraan (civics skill) meliputi ketrampilan, partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimensi nilai-nilai Kewarganegaraan (civics values) mencakup antara lain percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul dan perlindungan terhadap minoritas. Mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan bidang kajian Interdisipliner artinya materi keilmuan Kewarganegaraan dijabarkan dari beberapa


(26)

disiplin ilmu antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat (Depdiknas, 2003: 2).

c. Visi dan Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Dengan memperhatikan visi dan misi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu membentuk warga negara yang baik, maka selain mencakup dimensi pengetahuan, karakteristik mata pelajaran Kewarganegaraan ditandai dengan memberi penekanan pada dimensi sikap dan keterampilan civics. Jadi, pertama-tama seorang warga negara perlu memahami dan menguasai pengetahuan yang lengkap tentang konsep dan prinsip-prinsip politik, hukum, dan moral civics. Setelah menguasai pengetahuan, selanjutnya seorang warga negara diharapkan memiliki sikap dan karakter sebagai warga negara yang baik serta memiliki keterampilan Kewarganegaraan dalam bentuk keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, keterampilan menentukan posisi diri, serta kecakapan hidup (life skills) (Depdiknas, 2003: 4).

d. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup mata pelajaran Kewarganegaraan dikelompokkan ke dalam komponen rumpun bahan pelajaran dan sub komponen rumpun bahan pelajaran. Aspek sistem berbangsa dan bernegara yang meliputi: Persatuan bangsa dan Negara, Nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum), Hak Asasi Manusia, Kebutuhan hidup warga Negara, Kekuasaan dan Politik, Masyarakat


(27)

demokrasi, Pancasila dan Konstitusi Negara, dan globalisasi (Depdiknas, 2003: 5).

5. Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL.

a. Perencanaan Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL

Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses dan cara berfikir mengenai sesuatu hal yang akan dilakukan dengan tujuan agar diri seseorang dapat berubah. Perubahan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Suwardi, 2007: 30). Pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Perencanaan dalam sebuah pembelajaran sangatlah penting dipersiapkan oleh guru di awal, supaya pembelajaran benar-benar terencana dan terprogram dengan baik. Guru mata pelajaran PKn layaknya guru mata pelajaran lain, tentunya harus mempersiapkan


(28)

program tahunan (prota), program semester (promes), silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pemilihan metode pembelajaran juga menjadi prioritas awal yang harus dicermati oleh guru supaya pembelajaran bisa berjalan dengan baik, lancar serta tepat sasaran.

Perencanaan pembelajaran atau biasa disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Bagi guru, rencana pengajaran ini berfungsi sebagai acuan untuk melaksanakan proses belajar mengajar di kelas agar lebih efisien dan efektif (Uzer Usman, 2008: 61). Berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap (aplicable) yang tinggi. Tanpa perencanaan yang matang, mustahil target pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Pada sisi lain, melalui RPP pun dapat diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Sebagaimana rencana pembelajaran pada umumnya, rencana pembelajaran berbasis kompetensi melalui pendekatan kontekstual dirancang oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas¬yang berisi skenario tentang apa yang akan dilakukan siswanya sehubungan topik yang akan dipelajarinya. Secara teknis rencana pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut:


(29)

1) Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar.

2) Tujuan pembelajaran. 3) Materi pembelajaran.

4) Pendekatan dan metode pembelajaran. 5) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran. 6) Alat dan sumber belajar.

7) Evaluasi pembelajaran.

Berbeda dengan rencana pembelajaran yang dikembangkan oleh paham objektivis yang menekankan rincian dan kejelasan tujuan, rencana pembelajaran kontekstual -yang dikembangkan oleh paham konstruktivis- menekankan pada tahap-tahap kegiatan (yang mencerminkan proses pembelajaran) siswa dan media atau sumber pembelajaran yang dipakai. Dengan demikian, rumusan tujuan yang spesifik bukan menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembelajaran kontekstual karena yang akan dicapai lebih pada kemajuan proses belajarnya.

Persiapan pembelajaran ini dikenal dengan perencanaan, perencanaan yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat utuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Uno, 2008: 2). Pembelajaran PKn berkaitan dengan bagaimana guru


(30)

mengajar dan bagaimana siswa belajar. Kegiatan pembelajaran ini merupakan kegiatan yang disadari dan direncanakan. Perencanaan pembelajaran ini berkaitan dengan program pembelajaran berupa suatu program yang isinya mengenai bagaimana mengajarkan materi PKn yang sudah dirumuskan dalam kurikulum. Perencanaan pembelajaran ini harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum (Syaodikh dan Ibrahim, 2003: 51).

Uno (2008: 3) menyatakan bahwa upaya perencanaan pembelajaran dilakukan dengan asumsi:

1) Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran.

2) Untuk merancang suatu pembelajaran perlu dilakukan pendekatan sistem.

3) Perencanaan desain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseoarang belajar.

4) Untuk merencanakan suatu desain pembelajaran diacukan pada siswa secara perorangan.

5) Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar.

b. Pelaksanaan Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL) dapat diterapkan dalam aneka ragam kurikulum dan bidang studi, demikian juga pada kelas yang bagaimanapun keadaannya. Strategi pembelajaran kontekstual mata pelajaran PKn di SMK Gajah Mada Purwodadi sudah beberapa kali diterapkan dalam rangka mengembangkan pendekatan pembelajaran PKn, dan hasilnya sudah cukup ada perkembangan


(31)

meskipun belum maksimal, sehingga perlu adanya penerapan kembali pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini.

Penerapan model pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh guru di kelas, memiliki langkah-langkah pembelajaran. Sebagaimana yang dijabarkan oleh Depdiknas (Trianto, 2008: 25-26) secara garis besar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Hal ini juga dikemukakan oleh Prayudi (2007: 1), Proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan siswa untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran adalah munculnya kemampuan belajar berkelanjutan secara mandiri.

Proses pembelajaran PKn dapat dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah pembelajaran. Langkah atau cara menuju kreatif adalah suatu cara yang dapat dilakukan seseorang (guru) dalam meningkatkan kemampuannya dalam mengajar, langkah-commit to user


(32)

langkah tersebut menurut Utami Munandar (2005: 79-81) sebagai berikut:

1) Mendefinisikan kembali problem yang dihadapi. Secara esensi cara ini bisa dimaknai sebagai pelepasan seseorang dari belenggu pikirannya. Proses ini adalah bagian dari sintetis berpikir kreatif. 2) Bertanya dan menganalisa asumsi. Orang kreatif mempertanyakan

asumsi dan cepat menggerakkan orang lain melakukan hal yang sama. Mempertanyakan asumsi adalah bagian dari kreativitas berpikir analisis.

3) Menjual ide. Murid-murid dilatih bagaimana mempengaruhi orang lain melalui gagasan-gagasan mereka. Menjual gagasan adalah bagian dari aspek praktikal berpikir kreatif.

4) Mendorong menghasilkan ide. Orang kreatif mampu mendemonstrasikan gaya berpikir seorang legislatif. Seorang legislatif suka menghasilkan ide. Siswa butuh banyak pengetahuan agar ide yang muncul lebih baik. Guru dan murid harus bersama-sama mengidentifikasi dan mengenali aspek kreatif dari ide yang dihadirkan.

5) Mengenali dua arah perolehan pengetahuan. Murid-murid dikenalkan pada proses belajar dua arah, berpusat pada guru dan belajar dari diri mereka sendiri. Proses belajar mengajar diciptakan sedemikian rupa,agar terjadi interaksi dua arah (guru-siswa), sehingga guru bukan hanya sebagai penceramah, akan tetapi siswa. 6) Mendorong siswa mengidentifikasi rintangan dan mengatasinya.

Interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar perlu diciptakan suasana yang nyaman. Guru dalam proses belajar mengajar harus dapat merangsang pikiran siswa untuk berpikir menemukan masalah dan cara memecahkannya. Siswa perlu tahu bahwa proses kreativitas berlangsung lama, agar nilai atau ide kreatif bisa dikenal dan dihargai.

7) Mendorong berpikir sehat dan berani mengambil resiko. Apakah kesulitan, rintangan dan resiko harus dihindari? Tidak. Pertanyaan dan jawaban ini harus ditanamkan secara kuat pada jiwa murid, agar sadar tentang semua resiko yang akan dihadapi dari setiap pengambilan keputusan. Inilah bentuk berpikir sehat, sehingga hal tesebut merupakan harga kerja kreatif.

8) Mendorong toleransi ambigu. Menyadari adanya kodrat hitam dan putih demikian pula, pemikiran dan perbuatan mempunyai dua dimensi, baik-buruk. Guru sebagai pendidik perlu untuk melatih daya pikir siswa terhadap hal-hak yang bersifat ambigu.

9) Membantu siswa membangun keyakinan meraih sukses (self-efficacy). Semua siswa pada dasarnya mempunyai kemampuan berkreasi atas pengalaman-pengalamannya. Berada di kelompok


(33)

yang menyenangkan, misalnya, mendorong siswa mampu memunculkan sesuatu yang baru. Oleh sebab itu, cara pertama adalah memberi suasana kondusif pada siswa untuk bisa kreatif. 10) Membantu siswa menemukan cinta pada perbuatannya. Siswa

disadarkan pentingnya mencintai apa yang sedang dikerjakan. Hal ini mendorong siswa menampilkan kerja yang bagus, fokus dan penuh dedikasi.

11) Mengajarkan siswa pentingnya menunda kepuasaan. Siswa harus ditanam kesadaran pentingnya kita mengerjakan suatu proyek dalam jangka waktu lama, tanpa berharap cepat-cepat mendapatkan hasil

12) Memelihara lingkungan agar tetap kreatif. Suasana kelas hendaknya dikondisikan untuk tetap terjaga kreativitasnya. Dengan demikian siswa akan terdorong untuk selalu kreatif.

c. Evaluasi Pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL

Evaluasi merupakan komponen dalam sistem pengajaran, sedangkan pengajaran merupakan implementasi dari kurikulum. Fungsi utama evaluasi dalam kelas adalah untuk menentukan hasil-hasil urutan pengajaran. Tujuan evaluasi untuk memperbaiki pengajaran dan penguasaan tujuan tertentu dalam kelas (Oemar Hamalik, 2011: 145-146). Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa dan bagaimana tujuan pendidikan dapat tercapai. Pembelajaran yang terjadi di sekolah atau khususnya di kelas, guru adalah pihak yang bertanggung jawab atas hasil belajar siswa. Dengan demikian, guru patut dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang mendukung tugasnya, yakni mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari oleh siswa atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang commit to user


(34)

dirumuskan (Arikunto, 2006: 3-4).

Ada tiga langkah pokok yang dilakukan dalam evaluasi keseluruhan program pengajaran, terkait dengan pembelajaran PKn yang masuk dalam kurikulum KTSP, yaitu sebagai berikut:

1) Evaluasi awal

Evaluasi awal atau pre test dilakukan sebelum pelajaran diberikan. Tujuan dan fungsinya adalah untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai pembelajaran yang bersangkutan. Dengan mengetahui kegiatan awal siswa, guru akan dapat menentukan cara-cara penyampaian yang akan ditempuh nanti. Untuk bahan-bahan yang telah dikuasai siswa, misalnya guru tidak akan memberikan penjelasan yang banyak lagi, disamping itu dengan adanya evaluasi awal guru akan dapat melihat hasil yang betul-betul dicapai melalui program yang dilaksanakannya, setelah membandingkannya dengan hasil evaluasi akhir (Syaodikh dan Ibrahim, 2003: 88).

2) Pelaksanaan Pengajaran

Langkah berikutnya adalah melakukan pengajaran sesuai dengan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang sudah direncanakan. Selama langkah ini berlangsung, kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru antara lain dalam bentuk kuis, tugas-tugas, observasi dan bertanya langsung kepada siswa tentang pelajaran yang disajikan, apakah cukup jelas, dsb. Dari kegiatan


(35)

evaluasi ini, guru dapat mengetahui bagian-bagian mana dari materi yang belum begitu dipahami oleh siswa, dan bagian mana dari kegiatan belajar mengajar yang tampaknya kurang efektif atau sulit dilaksanakan dengan baik (Suwardi, 2007: 98).

3) Evaluasi akhir

Evaluasi akhir atau post test berfungsi untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan yang dicapai siswa pada akhir pengajaran. Jika hasil evaluasi akhir kita bandingkan dengan evaluasi awal, maka dapat diketahui seberapa jauh efek atau pengaruh dari pengajaran yang telah kita berikan, disamping sekaligus dapat pula diketahui bagian-bagian mana dari bahan pengajaran yang masih belum dipahami oleh sebagian besar siswa (Uno, 2008: 95).

Evaluasi pembelajaran dilaksanakan untuk mengetahui kompetensi dan hasil belajar siswa mengenai materi tertentu. Pelaksanaan evaluasi pada sebuah pembelajaran pada prinsipnya juga sama antara metode yang satu dengan yang lain. Beberapa tahapan evaluasi pembelajaran PKn ini dilakukan baik pada setiap akhir bab, tengah semester maupun akhir semester. Hasil belajar siswa bisa terlihat pada setiap tahapannya, baik yang jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka panjang, hasil evaluasi pada beberapa tahapan tersebut digabung kemudian diambil rata-ratanya.


(36)

Pada umumnya bentuk evaluasi tersebut bisa dilaksanakan secara tertulis dan lisan, namun pada pembelajaran PKn ini, bentuk evaluasi seringa dilakukan dalam bentuk praktik. Karena mengingat bahwa pembelajaran PKn ini lebih mengedepankan sikap (afektif) siswa dari pada aspek kognitif saja. Namun demikian, secara formal akademik juga dilaksanakan evaluasi dalam bentuk tertulis.

Dalam pendekatan kontekstual hal-hal yang biasa digunakan sebagai dasar menilai hasil belajar siswa adalah proyek kegiatan/laporan, PR, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tertulis, karya tulis. Dengan penilaian sebenarnya siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara, salah satunya adalah tes tertulis sebagai sumber data untuk meihat kemampuan/prestasi siswa (Trianto,2008:25-26).

B. Penelitian yang Relevan

Wayne Melville dan Bevis Yaxley (2009) dalam jurnal yang berjudul Contextual Opportunities for Teacher Professional Learning: The Experience of One Science Department. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada tiga poin penting yang timbul dari data analisis. Yang pertama adalah dampak diabaikan oleh salah satu kebijakan sekolah pada karya para guru di departemen. Yang kedua adalah kemauan guru untuk memanfaatkan keahlian yang tepat, terlepas dari sumber keahlian itu. Yang ketiga adalah cara dimana guru telah mengembangkan sebuah komunitas di mana pengajaran praktek, baik individu maupun perusahaan,


(37)

dapat dibahas dan dikritik. Implikasi yang jelas dari poin ini adalah bahwa guru, bekerja dalam departemen dan masyarakat pendidikan ilmu pengetahuan yang lebih luas, yang membuat perubahan konseptual dari pengembangan profesional untuk belajar profesional.

Persamaan dengan penelitian ini adalah peran guru diperlukan dalam menyukseskan pencapaian belajar siswa yaitu dengan pendekatan kontekstual sedangkan perbedaannya adalah lingkup yang diteliti bahwa di penelitian ini tentang sekolah dan hasil belajar siswanya tetapi dalam penelitian Wayne Melville dan Bevis Yaxley yaitu guru disebuah departemen ilmu pendidikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Misbachun Nisya’ dan Muchlis. 2013. Berjudul Penerapan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) Pada Materi Pokok Hidrolisis Garam Untuk Meningkatkan Karakter Menghargai Bagi Siswa Kelas XI IPA MA Bahauddin Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter menghargai dan hasil belajar siswa setelah penerapan pendekatan Contxtual Teaching and Learning (CTL) pada materi pokok hidrolisis garam. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA MA Bahauddin Sidoarjo. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan empat siklus yaitu 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Hasil penelitianmenunjukkan karakter menghargai siswa pada putaran I sebesar 62,5% dengan kategori baik,pada putaran II sebesar 70,8% dengan kategori baik, dan pada putaran III sebesar


(38)

81,2%dengan kategori sangat baik. Ketuntasan hasil belajar siswa pada putaran I sebesar 62,5%,pada putaran II sebesar 87,5%, pada putaran III sebesar 87,5%. Berdasarkan data tersebut selama penerapan pendekatan CTL karakter menghargai siswa mengalami peningkatan dan ketuntasan hasil belajar siswa telah mencapai ketuntasan klasikal pada putaran II dan III..

Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahu ini dengan penelitian ini yaitu persamaannya menggunakan sebuah metode CTL dalam mengukur hasil belajar siswa, Sedangkan perbedaannya pada penelitian terdahulu ini menggunakan metode CTL untuk mengetahui karakter menghargai dan hasil belajar siswa setelah penerapan , dan menggunakan bebrapa siklus untuk mengetahuinya sedangkan pada penelitian ini dengan deskriptif kualitatif tentang pelaksanaan hingga evaluasi serta faktor pendukung dan penghambatnya.

Penelitian yang dilakukan oleh I Pt. Agus Putra Adnyana1, Ni Kt. Suarni2, I Wyn. Koyan. 2014. Berjudul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Diskusi Kelompok Debat Terhadap Kemampuan Berpikir Analitik Mata Pelajaran PPKn Ditinjau dari Sikap Sosial Siswa X MM SMK PGRI 2 Badung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kontekstual berbasis debat terhadap kemampuan berpikir analitik PKn ditinjau dari sikap sosial siswa kelas X MM SMK PGRI 2 Badung dengan rancangan Post Test commit to user


(39)

Only Control Group Design. Sampel penelitian ini berjumlah 54 siswa dengan sistem random sampling terhadap kelas. Pengambilan data dilakukan dengan kuisioner dan tes. Data diolah dengan Anakova satu jalur. Hasil penelitiannya adalah: (1) kemampuan berpikir analitik PKn siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual berbasis debat lebih baik dari siswa yang belajar dengan model konvensional sebelum kovariabel sikap sosial dikendalikan (Fhitung=15,696;P<0,05); (2) setelah kovariabel sikap sosial dikendalikan, siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual berbasis debat memiliki kemampuan berpikir analitik PKn yang lebih baik dari siswa yang belajar model konvensional (Fhitung=9,748;P<0,05); (3) sikap sosial memberikan kontribusi positif terhadap kemampuan berpikir analitik PKn, dengan kontribusi sebesar 16,4%. Disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual berbasis debat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitik PKn ditinjau dari sikap sosial siswa

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas maka terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan sebuah metode kooperatif CTL dalam mengukur keberhasilan anak dalam pembelajaran PKn, salah satunya dengan menggunakan metode debat pada pembelajaran ini. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian terdahulu ini mengukur tentang besarnya pengaruh pembelajaran CTL pada tingkat pemahaman commit to user


(40)

anak sedangkan penelitian ini tidak ada sebuah pengukuran tetapi deskriptif tentang pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan CTL hingga sebuah evaluasinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ifraj Shamsid-Deen and Bettye P. Smith. (2006). yang berjudul “Contextual Teaching And Learning

Practices in The Family and Consumer Sciences curriculum”. Hasil dari

penelitian ini menyatakan bahwa para guru yang berada di daerah pedesaan mempunyai kesempatan lebih banyak dalam melakukan kegiatan pembelajaran kontekstual bila dibandingkan dengan sekolah didaerah perkotaan.

Meurut penelitian yang dilakukan oleh ISfraj bahwa bahwa para guru yang berada di daerah pedesaan mempunyai kesempatan lebih banyak dalam melakukan kegiatan pembelajaran kontekstual bila dibandingkan dengan sekolah didaerah perkotaan. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian ini karena lokasi penelitian ini dikota dan menghasilkan prestasi belajar anak yang lebih baik dibandingkan dengan yang dipelosok. Persamaannya adalah metode yang digunakan dengan deskriptif kualitatif dengan survey lapangan, dokumen dan diperkuat adanya wawancara.

Agung Yulianto dan Arief Yulianto. (2007). dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Ekonomi melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) pada SMA


(41)

Negeri 11 Semarang. Hasil penelitian adalah mencoba menerapkan konsep belajar yang mendorong guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas, dalam hal ini konsep-konsep ekonomi yang secara realitas terjadi di dunia ekonomi dan memberikan rangsangan kepada siswa untuk mengembangan kemampuan kritisnya untuk menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Persamaan antara penelitian Agung Yulianto dengan penelitian kali ini adalah sama-sama mengkaitkan proses pembelajaran dengan dunia nyata yang ada dilingkungan sekitar. Perbedaannya bahwa jenis penelitian Agung Yulianto penggunaan pendekatan kontekstual dilakukan secara eksperimen, sedangkan jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Dian Ismail. 2013. Penggunaan Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi di kelas V SDN 6 Tibawa kabupaten Gorontalo. Hasil pelaksanaan siklus I kemampuan siswa kelas V SDN 6 Tibawa dalam menulis puisi masih rendah. Hal ini berdasarkan hasil penilaian pada siklus I bahwa dari 25 orang siswa terdapat 15 orang siswa atau 60% yang mampu menulis puisi. Dan dari hasil pelaksanaan tindakan pada siklus II telah mencapai indikator yang ditetapkan yaitu dari 25 orang siswa terdapat 20 orang atau 80% tuntas secara klasikal 80%. Dengan demikian pelaksanaan tindakan tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Berdasarkan data hasil penilaian dari siklus I dan siklus II dapat diketahui bahwa kemampuan


(42)

siswa dalam menulis puisi melalui penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkat.

Persamaan antara penelitian Dian Ismail dengan penelitian kali ini adalah bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa guru menggunakan pendekatan kontekstual. Perbedaanya, penelitian Dian Ismail menggunakan pendekatan PTK sementara penelitian kali ini berjenis deskriptif kualitatif.

C. Kerangka Pikir

Dengan pembelajaran Contexstual Teaching Learning (CTL) diharapkan sekolah memiliki keunggulan dalam bidang mata pelajaran PKn , karena tujuan dari PKn tidak hanya pengetahuan secara teoritis yang harus dikembangkan tetapi lebih dari itu baik yang berhubungan dengan sikap pribadi maupun sebagai warga negara yang baik, kesemuanya itu tidak lepas dari tuntunan dari mata pelajaran PKn, hal ini memerlukan peran guru di sekolah agar benar – benar mengkaji dan menerapkan model ini secara maksimal baik mulai dari perencanaan, proses ( pelaksanaan KBM) sampai pada pemberian evaluasi, dan adanya umpan balik, namun tidak hanya pelajaran di kelas yang harus di berikan kepada siswa tetapi keteladanan guru setiap hari juga merupakan hal yang utama. Di sisi lain siswa nantinya juga akan menemukan sendiri manfaat ilmu yang di dapat baik dari pengetahuan teoritis, maupun pembiasaan di sekolah, dan di masyarakat. yang pada akhirnya siswa tumbuh menjadi manusia yang berkompeten,


(43)

cerdas , dan berakhlak mulia sehingga dapat hidup di masyarakat secara damai dan menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab sesuai dengan tujuan nasional.

Adapun kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Pembelajaran PKn rendah

Pembelajaran PKn optimal Perencanaan

pendekatan CTL

Pelaksanaan pendekatan CTL

Faktor pendukung

Faktor Penghambat

Evaluasi pendekatan CTL


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif didasari oleh konsep konstruktivisme yang memiliki pandangan bahwa realita bersifat jamak, menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Dimana realita bersifat terbuka, kontekstual, secara sosial meliputi persepsi dan pandangan-pandangan individu dan kolektif, diteliti dengan menggunakan manusia sebagai instrumen ( Sutama, 2012: 32 ).

Penelitian diperoleh melalui pengamatan partisipatif dalam kehidupan orang yang menjadi partisipan ( Sutama, 2012: 32 ). Penelitian kualitatif juga dikenal sebagai penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya, tidak ada manipulasi atau perlakuan tertentu terhadap objek penelitian ( Sutama, 2012: 38 ).

Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif karena permasalahan belum jelas, holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut terjaring dengan metode penelitian kuantitatif dengan instrumen seperti test, kuesioner, pedoman wawancara. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial


(45)

secara mendalam dan menemukan pola. Menurut Harsono ( 2008: 155 ) penelitian kualitatif disebut juga dengan penelitian naturalistik. Dengan penelitian narulatistik, maka situasi lapangan akan tetap bersifat natural, alami, wajar, dan tidak ada tindakan manipulasi, pengaturan, ataupun eksperimen.

Penelitian kualitatif memiliki karakteritik antara lain (1) dilakukan pada latar alami, karena yang merupakan alat penting adalah data langsung dan perisetnya, (2) data yang dihimpun berbentuk kata-kata atau gambar bukan dalam bentuk angka-angka, (3) lebih memperhatikan proses dan mempedulikan produknya dari pada hasil, (4) data yang diperoleh dianalisis dengan cara induktif tidak dalam rumusan hipotesa, (5) lebih memperhatikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ( Sutama, 2012: 64 ).

Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia (Harsono, 2011: 19). Dalam penelitian kualitatif, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan, terinci dari pandangan responeden, dan melakukan studi situasi yang alami. Dengan penelitian naturalistik, maka situasi lapangan akan tetap bersifat natural, alami, wajar, dan tidak ada tindakan manipulasi, pengaturan, ataupun eksperimen (Harsono, 2008: 155).


(46)

2. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rencana suatu studi atau kajian yang merupakan hasil tahapan rencana penelitian. Desain itu kemudian diimplementasikan di dalam kegiatan penelitian. Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan dianalisis, kemudian dituangkan ke dalam laporan penelitian (Mantja, 2008: 2). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian etnografi. Penelitian kualitatif menggunakan kajian etnografis sebagai ciri khasnya dimana dalam penelitian kualitatif hal-hal subjektif ( subjektivitas murni ) termasuk yang diperhitungkan dalam pengumpulan dan analisis data ( Sutama, 2012:33 ).

Penelitian etnografi dilaksanakan di lapangan dalam waktu yang cukup lama, berbentuk observasi dan wawancara secara alamiah dengan para partisipan dalam berbagai bentuk kesempatan kegiatan serta mengumpulkan dokumen-dokumen. Menurut Jensen dan Jankowski (dalam Harsono, 2011: 13) diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data tetatpi sebuah cara untuk mendekati data dalam meneliti fenomena komunikasi. Etnografi memiliki ciri unik yang membedakannya dengan metode penelitian kualitatif lainnya yaitu observatory participant sebagai teknik pengumpulan data (Harsono, 2011: 14). Jangka penelitian relatif lama, berada dalam setting tertentu, wawancara yang mendalam dan tak terstruktur serta mengikutsertakan interpretasi penelitinya.


(47)

B.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Gajah Mada Purwodadi. Pemilihan lokasi ini karena beberapa alasan diantaranya adalah (1) SMK Gajah Mada Purwodadi ini merupakan sekolah yang mengalami perkembangan pesat , terutama dalam prestasi siswa dan kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan (2) Guru memanfaatkan sumber belajar multimedia sehingga kegiatan pembelajaran terlihat interaktif. (3) Untuk pembelajaran PKn materi diberikan tidak hanya di dalam kelas saja, namun juga diberikan di luar kelas dengan menggunakan berbagai metode. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini secara keseluruhan diprogramkan bisa terlaksana selama kurun waktu 5 (lima) bulan, terhitung mulai bulan Maret s/d Juli 2014 dengan rincian waktu sebagai berikut:

No Kegiatan

Waktu

Maret 2014 April 2014 Mei 2014 Juni 2014 Juli 2014 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1. Penyusunan

Proposal 2. Pengurusan

Ijin Penelitian 3. Persiapan

Pengumpulan Data

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data 6. Penyusunan

Laporan


(48)

C.Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah Siswa, Guru PKn, dan Kepala Sekolah di SMK Gajah Mada Purwodadi. Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti di lapangan penelitian untuk mengumpulkan data tentang pengelolaan pembelajaran PKn berbasis kontekstual. Kehadiran di tempat penelitian dapat bersifat rutin maupun insidentil dalam pengertian sewaktu memerlukan data maka peneliti terjun ke lapangan. Sebelum terjun ke lapangan penelitian, peneliti terlebih dahulu menetapkan target responden yang akan diwawancarai maupun data yang hendak dicari. Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2006: 168).

D.Data, Sumber Data dan Nara Sumber

1. Data

Data merupakan tulisan-tulisan atau catatan-catatan mengenai segala sesuatu yang didengar, dilihat, dialami dan bahkan yang dipikirkan oleh peneliti selama kegiatan pengumpulan data dan merefleksikan kegiatan tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang kreatifitas guru dan siswa dalam pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL.

Data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumber utamanya (Kountur, 2007: 182). Untuk memperoleh data primer, dilakukan


(49)

melalui wawancara, observasi dan dokumentasi di lapangan. Data–data ini merupakan data tentang penerapan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PKn di SMK Gajah Mada Purwodadi.

Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitan orang lain yang dibuat untuk maksud yang berbeda. Data tersebut dapat berupa fakta, tabel gambar dan lain-lain (Kountur, 2007: 177). Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari dokumen-dokumen atau artikel tentang pengelolaan pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL di SMK Gajah Mada Purwodadi.

2. Sumber Data

Menurut Lofland (dalam Moleong, 2006: 157). Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data yang digali dalam penelitian ini terdiri dari sumber data utama yang berupa kata-kata dan tindakan, serta sumber data tambahan yang berupa dokumen-dokumen. Sumber dan jenis data terdiri dari data dan tindakan, sumber data tertulis, dan foto (Moleong, 2006: 117). Sehingga beberapa sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:

a. Sumber data utama (primer), yaitu sumber data yang diambil peneliti melalui wawancara dan observasi.

b. Kepala Sekolah (melalui wawancara). commit to user


(50)

c. Guru PKn (melalui wawancara).

d. Siswa SMK Gajah Mada Purwodadi (melalui wawancara)

Sebagaimana yang diungkapkan Moleong bahwa: Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber utama dicatat melaui catatan tertulis dan melalui perekaman video atau audio tape, pengambilan photo atau film, pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta sehingga merupakan hasil utama gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya (Moleong, 2006: 112).

Sumber data tambahan (sekunder), yaitu sumber data di luar kata-kata dan tindakan yakni sumber data tertulis. Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber dari buku dan majalah ilmiah, sumber data arsip, dokumentasi yang digunakan penulis dalam penelitian ini, terdiri atas dokumen-dokumen yang meliputi: Struktur organisasi dan Struktur kurikulum.

Dengan demikian , maka sebagai sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :

a) Informan / orang

Orang adalah informan yang memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian melalui wawancara. Ucapan dan tindakan orang dalam penelitian ini bersifat dekriptif, etnografis, struktural, dan kontras melalui wawancara. Sumber data manusia berfungsi sebagai subjek atau informan seperti kepala sekolah, guru PKn, dan siswa.


(51)

b) Kejadian dan Peristiwa

Kejadian dalam penelitian ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang-orang yang diamati. Kejadian diperoleh dari hasil observasi langsung pada subjek penelitian di tempat penelitian selama peneliti berpartisipasi pada aktivitas pelaku (Harsono, 2008: 160).

c) Dokumen

Dokumen adalah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri atas penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu dan ditulis dengan sengaja untuk menyimpan atau merumuskan keterangan-keterangan mengenai peristiwa tersebut. Dalam penelitian ini adalah berupa dokumen yang relevan dengan penerapan model pembelajaran CTL pada pembelajaran PKn SMK misalnya RPP, materi pembelajaran PKn, photo pelaksanaan pembelajaran.

3. Nara Sumber

Penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria (1) subjek sudah lama dan intensif menyatu dengan aktivitas yang menjadi sasaran penelitian, (2) subjek masih aktif terlibat dilingkungan aktivitas yang menjadi sasaran penelitian, (3) subjek masih memiliki waktu untuk dimintai informasi oleh peneliti, dan (4) subjek yang tergolong asing bagi peneliti. Jadi dalam penelitian ini melibatkan orang yang berperan sebagai orang kunci (key person) atau orang yang berkompeten. Dalam hal ini adalah Kepala Sekolah, Guru PKn, dan Siswa SMK Gajah Mada Purwodadi.


(52)

E.TeknikPengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu bahwa peneliti berfungsi sebagai pelaku dan instrumen. Adapun untuk mengumpulkan data digunakan beberapa metode yaitu metode interview (wawancara mendalam), observasi, dan Studi dokumen.

1. Wawancara Mendalam (interview)

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu (Sugiyono, 2009: 231). Wawancara adalah suatu percakapan yang bertujuan mengetahui persepsi responden tentang dominan kenyataan (S. Nasution, 2004: 69). Wawancara mendalam dapat diberi makna kombinasi antara pertanyaan-pertanyaan deskriptif, struktural dan kontras. Dalam wawancara, pertanyaan yang perlu memperoleh jawaban dalam bentuk laporan dikemukakan secara lisan (Sutama, 2012:93). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2009:231). Data yang ingin di dapat dari wawancara ini adalah data tentang pembelajaran PKn dengan pendekatan CTL di SMK Gajah Mada Purwodadi. Sumber data (orang yang diwawancarai) ada 3 orang meliputi kepala sekolah, guru PKn, dan siswa.


(53)

2. Observasi

Menurut ( Harsono, 2008: 164), observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, dimana peneliti berperan aktif dalam lokasi studi sehingga benar-benar terlihat dalam kegiatan yang ditelitinya. Observasi dipakai untuk memahami persoalan-persoalan yang ada di sekitar pelaku dan nara sumber (Harsono, 2008: 165). Menghimpun data dan informasi melalui pengamatan atau observasi (observation) dilakukan dengan memperhatikan/melihat dan/atau mendengarkan orang atau peristiwa. Hasilnya yang telah terungkap selanjutnya dicatat ( Sutama,2012:92 ). Dalam observasi, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya ( Sugiyono, 2009:227).

Pengamatan ini difokuskan pada pembelajaran PKn dengan CTL di SMK Gajah Mada Purwodadi. Observasi dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan secara aktif untuk memperoleh gambaran dan keterangan riil mengenai pembelajaran pada mata pelajaran PKn.

3. Studi Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2009: 240). Metode dokumentasi dipakai untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber dokumen yang mungkin


(54)

mendukung atau bahkan berlawanan dengan hasil wawancara (Harsono, 2008: 165). Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data yang berupa dokumen atau arsip. Metode dokumentasi dilaksanakan untuk menganalisis dan melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Data yang diperoleh berupa tulisan, rekaman seperti buku-buku pedoman, laporan resmi, catatan harian, notulen rapat (Arikunto, 2006: 135).

Berdasarkan teknik pengumpulan data di atas maka dapat disusun sebuah panduan penelitian yang akan saya gunakan untuk mempermudah penelitian dilapangan nanti yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Panduan penelitian dalam pengumpulan data

No Fokus Masalah

Indikator Metode Pengumpulan Data

Sumber Data Wawa ncara Obser vasi Dokument asi 1 Perencanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning 1. Guru mempersiapkan

prota dan

promes 2. Guru mempersiapkan silabus. 3. Guru mempersiapkan RPP. 4. Guru mempersiapkan √ √ √ - - - √ √ √ Kepala sekolah, Guru PKn, Siswa


(55)

tempat pembelajaran. 5. Guru mempersiapkan media. 6. Guru mempersiapkan instrument evaluasi.

7. adanya desain pembelajaran √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ √ 2 Pelaksanaan pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning

1) Guru memulai pembelajaran dengan apersepsi.

2) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 3)Melaksanakan

sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kepala sekolah, Guru PKn, Siswa


(56)

4)

Mengembangka n sifat ingin tahu dengan bertanya. 5) Menciptakan masyarakat

belajar ( belajar dalam

kelompok-kelompok ).

6). Menghadirkan model sebagai contoh

pembelajaran. 7) Melakukan refleksi di akhir pertemuan. 8) Melakukan penilaian yang Sebenarnya dengan berbagai cara.

9) Guru mengajak siswa menyimpulakn materi pelajaran √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - -


(57)

3 Faktor Pendukung dan Penghambat pembelajara n PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning 1. Kemampuan guru 2. Kelengkapan dokumen 3. Daya serap

peserta didik 4. Fasilitas

sekolah 5. Ketersediaan

dana

6. Daya dukung pihak luar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - Kepala sekolah, Guru PKn, Siswa 4 Evaluasi pembelajaran PKn dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning

1. Memberikan evaluasi dalam berbagai bentuk. 2. Memberikan

evaluasi secara individu dan kelompok. 3. Aspek evaluasi

(aspek kognitif, afektif dan psikomotorik). √ √ √ √ √ √ √ √ - Kepala sekolah, Guru PKn, Siswa


(58)

F. Keabsahan Data

Data yang diperoleh dikatakan valid apabila temuan dan interpretasi data memiliki kredibilitas. Dalam penelitian ini, yang dapat dilakukan oleh peneliti terbatas pada kredibilitas dengan mengusahakan semaksimal mungkin peneliti tinggal di lapangan dengan melakukan wawancara dan observasi berkali-kali sehingga diperoleh dan konsisten. Cara berfikir kualitatif, informasi dapat dikatagorikan valid manakala memiliki karakteristik informasi yang sama antar berbagai sumber (Harsono, 2011: 35). Misalnya data dokumen sama dengan data observasi, bahkan sama juga dengan informasi dari informan.

Keabsahan data dilakukan melalui trianggulasi data melalui pengamatan kinerja guru dan kegiatan siswa. Menurut Moleong (2006: 330) trianggulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi merupakan cara pemeriksaan keabsahan data yang paling umum digunakan. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam kaitan ini Patton (dalam Sutopo, 2006: 92) menjelaskan teknik triangulasi yang dapat digunakan. Teknik triangulasi yang dapat digunakan menurut Patton meliputi:


(59)

1. Triangulasi Data

Teknik triangulasi data dapat disebut juga triangulasi sumber. Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, ia berusaha menggunakan berbagai sumber yang ada.

2. Triangulasi Peneliti

Triangulasi peneliti adalah hasil penelitian baik yang berupa data maupun kesimpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya dapat diuji oleh peneliti lain (Sutopo, 2006: 93). Triangulasi peneliti dapat dilakukan dengan menyelenggarakan diskusi atau melibatkan beberapa peneliti yang memiliki pengetahuan yang mencukupi.

3. Triangulasi Metodologis.

Teknik triangulasi metode digunakan dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi menggunakan metode yang berbeda (Patton dalam Sutopo, 2006: 93).

4. Triangulasi teoretis.

Triangulasi jenis ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji (Patton dalam Sutopo, 2006: 98). Oleh karena itu, dalam melakukan jenis triangulasi ini, peneliti harus


(60)

memahami teori-teori yang digunakan dan keterkaitannya dengan permasalahan yang diteliti sehinngga mampu menghasilkan yang mantap.

Berdasarkan uraian diatas maka Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Trianggulasi sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

G. Teknik Analisis Data

Proses analisis data merupakan bagian yang paling sulit. Data berupa deskripsi kata-kata dan kalimat yang dikumpulkan melalui wawancara, deskripsi hasil interpretasi dari observasi, hasil dokumentasi, disusun secara teratur dalam bentuk susunan kata yang menunjukkan konstruk budaya (Harsono, 2008: 168). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data dalam situs.

Menurut Milles and Huberman, analisis data tertata dalam situs ditegaskan bahwa kolom pada sebuah matriks tata waktu disusun dengan jangka waktu, dalam susunan tahapan, sehingga dapat dilihat kapan gejala tertentu terjadi. Prinsip dasarnya adalah kronologi. Berikut tahapan dalam analisis data tertata, yaitu :

Pertama, Membangun sajian.

Pada tahap ini cara yang mudah bergerak maju adalah memecah-mecah inovasi ke dalam komponen-komponen atau aspek-aspek khusus, dengan menggunakan ini sebagai baris matriks. Kolom matriks adalah jangka-commit to user


(61)

jangka waktu, dari penggunaan awal sampai penggunaan nanti (Miles dan Huberman, 2007: 173-174).

Kedua, Memasukkan data.

Pada tahap ini, penganalisis sedang mencari perubahan-perubahan dalam inovasi itu, komponen demi komponen. Perubahan-perubahan itu dapat ditempatkan dalam catatan-catatan lapangan wawancara dengan para pengguna inovasi yang sudah terkode, yang ditanyai secara khusus apakah mereka telah membuat suatu yang sudah terkode dalam format buku inovasi. Kelanjutan penyelidikan menurut adanya bagian-bagian yang telah ditambah, didrop, diperbaiki, digabungkan, atau diseleksi untuk digunakan. Dalam beberapa hal dapat mengacu pada bukti-bukti dokumenter (Miles dan Huberman, 2007: 174).

Ketiga, Menganalisis data.

Pada tahap ini, penganalisis dapat memahami lebih dalam mengenai apa yang terjadi dengan mengacu kembali pada aspek-aspek lain dari catatan lapangan, khususnya apa lagi yang dikatakan orang mengenai perubahan itu atau alasan-alasannya (Miles dan Huberman, 2007: 177).

Untuk menyajikan data agar mudah dipahami, maka langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis Interactive Model dari Miles dan Huberman, yang membagi langkah-langkah dalam kegiatan analisis data dengan beberapa bagian yaitu pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi .


(62)

a. Pengumpulan Data ( data collection )

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya.

b. Reduksi Data ( data reduction )

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan akhir atau verifikasi. Reduksi data ini berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung.

c. Penyajian Data ( data display )

Penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta memberikan tindakan dan untuk menemukan suatu makna dari data tersebut

Data yang diperoleh dari penelitian ini berwujud kata-kata, kalimat, atau paragraph. Karena itu data tersebut akan disajikan dalam bentuk teks atau berupa uraian naratif. Dalam penelitian ini data yang telah diperoleh disajikan bentuk gambar, matrik dan skema (Sugiyono, 2009: 349).

d. Penarikan Kesimpulan ( conclusion )

Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2008: 352), menyatakan langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari reduksi data dan penyajian data yang telah didukung


(1)

WAWANCARA DENGAN SUDARSONO

SISWA KELAS XI SMK GAJAH MADA PURWODADI


(2)

WAWANCARA DENGAN SUDARSONO

SISWA KELAS XI SMK GAJAH MADA PURWODADI


(3)

PROSES PEMBELAJARAN Bp. M. NUR SETIAWAN, S.Pd DENGAN SISWA-SISWI KELAS XI

SMK GAJAH MADA PURWODADI


(4)

PROSES PEMBELAJARAN Bp. M. NUR SETIAWAN, S.Pd DENGAN SISWA-SISWI KELAS XI

SMK GAJAH MADA PURWODADI


(5)

PEMBELAJARAN PPKn PADA SAAT PRESENTASI SISWI KELAS XI SMK GAJAH MADA PURWODADI


(6)

PEMBELAJARAN PPKn PADA SAAT PRESENTASI SISWA KELAS XI SMK GAJAH MADA PURWODADI