Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

(1)

K

PEMB

TEAM A

PENIN

PADA S

disajikan s

JUR

KEEFEK

BELAJAR

ACHIEVE

NGKATA

SISWA K

DEBO

sebagai salah Jur

RUSAN PE

FAK

UNIVE

KTIFAN P

RAN KO

EMENT D

AN KUAL

KELAS V

ONG KID

h satu syarat rusanPendid Sa 1

ENDIDIK

KULTAS

ERSITAS

PENGGU

OOPERA

DIVISIO

LITAS P

V SEKOL

DUL KO

Skripsi

untuk memp dikan Guru S

oleh akti Muniroh 1402408042

KAN GURU

ILMU PE

S NEGERI

2012

UNAAN

ATIF TIP

ON

(STAD

PEMBEL

LAH DA

OTA TEG

peroleh gela Sekolah Dasa h

U SEKOL

ENDIDIKA

I SEMAR

MODEL

PE

STUD

D) TERH

LAJARA

ASAR NE

GAL

ar Sarjana Pe ar

LAH DASA

AN

RANG

L

DENT

HADAP

AN IPS

EGERI

endidikan

AR


(2)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau keseluruhannya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Tegal, Juli 2012


(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Di : Tegal

Tanggal : Juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd. 19611018 198803 1 002

Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd. 19820814 200801 2 008

Mengetahui,

Koordinator PGSD UPP Tegal

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001


(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal oleh Sakti Muniroh 1402408042, telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 02 Agustus 2012.

PANITIA UJIAN

Ketua

Drs. Hardjono, M.Pd. 19510801 197903 1 007

Sekretaris

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001

Penguji Utama

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001

Penguji Anggota 1

Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd. 19820814 200801 2 008

Penguji Anggota 2

Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd. 19611018 198803 1 002


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

(Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah: 153) Jangan pernah mengatakan sesuatu yang belum kita kerjakan itu sulit. Ketahuilah, tidak ada yang sulit jika dikerjakan dengan niat dan bersungguh-sungguh.

(Penulis) Waktu akan selalu tersedia bagi mereka yang mau memanfaatkannya.

(Leonardo Da Vinci)

Persembahan

Untuk Ibu, Bapak, dan adik-adikku yang selalu menyayangi, mendoakan, mendukung, dan selalu memberikan apapun yang terbaik untukku;

Untuk Bapak Teguh Supriyanto dan Ibu Ika Ratnaningrum yang telah memberikan bimbingan, saran, pengarahan, dan motivasi untukku;

Untuk Teman-teman seperjuangan PGSD UNNES 2008 yang telah memberikan bantuan kepadaku.


(6)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi, peneliti banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor UNNES. 2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES. 3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD FIP UNNES.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal FIP UNNES. 5. Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, saran dan motivasi yang bermanfaat kepada peneliti dalam penyusunan skripsi.

6. Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

7. Drs. Akhmad Zaeni, Kepala SD Negeri Debong Kidul yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

8. Sismiatun, S.Pd. SD, guru pengampu kelas VA SD Negeri Debong Kidul yang telah memberikan waktu dan bimbingannya yang bermanfaat bagi peneliti melaksanakan penelitian.


(7)

9. Tuti Awaliyah, A.Ma, guru pengampu kelas VB SD Negeri Debong Kidul yang telah memberikan waktu dan bimbingannya dalam membantu peneliti melaksanakan penelitian.

10. Staf guru, karyawan, dan siswa SD Negeri Debong Kidul yang telah bersedia bekerjasama dalam penelitian ini.

11. Bapak dan Ibu yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, dan doa restu, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

12. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan semangat dan dukungannya. 13. Rekan-rekan mahasiswa PGSD UPP Tegal angkatan 2008.

14. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca, sehingga dapat dijadikan referensi bagi guru atau insan-insan yang mempunyai atensi di bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa.

Tegal, Juli 2012


(8)

ABSTRAK

Muniroh, Sakti. 2012. Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd., II. Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe student team achievement division (STAD), Aktivitas, dan Hasil Belajar.

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang dalam proses pembelajarannya, siswa lebih banyak diarahkan pada kemampuan menghafal atau mendengarkan ceramah dari guru, maka berdampak pada kurangnya kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dan membuat siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya dan lebih aktif. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement division (STAD). Dari uraian latar belakang, muncul rumusan masalah “apakah ada peningkatan aktivitas hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD? dan apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode cooperative learning tipe STAD terhadap aktivitas dan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

Populasi dalam penelitian sebanyak 78 siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas VA sebanyak 38 siswa dan VB 40 siswa. Sampel yang digunakan yaitu simple random sampling, yaitu 32 siswa dari kelas VA yang dijadikan sebagai kelas eksperimen dan 34 siswa dari VB sebagai kelas kontrol. Data awal penelitian menggunakan nilai UTS siswa kelas V semester 2 yang diperoleh rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 61,105, sedangkan kelas kontrol sebesar 62,775. Setelah kelompok eksperimen diberikan model STAD dan kelompok kontrol diberi model pembelajaran konvensional, kedua kelompok diberikan tes akhir pada materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan dan diperoleh skor aktivitas belajar siswa kelas eksperimen pertemuan 1 sebesar 86 dengan keaktifan siswa 86% serta termasuk kriteria sangat tinggi dan pertemuan 2 sebesar 90,90 dengan keaktifan siswa 90,90% serta termasuk kriteria sangat tinggi pula, sedangkan skor aktivitas siswa di kelas kontrol pada pertemuan 1 sebesar 72,73 dengan keaktifan siswa sebesar 72,73% serta termasuk kriteria tinggi dan pertemuan 2 sebesar 75,00 dan keaktifan siswa


(9)

sebesar 75,00% serta termasuk kriteria sangat tinggi. Hasil belajar siswa diperoleh rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 75,63, sedangkan kelas kontrol sebesar 68,53. Data hasil penghitungan dengan menggunakan rumus independent sample t test melalui program SPSS versi 17, menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar ditandai dengan nilai thitung > ttabel, yaitu 2,016 > 1,998 dan signifikansi 0,048 < 0,05.

Dari hasil penelitian, diharapkan guru dapat menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Bagi siswa, sebaiknya lebih menggali pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya semaksimal mungkin pada saat pembelajaran berlangsung. Bagi sekolah perlu mengambil kebijakan yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran STAD pada berbagai mata pelajaran.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan ... ii

Halaman Persetujuan Pembimbing ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

Bab 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Perumusan Masalah ... 7

1.4 Pembatasan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.5.1 Tujuan Umum ... 8

1.5.2 Tujuan Khusus ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

1.6.1 Bagi Siswa ... 9

1.6.2 Bagi Guru ... 9

1.6.3 Bagi Sekolah ... 9

2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan ... 10


(11)

2.2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 12

2.2.2 Aktivitas Belajar ... 13

2.2.3 Hasil Belajar ... 14

2.2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial ... 15

2.2.5 Model Pembelajaran Kooperatif ... 17

2.3 Kerangka Berpikir ... 35

2.4 Hipotesis ... 36

2.4.1 Hipotesis Tindakan ... 36

2.4.2 Hipotesis Penelitian ... 36

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... 38

3.1.1 Populasi ... 38

3.1.2 Sampel ... 38

3.2 Variabel Penelitian ... 39

3.2.1 Variabel Terikat (Y) ... 39

3.2.2 Variabel Bebas ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.3.1 Observasi ... 41

3.3.2 Tes ... 41

3.3.3 Dokumentasi ... 42

3.4 Instrumen Penelitian ... 42

3.4.1 Lembar Observasi ... 42

3.4.2 Soal-soal Tes ... 43

3.4.3 Dokumentasi ... 45

3.5 Desain Penelitian ... 46

3.6 Metode Analisis Data ... 46

3.6.1 Deskripsi Data ... 47

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 47

3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 48


(12)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data ... 50

4.2 Uji Prasyarat Instrumen ... 50

4.2.1 Uji Validitas ... 51

4.2.2 Uji Reliabilitas ... 52

4.2.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 53

4.3 Hasil Penelitian ... 54

4.4 Aktivitas Belajar Siswa ... 56

4.5 Uji Prasyarat Analisis ... 56

4.5.1 Normalitas Data ... 57

4.5.2 Homogenitas Data ... 58

4.5.3 Pengujian Hipotesis (Uji t) ... 58

4.6 Pembahasan ... 60

5. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 64

5.2 Saran ... 65

Daftar Lampiran ... 67


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu ... 28

3.1 Kualifikasi Persentase Keaktifan Siswa ... 49

4.1 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa ... 50

4.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 52

4.3 Distribusi Frekuensi Nilai UTS Kelas Eksperimen ... 53

4.4 Distribusi Frekuensi Nilai UTS Kelas Kontrol ... 53

4.5 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 55

4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 55

4.7 Hasil Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen ... 57

4.8 Hasil Uji Normalitas Data Kelas Kontrol ... 57

4.9 Hasil Uji Homogenitas Data ... 58


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Populasi Siswa Kelas Eksperimen (VA) ... 67

2. Daftar Populasi Siswa Kelas Kontrol (VB) ... 68

3. Daftar Sampel Siswa Kelas VA (Kelas Eksperimen) ... 69

4. Daftar Sampel Siswa Kelas VB (Kelas Kontrol) ... 70

5. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 71

6. Deskriptor Pedoman Observasi Model STAD ... 72

7. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 75

8. Deskriptor Pedoman Observasi Model Konvensional ... 76

9. Silabus Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V SD ... 81

10. Silabus Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sosial ... 85

11. Kisi-kisi Soal Uji Coba Ilmu Pengetahuan Sosial ... 86

12. Proses Validasi ... 90

13. Daftar Nilai UTS Siswa Kelas VA dan VB ... 124

14. Pembagian TIM Siswa ... 126

15. Nilai Hasil Uji Coba Soal ... 127

16. Hasil Uji Validitas ... 128

17. Hasil Uji Reliabilitas ... 135

18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 1 ... 137

19. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 2 ... 155

20. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 1 ... 180

21. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 2 ... 195

22. Daftar Nilai Postes Eksperimen ... 217

23. Daftar Nilai Postes Kontrol ... 218

24. Hasil Uji Homogenitas dan Uji t ... 219

25. Penskoran TIM STAD Pertemuan 1 ... 220

26. Penskoran TIM STAD Pertemuan 2 ... 221


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan merupakan hal yang paling fundamental dalam usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan bangsa yang cerdas dan bermartabat. Seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu usaha pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar bagi warga negaranya.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 18, disebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Amanat ini diperkuat oleh Undang-Undang


(16)

Nomor 20 Tahun 2003 pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Seperangkat aturan di atas, menjelaskan bahwa pendidikan dasar merupakan program dari pemerintah dan wajib diikuti oleh setiap warga negaranya. Pemerintah juga wajib memberikan fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar, sehingga akan menghasilkan mutu pendidikan yang optimal. Namun, tujuan tersebut tidak akan tercapai apabila tidak ada dukungan dari masyarakat. Oleh karena itu, peran dan kerjasama dari masyarakat pun sangat berpengaruh terhadap hasil dari penyelenggaraan program pendidikan dasar.

Berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dasar dapat dilihat dari kualitas lulusan. Salah satu kunci pemerintah untuk menentukan kualitas lulusan dalam dunia pendidikan dasar yaitu dengan menentukan kurikulum pendidikannya, sehingga setiap kurun waktu tertentu kurikulum pendidikan selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

K

urikulum merupakan suatu rancangan program yang di dalamnya terdapat komponen-komponen seperti tujuan, isi, bahan, metode, dan evaluasi kegiatan pendidikan yang direncanakan terlebih dahulu serta dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum yang sedang dianut sekarang ini yaitu Kurikulum


(17)

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setelah kurikulum di Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan sejak kurikulum tahun 1964. Perubahan kurikulum tersebut terjadi akibat perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek di lingkungan masyarakat. Mengacu pada kurikulum, diharapkan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang bersifat non-eksak. Pada proses pembelajaran IPS yang berlangsung dalam dunia pendidikan, sering kali muncul suatu permasalahan, yaitu masalah keberhasilan pembelajaran yang kurang optimal. Permasalahan ini disebabkan karena pada saat proses pembelajarannya siswa lebih banyak diarahkan pada kemampuan menghafal atau mendengarkan ceramah dari guru, sehingga berdampak pada kurangnya kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dan membuat siswa cenderung menjadi pasif. Siswa dipaksa untuk mengingat berbagai informasi tanpa dituntut untuk dapat menemukan informasi tersebut berdasarkan potensi siswa itu sendiri.

Sama seperti halnya pembelajaran IPS yang terjadi di kelas V SD Negeri Debong Kidul.Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V yang bernama Sismiatun, S.Pd. SD pada hari Sabtu tanggal 29 Febuari 2012, diperoleh keterangan bahwa masih ada beberapa siswa yang susah menerima pelajaran dan lebih senang bermain dengan teman sebangkunya ketika pelajaran sedang berlangsung. Selain itu, beliau berkata dalam kegiatan mengajarnya masih menggunakan model konvensional, jarang menggunakan media pada saat


(18)

pembelajaran IPS, serta belum pernah menggunakan model pembelajaran kooperatif. Berdasarkan nilai UTS semester 2 diperoleh data rata-rata nilai kelas VA (kelas eksperimen) sebesar 61,105 dengan KKM 68, dan keberhasilan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 47% atau 18 siswa dari 38 siswa. Oleh karenanya, peneliti ingin mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif pada materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan nilai hasil belajar siswa, dapat membuat siswa menjadi aktif, dan pembelajarannya dapat berlangsung secara efektif serta optimal.

Pembelajaran yang efektif dan optimal dapat tercapai apabila komponen-komponen pengajaran saling terintegrasi satu sama lain. Menurut Hamalik (2011: 77), ada tujuh komponen dalam pengajaran, yaitu: (1) tujuan pendidikan dan pengajaran, (2) peserta didik atau siswa, (3) tenaga kependidikan khususnya guru, (4) perencanaan pengajaran sebagai segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6) media pengajaran, dan (7) evaluasi pengajaran.

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Apabila salah satu komponen tidak ada, maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Salah satu komponen pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran yaitu strategi belajar mengajar. Strategi merupakan merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar utuk menyampaikan materi pembelajaran, sehingga akan memudahkan siswa mencapai tujuan yang dikuasai di akhir kegiatan belajar. Strategi menunjuk pada pengaturan (memilih dan menyusun), cara, sarana/prasarana, dan tenaga


(19)

untuk mencapai tujuan. Apabila strategi dirancang kerangka konseptual dan operasionalnya, maka disebut model pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil dalam Abimanyu (2008: 2-4), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Guru harus pandai memilih model pembelajaran yang tepat agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Pemilihan suatu model perlu memperhatikan beberapa hal seperti berorientasi pada tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah dan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran, fasilitas sekolah, serta kurikulum yang sedang berlaku. Model yang tepat untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal dan tidak hanya mengandalkan hafalan, ceramah guru, serta dapat membuat siswa terlibat secara aktif, salah satunya yaitu model cooperative learning (pembelajaran kooperatif) tipe Student Team Achievement Division (STAD).

Menurut Slavin dalam Isjoni (2010: 12), cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. STAD merupakan tipe model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin dan menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi antarsiswa untuk saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.


(20)

STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Oleh sebab itu, model STAD cocok diterapkan untuk pembelajaran IPS di SD Negeri Debong Kidul, karena seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa pembelajaran yang berlangsung di kelas V masih menggunakan model konvensional dan belum pernah menggunakan metode kerjasama/kooperatif. Pembelajaran menggunakan model STAD diharapkan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Selain itu, model STAD lebih menekankan pada pembelajaran student centered (pembelajaran yang berpusat pada siswa) dan lebih mengutamakan kerjasama dalam kelompok. Siswa dalam kelompok dituntut secara aktif dan kreatif serta mampu memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya, sehingga hasil pembelajarannya optimal.

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti berminat untuk mengadakan penelitian dengan judul “Keefektifan Pengunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal”.

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

(1) Pembelajaran yang menggunakan model konvensional menyebabkan siswa cenderung pasif, mudah bosan, tidak memperhatikan penjelasan guru, dan pembelajarannya berpusat pada guru.


(21)

(2) Guru belum pernah mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif (pembelajaran berbasis kerja kelompok), sehingga hasil belajar siswa kurang maksimal.

1.3

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dapat diambil antara lain:

(1) Apakah terdapat perbedaan aktivitas belajar IPS antara siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?

(2) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?

1.4

Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:

(1) Keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.

(2) Keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.


(22)

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan khusus. Untuk penjelasan selengkapnya mengenai tujuan umum dan khusus penelitian, antara lain sebagai berikut :

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk: (1) Meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. (2) Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di SD.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk:

(1) Mengetahui aktivitas belajar siswa kelas V dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model konvensional.

(2) Mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional. (3) Menguji penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

mata pelajaran IPS di SD.

1.6

Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, seperti siswa, guru, dan sekolah. Penjelasan selengkapnya mengenai manfaat-manfaat yang diharapkan dari penelitian bagi pihak-pihak yang terkait yaitu sebagai berikut:


(23)

1.6.1 Bagi Siswa

(1) Meningkatnya kemampuan dan aktivitas belajar IPS khususnya pada materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.

(2) Melatih siswa untuk memecahkan masalah melalui belajar kerjasama kelompok.

1.6.2 Bagi Guru

(1) Memiliki gambaran tentang pembelajaran IPS yang efektif.

(2) Menambah pengetahuan tentang pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1.6.3 Bagi Sekolah

Meningkatnya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di SD Negeri Debong Kidul, sehingga kualitas pembelajarannya dapat meningkat, tidak hanya pada mata pelajaran IPS saja, tetapi juga pada pelajaran yang lain.


(24)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Intan Nurjanah pada tahun 2009 yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VII-B SMPN 14 Malang”, menunjukkan bahwa pada awal pembelajaran, prestasi belajar fisika siswa masih rendah ditunjukkan dengan ketuntasan belajar fisika siswa hanya mencapai 55,81 % dengan SKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 65. Hasil penerapan pembelajaran kooperatif model STAD dengan menggunakan metode eksperimen mampu meningkatkan kemampuan interaksi sosial dan prestasi belajar fisika siswa. Pada siklus I kemampuan interaksi sosial siswa mencapai 60,08 % dan pada siklus II meningkat menjadi 84,76 %. Nilai rerata fisika siswa pada siklus I mencapai 63,33 dengan persentase ketuntasan 61,90 % dan meningkat menjadi 70,83 dengan persentase ketuntasan 76,19 % pada siklus II.

Penelitian lain yang relevan yaitu hasil penelitian Mega Irhamna dan Sutrisni pada tahun 2009 yang berjudul Cooperative Learning dengan Model STAD pada Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua diperoleh data bahwa pada siklus I proses pembelajaran masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Sesuai dengan kriteria keberhasilan yang digunakan pada siklus I, hasil pembelajaran menunjukkan bahwa rata-rata nilai


(25)

subjek penelitian sebesar 66,25 dan persentase subjek yang memperoleh nilai ≥ 65 yaitu 50%. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria keberhasilan yaitu rata-rata nilai tes siswa ≥ 65 dan yang memperoleh nilai ≥ 65 paling sedikit harus 85%.

Setelah diadakan perubahan dan penyempurnaan pelaksanaan evaluasi siklus I, evaluasi siklus II dilaksanakan sesuai dengan hasil refleksi setiap siklus. Pelaksanaan evaluasi siklus II merupakan akhir tindakan perbaikan cooperative learning model STAD.

Evaluasi dalam bentuk tes pada siklus II, menunjukkan rata-rata nilai subjek penelitian adalah 85,83 dan persentase subjek penelitian yang memperoleh nilai ≥ 65 sebesar 91,66%. Pembelajaran pada siklus II ini telah berhasil, karena sesuai dengan kriteria keberhasilan yaitu rata-rata nilai tes siswa ≥ 65 dan persentase yang memperoleh nilai ≥ 65 paling sedikit harus 85%.

2.2

Landasan Teori

Landasan teori berasal dari dua kata, yaitu kata “landasan” yang berarti dasar/tumpuan (KBBI 1990: 493) dan “teori” yang berarti (1) pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; (2) penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi; (3) asas dan hukum umum yg menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; (4) pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu (KBBI 1990: 932). Teori-teori yang akan digunakan sebagai landasan yang membantu peneliti menyusun penelitian yaitu:


(26)

2.2.1 Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan proses penting dalam proses perubahan perilaku manusia. Pengertian belajar menurut beberapa pakar pendidikan menurut Suprijono (2011: 2), antara lain:

(1) Gagne berpendapat bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

(2) Travers mendefinisikan belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.

(3) Cronbach menyatakan bahwa learning is shown by a change in a behavior as a result of experience. (Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).

Jadi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya pengalaman dan latihan atau interaksi dengan lingkungan. Dengan adanya atau telah mengalami kegiatan belajar, seseorang akan memiliki pengetahuan, kebiasaan, dan sikap, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, belum terampil menjadi terampil, dan dari tidak bisa menjadi bisa.

Sementara menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Briggs (1992) dalam Sugandi dkk (2007: 9-10), pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga siswa itu memperoleh kemudahan dalam


(27)

berinteraksi berikutnya dengan lingkungan. Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membantu siswa melakukan kegiatan belajar (Isjoni 2010: 11). Jadi, pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru/pengajar untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya serta mampu berinteraksi dengan lingkungan.

2.2.2 Aktivitas Belajar

Pengertian aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 17) adalah keaktifan; kegiatan; kesibukan. Aktivitas belajar merupakan seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar. Menurut Sardiman dalam Saminanto (2010: 97), yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah keaktifan yang bersifat fisik atau mental. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Aktivitas yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran tersebut akan menimbulkan kesan (Slameto 2010: 36).

Merujuk pendapat Dierich (Hamalik 2011: 172-3), ada 8 kelompok aktivitas belajar, yaitu:

(1) Kegiatan-kegiatan visual, meliputi membaca, melihat gambar-gambar, mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

(2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral), meliputi mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.


(28)

(3) Kegiatan kegiatan mendengarkan, meliputi mendengarkan penyajian bahan, percakapan atau diskusi kelompok, permainan, dan radio.

(4) Kegiatan-kegiatan menulis, meliputi menulis cerita, laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. (5) Kegiatan-kegiatan menggambar, meliputi menggambar, membuat grafik,

chart, diagram peta, dan pola.

(6) Kegiatan-kegiatan metrik, meliputi melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menari, berkebun, dan menyelenggarakan permainan.

(7) Kegiatan-kegiatan mental, meliputi merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

(8) Kegiatan-kegiatan emosional, meliputi minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Jadi, aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh siswa dengan tujuan siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu keberhasilan dalam proses belajarnya.

2.2.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Hasil belajar menurut Gagne dalam Suprijono (2011: 5-6), berupa:

(1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.


(29)

(2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif.

(3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

(4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Sementara itu, hasil belajar menurut Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 26-31), yaitu mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, antara lain: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif mencakup penerimaan, partisipasi, penilaian dan penerimaan sikap, organisasi, serta pembentukan nilai hidup. Yang terakhir, ranah psikomotor terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Jadi, hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat telah melakukan kegiatan-kegiatan belajar.

2.2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian IPS menurut Masitoh, Susilo, dan Soewarso (2010: 1), antara lain:


(30)

(1) Jean Jarolimek (1967) mendefinisikan IPS adalah ilmu yang mengkaji manusia dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya. (2) Michaelis (1957) menyatakan bahwa IPS dihubungkan dengan manusia

dan interaksinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya yang menyangkut hubungan kemanusiaan.

(3) Nasution (1975) berpendapat bahwa IPS adalah suatu program pendidikan merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan psikologi sosial.

Sementara itu, menurut Masitoh, Susilo, dan Soewarso (2010: 3), IPS merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang manusia dan interaksinya dengan dunia sekelilingnya. Latar telaahnya yaitu kehidupan nyata manusia. IPS juga membahas tentang hubungan manusia dengan lingkungannya.

Jadi, IPS adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan dalam hubungannya dengan interaksi lingkungan yang dalam masyarakat. Lingkungan dalam masyarakat yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya siswa sebagai bagian dari masyarakat yang dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.

Tujuan dari pendidikan IPS yaitu untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk


(31)

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo 2008: 15).

2.2.5 Model Pembelajaran Kooperatif

Pada subbab 2.2.5, peneliti akan membahas mengenai berbagai landasan teori yang mengacu pada model pembelajaran kooperatif, yaitu tentang model pembelajaran, pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tahap-tahap proses pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penjelasan teori selengkapnya dapat dilihat pada sub-bagian berikut:

2.2.5.1 Model Pembelajaran

Guru harus merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan sebelum proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru harus pandai memilih dan menentukan model pembelajaran yang tepat, sehingga dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif dan dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Sebelum menentukan model pembelajaran, guru harus paham terlebih dahulu tentang apa itu model pembelajaran. Menurut Dahlan dalam Isjoni (2010: 49), model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Sementara menurut Arends dalam Suprijono (2011: 46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Jadi, model pembelajaran dapat


(32)

didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirancang.

Hasan dalam Isjoni (2010: 50), menyatakan bahwa semua model pembelajaran dapat dikatakan baik, jika memenuhi prinsip-prinsip seperti:

(1) Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik.

(2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik.

(3) Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan. (4) Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.

(5) Tidak ada satupun model/metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis, materi, dan proses belajar yang ada.

2.2.5.2 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif ini bernaung dalam teori konstruktivisme. Dukungan teori kostruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif. Kostruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual (Suprijono 2011: 55). Siswa mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berbasis sosial. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit, jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling


(33)

membantu memecahkan masalah. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat, menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto 2010: 37). Dalam pembelajaran ini, guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif yang heterogen agar semua anggotanya dapat bekerjasama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan kelompoknya. Jadi, pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran yang melibatkan siswa bekerjasama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.

Roger dkk dalam Huda (2011: 29) menyatakan bahwa cooperative learning is group learning activity organized in such a way that learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of others. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Sementara menurut Johnson dan Johnson dalam Huda (2011: 31), pembelajaran kooperatif berarti working together to accomplish shared goals (bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama). Dalam konteks pengajarannya,


(34)

pembelajaran kooperatif sering didefinisikan sebagai pembentukan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerjasama dan saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain. Etchberger (2011: 397) menjelaskan bahwa:

Cooperative learning has been shown to improve academic achievement for students through active involvement by student (Jacobs et al. 2002, Cooper et al. 2003, Milus 2010). Cooperative learning fosters a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, trust, leadership, dedsionmaking [sic], and conflict resolution), face-to-face promotive interaction, and processing (reflecting on how well the team is functioning and how to function even better, Johnson and Johnson 1994b)

Maksud dari pernyataan tersebut yaitu pembelajaran kooperatif telah ditunjukkan untuk meningkatkan prestasi akademik siswa melalui keterlibatan aktif oleh siswa (Jacobs et al 2002, Cooper et al 2003, Milus 2010). Dalam pembelajaran kooperatif, hubungan dalam kelompok siswa yang memerlukan saling ketergantungan positif (rasa tenggelam atau berenang bersama-sama), akuntabilitas individu (masing-masing dari siswa harus berkontribusi dan belajar), keterampilan antarpribadi (komunikasi, kepercayaan, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan resolusi konflik), interaksi tatap muka promotif, dan pengolahan (merefleksikan seberapa baik tim ini berfungsi dan bagaimana agar berfungsi lebih baik, Johnson dan Johnson 1994b).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa dasar pembelajaran kooperatif yaitu siswa bekerjasama dalam belajar kelompok dan masing-masing siswa bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar anggota


(35)

kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik dan mampu meningkatkan hasil belajar.

Pembelajaran kooperatif menekankan kerjasama antarsiswa dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep, jika antarsiswa saling mendiskusikan suatu masalah dengan temannya. Kegiatan siswa dalam belajar kelompok antara lain mengikuti penjelasan guru, menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya, mendorong teman kelompoknya untuk berpartisipasi secara aktif dan berdiskusi. Dalam pembelajaran kooperatif, kelompok belajar yang mencapai hasil belajar maksimal akan diberi penghargaan. Pemberian penghargaan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar.

2.2.5.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning menurut Slavin dalam Isjoni (2010: 22), yaitu:

2.2.5.3.1 Penghargaan Kelompok

Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh, jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.


(36)

2.2.5.3.2 Pertanggungjawaban Individu

Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.

2.2.5.3.3 Kesempatan yang Sama untuk Mencapai Keberhasilan

Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini, setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, maupun tingggi, sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Selain itu, Trianto (2007: 44) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif yaitu dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.

2.2.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sama halnya dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain:

2.2.5.4.1 Kelebihan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif

Kelebihan-kelebihan menggunakan model pembelajaran kooperatif menurut Nur dalam Asma (2006: 26), yaitu pembelajaran kooperatif dapat


(37)

menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam kelompok, sehingga mereka lebih mudah dalam berkomunikasi dan berani mengemukakan pendapatnya. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat, dan lebih termotivasi. Sementara Davidson seperti yang dikutip oleh Noornia dalam Asma (2006: 26), menyatakan bahwa keuntungan paling besar dari pembelajaran kooperatif terlihat ketika siswa menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks. Keuntungan pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kecakapan individu atau kelompok dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif, dan tidak memiliki rasa dendam.

2.2.5.4.2 Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Slavin dalam Asma (2006: 27), menyatakan bahwa “kekurangan dari cooperative learning yaitu kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah kepada kekecewaan. Hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan”. Sementara menurut Noornia dalam Asma (2006: 27), cooperative learning membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, bahkan dapat mengakibatkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada, apabila guru belum berpengalaman. Dari segi keterampilan mengajar, guru membutuhkan persiapan matang dan


(38)

pengalaman yang lama untuk dapat menerapkan cooperative learning dengan baik.

2.2.5.5 Model Pembelajaran Koopertif tipe STAD

Amstrong dan Jesse Palmer (1998) menjelaskan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

The cooperative learning techniques used in this study was the Student Team Achievement Dividions' [sic] (STAD) method developed by Robert Slavin (1986). STAD has been described as the simplest of a group of cooperative learning techniques referred to as Student Team Learning Methods. In the STAD approach studentsare [sic] assigned to four or five member teamsreflecting [sic] a heterogeneous grouping of high, average, and low achieveing students of diverse ethnic backgrounds and different genders. Each week, the teacher introduces new material through a lecture, class discussion, or some form of a teacher presentation. Team members then collaborate on worksheets designed to expand and reinforce the material taught by the teacher. Team members may (a) work on the worksheets in pairs, (b) take turns quizzing each other, (c) discuss problems as a group, or (d) use whatever strategies they wich to learn the assigned material. Each teamwill [sic] then receive answer sheets, making clear to the students that their task is to learn the concepts not simply fill out the orksheets. Team members are instructed that their task is not complete until all teammembers [sic] understand the assigned material.

Kutipan Amstrong dan Jesse Palmer pada paragraf di atas, maksudnya yaitu teknik-teknik pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian adalah pembelajaran kooperatif pengelompokkan siswa berdasarkan perbedaan/pembagian prestasi (STAD) metode yang dikembangkan oleh Robert Slavin (1986). STAD telah dinyatakan sebagai salah satu teknik pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang disebut sebagai metode belajar siswa berkelompok. Dalam model STAD para siswa dibagi ke dalam kelompok tim yang beranggotakan empat atau lima siswa secara heterogen kemampuan


(39)

akademik siswa yang tinggi, rata-rata, dan rendah beragam latar belakang etnis dan jenis kelamin yang berbeda. Setiap minggu, guru memperkenalkan materi baru melalui ceramah, diskusi kelas, atau beberapa bentuk presentasi guru. Anggota tim kemudian berkolaborasi pada lembar kerja yang dirancang untuk memperluas dan memperkuat materi diajarkan oleh guru. Anggota tim dapat (a) bekerja pada lembar kerja berpasangan, (b) bergantian menanyai satu sama lain, (c) membahas masalah-masalah sebagai sebuah kelompok, atau (d) menggunakan strategi apa saja yang mereka inginkan untuk belajar materi yang diberikan.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yaitu Student Teams Achievement Divisions (STAD) atau pembagian pencapaian prestasi tim siswa. Model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Model STAD merupakan salah satu model kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model pembelajaran dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok terdiri atas 4-5 orang siswa. Model STAD juga menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

2.2.5.6 Tahap-tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki tahap-tahap dalam pelaksanaannya. Tahap-tahap proses pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Asma (2006: 51-4), antara lain:

2.2.5.6.1 Tahap Persiapan Pembelajaran


(40)

(1) Materi

Materi yang akan disampaikan menggunakan model STAD dirancang terlebih dahulu untuk pembelajaran secara berkelompok. Sebelum menyajikan materi pelajaran, guru harus sudah membuat lembar kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok beserta dengan lembar jawabnya.

(2) Menempatkan siswa dalam kelompok

Menempatkan siswa dalam kelompok maksudnya yaitu mengurutkan siswa dari atas ke bawah berdasarkan kemampuan akademiknya dan daftar siswa yang telah diurutkan tersebut dibagi menjadi empat bagian. Setelah itu, diambil satu siswa dari tiap kelompok untuk dijadikan sebagai ketua kelompok. Kelompok yang sudah terbentuk diusahakan berimbang antara kemampuan akademik, jenis kelamin, dan etnisnya.

(3) Menentukan skor dasar

Skor dasar merupakan rata-rata skor pada kuis sebelumnya. Apabila akan menggunakan STAD, setelah memberikan tes kemampuan prasyarat/tes pengetahuan awal, maka skor tes tersebut dapat digunakan sebagai skor dasar. Selain skor tes tersebut, nilai UTS siswa pada semester sebelumnya juga dapat digunakan sebagai skor dasar.

2.2.5.6.2 Tahap Penyajian Materi

Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-45 menit. Guru memulai dengan menyampaikan tujuan yang harus dicapai dan memotivasi rasa


(41)

ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari baru kemudian menyampaikan materi pelajaran.

2.2.5.6.3 Tahap Kegiatan Belajar Kelompok

Pada tahap ini, setiap kelompok diberi lembar kegiatan, lembar tugas, dan lembar kunci jawaban yang masing-masing dua lembar untuk setiap kelompok. Hal ini bertujuan agar terjalin kerjasama di antara anggota tiap kelompok. Lembar kegiatan dan lembar tugas diserahkan pada saat kegiatan belajar kelompok, sedangkan lembar kunci jawaban diserahkan setelah kegiatan kelompok selesai dilaksanakan. Setelah menyerahkan lembar kegiatan dan lembar tugas, guru menjelaskan tahapan dan fungsi belajar kelompok model STAD. Pada awal kegiatan kelompok dengan model ini, diperlukan adanya diskusi dengan siswa tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kelompok kooperatif. Hal-hal yang perlu dilakukan siswa untuk menunjukkan tanggung jawab terhadap kelompoknya, misalnya meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya telah mempelajari materi, tidak seorangpun menghentikan belajar sampai semua anggota menguasai materi, meminta bantuan kepada tiap anggota kelompoknya untuk menyelesaikan masalah sebelum menanyakan kepada gurunya, setiap anggota kelompok berbicara secara sopan, dan saling menghargai pendapat anggota kelompok.

2.2.5.6.4 Tahap Pemeriksaan terhadap Hasil Kegiatan Kelompok

Tahap ini dilakukan dengan cara mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok. Pada tahap ini, diharapkan terjadi interaksi antara penyaji dan anggota kelompok lain untuk


(42)

melengkapi jawaban kelompok tersebut. Pada tahap ini, juga dilakukan pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya, serta memperbaikinya, jika masih terdapat jawaban yang masih salah/kurang tepat. 2.2.5.6.5 Tahap Tes Individual

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar siswa. Setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang telah diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal tes sesuai dengan kemampuannya. Pada tahap ini, setiap siswa tidak diperkenankan untuk bekerjasama mengerjakan soal.

2.2.5.6.6 Tahap Pemeriksaan Hasil Tes

Pada tahap ini, dilakukan adanya perhitungan berdasarkan skor awal. Berdasarkan skor awal, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.

Adapun perhitungan skor perkembangan individu yang dikemukakan Slavin (2005: 159), seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu

Skor Tes Skor Perkembangan

Individu a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 b. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal 10 c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20 d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor


(43)

2.2.5.6.7 Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok

Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan kepada kelompok, diberikan berdasarkan poin perkembangan kelompok tertinggi dengan rumus sebagai berikut:

N1 =

Berdasarkan poin perkembangan yang diperoleh terdapat tiga tingkatan penghargaan, yaitu: kelompok yang memperoleh poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik, kelompok yang memperoleh poin rata-rata 20, sebagai kelompok hebat, dan kelompok yang memperoleh poin rata-rata 25, sebagai kelompok super.

2.2.5.7 Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Materi yang diambil oleh peneliti untuk melakukan penelitian yaitu materi kelas V mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial pada semester dua, yaitu Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan.

Standar Kompetensi : 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kompetensi Dasar : 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.

Indikator : 2.4.1. Menceritakan Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.


(44)

: 2.4.2. Menceritakan Peristiwa Pertempuran Ambarawa, Medan Area, dan Bandung Lautan Api. Materi:

Sehari setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, negara kita memiliki Undang Dasar Negara yang dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di lain pihak, Sekutu tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, karena mereka beranggapan bahwa apabila pihak Jepang telah menyatakan kalah terhadap Sekutu, maka otomatis wilayah pendudukan Jepang menjadi tanggung jawabnya. Sementara pihak Belanda masih menginginkan kekuasaan di wilayah Nusantara dengan cara meminta bantuan kepada Sekutu.

Berikut ini beberapa bentuk perlawanan rakyat Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaan, antara lain:

(1) Pertempuran 10 November 1945

Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu di bawah komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Tanjung Perak Surabaya. Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi pertempuran yang hebat di Gedung Bank Internasional di Jembatan Merah. Pada kejadian itu, Brigjen Mallaby ditemukan telah tewas. Hal ini menyebabkan Sekutu berani mengeluarkan ultimatum yang sangat menyinggung perasaan bangsa Indonesia. Bunyi ultimatum tersebut adalah “Pemimpin dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya. Selanjutnya, mereka harus menyerahkan


(45)

diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas waktu ancaman itu adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945”. Bung Tomo memimpin rakyat dengan berpidato membangkitkan semangat lewat radio. Untuk memperingati kepahlawanan rakyat Surabaya, pemerintah kemudian menetapkan tanggal 10 November sebagai hari Pahlawan. (2) Bandung Lautan Api

Pada bulan Oktober 1945, tentara sekutu memasuki Kota Bandung. Tanggal 21 November 1945, tentara sekutu mengeluarkan ultimatum pertama, agar Kota Bandung bagian utara selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945 dikosongkan oleh pihak Indonesia dengan alasan demi keamanan. Para pejuang Indonesia tidak mengindahkan ultimatum tersebut. Akibatnya, sering terjadi insiden antara pejuang Indonesia dan tentara sekutu. Pada tanggal 23 Maret 1946, tentara sekutu mengeluarkan ultimatum untuk kedua kalinya. Kali ini, para pejuang diminta meninggalkan seluruh kota Bandung. Para pejuang sebelum meninggalkan Kota Bandung melancarkan serangan umum ke arah markas besar sekutu dan berhasil membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Maksudnya, supaya tentara sekutu tidak dapat memanfaatkan bengunan-bangunan yang ada di Kota Bandung. Peristiwa bumi hangus ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api.

(3) Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 21 November 1945. Pecahnya pertempuran ini bermula dari tindakan Sekutu dan


(46)

Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang membebaskan interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa tanpa berunding terlebih dahulu dengan pihak republik. Oleh karena itu, terjadilah bentrokan senjata antara pihak republik dan Sekutu di Magelang yang meluas menjadi pertempuran. Pertempuran ini kemudian dikenal dengan Pertempuran Ambarawa. Pertempuran melawan Sekutu tersebut banyak menelan korban jiwa, salah satunya adalah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Pada tanggal 12 Desember 1945, para pejuang kembali menyerang Sekutu secara serempak pada waktu yang bersamaan. Pertempuran berlangsung selama empat hari, pasukan Sekutu yang merupakan tentara Inggris akhirnya dapat diusir dari Ambarawa.

(4) Pertempuran Medan Area

Pada tanggal 9 Oktober 1945, tentara Inggris yang diboncengi NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Tanggal 13 Oktober 1945, terjadi pertempuran pertama antara para pemuda dan pasukan Sekutu. Pertempuran kemudian menyebar keseluruh Kota Medan. Bentrokan antara para pejuang dan pasukan Sekutu sering terjadi. Oleh karena itu, pada tanggal 18 Oktober 1945 Sekutu mengeluarkan peringatan yang melarang rakyat membawa senjata. Semua senjata harus diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 10 Desember 1945, tentara Sekutu melancarkan serangan militer besar-besaran yang dilengkapi dengan pesawat tempur canggih. Seluruh daerah Medan dijadikan sasaran serangan.


(47)

(5) Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran lima hari di Semarang terjadi pada tanggal 15-20 Oktober 1945. Pertempuran ini terjadi antara pemuda dan pejuang Indonesia melawan pasukan Kidobutai yang dibantu oleh batalyon Jepang lain yang kebetulan sedang singgah di Semarang. Pertempuran baru berhenti setelah Gubernur Wongsonegoro dan pemimpin Tentara Komando Rakyat (TKR) berunding dengan komandan tentara Jepang. Proses gencatan senjata dipercepat setelah Brigadir Jendral Bethel dari pasukan Sekutu ikut terlibat dalam perundingan pada tanggal 20 Oktober 1945.

(6) Serangan Umum 1 Maret 1949

Dalam Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil menangkap para pemimpin politik dan menduduki ibu kota Republik Indonesia (RI) di Yogyakarta. Menghadapi tindakan Belanda tersebut, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyusun kekuatan untuk melawan Belanda. Puncak serangan TNI yaitu serangan umum terhadap Kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.

Sementara itu, tahap-tahap membelajarkan materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:

(1) Tahap persiapan pembelajaran

Guru menyiapkan materi yang akan disampaikan, yaitu Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Sebelum


(48)

menyajikan materi pelajaran, guru harus sudah membuat lembar kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok beserta dengan lembar jawabnya. Setelah itu, guru membagi siswa ke dalam 9 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas 4-5 orang yang dibagi berdasarkan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan etnisnya dan kemudian guru menentukan skor dasar yang merupakan rata-rata skor pada kuis sebelumnya, yaitu tes kemampuan prasyarat/tes pengetahuan awal atau nilai siswa pada semester sebelumnya.

(2) Tahap penyajian materi

Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-45 menit.

(3) Tahap kegiatan belajar kelompok

Pada tahap ini, setiap kelompok diberi lembar kegiatan, lembar tugas, dan lembar kunci jawaban yang masing-masing dua lembar untuk setiap kelompok. Materi yang akan diajarkan menggunakan model STAD ini dilakukan melalui dua kali pertemuan yang terdiri atas materi tentang berbagai peristiwa perlawanan rakyat Indonesia melawan penjajah. Materi tersebut antara lain: pertemuan pertama, terdiri atas materi Pertempuran 10 November 1945 (kelompok 1, 2, dan 3), Bandung Lautan Api (kelompok 4, 5, dan 6), dan Pertempuran Ambarawa (kelompok 7, 8, dan 9) dan pertemuan kedua, terdiri atas Pertempuran Medan


(49)

Area (kelompok 1, 2, dan 3), Pertempuran Lima Hari di Semarang (kelompok 4, 5, dan 6), dan Serangan Umum 1 Maret 1949 (kelompok 7, 8, dan 9).

(4) Tahap pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok

Tahap ini dilakukan dengan cara mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok. (5) Tahap tes individual

Tahap ini dilakukan dengan memberikan soal individual yang berupa pilihan ganda yang terdiri atas 20 soal.

(6) Tahap pemeriksaan hasil tes

Tahap ini dilakukan dengan memeriksa hasil tes. (7) Tahap pemberian penghargaan kelompok

Pemberian penghargaan kepada kelompok, diberikan berdasarkan poin perkembangan kelompok tertinggi.

2.3

Kerangka Berpikir

Kondisi awal pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri Debong Kidul, guru masih sering menggunakan model konvensional, belum pernah menggunakan model pembelajaran kooperatif, serta siswa diarahkan untuk mengingat dan menghafal materi yang cakupan hafalannya banyak. Mengacu pada kondisi awal pembelajaran IPS, menyebabkan siswa cepat bosan, pasif, dan kurang memperhatikan penjelasan guru.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,


(50)

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Oleh karena itu, seorang guru harus merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna dengan menggunakan model-model pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat memahami konsep dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran kerja kelompok yaitu pembelajaran kooperatif, khususnya tipe STAD. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, diharapkan siswa mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, baik untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya. Selain itu, siswa juga cenderung lebih aktif dan ikut berpartisipasi, serta mampu mengembangkan kemampuan bersosialisasi dengan teman sejawatnya.

2.4

Hipotesis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 310), hipotesis yaitu sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat dirumuskan hipotesis tindakan dan penelitian, yaitu sebagai berikut:

2.4.1 Hipotesis Tindakan

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPS materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, akan terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri Debong Kidul.

2.4.2 Hipotesis Penelitian


(51)

(1) Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas V antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dan yang menggunakan model konvensional.

Ho: µ1 = µ2 (tidak beda). (2) Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas V antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dan yang menggunakan model konvensional.


(52)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Populasi dan Sampel

Pada subbab ini, akan dibahas mengenai populasi dan sampel. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu (Sugiyono 2011: 80). Sementara menurut Sugiyono (2011: 62), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Penjelasan selengkapnya mengenai populasi dan sampel, yaitu sebagai berikut:

3.1.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul kota Tegal. Jumlah seluruh populasi sebanyak 78 siswa yang terdiri atas 38 siswa dari kelas VA dan 40 siswa dari kelas VB. Untuk daftar populasi siswa kelas VA dan VB dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.

3.1.2 Sampel

Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling, yaitu pengambilan sampel yang sederhana yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Simple


(53)

random sampling dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen, dengan maksud agar setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Berdasarkan jumlah populasi di kelas VA sebanyak 38 siswa dan VB sebanyak 40 siswa, sehingga total populasi sebanyak 78 siswa, maka sampel yang akan diambil menggunakan tabel Krecjie dengan taraf kesalahan 5% yaitu sebanyak 66 siswa yang berasal dari kelas VA sebanyak 32 siswa dan kelas VB sebanyak 34 siswa. Untuk daftar sampel siswa kelas VA dan VB dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4.

3.2

Variabel Penelitian

Menurut Hatch dan Farhady (1981) dalam Sugiyono 2011: 38, variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek dengan objek lain. Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik simpulannya (Sugiyono 2011: 38). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel terikat (dependen) dan bebas (independen). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai variabel terikat dan bebas:

3.2.1 Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2011: 39). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu aktivitas belajar (Y1) dan hasil belajar IPS (Y2).


(54)

3.2.2 Variabel Bebas

Variabel bebas (independen) merupakan variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab. Varibel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPS materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan dengan meggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Dalam penelitian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD digunakan pada kelompok eksperimen, yaitu kelas VA untuk mengetahui dampaknya terhadap variabel terikat, yaitu aktivitas dan hasil belajar IPS. Penelitian dilakukan dengan dua kelompok. Kelompok eksperimen (kelas VA) menggunakan pembelajaran dengan model kooperatif STAD, sedangkan kelompok kontrol (kelas VB) menggunakan model konvensional.

3.3

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan mencari variabel-variabel penelitian dengan menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu observasi, tes, dan dokumentasi. Menurut KBBI 1990: 623, observasi berarti pengamatan atau peninjauan secara cermat. Tes adalah ujian tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang (KBBI 1990: 940). Sementara dokumentasi menurut KBBI 1990: 211 merupakan (1) pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan; (2) pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain). Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai observasi, tes, dan dokumentasi:


(55)

3.3.1 Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan 2008: 76). Sementara itu menurut Hadi dalam Sugiyono (2011: 145), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting yaitu proses-proses ingatan dan pengamatan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi digunakan apabila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

Observasi akan dilaksanakan ketika pembelajaran sedang berlangsung. Pada penelitian ini, peneliti meggunakan observasi nonpartisipan. Menurut Sugiyono (2011: 145), kalau dalam observasi partisipan, peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat. Observasi dilakukan oleh guru kelas VA dan peneliti yang mengamati aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan memakai lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa pada kelompok eksperimen.

3.3.2 Tes

Menurut Riduwan (2008: 76), tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh


(56)

individu atau kelompok. Instrumen tes digunakan dengan tujuan untuk mengukur daya serap siswa pada materi pembelajaran. Bentuk tes yang digunakan yaitu tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas empat alternatif jawaban dan masing-masing soal hanya mempunyai poin 1 jika jawabannya benar dan dibuat paralel.

3.3.3 Dokumentasi

Dokumentasi ditunjukkan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan data penelitian yang relevan (Riduwan 2008: 77). Dokumentasi digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh nama-nama siswa dan data kemampuan awal siswa yang didapat melalui daftar nilai UTS pada semester 2 untuk pembagian tim belajar siswa pada kelompok eksperimen.

3.4

Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan sarana penelitian (berupa seperangkat tes dan sebagainya) untuk mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan (KBBI 1990: 334). Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian meliputi lembar observasi, soal-soal tes, dan dokumentasi, antara lain sebagai berikut:

3.4.1 Lembar Observasi

Instrumen yang digunakan dalam observasi yaitu lembar observasi. Observer akan memberikan penilaian sesuai dengan deskriptor yang tersedia. Adapun lembar aktivitas belajar siswa dan deskriptor pedoman observasi dalam pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 5, 6, 7, dan 8.


(57)

3.4.2 Soal-soal Tes

Soal yang akan digunakan sebagai instrumen penelitian yaitu bentuk pilihan ganda. Soal terdiri dari dua puluh butir. Pembuatan soal tes didasarkan pada silabus mata pelajaran IPS kelas V, silabus pengembangannya, dan dijabarkan melalui kisi-kisi soal. Adapun silabus utuh dan silabus pengembangan mata pelajaran IPS kelas V dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10. Jumlah soal yang ada dalam kisi-kisi berjumlah dua puluh butir (diparalelkan). Kisi-kisi sudah ada dalam lampiran. Sebelum soal diujikan pada siswa, soal ditelaah terlebih dahulu oleh tim ahli untuk diuji validitas isinya. Setelah tim ahli memberi rekomendasi tentang kelayakan soal dari segi validitas isinya, soal diujicobakan pada kelas VI di SD Negeri Kraton 1, karena pada kelas VI SD Negeri Debong Kidul sedang mempersiapkan Ujian Sekolah, sehingga tidak ada waktu untuk melakukan uji coba soal di kelas itu. Hasil uji coba selanjutnya diolah untuk dicari indeks validitas konstruk dan reliabilitasnya dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 17. Berikut ini adalah pengertian dan rumus uji prasyarat instrumen yaitu: 3.4.2.1 Validitas Tes

Validitas adalah ketepatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang akan diukur. Validitas untuk instrumen penelitian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

3.4.2.1.1 Validitas Logis (logical validity)

Menurut Abdurahman, Muhidin, dan Somantri (2011: 49), validitas logis adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil penalaran. Pengujian validitas logis dilakukan dengan cara menilai kesesuaian butir-butir soal dengan kriteria telaah dan kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal dibuat berdasar pada silabus. Soal


(58)

berbentuk pilihan ganda berjumlah 20 dan diparalelkan menjadi 40 butir soal. Pengujian validitas logis dilakukan oleh tim ahli, yaitu Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd. sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Sismiatun S.Pd. SD guru kelas VA SD Negeri Debong Kidul dengan cara memberi tanda cek pada kolom yang telah disediakan apabila sesuai dengan kriteria telaah soal yang telah ditentukan. Adapun kisi-kisi dan proses validasi logis selengkapnya ada pada lampiran 11 dan 12.

3.4.2.1.2 Validitas Empirik (empirical validity)

Abdurahman, Muhidin, dan Somantri (2011: 50) menyatakan bahwa validitas empirik adalah validasi yang dinyatakan berdasarkan hasil pengalaman. Untuk mengetahui validitasnya peneliti kemudian menyebarkan instrumen tersebut kepada responden yang bukan responden sesungguhnya, yaitu siswa kelas VI SD Negeri Kraton 1. Setelah diisi oleh responden dan terkumpul kembali, selanjutnya peneliti menentukan validitasnya dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17 atau rumus korelasi product moment dari Karl Pearson menurut Abdurahman, Muhidin, dan Somantri (2011: 50) dengan menggunakan rumus:

r

xy

=

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi XY N : banyaknya subjek uji coba

∑X : jumlah skor item


(59)

∑X2 : jumlah kuadrat skor item

∑Y2 : jumlah kuadrat skor total

∑XY : jumlah perkalian skor item dengan skor total

Kemudian hasil rxy dikonsultasikan dengan harga r product moment, dengan menetapkan taraf signifikasi 5%, jika rxy > rtabel, maka alat ukur dikatakan valid. 3.4.2.2 Reliabilitas

Pengujian alat pengumpulan data setelah uji validitas yaitu uji reliabilitas instrumen. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah dianggap baik (Riduwan, Rusyana, dan Enas 2011: 194). Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila pengukurannya konsisten dan cermat akurat. Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Untuk mengetahui reliabilitas soal, peneliti menggunakan rumus Cronbach’s Alpha yang diolah menggunakan program SPSS 17.

3.4.3 Dokumentasi

Instrumen dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu nama-nama siswa dan data ujian tengah semester (UTS) yang digunakan sebagai kemampuan awal siswa untuk pembagian tim belajar siswa pada kelompok eksperimen. Adapun daftar nilai UTS siswa dan pembagian tim belajar siswa dapat dilihat pada lampiran 13 dan 14.


(60)

3.5

Desain Penelitian

Desain eksperimen yang akan digunakan yaitu true eksperimental (eksperimen yang betul-betul) dengan bentuk posttest-only control desain dengan bentuk paradigma menurut Sugiyono (2011: 76),seperti berikut:

Keterangan:

R = kelompok eksperimen dan kontrol yang diambil secara random

O2 = kelompok eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran STAD O4 = kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelas VA sebagai kelompok eksperimen diberi perlakuan X (pembelajaran IPS menggunakan STAD) dan kelompok kontrol (kelas VB) tidak diberi perlakuan X ( pembelajaran menggunakan model konvensional).

3.6

Metode Analisis Data

Analisis merupakan (1) penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya); (2) penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya; (3) pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya (KBBI 1990: 32). Metode analisis data yang digunakan pada penelitian antara lain deskripsi data, uji prasyarat analisis yang terdiri atas uji normalitas dan homogenitas, dan pengujian hipotesis. Berikut merupakan penjelasan mengenai metode analisis data:

R X O2 R O4


(61)

3.6.1 Deskripsi Data

Metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang menguji hipotesis berbentuk hubungan sebab-akibat melalui proses manipulasi variabel.

Dalam penelitian, peneliti mengunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang berbentuk kata, kalimat, atau gambar. Sementara data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka. Data kualitatif dalam penelitian ini yaitu aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berlangsung, sedangkan data kuantitatifnya berupa nilai hasil belajar yang termasuk dalam data rasio. Menurut Hasan (2009: 22), data rasio adalah data yang menghimpun semua ciri dari data nominal, data ordinal, dan data interval dan dilengkapi titik nol absolut dengan makna empiris. Angka pada data ini menunjukkan ukuran yang sebenarnya dari objek/kategori yang diukur.

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis penelitian meliputi uji normalitas dan homogenitas. Menurut Muhidin dan Abdurahman (2009: 73), statistik parametris digunakan berdasarkan asumsi bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Kemudian dalam penggunaan salah satu tes mengharuskan data dua kelompok atau lebih yang diuji harus homogen. Statistik ini banyak digunakan untuk menganalisis data interval/rasio. Sementara uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi data adalah sama atau tidak (Priyatno 2010: 76).


(62)

3.6.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas pada penelitian, peneliti akan mengolah data menggunakan program SPSS dengan Uji Lilliefors. Pengambilan keputusan uji dan penarikan simpulan diambil pada taraf signifikansi 5%. Apabila nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan normal, namun apabila nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal.

3.6.2.2 Uji Homogenitas

Pengujian ini menggunakan SPSS 17 uji independent sample t test dan dengan pengambilan keputusan dan penarikan kesimpulan terhadap uji hipotesis dilakukan pada taraf signifikan 5%. Apabila signifikansinya lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variannya sama (homogen), namun apabila signifikansinya kurang dari 0,05 maka variannya berbeda (tidak homogen).

3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis)

Berdasarkan rumusan hipotesis di atas, disebutkan bahwa ada atau tidak adanya perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah adanya perlakuan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen. Oleh sebab itu, analisis untuk menguji hipotesis tersebut yaitu analisis komparatif. Jika data hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal, komparatif dua sampel, serta bentuk datanya interval/rasio maka dalam menguji hipotesisnya menggunakan uji statistik independent sample t tes. Menurut Abdurahman, Muhidin, dan Somantri (2011: 277), apabila data hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi tidak normal, maka uji tesnya yaitu U Mann Whitney Test (U test).


(1)

(2)

(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Maman, Sambas Ali Muhidin, dan Ating Somantri. 2011. Dasar-dasar Metode Statistika untuk Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Abimanyu, Soli, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti.

Armstrong, Scott; Palmer, Jesse. 1998. Student Teams Achievement Divisions (STAD) in a twelfth grade classroom: Effect on student achievement and attitude. Journal of Social Studies Research. 22/1: 3.

Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Etchberger, Richard. 2011. Assessment of Cooperative Learning in Natural Resources Education. Journal of Forestry 109/7: 397-401.

Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hasan, Iqbal. 2009. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Huda, Miftakhul. 2011. Cooperative Learning; Metode, Teknik, Struktur, dan Model Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irhamna, Mega dan Sutrisni. 2009. Cooperative Learning dengan Model STAD pada Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua. Jurnal Penelitian Pendidikan. 19/2: 189-200.

Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Masitoh, Susilo, dan Soewarso. 2010. Pendidikan IPS di Sekolah Dasar. Salatiga: Widya Sari Press.


(5)

Muhidin, Sambas Ali dan Maman Abdurahman. 2009. Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian (Dilengkapi Aplikasi Program SPSS). Bandung: Pustaka Setia.

Nurjannah, Intan. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD

Dengan Menggunakan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VII-B SMPN 14

Malang. Skripsi Universitas Negeri Malang.

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: MediaKom.

Riduwan. 2008. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Riduwan, Adun Rusyana, dan Enas, M.M. 2011. Cara Mudah Belajar SPSS Versi 17.0 dan Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Riduwan. 2011. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Saminanto. 2010. Ayo Praktik PTK: Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: RaSAIL Media Group.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Diterjemahkan oleh Narulita Yusron. 2010. Bandung: Nusa Media.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. 

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugandi, Achmad, dkk. 2007. Teori Pembelajaran. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.

Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yama Pustaka dan FKIP UNS.


(6)

Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Susilaningsih, Endang dan Limbong, Linda S. 2008. IPS untuk SD/MI kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen & Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Bandung: Fermana.

Yonny, Acep, dkk. 2010. Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia.

Yulianti, Reni dan Munajat, Ade. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial: SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

                   


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PERISTIWA ALAM PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI KARANGDADAP

0 8 233

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DI KELAS KELAS V SDN 22 LUBU ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMA

0 0 6

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN MENGEKSPLANASI DAN MEREGULASI DIRI SISWA KELAS V SD

0 4 243