PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KRITIK TOKOH LINTAS AGAMA TERHADAP PEMERINTAHAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (Studi Analisis Framing Berita Tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Pada Surat Kabar Jawa Po
PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KRITIK TOKOH
LINTAS AGAMA TERHADAP PEMERINTAHAN
PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
(Studi Analisis Framing Berita Tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas Edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011)
SKRIPSI
Oleh :
NOVANDY PRIMA SATRIA NPM 0643010140
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA 2011
(2)
PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KRITIK TOKOH
LINTAS AGAMA TERHADAP PEMERINTAHAN PRESIDEN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
(Studi Analisis Framing Berita Tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas Edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011)
Oleh :
NOVANDY PRIMA SATRIA NPM. 0643010140
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 13 Juni 2011
Pembimbing, Tim Penguji,
1. Ketua
Juwito, S.Sos. MSi Juwito, S.Sos, MSi
NPT 3.670.495.0036 1 NPT. 3.6704.95.0036.1
2. Sekretaris
Drs. Saifudin Zuhri, MSi NIP. 3.7006.94.0035.1
3. Anggota
Zainal Abidin Achmad, M.Si, M.Ed NPT. 3.7305.99.0170.1
Mengetahui,
DEKAN
Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi NIP 1 95507 181 983 022 001
(3)
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirabbil’alamiin, atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pembingkaian Berita Tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”, guna melengkapi syarat wajib tugas akhir dalam menempuh program Strata Satu jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dengan selesainya Skripsi ini peneliti sangat berterima kasih banyak kepada Bapak Juwito, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang sangat baik dan sabar dalam membimbing peneliti. Juga peneliti ucapkan terima kasih pada semua pihak atas segala bantuan, petunjuk serta bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan khususnya kepada :
1. Prof. Dr. Teguh selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si selaku dekan FISIP UPN “Veteran” Jawa
Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi,
Dosen Wali sekaligus Dosen Pembimbing atas kepercayaannya yang diberikan kepada penulis serta telah meluangkan waktu dan tenaga dalam mengarahkan peneliti dengan baik dan sabar hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.
5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.
(4)
6. Kedua Orang Tua peneliti (Ibunda tercinta Sri Astutie dan Alm. Ayahanda Suyitno) yang telah membesarkan dan membimbing dari kecil dengan penuh kasih sayang, tak lupa kakak satu-satunya yang ada diluar kota, yang telah memberikan dorongan, semangat, dan pengertiannya bagi penulis, baik secara moril dan materil. Serta My Uwny yang selalu memberikan dorongan dan selalu mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh keluarga besar Ibunda tercinta dan Alm. Ayah peneliti yang telah memberi semangat motivasi secara moril dan spiritual.
8. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada (Nugroho/Kancil, Yanuar/Yance,
Fibri/Kadir, Pijar, Septyan/Penceng, Reza/Braga), serta dulur-dulur organisasi X-PHOSE dan RTYP (Echa, Vidi, Tomat, Wega, Ijzik) yang selalu membantu dan menemani penulis.
9. Teman-teman Kampus yang selalu menjadi motivasi peneliti Penceng,
Kancil, Dito, Mas Soak, Ajiz, Reza, Arif, Maqhibo dan masih banyak lainnya yang tidak bisa di sebutkan satu-satu.
Peneliti sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan demi perbaikan-perbaikan selanjutnya. Akhirnya peneliti berharap semoga hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, Juni 2011
(5)
ii DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 13
1.3 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Manfaat Penelitian ... 14
1.4.1 Kegunan Teoritis ... 14
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15
2.1 Landasan Teori ... 15
2.1.1 Media Surat Kabar, Interpretasi dan Konstruksi Realitas ... 15
2.1.2 Surat Kabar Sebagai Kontrol Sosial .………... 17
2.1.3 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ... 19
2.1.4 Ideologi Media ……... 22
2.1.5 Teori Penjagaan Gerbang (Gatekeeper) ... 25
2.1.6 Analisis Framing ... 27
2.1.7 Proses Framing ... 29
2.1.8 Konsep Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 32
2.1.8.1 Struktur Sintaksis ... 33
2.1.8.2 Struktur Skrip ... 36
(6)
2.1.8.4 Struktur Retoris ... 39
2.2 Kerangka Berfikir ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
3.1 Metode Penelitian ... 44
3.1.1 Definisi Konseptual ... 46
3.2 Subyek dan Obyek Penelitian ... 47
3.3 Unit Analisis ... 47
3.4 Korpus Penelitian ... 48
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 49
3.6 Teknik Analisis Data ... 50
3.7 Langkah-Langkah Analisis Framing ... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 53
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ………... 53
4.1.1 Profil Perusahaan Jawa Pos ……….... 53
4.1.2 Kebijakan Redaksional Jawa Pos ………... 59
4.1.3 Profil Perusahaan Kompas ………. 65
4.1.4 Sebaran Pembaca Kompas ………. 69
4.1.5 Kebijakan Redaksional Kompas ……… 74
4.2 Pembahasan ……….... 77
4.2.1 Analisis Framing Surat Kabar Jawa Pos ……… 79
4.2.1.1 Frame Jawa Pos tanggal 11 Januari 2011 ……….... 79
4.2.1.2 Frame Jawa Pos tanggal 18 Januari 2011 …..………….. 83
4.2.1.3 Frame Jawa Pos tanggal 19 Januari 2011 …..………….. 86
(7)
ii
4.2.2.1 Frame Kompas tanggal 11 Januari 2011 ……….…….... 94
4.2.2.2 Frame Kompas tanggal 18 Januari 2011 …..….……….. 98
4.2.2.3 Frame Kompas tanggal 19 Januari 2011 …..…….…… 103
4.2.2.4 Frame Kompas tanggal 21 Januari 2011 …..….……... 107
4.2.3 Frame Keseluruhan dari Jawa Pos ………...… 110
4.2.4 Frame Keseluruhan dari Kompas ………. 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….………. 114
5.1 Kesimpulan ……….…...……….. 114
5.2 Saran ……….………... 115 DAFTAR PUSTAKA
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4. 1 Deskripsi Halaman Surat Kabar Jawa Pos ………. 61
Tabel 4. 2 Deskripsi Halaman Surat Kabar Kompas ……….. 76
Tabel 4. 3 Korpus Penelitian ………... 78
Tabel 4. 4 Struktur Frame Jawa Pos tanggal 11 Januari 2011 ……… 83
Tabel 4. 5 Struktur Frame Jawa Pos tanggal 18 Januari 2011 ………...…. 86
Tabel 4. 6 Struktur Frame Jawa Pos tanggal 19 Januari 2011 .……….……... 90
Tabel 4. 7 Struktur Frame Jawa Pos tanggal 21 Januari 2011 .………... 94
Tabel 4. 8 Struktur Frame Kompas tanggal 11 Januari 2011 …………...…….. 97
Tabel 4. 9 Struktur Frame Kompas tanggal 18 Januari 2011 ……….….. 102
Tabel 4. 10 Struktur Frame Kompas tanggal 19 Januari 2011 .……… 106
Tabel 4. 11 Struktur Frame Kompas tanggal 21 Januari 2011 .……….… 109
(9)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar. 2.1 Kategori Model Framing ... 31 Gambar. 2.2 Kerangka Berpikir ... 43
(10)
ABSTRAKSI
Novandy Prima Satria. Pembingkaian Berita Tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Studi Analisis Framing Berita Tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembingkaian berita pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam berita tentang kritik Tokoh Lintas Agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah Media Surat Kabar, Interpretasi dan Konstruksi Realitas, Surat Kabar Sebagai Kontrol Sosial, Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas, Ideologi Media, Teori Penjagaan Gerbang dan Analisis Framing.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yang menggunakan analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Korpus dari pemberitaan tersebut yaitu : berita-berita yang membahas tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas, tanggal 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011.
Hasil penelitian dari Jawa Pos, yaitu para tokoh lintas agama mengkritik, bertemu dengan Presiden dan sepakat untuk melanjutkan aksi kritisnya. Sedangkan pada Kompas diperoleh hasil penelitian yaitu pertemuan Presiden dan tokoh lintas agama masih ada perbedaan.
Kata Kunci : Pembingkaian Berita Kritik Tokoh Lintas Agama, Jawa Pos, Kompas.
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Peran media massa dalam kehidupan sosial kerap dipandang secara berbeda-beda, namun tidak ada yang menyangkal atas perannya yang signifikan dalam masyarakat modern. Ketika produk media massa sampai kepada masyarakat sesungguhnya merupakan hasil “rekonstruksi realita”. Peristiwa yang disaksikan ataupun dialami oleh reporter dan juru kamera maupun editor dan redaktur atau pemimpin redaksi adalah suatu proses yang cukup unik meskipun berlangsung begitu cepat. Ini yang disebut sebagai proses rekonstruksi atas realita (Pareno, 2005 : 4).
Media sebagai sebuah sistem komunikasi manusia telah kian penting di dunia, dimana meminjam istilah C. Wright Mills pengalaman primer telah digantikan oleh komunikasi sekunder, seperti media cetak, radio, televisi dan film, media telah memainkan peran penting dalam merombak tatanan sosial menjadi masyarakat serba misal (Rivers, 2003 : 323).
Media memiliki kemampuan dalam membeberkan suatu fakta bahkan membentuk opini masyarakat. Salah satu media yang secara gamblang dan lebih rinci dalam pemberitaannya adalah surat kabar. Assegaf mengatakan bahwa :
(12)
“Surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-berita karangan-karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum.” (Assegaf, 1991 : 140).
Sekarang ini kita tidak bisa lagi menyamakan “komunikasi massa” atau “media massa” dengan “Jurnalisme” dalam menyebut media lain selain koran dan majalah. Tentu saja setiap komunikasi membutuhkan medium atau sarana pengiriman pesan yang melibatkan media. Media memiliki kemampuan dalam membeberkan suatu fakta bahkan membentuk opini masyarakat. Ketika kebebasan pers marak seperti sekarang ini, banyak media cetak lebih mengutamakan berita berbau sensasional.
Masalah objektifitas pemberitaan menjadi perdebatan klasik dalam studi media. Salah satu perdebatan yang mewakili dua pandangn pro dan kontra objektif adalah John C. Merril dan Everette E. Dennis. Merril berpendapat jurnalisme objektif adalah mustahil. Semua karya jurnalistik pada dasarnya subjektif, mulai dari pencarian berita, peliputan, penulisan sampai pada penyuntingan berita. Nilai-nilai subjektif wartawan ikut mempengaruhi semua proses kerja jurnalistik. Sebaliknya, Dennis mengatakan jurnalisme objektif bukan sesuatu yang mustahil, karena semua proses kerja jurnalistik pada dasarnya dapat diukur dengan nilai-nilai objektif, misalnya memisahkan fakta dan opini, menghindari pandangan emosional dalam melihat peristiwa dan memberikan prinsip keseimbangan dan keadilan, serta melihat dari dua sisi. Dennis percaya, jurnalisme objektif mungkin jika mengadopsi metode dan prosedur yang dapat
(13)
Berita dalam pandangan Fishman (Eriyanto, 2004 : 100) bukanlah refleksi atau distorsi dari realitas yang seakan berada diluar sana. Titik perhatian tentu saja bukan dari apakah berita merefleksikan realitas atau apakah berita distorsi atas realitas. Berita yang muncul di media massa merupakan hasil saringan dan kebijakan redaksi atas suatu peristiwa yang diliput dan disesuaikan dengan tujuan dan sikap dari media.
Tidak setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan, atau ditayangkan di media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita, atau memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media (Sumadiria, 2005 : 86). Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita (Sobur, 2001 : 163).
Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai peluang besar untuk diperhatikan dan mempunyai khalayak dalam memahami realitas karena itu dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana (Sobur, 2001 : 164).
(14)
Untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan kajian analisis framing. Analisis framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut (Eriyanto, 2005 : 224)
Analisis framing merupakan salah satu model analisis alternatif yang bisa mengungkapkan rahasia dibalik perbedaan, bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan sebuah fakta. Analisis framing membongkar bagaimana realitas dibingkai oleh media, akan dapat diketahui siapa mengendalikan siapa, mana kawan mana lawan, mana patreon mana klien, siapa diuntungkan dan siapa dirugikan, siapa membentuk dan siapa dibentuk dan seterusnya (Eriyanto, 2004 : xv).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis framing milik Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, karena pada perangkat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki menyebutkan bahwa framing sebagai cara mengetahui bagaimana suatu media mengemas berita dan mengkonstruksi realitas melalui pemaknaan kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu media tersebut mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Karena berita dilihat dari
(15)
dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain tak ada pesan atau stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya berita dilihat sebagai seperangkat kode yang membutuhkan interpretasi makna. Teks berita tidak hadir begitu saja sebaliknya teks berita dilihat sebagai teks yang dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks (Eriyanto, 2002 : 251)
Dalam pendekatan ini perangkat framing dibagi menjadi empat bagian sturuktur besar. Pertama, struktur sintaksis yaitu bagaimana wartawan menyusun peristiwa, opini kedalam bentuk susunan berita. Kedua, struktur skrip yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yaitu bagaimana wartwan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi dan kalimat. Keempat, struktur retoris yaitu bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.
Alasan peneliti menggunakan perangkat framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, sebab model ini memuat bagaimana wartawan mengkonstruksi dan memproses berita tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden SBY baik dari nilai-nilai sosial maupun segi pemakaian kalimat, lead maupun perangkat lain untuk mengungkapkan fakta serta pemaknaan sehingga dapat di mengerti oleh pembaca. Sehingga dengan jelas dapat terlihat maksud-maksud yang tersembunyi dalam pembingkaian berita yang dimuat oleh surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam memberitakan berita tersebut. Selain itu model Pan – Kosicki memiliki seluruh elemen framing yaitu makrostruktural, mikrostruktural dan retoris.
(16)
Menurut pengamatan peneliti, pemberitaan tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden SBY menarik untuk dikaji karena sebelum para Tokoh Lintas Agama tersebut memberikan kritikan sampai bertemu dengan pemerintahan Presiden SBY hingga selesai mendapatkan porsi yang besar selama beberapa hari. Dan dari pandangan para tokoh agama, pemerintah dinilai tidak jujur dalam penanganan berbagai masalah bangsa dan belum membuktikan komitmen dalam beragam persoalan mendasar. Tokoh-tokoh agama tersebut menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan banyak kebohongan publik.
Menurut peneliti, pada dasarnya para pemuka agama tersebut memberikan suatu pengajaran dan pendidikan tentang agama kepada masyarakat. Tapi mereka mulai turun dari dunia keagamaanya kedunia politik, karena menilai pemerintahan SBY banyak menuai kebohongan publik. Tokoh agama ingin mengkontrol jalannya pemerintahan saat ini dimana kebohongan-kebohongan dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jika bukan karena kondisi yang sudah terlampau parah, tidak mungkin para tokoh lintas agama tersebut bersuara. Tokoh lintas agama tersebut diantaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Mgr Martinus Situmorang, Ketua Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Andreas Yewangoe, Buya Syafii Maarif, Rohaniawan Romo Franz Magnis Suseno, Tokoh Nahdlatul Ulama KH Salahuddin Wahid, Tokoh Agama Budha Sri Pannyavaro, dan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia I Nyoman Udayana Sanging.
(17)
Para tokoh lintas agama menyatakan berbagai kebohongan, diantaranya
adalah kebohongan-kebohongan baru yaitu pertama, Presiden SBY menyebutkan
bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antarperadaban atau harmony among civilization. Faktanya menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama dan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010. Kedua, Presiden SBY menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada tahun 2010.
Ketiga, Presiden SBY menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010, Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang. Keempat, Presiden mengakui menerima surat dari Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden SBY diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century.
Kelima, SBY berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan
korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga
September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan. Keenam, Presiden
(18)
ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo, menyatakan kasus ini telah ditutup. Ketujuh, Presiden SBY selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya Anggota KPU Andi Nurpati mengundurkan diri dari KPU, dan secara tidak beretika bergabung ke Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Dewan Kehomatan KPU Jimly Asshiddiqie menilai Andi Nurpati melakukan pelanggaran kode etik dalam Pemilu Kada Toli-Toli.
Kedelapan, Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus
pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui telah sempat juga melakukan perjalanan ke luar negeri selama dalam
tahanan. Kesembilan, Presiden SBY akan menindaklanjuti kasus tiga anggota
KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apapun dari pemerintah untuk menuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.
Sedangkan kebohongan-kebohongan lama tersebut yaitu pertama, pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4
(19)
swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif. Ketiga, SBY mendorong adanya terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.
Keempat, Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadi sasaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004. Kelima, Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini. Keenam, UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut. Ketujuh, Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini.
Kedelapan, Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungi dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak 1.200 ton dari PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua. Kesembilan tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini (Kompas.com).
(20)
Sementara itu, menurut pemerintahan SBY mengatakan bahwa bohong itu sifatnya kategoris, tak bisa pemerintah dinyatakan bohong kalau karena beda pandangan atau beda pendekatan dalam melihat persoalan. Pemerintah sama sekali tidak melakukan kebohongan, contohnya yaitu kemiskinan, pemerintahan SBY tidak mengatakan tidak ada orang miskin. Masih ada kemiskinan, tetapi angkanya turun dan itu bukan bohong melainkan berproses. Dari berbagai fenomena diatas maka sangatlah menarik bagi sebuah institusi media khususnya dalam memberitakan berita tersebut sebagai berita yang layak dikonsumsi oleh masyarakat karena dari pemberitaan tersebut akan menambah khasanah media dalam mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi dilapangan.
Pada penelitian ini penulis membingkai pemberitaan dari dua media cetak, yaitu Jawa Pos dan Kompas. Alasan peneliti memilih surat kabar Jawa Pos dan Kompas dikarenakan media tersebut memiliki versi pemberitaan yang berbeda. Sehingga isu yang ditampilkan juga mengalami perbedaan. Selain itu, surat kabar Jawa Pos memberitakan berita tersebut masuk pada halaman khusus dan merupaka harian lokal dimana dalam kebijakan redaksionalnya, surat kabar ini mampu mengadakan kebebasan pers dan tidak hanya mengungkapkan berita-berita umum, melainkan juga berita-berita yang bersifat politik. Oleh karena itu dalam penyampaian berita menghendaki dan mengarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain, dengan menampilkan rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita-berita, reportase, gambar kartun, hiburan yang bersifat kreatif, juga tidak ketinggalan berita yang bersifat menghibur.
(21)
Sedangkan untuk perbandingan, alasan lain memilih surat kabar Kompas yang mana berita tersebut menjadi salah satu headline dan merupakan harian yang memiliki gaya penulisan cenderung “terbuka” dan bersahaja dalam menggambarkan realitas yang terjadi di masyarakat, dan Kompas juga memiliki reputasi dalam analitis dan gaya penulisan yang rapi. Harian Kompas sangat diakui keberadaanya di Indonesia dan tegas dalam menulis realitas. Kompas termasuk media yang menyajikan berita dari dua sisi yang berbeda.
Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Framing juga menekankan pada penonjolan teks komunikasi, sehingga membuat informasi yang disajikan menjadi lebih menarik dan mudah diingat oleh masyarakat. Penonjolan berita dimaksudkan agar proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, atau lebih diingat oleh khalayak. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita (Eriyanto, 2004 : 186-187).
Perbedaan Jawa Pos dan Kompas dalam mengkonstruksi atau membingkai berita dikarenakan adanya perbedaan cara pandang wartawan dari kedua media dalam mempersepsikan peristiwa tersebut. Perbedaan dari cara kedua harian tersebut dalam mengemas berita disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan visi dan misi dari masing-masing surat kabar. Dipilihnya surat kabar Jawa Pos dan Kompas sebagai subyek penelitian dengan alasan bahwa keduanya merupakan pers umum, pers nasional yang sama-sama terbit setiap hari
(22)
dan yang paling berpengaruh di Surabaya, bahkan di Jawa Timur. Serta mendapat pangsa pasar yang besar tersebar di Surabaya. Jawa Pos misalnya merupakan surat kabar regional terbesar di Jawa Timur yang terbit secara nasional. Dimana visi dan misi harian Jawa Pos adalah menyajikan surat kabar yang menginformasikan berita kepada khalayak paling baru. Pemilihan berita Jawa Pos dalam penelitian ini, karena Jawa Pos merupakan perusahaan pers terbesar kedua dan merupakan Koran terbesar ketiga di Indonesia. Harian Jawa Pos ini memiliki misi idiil dan misi bisnis sebagai pilar utama untuk kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu dalam penyampaian berita menghendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain dengan menampilkan rubrik-rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita-berita yang paling aktual, reportase, gambar kartun, hiburan-hiburan yang bersifat kreatif, juga tidak ketinggalan berita yang bersifat kesenangan (Human Interest) (Eduardus, 2001 : 33).
Sedangkan Kompas merupakan salah satu surat kabar yang termasuk dalam 10 surat kabar besar nasional dan menjadi surat kabar terbesar kedua di Jawa Timur setelah Jawa Pos. Kompas merupakan pers nasional yang mempunyai visi dalam keredaksionalnya yaitu kemanusiaan dan manusia, sehingga harian ini berusaha untuk senantiasa peka akan nasib manusia dan mengingatkan yang mapan (Oetama, 2001 : 147). Dipilihnya harian Kompas karena merupakan harian yang paling prestisius dan paling laku di Indonesia dan merupakan surat kabar berkualitas terbesar di Asia Tenggara, selain itu Kompas juga memiliki kerajaan bisnis yang terdiri dari 38 perusahaan yang dikenal sebagai Kompas-Gramedia Group. Melalui berbagai buku, majalah dan surat kabar, Kompas-Gramedia Group
(23)
mendominasi industry penerbitan (Send and Hill, 2001 : 68-69). Kedua surat kabar ini juga sama-sama menganggap berita pilkada Surabaya mempunyai nilai berita (News Value) yang tinggi karena sesuai dengan pangsa pasar terbesar mereka yaitu kota Surabaya.
Periode yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah tanggal 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011, karena periode tersebut harian Jawa Pos dan Kompas memuat berita-berita tentang Kritik Tokoh Lintas Agama terhadap Pemerintahan Pemerintahan Presiden SBY.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah :
"Bagaimana surat kabar Jawa Pos dan Kompas membingkai berita-berita tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden SBY berdasarkan perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki?"
1.3. Tujuan Penelitian
Mengacu pada latar belakang masalah serta perumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah surat kabar Jawa Pos dan Kompas membingkai berita tentang Kritik Tokoh Lintas
(24)
14
Agama Terhadap Pemerintahan Presiden SBY berdasarkan perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
1. Untuk menambah kajian dalam bidang ilmu komunikasi terutama yang
menggunakan metode kualitatif pada umumnya, dan analisis framing pada khususnya.
2. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan tentang teori-teori ilmu komunikasi dan strategi yang digunakan media dalam membingkai suatu realitas.
1.4.2. Kegunaan Praktis
1. Sebagai bahan evaluasi bagi pihak media dalam menyajikan berita dan
sebagai referensi, bahan kajian dan sumber informasi bagi pihak-pihak yang tertarik dalam kajian untuk melakukan penelitian.
2. Memberikan edukasi bagi masyarakat bahwa sesungguhnya berita tidaklah
subyektif seperti pandangan umum. Diperlukan pandangan yang komprehensif untuk bisa menelaah isi berita dengan benar agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat yang bisa menyebabkan konflik.
(25)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Media Surat Kabar, Interpretasi dan Konstruksi Realitas
Surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-berita karangan-karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap dan periodik dan dijual untuk umum (Assegaf, 1991 : 140).
Pada ilmu komunikasi khususnya studi komunikasi massa, surat kabar merupakan salah satu kajiannya. Pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak yaitu merupakan lembaran-lembaran berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan secara berskala bisa harian, mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991 : 257).
Pada perkembangannya, surat kabar menjelma sebagai salah satu bentuk dari pers yang memiliki kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan adanya falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, politik dan budaya.
Istilah interpretasi menunjuk bagaimana gagasan dan pendapat tertentu dari seseorang atau sekelompok orang ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto,
(26)
2011 : 113), sehingga realitas yang terjadi tidaklah digambarkan sebagaimana mestinya, tetapi digambarkan secara lain. Bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk. Penggambaran yang buruk, cenderung mendiskriminasikan seseorang atau sekelompok tertentu.
Media massa dalam memaknai realitas melakukan dua proses. Pertama, pemilihan fakta berdasarkan pada asumsi bahwa jurnalistik tidak mungkin melihat tanpa perspektif. Kedua, bagaimana suatu fakta terpilih tersebut disajikan kepada khalayak (Eriyanto, 2001 : 116). Hal ini karena sifat media massa yang dapat mengangkut pesan-pesan (informasi dan citra) secara masif dan menjangkau khalayak atau publik yang jauh, beragam, dan terpencar luas. Media massa hadir pada setiap peristiwa penting, mengamati, mencatat dan merekam, dan kemudian melaporkannya kepada publik dengan frame atau sudut pandang tertentu.
Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerja media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi (Constructed Reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita.
Isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan menggunakan bahasa sebagai parangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai alat realitas, namun juga menentukan relief seperti apa yang diciptakan
(27)
oleh bahasa asing tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksinya (Sobur, 2001 : 88).
Setiap upaya menceritakan sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun, pada hakikatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas, begitu pula dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan usaha-usaha mengkonstruksi realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (News), karangan khas (Feature), atau gabungan keduanya (News Feature). Dengan demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan.
Dengan rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. Bahasa merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media (Sobur, 2001 : 91).
2.1.2 Surat Kabar Sebagai Kontrol Sosial
Idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi yang objektif dan edukasi, menghibur, melakukan kontrol sosial yang konstruktif dengan menyalurkan segala aspirasi
(28)
masyarakat, serta mempengaruhi masyarakat dengan melakukan komunikasi dan peran positif dari masyarakat itu sendiri (Effendy, 2003 : 149).
Sementara dalam jurnalistik Indonesia (Sumadiria, 2005 : 32-35) menunjukkan empat fungsi dari pers, yaitu :
1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi
secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya, yang aktual dan akurat, faktual dan bermanfaat.
2. Fungsi Edukasi, informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam
kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mampu dan mau memerankan dirinya sebagai guru pers.
3. Fungsi hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana
hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
4. Fungsi kontrol sosial atau koreksi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol dari pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakkan kepada golongan tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutan yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Disini dapat dikatakan bahwa media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral dimana berbagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media
(29)
lebih sebagai subyek yang mengkonstruksi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak (Eriyanto, 2005 : 92).
2.1.3 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas
Dalam buku Analisis Framing, Eriyanto menuliskan bahwa media massa bukanlah sekedar alat untuk menyalurkan pesan saja, didalamnya ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya (Eriyanto, 2004 : 23). Disini berita dihasilkan bukan hanya menggambarkan realitas saja, tetapi juga merupakan hasil dari konstruksi media itu sendiri. Media massa dipandang sebagai agen konstruksi yang mendefinisikan realitas. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Karena itulah, fakta yang terkandung didalamnya sudah mengalami penyaringan dari media itu sendiri.
Peristiwa-peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tertentu melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi kriteria kelayakan informasi yang akan diangkut oleh media massa kemudian ditampilkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004 : 26).
Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atau suatu realitas ini dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita
(30)
tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2004 : 3).
Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh masing-masing media. Hal ini terkait dengan visi, misi dan ideologi yang dipakai oleh masing-masing media. Sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada siapa (jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan, atau sekelompok tertentu). Keberpihakan pemberitaan terhadap salah satu kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat.
Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkapkan kebenaran dan menginformasikan kepada publik seluas mungkin tentang temuan dari fakta-fakta yang berhasil diketahuinya tanpa rekayasa dan tanpa tujuan subyektif tertentu, semata-mata demi pembangunan kehidupan dan peradaban kemanusiaan yang lebih baik. Wartawan dari masing-masing media bisa jadi mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu realitas, dan hal itu dapat dilihat dari bagaimana para pekerja media ini mengkonstruksikan peristiwa tersebut, yang diwujudkan dalam bentuk teks media. Dari anggapan itulah, maka sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi berbeda antara media
(31)
yang satu dengan media yang lainnya. Meski demikian media massa tetap memiliki karakteristik, yaitu :
a. Bersifat melembaga
Pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.
b. Bersifat satu arah
Komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Jika terjadi feedback, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
c. Meluas dan serempak
Dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.
d. Memakai peralatan teknis atau mekanis
Media yang digunakan untuk menyampaikan informasi seperti radio, televisi, surat kabar dan semacamnya.
e. Bersifat terbuka
Pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis, dan suku bangsa (Cangara, 2000:134).
(32)
2.1.4 Ideologi Media
Ideologi diartikan sebagai kerangka berpikir yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas (Sudibyo, 2001:12).
Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah pemberitaan yang akan disampaikan kepada pembaca. Hal ini disebabkan karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu (Eriyanto, 2004 : 13).
Dalam pembuatan berita selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi ini menentukan aspek fakta dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya jika seorang wartawan menulis berita dari salah satu sisi, menampilkan sumber dari satu pihak dan memasukkan opininya pada berita semua itu dilakukan untuk pembenaran tertentu. Dapat dikatakan media bukanlah saran yang netral dalam menampilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideologi yang dominan dalam media itulah yang akan ditampilkan dalam berita-beritanya (Eriyanto, 2004 : 90).
Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan daripada fakta yang lain, walaupun hal itu merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol
(33)
kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Dalam hal ini dapat dikatakan media merupakan inti instrument ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral yaitu sebagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai subyek yang mengkonsumsi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004 : 92).
Disini pemberitaan tertentu tidak dianggap sebagai bias atau distorsi tetapi semata-mata sebagai akibat dari ideologi tertentu dari media tersebut. Kecenderungan atau ideologi itulah yang menentukan bagaimana fakta itu dipahami, fakta diambil dan yang mana dibuang. Semua proses ini dipandang sebagai konsekuensi dari ideologi, bukan sebagai bias atau kesalahan wartawan (Sudibyo, 2001 : 55-56).
Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese, seperti dikutip Susilo (2000 : 19) membuat model “Hierarchy of Influence” yang menjelaskan hal ini :
1. Pengaruh individu-individu pekerja media. Diantaranya adalah karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan professional
2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk
(34)
tenggat (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat (space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.
3. Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah
mencari keuntungan materiil. Tujuan-tujuan dari media akan berpengaruh pada sisi yang dihasilkan.
4. Pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relations dan pemerintahan yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers.
5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling
menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi disini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan koherensif yang mempersatukan di dalam masyarakat (Shoemaker, Rees, 1991 dalam Susilo, 2000 : 19-20).
Media selalu mempunyai kecenderungan untuk menampilkan tokoh dua sisi, untuk dipertentangkan diantara kedua teks berita, kalau dibedah dari sudut narasinya terdapat dua sisi yang saling bertolak belakang (oposisi). Dalam peliputan selalu ditekankan bahwa liputan yang baik adalah liputan dua sisi. Ketika ada peristiwa dicari komentar dari dua orang yang kontras, yang saling bertolak belakang. Ini bukan untuk menunjukkan bahwa dua pendapat tersebut sama-sama benarnya, tetapi untuk menekankan liputan yang bersifat dua sisi tersebut (Eriyanto, 2002 : 131).
(35)
2.1.5 Teori Penjagaan Gerbang (Gate Keeper)
Pandangan seleksi berita (selectivity of news) seringkali melahirkan teori seperti gatekeeper. Intinya, proses produksi berita adalah proses seleksi. Seleksi ini dari wartawan di lapangan yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tidak, mana peristiwa yang bisa diberitakan dan mana yang tidak. Setelah itu berita masuk ke tangan redaktur, akan diseleksi lagi dan disunting dengan menekankan bagian mana yang perlu dikurangi dan bagian mana yang perlu ditambahkan. Pandangan ini mengandaikan seolah-olah ada realitas yang benar-benar terjadi yang ada diluar diri wartawan. Realitas yang riil itulah yang akan diseleksi oleh wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita (Eriyanto, 2002:100).
Semua saluran media massa mempunyai sejumlah gatekeeper. Mereka memainkan peranan dalam beberapa fungsi, mereka dapat menghapus pesan atau mereka bahkan bisa memodifikasi pesan yang akan disebarkan, merekapun bisa menghentikan sebuah sumber informasi dan tidak membuka “pintu gerbang” bagi keluarnya informasi lain. Bagi Ray Eldon Hiebert, Donald F. Ungurai dan Thomas W. Bohn, gatekeeper bukan bersifat pasif-negatif, tetapi mereka merupakan suatu kekuatan yang kreatif, seperti seorang editor dapat menambahkan pesan dengan mengkombinasikan pesan dari berbagai sumber. Seorang layouter juga bisa menambahkan sesuatu pada gambar atau setting pada media cetak agar kelihatan bagus dan menarik bagi pembaca. Secara umum peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita khususnya surat kabar. Editor sering melaksanakan fungsi sebagai gatekeeper, mereka menentukan apa yang khalayak
(36)
butuhkan atau setidaknya menyediakan bahan bacaan untuk pembacanya. Seolah editor menjadi mata audience sebagaimana mereka menyortir melalui peristiwa sehari-hari sebelum dibaca pembacanya.
Ketika seorang editor menekankan berita secara sensasional dan spektakuler dan juga masalah kriminal mereka sedang melaksanakan fungsi gatekeeping (pentapisan informasi) atau dengan kata lain tugas gatekeeper adalah bagaimana dengan seleksi berita yang dilakukannya pembaca menjadi tertarik untuk membacanya. Oleh karena itu editor diharapkan bisa memilih mana berita yang benar-benar dibutuhkan pembaca dan mana yang tidak, sebab dengan batasan ruangan yang disediakan tidak mungkin semua berita disiarkan. Salah satu alasannya mereka harus bersaing dengan iklan-iklan yang masuk dan biasanya tidak lebih dari 40%. Jadi bagaimana membuat berita secara singkat, padat dan jelas sehingga memudahkan pembaca memahaminya. Seorang editor bisa menyuruh reporter untuk melengkapi fakta-fakta dalam beritanya misalnya dengan mengadakan wawancara ulang termasuk jika tulisan yang telah disajikan tidak mencerminkan isi dari berita tersebut. Dengan demikian paling tidak gatekeeper mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Menyiarkan informasi kepada pembaca.
2. Untuk membatasi informasi yang diterima oleh pembaca dengan mengedit
informasi yang ada sebelum disebarkan.
(37)
2.1.6 Analisis Framing
Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson di tahun 1955. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisasikan pandangan politik, kebijakan dan wacana serta menyediakan kategori standart untuk mengapresiasikan realita. Lalu dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada tahun 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan prilaku yang membimbing individu dalam membaca realitas (Sobur, 2002 : 161).
Framing adalah metode untuk melihat bagaimana media membingkai realitas dan berita yang sama diberitakan secara berbeda oleh media massa. Hal itu tergantung pada wartawan dalam melihat atau menafsirkan sebuah peristiwa. Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memakai, memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa sajalah) dibingkai oleh media (Eriyanto, 2004 : 3).
Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan atau dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Framing, seperti dikatakan Todd Gitlin atau Edelman, adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca (Eriyanto,
(38)
2002:68). Mereka menggunakan framing untuk melihat kecenderungan media mengkonstruksi dan membingkai pesan. Sehingga jelas berdasarkan Gitlin dalam Eriyanto, dengan framing jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemas sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disamping untuk khalayak (Eriyanto, 2004 : 69).
Dalam ranah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena agar dapat membeda-bedakan cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Karena konsep framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu-isu yang lain.
Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Inilah sesungguhnya sebuah realitas. Bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan suatu peristiwa kepada pembacanya (Eriyanto, 2004 : VI).
Secara umum ada dua frame, yaitu frame media dan frame individual. Perbedaan antara frame media dan individual ini dapat dilihat dari esensi framing itu sendiri. Frame tersebut secara umum memang terdiri dari struktur internal (bagaimana seseorang mempunyai skema tertentu atas realitas dan dapat kita
(39)
kategorikan sebagai frame individual) dan perangkat yang melekat dalam wacana yang dapat kita kategorisasikan sebagai frame media (Eriyanto, 2004 : 290).
Menurut Tuchman yaitu "berita adalah jendela dunia" yang menjelaskan bahwa dengan berita kita dapat mengetahui keadaan, kondisi, kehidupan bahkan kegiatan di belahan dunia lain yang jauh berbeda dari tempat tinggal kita. Namun apa yang kita lihat, kita ketahui, dan kita rasakan mengenai dunia tergantung pada jendela (frame/bingkai) yang kita pakai. Apakah jendela tersebut besar atau kecil, berjeruji atau tidak, memungkinkan kita melihat secara bebas keluar atau terhalang dan sebagainya. Dalam berita, jendela itu yang kita sebut sebagai frame (Eriyanto, 2004 : 4).
2.1.7 Proses Framing
Proses framing sangat berkaitan erat dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam perspektif sebuah media. Kemasan (package) disini adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah berita, serta untuk menafsirkan pesan-pesan yang diterima khalayak. Kemasan ini di ibaratkan sebagai wadah atau struktur data yang mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau kecenderungan posisi atau kecenderungan politik seorang wartawan dalam penyusunan berita, selain itu proses framing juga dapat membantu untuk menjelaskan makna dibalik suatu isu atau peristiwa yang dibingkai oleh sebuah berita. Proses framing juga berkaitan
(40)
dengan strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu wawancara berita bagaimanapun dipengaruhi oleh proses produksi berita dimana terlibat unsur-unsur redaksional, reporter, redaktur dan lainnya. Dengan kata lain proses framing merupakan bagian integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak media (wartawan) pada posisi strategis (Sudibyo, 2001:187).
Perangkat dalam framing yang peneliti gunakan dalam memframingkan berita tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden SBY, peneliti memilih memakai perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, karena terdapat empat perangkat framing. Pertama, struktur sintaksis yaitu bagaimana wartawan menyusun peristiwa, opini kedalam bentuk susunan berita. Kedua, struktur skrip yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yaitu bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi dan kalimat. Keempat, struktur retoris yaitu bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita (Eriyanto, 2001 : 254-256). Alasan peneliti menggunakan perangkat framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, mengutip dari Jisuk Woo, ada tiga kategori besar elemen framing, yaitu :
1. Level Makrostruktural, dimana pada level ini dapat kita lihat sebagai
(41)
2. Level Mikrostruktural, dimana pada level ini elemennya memusatkan perhatian pada bagian atau sisi mana dari peristiwa tersebut yang ditonjolkan dan bagian atau sisi mana yang dilupakan atau dikecilkan.
3. Elemen reoris, dimana elemen ini memusatkan perhatian pada bagaimana
fakta ditekankan.
Berdasarkan ketiga kategori tersebut maka model-model framing yang ada dapat digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Kategori Model Framing
Model Makrostuktural Mikrostruktural Retoris
Murray Edelman V V
Robert N. Entman V V
William Gamson V V V
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
V V V
Sumber : Eriyanto, 2002, “Analisis Framing, LKIS, Yogyakarta hal : 228
Berdasarkan tabel tersebut model framing William Gamson dan Zhongdang Pan – Gerald M. Kosicki memiliki ketiga kategori framing. Tetapi model William Gamson memerlukan pembanding berita yang sama. Sedangkan
(42)
model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki tidak memerlukan pembanding berita yang sama. Berdasarkan model-model yang lain model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki lebih tepat digunakan dengan berita-berita obyek peneliti, sebab tidak semua berita memiliki pembanding.
2.1.8 Konsep Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, dimana Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) melalui tulisan mereka "Framing Analysis: An Approach ti News Discourse". Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain, sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi, framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai suatu penempatan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisis seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu isu atau peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang suatu realitas. Kedua, konsepsi sosiologis, pandangan sosiologis lebih lanjut melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame disini dipahami sebagai proses
(43)
bagaimana seseorang mengklarifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas diluar dirinya. Dalam hal ini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu (Eriyanto, 2002:252).
Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing : sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) kedalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks. Dalam pendekatan ini framing dapat dibagi kedalam empat struktur besar, yaitu :
2.1.8.1Struktur Sintaksis
Adalah susunan kata atau frase dalam kalimat, hal ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa, pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan kisah berita (Sobur, 2001:175). Bentuk sintaksis yang paling popular adalah struktur piramida terbalik, dimana bagian
(44)
yang diatas lebih penting dibandingkan bagian yang dibawahnya. Dengan demikian, struktur sintaksis ini dapat diamati dari bagan/skema berita, antara lain :
a) Headline/Judul Berita
Merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi menunjukkan kecenderungan berita dan digunakan untuk menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu dan peristiwa (Eriyanto, 2004 : 257-258).
Posisi judul dianggap penting karena sekilas kalau pembaca atau melihat media massa, maka yang terbaca judulnya terlebih dahulu. Judul berita (headline) pada dasarnya mempunyai tiga fungsi, yaitu mengiklankan cerita atau berita, meringkaskan atau mengikhtisarkan cerita dan memperbagus halaman. Dalam judul berita tiak diizinkan mencantumkan sesuatu yang bersifat pendapat atau opini (Sobur, 2002:76)
b) Lead/Teras Berita
Umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk ke dalam isi berita secara lengkap (Eriyanto, 2001 : 232). Lead adalah intisari berita yang memiliki tiga fungsi, yakni : menjawab rumus 5W+H (who, what, when, where, why, how), menekankan news feature of the story dengan menempatkan pada posisi awal, dan memberikan identifikasi cepat tentang orang, tempat dan kejadian yang dibutuhkan cepat bagi pemahaman berita tersebut (Sobur, 2002 : 77).
(45)
c) Informasi
Latar umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Karena itu latar membantu menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa (Eriyanto, 2002 : 558) dan dapat pula menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks (Eriyanto, 2001 : 235).
d) Kutipan Sumber Berita
Pengutipan sumber berita dalam penelitian berita dimaksudkan untuk membangun obyektivitas prinsip keseimbangan dan tidak memihak. Ini juga merupakan bagian berita yang menekankan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan pendapat orang dari orang yang mempunyai otoritas tertentu. Pengutipan sumber menjadi perangkat framing atas tiga hal yaitu pertama, mengklaim validitas atau keberadaan dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim otoritas akademik. Wartawan bisa jadi mempunyai pendapat tersendiri atas suatu peristiwa, pengutipan itu digunakan hanya untuk memberi bobot atas pendapat yang dibuat bahwa pendapat itu tidak omong kosong, tetapi didukung oleh ahli yang berkompeten. Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pemandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan
(46)
mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpan. Hal ini dimaksudkan untuk membangun objektivitas (prinsip keseimbangan tidak memihak) (Eriyanto, 2001 : 259).
2.1.8.2Struktur Skrip
Berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa. Hal ini dikarenakan pertama, banyak laporan berita yang berusaha menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua, berita umumnya mempunyai orientasi menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembacanya (Eriyanto, 2006 : 260). Bentuk umum dari skrip ini adalah pola 5W+1H, antara lain :
- Who : Siapa yang terlibat dalam peristiwa?
- What : Apa yang terjadi?
- Where : Dimana peristiwa itu terjadi?
- When : Kapan peristiwa itu terjadi?
- Why : Mengapa (apa yang menyebabkan) peristiwa itu terjadi?
(47)
Meskipun pola ini tidak selalu dapat dijumpai dalam setiap berita yang ditampilkan, kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda framing yang penting (Eriyanto, 2006 : 260-261).
2.1.8.3Struktur Tematik
Berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi keseluruhan (Eriyanto, 2004:255). Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan. Ada beberapa elemen dapat diamati dari perangkat tematik ini, antara lain adalah :
a) Detail
Elemen wacana ini berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan oleh seseorang (komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau untuk mendapatkan citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi tersebut dalam jumlah yang sedikit atau bahkan jika perlu informasi itu tidak disampaikan kepada khalayak jika hal itu merugikan kedudukannya. Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara implisit (Eriyanto, 2001 : 238).
(48)
b) Koherensi
Pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Ada beberapa macam koherensi yaitu pertama, koherensi sebab-akibat adalah proposisi atau kalimat satu dipandang sebab-akibat atau sebab dari proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas adalah proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Ketiga, koherensi pembeda adalah proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari proposisi atau kalimat lain (Eriyanto, 2001 : 263).
c) Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara berpikir yang logis, yaitu kausalitas. Logika kausalitas ini jika diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subyek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat (Sobur, 2001 : 81).
d) Kata Ganti
Merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti ini timbul untuk menghindari pengulangan kata (yang disebut antaseden) dalam kalimat-kalimat berikutnya. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam suatu wacana (Sobur, 2001 : 81-82).
(49)
2.1.8.4Struktur Retoris
Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Struktur ini mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak (Sobur, 2001 : 84). Struktur ini berhubungan erat dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu kedalam bentuk berita. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan oleh wartawan merupakan suatu kebenaran (Eriyanto, 2004 : 264). Struktur retoris terdiri dari beberapa elemen, diantaranya yaitu :
a) Leksikon
Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia, pilihan kata yang dipakai atau tidak dipakai semata-mata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis menujukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas (Eriyanto, 2001 : 255).
b) Grafis
Biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar. Termasuk di dalamnya
(50)
adalah pemakaian caption, raster, grafik gambar, dan tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut, ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut. Elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, dan tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan (Eriyanto, 2001 : 258).
c) Metafora
Merupakan suatu kiasan, ungkapan yang dimaksudkan sebagai ornament atau bumbu dari suatu teks. Pemakaian metafora tertentu dapat menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenaran atas suatu pendapat atau gagasan tertentu kepada publik (Eriyanto, 2001 : 259).
d) Pengandaian (Presupposition)
Strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Elemen wacana pengandaian merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Pengandaian hadir dengan memberi pernyataan yang dipandang dapat dipercaya dan tidak perlu untuk dipertanyakan masalahnya (Sobur, 2001:79).
(51)
2.2 Kerangka Berfikir
Penelitian ini didasarkan pada keberadaan media massa yang telah menjadi sumber informasi dominan, bukan saja bagi individu, tetapi juga bagi seluruh kelompok masyarakat untuk memperoleh gambaran tentang realitas sosial. Namun sebagai pembaca media surat kabar, media cetak lainnya seringkali dibuat bingung, kenapa peristiwa yang lain tidak diberitakan, kenapa kalau ada dua peristiwa yang sama, pada hari yang sama, media selalu menonjolkan pada salah satu berita, dan melupakan peristiwa yang lain. Padahal kedua-duanya sama pentingnya bagi masyarakat. Tidak mengherankan apabila setiap hari, bagaimana peristiwa yang sama dapat dikonstruksi berbeda oleh media yang berbeda pula.
Pekerjaan sebuah media pada dasarnya adalah sebuah pekerjaan yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Pada dasarnya realitas bukan sesuatu yang telah tersedia, yang tinggal ambil oleh seorang wartawan. Sebaliknya semua pekerja jurnalis pada dasarnya adalah agen, bagaimana peristiwa yang acak, kompleks disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu berita. Wartawanlah yang mengurutkan, membuat teratur, menjadi mudah dipahami, dengan memilih aktor-aktor yang diwawancarai, sehingga membentuk suatu cerita yang dibaca oleh khalayak. Dalam hal ini surat kabar harian Jawa Pos dan
Kompas edisi 11, 18, 19, dan 21 Januari 2011 mengemas pemberitaan tentang
Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
(52)
42
Berita tidak mencerminkan realitas sosial yang direkamnya, bahkan bisa memberikan realitas yang berbeda dengan realitas sosialnya. Seperti pada kedua surat kabar tersebut, masing-masing memiliki sudut pandang pemberitaan yang berbeda dalam pemberitaan kasus tersebut. Demikian halnya dengan pemberitaan tentang Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, surat kabar Jawa Pos dan Kompas akan memiliki sudut pandang yang berbeda dalam pemberitaanya masing-masing mengenai realitas yang sama.
Berita-berita seputar Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang muncul diharian Jawa Pos dan Kompas tersebut akan dianalisis menggunakan analisis framing model Pan dan Kosicki, karena model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) kedalam teks secara keseluruhan.
Model analisis framing ini terbagi menjadi empat struktur yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam satu koherensi global. Keempat struktur ini merupakan suatu rangkaian yang dapat mewujudkan framing dari suatu media.
(53)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis framing. Analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok dan lain sebagainya) di konstruksi oleh media dengan cara dan teknik apa peristiwa ditekankan dan ditonjolkan. Apakah dalam berita itu ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2004 : 3).
Dalam penelitian ini berlandaskan pada paradigma konstruktivis. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat dekriptif dan gambaran, tentang peristiwa yang terjadi. Selain itu mencoba untuk menangkap perspektif pemberitaan dalam kaitannya dengan bagaimana pemberitaan itu memperlihatkan orientasi sebuah media dengan cara tertentu dalam memperlakukan suatu realitas atau fakta. Peneliti menggunakan interpretasi subjektif dari peneliti sendiri tanpa mengabaikan data-data yang ada, yaitu berita yang dimuat dalam surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
(54)
Peneliti menggunakan metode analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, karena mereka melihat framing sebagai cara untuk mengetahui bagaimana suatu media mengemas berita dan mengkonstruksi realitas melalui pemakaian strategis kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna, bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks (Eriyanto, 2004 : 254-255).
Model ini mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing. Pertama, strutur sintaksis yaitu bagaimana wartawan menyusun peristiwa, opini ke dalam bentuk susunan berita. Kedua, struktur skrip yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yaitu bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi dan kalimat. Keempat, struktur retoris yaitu bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.
Sehingga peneliti akan menjelaskan bagaimana cara media membingkai atau mengkonstruksi berita-berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap
(55)
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas, yang meliputi penyeleksian isu dan penulisan berita.
3.1.1 Definisi Konseptual
1. Kritik Tokoh Lintas Agama Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY)
Yang dimaksud dengan kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan SBY adalah para tokoh-tokoh agama dari berbagai agama di Indonesia bertemu dan memiliki sudut pandang tersendiri dalam menyikapi masalah yang terjadi di negara ini. Semua pandangan mereka tertuju pada pemerintahan SBY yang dianggap gagal dan memiliki banyak kesalahan serta kebohongan publik. Hal ini dimaksudkan agar Presiden SBY segera mengatasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi sesuai dengan apa yang telah disampaikannya selama ini. Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan perangkat framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
2. Berita-berita di surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas
Suatu peristiwa yang ditulis oleh wartawan dari kedua surat kabar harian tersebut untuk disajikan dan disebarkan kepada khalayak banyak dengan ideologi masing-masing. Dalam penelitian ini adalah kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
(56)
3.2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011. Sedangkan yang menjadi obyek dari penelitian ini adalah pemberitaan tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
3.3. Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit reference, yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat dan kata yang dimuat dalam teks berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011.
Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, penulisan kalimat, foto, grafik, penulisan pendapat dari narasumber, penulisan latar, penggunaan gaya bahasa untuk mengungkapkan pemaknaan terhadap bingkai dan perspektif yang digunakan oleh media Jawa Pos dan Kompas dalam melihat suatu peristiwa, yaitu mengenai berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011.
(57)
3.4. Korpus Penelitian
Korpus atau sampel dalam penelitian kualitatif adalah sekumpulan bahan yang terbatas, yang ditentukan pada perkembangan oleh analisis dengan semacam kesemenaan dan bersifat se-homogen mungkin. Sifat yang homogen ini diperlukan untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan (Kurniawan, 2001 : 70).
Korpus adalah himpunan terbatas dari unsur yang memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama, dan karena itu dapat dianalisis sebagai keseluruhan. Korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak belakang dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan. Kelebihannya adalah bahwa dalam mendekati teks kita tidak didahului oleh anggapan atau interpretasi tertentu sebelumnya (Arkoun dalam Harmadi, 2005:44).
Korpus dalam penelitian ini adalah berita-berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011. Korpus yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
Korpus di Jawa Pos :
- 11 Januari 2011, “Tokoh Lintas Agama Kritik SBY”.
(58)
- 19 Januari 2011, “Tokoh Agama Masih Kecewa SBY”.
- 21 Januari 2011, “Agamawan Sepakat Lanjutkan Aksi Kritis”.
Korpus di Kompas :
- 11 Januari 2011, “Pemerintah Diminta untuk Jujur”.
- 18 Januari 2011, “Pertemuan Presiden dan Tokoh Lintas Agama”.
- 19 Januari 2011, “Masih Ada Perbedaan”.
- 21 Januari 2011, “SBY Bahas di Sidang Kabinet”.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dimuat pada surat kabar Jawa Pos dan Surya pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 didapat dari pengumpulan secara langsung dari medianya dengan mengidentifikasi isi berita, yang berpedoman pada analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Dari data yang diperoleh sebagai hasil dari identifikasi tersebut untuk selanjutnya dianalisis untuk mengetahui bagaimana kedua media tersebut dalam mengemas berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
(59)
kabar, dan internet yang digunakan untuk menambah perspektif kajian analisis penelitian dalam upaya menjawab permasalahan penelitian. Data-data sekunder penelitian ini diperoleh dari literatur dan sumber data surat kabar yang merupakan informasi-informasi tambahan dilakukan dengan cara studi kepustakaan.
3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang akan diteliti dan menyajikan sebagai temuan orang lain. Model analisis framing yang digunakan oleh peneliti adalah model yang dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Konsep framing ini digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media massa. Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks (Eriyanto, 2004:186).
Dengan menggunakan model framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki bisa melihat berita dikonstruksi lebih rinci dengan menggunakan empat struktur, yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, struktur retoris.
(60)
3.7. Langkah-Langkah Analisis Framing
Dengan menggunakan perangkat framing model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki peneliti hendak menguraikan berita-berita yang memuat berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 di surat kabar Jawa Pos dan Kompas dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Peneliti mengumpulkan semua berita yang memuat tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 dari surat kabar Jawa Pos dan Kompas, lalu peneliti membuat kerangka framing yang disesuaikan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
2. Peneliti menganalisis semua pemberitaan tersebut dan membuat interpretasi
terhadap berita tersebut berdasarkan empat struktur besar milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yaitu Struktur Sintaksis, Struktur Skrip, Struktur Tematik, Struktur Retoris.
Secara operasional akan diuraikan sebagai berikut, melihat bagaimana media menggunakan strategi pemberitaannya, yang terdapat dalam perangkat framing yang peneliti gunakan, yaitu :
1. Struktur Sintaksis, perangkat wacana yang berhubungan dengan bagaimana
dua surat kabar yaitu Jawa Pos dan Kompas menyusun peristiwa, pernyataan opini, kutipan atas berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap
(61)
52
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 ke dalam bentuk susunan umum berita.
2. Struktur Skrip, bagaimana strategi dua surat kabar yaitu Jawa Pos dan Kompas menceritakan berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 dalam bentuk berita berkaitan erat dengan kaidah jurnalistik yaitu 5W+1H.
3. Struktur Tematik, berhubungan dengan bagaimana surat kabar Jawa Pos dan
Kompas menggunakan pandangannya tentang berita kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
4. Struktur Retoris, berhubungan dengan bagaimana cara surat kabar yaitu Jawa Pos dan Kompas menekankan artian tertentu, idiom, grafik, gambar yang ingin ditonjolkan ke dalam berita kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011.
(1)
tersebut masih ada perbedaan antara pihak pemerintahan Presiden SBY dengan tokoh lintas agama. Presiden SBY dalam sidang kabinet paripurna membahas pascapernyataan tokoh lintas agama dan hasil pertemuan tersebut. Dalam teks pemberitaannya, Kompas menuliskan tentang pendapat dan opini dari pihak pemerintahan Presiden SBY dan tokoh lintas agama posisinya sama dan tidak memihak. Sebagai buktinya yaitu dalam pemberitaannya mulai edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011, Kompas menuliskan kutipan sumber berita dari pihak tokoh lintas agama sebanyak delapan kutipan sumber berita. Sedangkan dari pihak pemerintahan Presiden SBY sebanyak enam kutipan sumber berita.
Dari pengamatan peniliti yaitu bahwa surat kabar Jawa pos terlihat lebih memihak ke tokoh lintas agama. Sedangkan pada Kompas teks beritanya terlihat netral dan tidak memihak. Hal ini dapat kita lihat bagaimana perspektif seorang wartawan dalam mengkonstruksi realitas pada suatu berita antara surat kabar
Jawa Pos dan Kompas.
Penekanan pemberitaan Kompas pada penggunaan elemen leksikon pemerintah “diminta” untuk jujur, maksudnya adalah tokoh lintas agama menginginkan pemerintahan Presiden SBY tidak berbohong dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan masalah bangsa. Elemen grafis terdapat pada foto dan caption yang mempengaruhi berita tersebut.
(2)
113
Tabel 4. 12 : Pembahasan Frame Keseluruhan Jawa Pos dan Kompas
Dalam Kerangka Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Struktur Jawa Pos Kompas
Frame
Para tokoh lintas agama mengkritik pemerintahan Presiden SBY dan sepakat untuk melanjutkan aksi kritisnya.
Pertemuan Presiden dan tokoh lintas agama masih ada perbedaan.
Sintaksis
Perspektif pemberitaan banyak menempatkan pendapat dari pihak para tokoh lintas agama. Dalam kutipan sumber berita mulai edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 dari tokoh lintas agama sebanyak sepuluh kutipan sumber berita, pemerintahan Presiden SBY hanya dua kutipan sumber berita saja.
Dalam teks berita, penulisannya tidak memihak, pemberitaan mulai edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 menuliskan kutipan sumber berita dari tokoh lintas agama sebanyak delapan kutipan sumber berita, sedangkan pihak pemerintahan Presiden SBY sebanyak enam kutipan sumber berita.
Skrip
Unsur 5W+1H lengkap dan dalam
penulisannya merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya.
Unsur 5W+1H kurang lengkap pada edisi 21 Januari 2011. Uraian teks menekankan pada detail aspek pemberitaan tentang kritikan terhadap pemerintahan Presiden SBY.
Tematik
Pemberitaan tersebut terdapat beberapa tema yang inti yaitu kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden SBY, pertemuan Presiden dengan para tokoh lintas agama, serta tokoh lintas agama melanjutkan aksi kritisnya.
Pemberitaan tersebut terdapat beberapa tema inti yaitu pertemuan dengan pemerintahan Presiden SBY, pernyataan tokoh lintas agama dan hasil pertemuan dibahas dalam sidang kabinet.
Retoris
Jawa Pos dalam pemberitaannya
menggunakan leksikon “kritik”, serta selalu menggunakan elemen grafis berupa foto dan caption yang menunjang.
Leksikon pemerintah “diminta” untuk jujur, serta elemen grafis terdapat pada foto dan caption yang mempengaruhi berita tersebut.
(3)
5. 1 Kesimpulan
Dari data-data yang telah ditampilkan pada bab 4, yakni hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan :
Pembingkaian surat kabar Jawa Pos berita tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden SBY. Dalam pemberitaannya Jawa Pos menggunakan perspektif para tokoh lintas agama mengkritik kinerja pemerintahan Presiden SBY. Pemberitaan Jawa Pos banyak menempatkan pendapat dari pihak para tokoh lintas agama. Dalam beberapa kutipan sumber berita mulai edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011 dari pihak tokoh lintas agama sebanyak sepuluh kutipan sumber berita. Sedangkan dari pihak pemerintahan SBY hanya terdapat dua kutipan sumber berita saja. Dapat disimpulkan bahwa Jawa Pos dalam pemberitaannya kurang berimbang dan terlihat lebih memihak.
Pembingkaian surat kabar Kompas tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden SBY dalam perspektif pemberitaanya lebih netral dengan tidak memihak atau tidak mengambil perspektif dari salah satu pihak. Pemberitaan pada intinya mengacu pada kritikan terhadap sistem pemerintahan Presiden SBY. Sebagai buktinya yaitu dari pemberitaannya mulai edisi 11, 18, 19 dan 21 Januari 2011, Kompas menuliskan kutipan sumber berita dari pihak tokoh
(4)
115
lintas agama sebanyak delapan kutipan sumber berita. Sedangkan dari pihak pemerintahan Presiden SBY sebanyak enam kutipan sumber berita.
5. 2 Saran
Dari hasil kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa proses pemberitaan di media massa tak terkecuali surat kabar, seringkali dipengaruhi berbagai kepentingan diantaranya kepentingan ekonomi dan politik media tersebut. Hal ini terlihat dari condongnya pemberitaan surat kabar terhadap salah satu pihak yang berakibat kurang berimbangnya pengutipan sumber berita. Media juga sering menonjolkan satu isu dan cenderung mengemasnya dengan bahasa yang bombastis atau terkesan membesar-besarkan. Bahkan tidak jarang menunjukkan keberpihakannya dengan menyembunyikan atau menyampaikan secara implisit informasi-informasi yang harus diketahui oleh masyarakat.
Sebagai salah satu sarana masyarakat mencari informasi, surat kabar seharusnya tidak melibatkan kepentingan apapun, baik politis dan ekonomis media, dalam penyajian beritanya. Sehingga kedepannya surat kabar dalam pemberitaannya lebih berimbang dan tidak memihak.
Bagi penelitian selanjutnya, disarankan bagi peneliti agar memilih perangkat framing yang tepat dalam membingkai suatu berita. Seperti penelitian ini, karena berita-berita yang ada setelah dianalisis dapat masuk ke perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
(5)
Assegaf, Dja’far, 1991, Jurnalistik Massa Kini, Jakarta : Shalia Indonesia.
Cangara, Hafied, 2000, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Eriyanto, 2001, Analisis Wacana, Yogyakarta : LKiS.
Eriyanto, 2004, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta : LKiS.
Kountur, Ronny, 2003, Metode Penelitian untuk Penelitian Skripsi dan Tesis, Jakarta : PPM.
Mc Quail, Dennis, 1989, Teori Komunikasi Massa, Jakarta : Erlangga.
Moeloeng, 1990, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya. Pareno, Sam Abede, 2005, Media Massa Antara Realitas dan Mimpi, Surabaya :
Papyrus.
Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung : Remaja Rosdakarya. Sudibyo, Agus, 1999, Analisis Berita Pers Orde Baru, Yogyakarta : Bigraf
Publishing.
Sumadiria, AS Haris, 2005, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung : Simbiosa.
(6)
Anggawirya, Erhans, 1995, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Surabaya : Indah IKAPI
Media :
Jawa Pos, Edisi 11 Januari 2011 Jawa Pos, Edisi 18 Januari 2011 Jawa Pos, Edisi 19 Januari 2011 Jawa Pos, Edisi 21 Januari 2011 Kompas, Edisi 11 Januari 2011 Kompas, Edisi 18 Januari 2011 Kompas, Edisi 19 Januari 2011 Kompas, Edisi 21 Januari 2011
Non Buku :
Farid Mahari, Eko, 2010, Pembingkaian Berita Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-32 di Makasar (Studi Analisis Framing Berita Muktamar NU Ke-32 di Makasar pada Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas). Laporan Skripsi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi.