PENGUKURAN BEBAN KERJA DAN OPTIMALISASI JUMLAH KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) (Studi Kasus Di PT. ALTIA CLASSIC AUTOMOTIVE MANUFACTURING RUNGKUT INDUSTRI – SURABAYA).

(1)

PENGUKURAN BEBAN KERJA DAN OPTIMALISASI

JUMLAH KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN

MENGGUNAKAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA)

(Studi Kasus Di PT. ALTIA CLASSIC AUTOMOTIVE

MANUFACTURING RUNGKUT INDUSTRI – SURABAYA)

SKRIPSI

OLEH :

NILA TRIO RUSTARIA

0632010195

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Asumsi ... 3

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Pengertian Evaluasi Beban Kerja dan Optimalisasi ... 7

2.2 Pengertian Efisiensi, Efektif dan Produktivitas ... 8

2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) ... 10

2.3.1 Pembagian Kerja dan Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia ... 13

2.3.2 Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 14


(3)

2.4.1 Langkah - langkah Menyusun Deskripsi atau Uraian

Jabatan ... 18

2.5 Pengukuran Kerja ( Work Measurement ) ... 19

2.5.1 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti ( Stop Watch Time Study ) ... 20

2.5.1.1 Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja ... 23

2.5.1.2 Langkah – langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja ... 25

2.5.1.3 Melakukan Pengukuran Waktu Kerja ... 30

2.5.1.4 Penetapan Waktu Baku ... 35

2.5.2 Sampling Kerja ( Work Sampling ) ... 36

2.5.2.1 Bekerjanya Sampling Pekerjaan ... 37

2.5.2.2 Kegunaan Sampling Kerja ... 38

2.5.2.3 Langkah-langkah Sebelum Melakukan Sampling Kerja ... 34

2.5.2.4 Melakukan Sampling ... 41

2.5.2.5 Penentuan Jumlah Sample Pengamatan Yang Dibutuhkan ... 42

2.6 Faktor Penyesuaian ( Performance Ratting ) dan Kelonggaran ( Allowance ) ... 43

2.7 Kelonggaran ( Allowance ) ... 51

2.8 Work Load Analysis ( WLA ) ... 55


(4)

BAB III METODE PENELITIAN 58

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

3.1.1 Tahapan Proses Produksi ... 58

3.2 Idntifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 59

3.3 Langkah Pemecahan Masalah ... 61

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 67

3.5 Metode Pengolahan Data ... 67

3.5.1 Uji Keseragaman Data ... 68

3.5.2 Uji Kecukupan Data ... 68

3.5.3 Metode Work Load Analysis ( WLA ) ... 70

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 72 4.1 Hasil Penelitian ... 72

4.1.1 Jumlah Karyawan Tiap Stasiun Kerja ... 72

4.1.2 Perancangan Alat Pengumpulan Data ... 73

4.1.3 Identifikasi Elemen-elemen Kerja ... 73

4.1.4 Identifikasi Varibel ... 75

4.2 Data Pengamatan ... 75

4.2.1 Data Kegiatan Produktif dan Kegiatan Non Produktif .. 75

4.2.2 Pengukuran Jumlah Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Menyelesaikan Aktivitas ... 78

4.3 Pengolahan Data ... 80

4.3.1 Uji Keseragaman dan Uji Keseragaman Data ... 80

4.3.2 Penentuan Performance Ratting ( Penyesuaian ) Tiap Jabatan ... 93


(5)

4.3.3 Penentuan Allowance ( Kelonggaran ) Tiap Jabatan ... 95

4.3.4 Perhitungan Beban Kerja Tiap Jabatan ... 98

4.3.5 Penentuan Jumlah Karyawan Yang Optimal ... 99

4.3.6 Hasil dan Pembahasan ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 5.1 Kesimpulan ... 105

5.2 Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR TABEL

2.1 Pengelompokan Data ... 31

2.2 Penyesuaian Menurut Westinghouse... 44

2.3 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor Yang Berpengaruh .... 52

4.1 Jumlah Karyawan Tiap Stasiun Kerja ... 72

4.2 Elemen Kerja Proses Extruder ... 73

4.3 Elemen Kerja Proses Trimming ... 74

4.4 Elemen Kerja Proses Wellding... 74

4.5 Elemen Kerja Proses Sewwing ... 74

4.6 Elemen Kerja Proses Packing ... 75

4.7 Produktif Berdasarkan Elemen Kerja Proses Extruder ... 76

4.10 Produktif Berdasarkan Elemen Kerja Proses Trimming ... 76

4.13 Produktif Berdasarkan Elemen Kerja Proses Wellding ... 77

4.17 Produktif Berasarkan Elemen Kerja Proses Sewwing ... 77

4.20 Produktif Berdasarkan Elemen Kerja Proses Packing ... 78

4.22 Frekuensi Pengamatan Proses Extruder... 80

4.25 Frekuensi Pengamatan Proses Trimming ... 83

4.28 Frekuensi Pengamatan Proses Wellding ... 85

4.32 Frekuensi Pengamatan Proses Sewwing ... 88

4.35 Frekuensi Pengamatan Proses Packing ... 90

4.37 Performance Ratting Berdasarkan Westinghouse ... 94

4.38 Allowance Berdasarkan Faktor-faktor Yang Berpengaruh ... 96


(7)

4.40 Rekomendasi Jumlah Tenaga Kerja ... 104

DAFTAR GAMBAR

2.1 Hubungan Efisiensi, Efektivitas Dan Produktivitas ... 10 2.2 Distribusi Kemampuan Kerja ... 28 3.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 61


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambaran Umum Perusahaan

Lampiran 2 Jumlah Karyawan Tiap Stasiun Kerja Lampiran 3 Identifikasi Elemen-elemen Kerja

Lampiran 4 Data Kegiatan Produktif Dan Kegiatan Non Produktif

Lampiran 5 Pengukuran Jumlah Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Menyelesaikan Aktivitas

Lampiran 6 Uji Keseragaman Data Dan Uji Kecukupan Data Lampiran 7 Waktu Pengamatan Secara Acak

Lampiran 8 Perhitungan Beban Kerja Berdasarkan Elemen-elemen Kerja Lampiran 9 Perhitungan Manual Penentuan Performance Rating, Allowance Dan Beban Kerja Tiap Bagian


(9)

ABSTRAKSI

Saat ini perusahaan-perusahaan memberikan perhatian khusus pada efesiensi, efektifitas, dan produktivitas. Hal ini dapat dipenuhi apabila perusahaan melakukan pengaturan terhadap jadwal penyelesaian permintaan dengan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang berpengaruh agar pesanan dapat diselesaikan atau tenaga kerja yang terlibat langsung didalam bagian proses produksi.

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan karpet mobil dengan bahan baku utama adalah karpet. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas karyawan adalah beban kerja yang diberikan oleh perusahaan. Untuk itu pihak perusahaan harus memperhatikan beban kerja yang akan diberikan karyawan agar tercapai produktifitas karyawan yang optimal

Untuk mengatasi masalah pengukuran beban kerja pada PT. Altia Classic Automotive Manufacturing, maka dalam penelitian ini menggunakan metode (WLA). Metode Work Load Anlysis adalah gambaran deskriptif dari beban kerja yang dibutuhkan dalam suatu unit perusahaan. Metode ini akan memberikan informasi mengenai pengalokasian sumber daya manusia karyawan untuk menyelesaikan beban kerja yang ada.

Berdasarkan hasil pengukuran beban kerja pada PT. Altia Classic Automotive Manufacturing dengan menggunakan metode Work Load Analysis (WLA) dapat di simpulkan bahwa rata-rata beban kerja karyawan pada bagian proses Extruder 94.38% dengan jumlah karyawan yang optimal adalah 3 orang, pada bagian proses Trimming rata-rata beban kerja sebelum dilakukan penelitian adalah 66.28% dengan jumlah karyawan 3 orang, setelah dilakukan pengurangan karyawan rata-rata beban kerja menjadi 99.42% dengan jumlah karyawan yang optimal adalah 2 orang. Pada bagian proses Wellding rata-rata beban kerja sebelum dilakukan penelitian adalah 71.17% dengan jumlah karyawan 4 orang, setelah dilakukan pengurangan karyawan rata-rata beban kerja menjadi 94.89% dengan jumlah karyawan yang optimal adalah 3 orang. Pada bagian proses Sewwing rata-rata beban kerja 98.48% dengan jumlah karyawan 3 orang, oleh karena rata-rata beban kerjanya sudah optimal maka tidak perlu dilakukan perubahan komposisi karyawan. Pada bagian proses Packing rata-rata beban kerja sebesar 97.10% dengan jumlah karyawan 2 orang, oleh karena rata-rata beban kerjanya sudah optimal maka tidak perlu dilakukan perubahan komposisi karyawan.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi, banyak perusahaan yang memberikan perhatian khusus pada efisiensi, efektifitas dan produktivitas. Karena dari ketiga hal tersebut, perusahaan dapat melihat penggunaan optimal dari sumber daya yang dimiliki serta pencapaiannya terhadap target yang diinginkan oleh suatu perusahaan. Hal ini dapat dipenuhi apabila perusahaan melakukan pengaturan terhadap jadwal penyelesaian permintaan dengan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang berpengaruh agar pesanan dapat diselesaikan atau terpenuhi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan yaitu faktor waktu, pekerja atau tenaga kerja yang terlibat langsung didalam bagian proses produksi.

PT.  Altia  Classic  Automotive  Manufacturing  adalah  perusahaan  yang 

bergerak dibidang pembuatan karpet mobil dengan bahan baku utama adalah 

karpet dan SBS. Sebagian besar produk‐produknya di ekspor ke Jepang, Amerika  Serikat, dan lain sebagainya. 

Permasalahan PT. Altia Classic Automotive Manufacturing adalah sering terjadinya penurunan hasil produksi karpet yang disebabkan kinerja karyawan yang kurang optimal. Sehingga dapat menyebabkan kerugian PT. Altia Classic Automotive Manufacturing – Surabaya.

Work Load Analysis (WLA) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisa aktivitas-aktivitas yang timbul beserta beban kerja


(11)

yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas tersebut. Dari Work Load Analysis (WLA) ini akan diperoleh sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh karyawan beserta dengan frekuensi terjadinya aktivitas tersebut dan waktu yang diperlukan guna menyelesaikan aktivitas tersebut sehingga dapat memberikan saran jumlah karyawan yang optimal.

     Berdasarkan permasalahan di PT. Altia Classic Automotive Manufacturing diharapkan dengan penerapan metode Work Load Analysis (WLA) dapat diketahui kinerja karyawan yang optimal. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi kinerja karyawan dan jumlah karyawan yang optimal sehingga dapat memenuhi permintaan buyer yang berperan sebagai konsumen, dan akhirnya visi misi perusahaan akan tercapai.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, peneliti merumuskan permasalahan dan dirumuskan sebagai berikut :

“Berapa besar beban kerja dan jumlah karyawan yang optimal pada

bagian Produksi di PT. Altia Classic Automotive Manufacturing


(12)

1.3. Batasan Masalah

Beberapa batasan masalah dalam pengukuran beban kerja dan tingkat efisiensi kerja di PT. Altia Classic Automotive Manufacturing agar dalam pemecahan masalah nantinya tidak menyimpang dan meluas dari lingkup yang ditentukan, antara lain :

1. Penelitian dilakukan pada tenaga kerja bagian produksi ( bagian shift 1 ) dalam pembuatan karpet mobil.

2. Acuan dalam pengukuran beban kerja adalah deskripsi kerja (Job Description) yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Altia Classic Automotive Manufacturing.

3. Pengukuran dibatasi dengan menggunakan pendekatan metode Work Load Analysis (WLA) sampai dihasilkan suatu penelitian evaluasi beban kerja dan optimalisasi jumlah karyawan pada bagian produksi sedangkan implementasi diserahkan kepada pihak manajemen.

4. Proses Produksi dilakukan secara semi otomatis.

1.4. Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Sarana dan prasarana baik mesin maupun peralatannya dianggap bekerja dengan baik.


(13)

2. Mutu barang yang dihasilkan dianggap baik kualitasnya dan telah memenuhi standart costumer.

3. Biaya tenaga kerja tidak menjadi pembahasan dalam penentuan jumlah karyawan yang optimal.

4. Tidak terjadi perubahan job description pada karyawan bagian produksi selama periode penelitian.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui besar rata-rata beban kerja dari tiap stasiun kerja bagian produksi.

2. Menentukan jumlah tenaga kerja yang optimal pada bagian produksi.

1.6. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini manfaat yang ingin dicapai adalah :

1. Bagi Perusahaan

a.Mengetahui beban kerja tiap karyawan bagian Produksi.

b.Mengetahui jumlah karyawan yang optimal dibagian Produksi yang dibutuhkan.


(14)

Dengan adanya penelitian ini penulis dapat belajar dan menerapkan metode Work Load Analysis (WLA) dan mengimplementasikan pendidikan yang dicapai di Perguruan Tinggi.

3. Bagi Universitas

Hasil analisa ini dapat digunakan sebagai pembendaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan menambah ilmu pengetahuan.

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman atas materi-materi yang dibahas dalam tugas akhir ini, maka berikut ini akan penulis uraikan secara garis besar isi dari masing-masing bab sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan menguraikan tentang berbagai hal yang melatar belakangi dari penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi yang digunakan, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menguraikan mengenai landasan-landasan teori atau literatur yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini. Teori-teori yang digunakan dalam bab ini kan digunakan sebagai landasan peneliti untuk menjalankan penelitian.


(15)

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang waktu lokasi dan penelitian, menguraikan tentang metode pengumpulan data yang digunakan, pemaparan data-data yang telah dikumpulkan selama penelitian serta langkah-langkah yang digunakan untuk pemecahan masalah dan pencapaian tujuan.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan tentang aktifitas pengumpulan dan pengolahan data. Aktifitas pengumpulan data meliputi aktifitas dari posisi/jabatan dan waktu penyelesaian aktifitas.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi tentang saran penelitian.

DAFTAR PUSTAKA


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Evaluasi Beban Kerja dan Optimalisasi

Kata evaluasi berasal dari Bahasa Inggris Evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan keseluruhan kegiatan pengumpulan data dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan ( Wakhinuddin’s Weblog ).

Sementara itu menurut Menpan (1997), pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

Di samping itu, Menpan (1997 : 5) juga menyatakan, bahwa pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya.

Secara umum optimalisasi adalah pencarian nilai “terbaik dari yang tersedia” dari beberapa fungsi yang diberikan pada suatu konteks ( Wakhinuddin’s Weblog ).


(17)

2.2. Efisien, Efektif dan Produktivitas

Pengertian efesiensi menurut Sumanth adalah perbandingan atau rasio dari keluaran (output) dengan masukkan (input). Efisiensi mengacu pada bagaimana baiknya sumber daya digunakan untuk menghasilkan output.

Sedangkan efektivitas adalah derajat pencapaian tujuan dari sistem yang diukur dengan perbandingan atau rasio dari keluaran ( output aktual ) yang dicapai dengan keluaran (output ) standart yang diharapkan. (Sumanth, D. J, 1985)

Efisiensi merupakan penghematan penggunaan sumber daya dalam kegiatan organisasi, dimana efisiensi pada “daya guna”. Efisiensi dimaksudkan pemakaian sumber daya yang lebih sedikit untuk mencapai hasil yang sama. Efisiensi merupakan ‘ukuran’ yang membandingkan rencana penggunaan masukan (input) dengan realisasi penggunannya. Efisiensi 100% sangat sulit dicapai, tetapi efisiensi yang mendekati 100% sangat diharapkan. Konsep ini lebih berorientasi pada input daripada output.

Efektivitas merupakan ukuran yang menyatakan seberapa baik atau seberapa jauh sasaran (kualitas, kwantitas dan waktu) telah tercapai. Nilai efektivitas dicerminkan oleh perbandingan nilai output akhir dengan output yang direncanakan. Makin besar sasaran yang dicapai, makin tinggi tingkat efektivitas. Konsep efektivitas yang tinggi belum tentu menunjukkan efisien yang tinggi pula. Suatu proses dikatakan lebih efektif bila dengan masukan (input) yang sama diperoleh keluaran (output) yang lebih besar, hasil yang lebih baik atau dalam waktu lebih singkat.

Berdasarkan Sumanth (1985), produktivitas adalah rasio antara output dengan input. Dengan diketahui nilai indeks produktivitas, maka akan diketahui


(18)

pula seberapa efektif proses produksi yang telah digunakan untuk meningkatkan output dan seberapa efisien pula sumber – sumber input yang telah berhasil dihemat.

Secara umum menurut Sumanth (1985) terdapat tiga tipe dasar dari produktivitas yang akan didefinisikan berikut ini, antara lain:

1. Produktivitas Parsial (Partial Productivity)

Produktivitas parsial merupakan rasio dari output terhadap satu jenis input tertentu. Sebagai contoh: produktivitas tenaga kerja (rasio dari output terhadap input tenaga kerja), produktivitas material (rasio dari output terhadap input material) ataupun produktivitas modal (rasio output terhadap input modal). 2. Produktivitas Total Faktor (Total Factor Productivity)

Produktivitas total faktor merupakan rasio dari “net ouput” terhadap jumlah faktor input langsung. Net output disini adalah total output dikurangi barang setengah jadi maupun servis yang diberikan.

3. Produktivitas Total (Total Productivity)

Produktivitas total merupakan rasio dari total output terhadap jumlah dari seluruh faktor input yang ada.

Jadi, suatu produktivitas total merefleksikan dampak gabungan dari semua input dalam memproduksi output.

Produktivitas dan efisiensi adalah 2 (dua) konsep penting dalam mengukur performance. Produktivitas seperti yang sudah dijelaskan diatas dapat didefinisikan sebagai rasio output dengan input. Definisi ini mudah dan dapat diterangkan dengan jelas oleh suatu kondisi produksi dimana ada satu output dan satu input, tetapi pada umumnya produksi memiliki multiple output dan input.


(19)

Efisiensi dapat didefinisikan sebagai tingkat penggunaan sumber daya yang sebesar-besarnya (berhubungan dengan utilitas sumber daya).

Input Produksi

Hasil Usaha

Hasil Sampling

Produktivitas

Efisiensi Kualitas Efektifitas

Gambar 2.1 Hubungan Efisiensi, Efektivitas Dan Produktivitas (Sumber : “Productivity Engineering And Management”, Sumanth, 1985) Menurut Gaspersz (1998) untuk mencari produktivitas dapat dihitung dengan rumus :

Produktivitas =

igunakan Inputyangd

iperoleh Ouputyangd

Produktivitas =

kan yangdiguna Sumberdaya

icapai Hasilyangd

Produktivitas =

Efisiensi s Efektivita

2.3. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Tenaga kerja atau sumber daya manusia (SDM) merupakan satu-satunya asset perusahaan yang bernapas atau hidup di samping asset-aset lain yang tidak bernapas atau bersifat kebendaan seperti modal, bangunan gedung, mesin, peralatan kantor. Persediaan barang, dsb. Keunikan asset SDM ini mensyaratkan pengelolaan yang berbeda dengan asset lain,sebab asset ini memiliki pikiran,


(20)

perasaan,dan perilaku, sehingga dikelola dengan baik mampu memberi sumbangan bagi kemajuan perusaan secara aktif.

Untuk itu, perusahaan perlu lebih mengenal karyawannya. Pengetahuan tentang setiap karyawan bisa didapat jika perusahaan memiliki informasi tentang karyawanya, bukan tentang identitas, melainkan lebih dalam lagi, misalnya tentang sikap kerja karyawan, motivasi kerja karyawan, komunikasi antarkaryawan, tingkat stress karyawan, kepuasaan kerja, dsb.

Informasi tentang factor-faktor yang melandasi kerja karyawan sangat dibutuhkan perusaan, tidak hanya untuk menghindari kesalahan membuat keputusan SDM yang tidak efektif, namun juga sebagai sarana mendayagunakan tenaga kerja, sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Jika karyawan memiliki produktivitas tinggi, kinerja perusahaan secara keseluruhan menjadi lebih baik. (Istijanto, 2003)

Manusia (MSDM). Contoh bidang yang ada dalam dunia perindustrian seperti Human Resource Development Department.

Menurut Flippo (1995), manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.

Sedangkan menurut French (1991), mendefinisikan manajemen personalia sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi. Berdasarkan dua definisi tersebut dapat digunakan definisi, yaitu : Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi,


(21)

pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi.

Manajemen sumber daya manusia sangat diperlukan guna meningkatkan produktivitas kerja serta efektivitas dan efisiensi didalam penggunaan sumber daya manusia. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari organisasi akan dapat tercapai sebagaimana mestinya.

Hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi adalah bagaimana memperoleh tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan dan posisi yang akan diduduki, bagaimana mengembangkannya dan memelihara tenaga kerja, menggunakan serta mengevaluasi hasil kerjanya.

Tujuan manajemen sumber daya manusia pada prinsipnya ada dua jenis , yaitu :

1. Production Mainded, merupakan usaha-usaha pihak organisasi atau perusahaan agar para tenaga kerja bersedia memberikan prestasi yang sebesar-besarnya (mencapai produktivitas yang maksimum) ini dapat dicapai dengan melalui fungsi-fungsi manajemen yang ada dalam organisasi atau perusahaan. 2. People Mainded, mempunyai pengertian hanya dengan perhatian yang

sungguh-sungguh dari pihak perusahaan kepada tenaga kerja antara lain dengan pelayanan yang sebaik mungkin, sistem birokrasi yang pendek, kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja yang layak, jaminan-jaminan sosial yang layak dan sebagainya.(Mukhyi, 1993)


(22)

2.3.1 Pembagian Kerja dan Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya

Manusia

Fungsi manajemen sumber daya manusia adalah penarikan tenaga kerja, seleksi tenaga kerja sampai ditempatkan, latihan dan pengembangan, mempromosikan kejenjang yang lebih tinggi, kompensasi, koordinasi dan pemensiunan dan pemutusan hubungan kerja. Bahwa tugas sumber daya manusia merupakan tanggung jawab seluruh manajer yang ada di dalam suatu organisasi atau perusahaan menurut hirarki kewenangannya.

Dalam perusahaan kecil, semua fungsi personalia dilakukan dan ditangani langsung oleh manajer puncak, lain dengan perusahaan besar fungsi personalia didelegasikan kepada masing-masing manajer termasuk manajer personalia. Dalam perusahaan yang besar setiap manajer mempunyai fungsi dan tanggung jawab dibidang personalia di departemennya masing-masing sesuai dengan wewenangnya. Manajer personalia berfungsi memberikan layanan dibidang personalia kepada manajer-manajer yang ada dalam perusahaan, sehingga tidak terjadi dualisme fungsi personalia.

Ruang lingkup manajemen sumber daya manusia terdiri atas penarikan tenaga kerja baru guna memperoleh pelamar yang mempunyai kualifikasi sesuai dengan kebutuhan oragnisasi atau perusahaan yang didapat melalui proses seleksi.

Pemberian kompensasi yang adil dan layak sesuai dengan prestasi yang telah diberikan. Bentuk kompensasi ini mencakup pengupahan atau penggajian dan tunjangan-tunjangan lainnya. (Mukhyi dkk, 1993)

Ada empat macam pendekatan manajemen sumber daya manusia guna menelaah manajemen personalia dan sumber daya manusia, yaitu :


(23)

1. Pendekatan Sumber Daya Manusia.

Manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya manusia. Martabat dan kepentingan hidup manusia hendaknya tidak diabaikan agar kehidupan mereka layak dan sejahtera.

2. Pendekatan Manajerial.

Analisis prestasi pekerja dan kehidupan kerja setiap karyawan tergantung pada atasan langsungnya dimana karyawan berada.

3. Pendekatan Sistem.

Bagian personalia merupakan sub sistem dari sistem organisasi atau perusahaan, maka perlu dievaluasi dengan kriteria besarnya kontribusi yang dibuat organisasi. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu sistem terbuka dan terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi.

4. Pendekatan Proaktif.

Manajemen sumber daya manusia dapat meningkatkan kontribusinya kepada karyawan, manajer dan organisasi melalui antisipasinya terhadap masalah-masalah yang timbul.

2.3.2 Perencanaan Sumber Daya Manusia

Perencanaan sumber daya manusia adalah proses mengantisipasi dan membuat ketentuan (persyaratan) untuk mengatur arus gerakan tenaga kerja kedalam dan keluar organisasi yang bertujuan untuk mempergunakan SDM seefektif mungkin dan agar memiliki pekerja yang memenuhi persyaratan/kualifikasi dan mengisi posisi yang mengalami kekosongan.

Menurut Torrington dan Tan Chwee Huat (2002), Perencanaan sumber daya manusia merupakan kegiatan khusus yang berkaitan dengan penentuan kebutuhan


(24)

sumber daya manusia perusahaan, baik kebutuhan jangka pendek maupun kebutuhan jangka panjang. Dalam bentuk yang lebih operasional adalah kegiatan yang berkaitan dengan memprediksi atau memperkirakan seberapa banyak orang atau pegawai yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas, baik jumlahnya maupun jenisnya, berapa yang akan tersedia, dan apa yang dilakukan untuk memastikan bahwa penawaran sama dengan permintaan pada waktu yang bersamaan.

Menurut William B. Wether dan Keith David dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan Efendi (2002), perencanaan sumber daya manusia merupakan proses yang sistematis untuk meramalkan kebutuhan pegawai (demand) dan ketersediaan (supply) pada masa yang akan datang, baik jumlah maupun jenisnya, sehingga departemen sumber daya manusia dapat merencanakan pelaksanaan rekrutmen, seleksi, pelatihan, dan aktivitas yang lain dengan lebih baik.

Berdasarkan kedua definisi diatas dapat dikatakan bahwa perencanaan sumber daya manusia merupakan proses penentuan kebutuhan pegawai pada masa yang akan datang berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi dan persediaan tenaga kerja yang ada.

Manfaat dari perencanaan sumber daya manusia adalah: 1) meningkatkan sistem informasi sumber daya manusia .

2) untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi sumber daya manusia oleh manajer sumber daya manusia.


(25)

3) untuk jangka panjang bermanfaat bagi organisasi/perusahaan untuk memperkirakan kondisi dan kebutuhan pengelolaan sumber daya manusia dimasa yang akan yang akan datang.

4) untuk jangka pendek bermanfaat untuk mengetahui posisi/jabatan atau pekerjaan yang lowong pada tahun mendatang. (Efendi H.2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, halaman 75).

2.4. Deskripsi atau Uraian Jabatan (Job Description)

Analisis jabatan adalah proses menguraikan data jabatan menjadi informasi jabatan. Data jabatan tersebut meliputi informasi tentang identitas jabatan, hasil kerja, bahan kerja, perangkat kerja, pelaksanaan kerja, hubungan jabatan, kondisi pelaksanaan dan syarat jabatan.

Di dalam pelaksanaan kerja sebenarnya terdapat informasi tentang kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang pemegang jabatan. Kewajiban dibedakan menjadi dua, yaitu : kewajiban yang berkaitan langsung dengan proses pelaksanaan kerja dan kewajiban yang bukan dalam proses pelaksanaan kerja. Sedangkan kewajiban yang merupakan proses pelaksanaan kerja yang sebenarnya merupakan rangkaian tindak kerja atau yang merupakan proses kerja ini, disebut dengan tugas. Uraian tugas (task description) dapat diberikan pengertian sebagai deskripsi atau uraian jabatan (job description) dalam arti sempit. Job description sering diberikan terjemahannya dengan “Deskripsi” atau “Uraian Jabatan”, tetapi sering pula dengan “Deskripsi atau Uraian Pekerjaan”.

Moekijat (1999) menerjemahkan dengan uraian pekerjaan, yaitu penguraian secara lebih rinci dan bulat (compact) tentang pekerjaan-pekerjaan


(26)

yang harus dilakukan oleh seorang pegawai yang sebelumnya sudah dibuatkan analisis pekerjaannya. Dalam job description sudah harus dimuat pula tentang persyaratan-persyaratan (qualification) yang diperlukan untuk dapatnya melakukan pekerjaan tersebut.

Moekijat (1999) memberikan terjemahan dengan “gambaran jabatan”, yaitu keterangan singkat yang ditulis secara cermat dan teliti mengenai kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab-tanggung jawab dari suatu jabatan tertentu.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa job description mengandung dua macam pengertian, yaitu :

a. Pengertian sempit, job description hanya diberikan pengertian sebagai uraian tugas saja (task description) atau uraian tentang apa yang dikerjakan oleh seorang pekerja atau pemegang jabatan tanpa disertai informasi lain, seperti : hubungan kerja dan syarat jabatan.

b. Pengertian luas, job description diberikan pengertian baik uraian tugas maupun informasi lainnya, seperti : hubungan kerja, syarat jabatan, standar pekerjaan dan latihan yang diperlukan.

Deskripsi atau uraian jabatan adalah suatu dokumen tertulis yang bersifat deskriptif dan merupakan suatu catatan yang mengidentifikasikan pekerjaan yang harus dilaksanakan beserta tanggung jawabnya, hubungannya dengan jabatan-jabatan lain, persyaratan-persyaratan pelaksanaannya, frekuensi atau luas lingkup pekerjaannya. (Soeyanto Rais.1997, Analisis Jabatan, halaman 44)


(27)

2.4.1 Langkah-langkah Menyusun Deskripsi atau Uraian Jabatan

Deskripsi atau uraian jabatan dilakukan dalam unit organisasi terendah. Proses penyusunannya adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan satu unit organisasi terendah yang akan dideskripsikan atau diuraikan jabatannya.

b. Menginventarisasikan tugas yang ada dalam unit tersebut, yaitu yang dilakukan oleh seluruh pegawai yang berada di dalamnya, termasuk yang dilakukan oleh kepala unit yang bersangkutan. Perlu diingat juga bahwa mungkin saja tugas tersebut tidak sedang dilakukan.

c. Mendeskripsikan atau menguraikan syarat-syarat setiap tugas. Syarat ini meliputi pendidikan, bakat, temperamen dan minat kerja, upaya fisik atau mental dan fungsi kerja. Perlu diingat bahwa untuk jabatan tertentu, selain syarat-syarat tersebut di atas mungkin ada syarat yang perlu dipertimbangkan juga, seperti : pelatihan, pengalaman dan kondisi fisik. Sebaliknya, untuk jabatan yang sederhana, syarat-syarat tersebut mungkin dapat dikurangi.

d. Memperkirakan waktu setiap tugas. Untuk menghitung waktu setiap tugas dapat digunakan 2 cara yaitu :

- Menghitung secara riil volume waktu yang diperlukan untuk setiap tugas. Perhitungan ini dilakukan dengan mengingat frekuensi tugas, yaitu ada tugas harian, periodik (mingguan, bulanan, triwulan dan seterusnya) dan insidentil. Perhitungan tersebut dapat dengan mengambil ukuran per hari (400 menit), per minggu (40 jam) dan per bulan (160 jam).

- Memperkirakan volume waktu yang diperlukan untuk setiap tugas menurut penggolongan waktu antar tugas.


(28)

e. Mengelompokkan tugas-tugas menurut syarat jabatan yang baik.

Dalam mengelompokkan tugas menurut syarat-syaratnya perlu diingat bahwasannya unit kerja pada umumnya terdapat 2 macam tugas, yaitu tugas manajerial dan tugas teknik.

f. Menghitung waktu untuk setiap kelompok tugas, untuk menetapkan jumlah pemegang jabatan.

Menghitung waktu setiap kelompok tugas dimaksudkan untuk melihat layak atau tidaknya sekelompok tugas tersebut menjadi jabatan dari segi materiil. Apabila layak secara materiil, maka menghitung jumlah pemegang jabatannya berdasarkan waktu minimal untuk satu hari per orang per kerja.

g. Menyusun deskripsi atau uraian jabatan yang pasti atas dasar langkah-langkah yang diambil.

Kelompok-kelompok tugas yang layak dirumuskan menjadi jabatan, kemudian disusun dalam suatu bentuk deskripsi atau uraian jabatan. Setelah disusun menjadi satu bentuk deskripsi atau uraian jabatan, biasanya akan diketahui perlunya adanya penyesuaian dan penyerasian antar butir informasi.

(Soeyanto Rais.1997, Analisis Jabatan, halaman 58).

2.5. Pengukuran Kerja (Work Measurement)

Salah satu kriteria pengukuran kerja adalah pengukuran waktu (time study). Pengukuran kerja yang dimaksudkan adalah pengukuran waktu standar atau waktu baku. Pengertian umum pengukuran kerja adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seseorang operator dalam melaksanakan kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal.


(29)

Proses pengukuran waktu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan pengukuran waktu secara tidak langsung. Disebut secara langsung karena pengamat berada di tempat di mana objek sedang diamati. Pengamat secara langsung melakukan pengukuran atas waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator (obyek pengamatan) dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pengukuran secara langsung terdiri dari dua cara, yaitu pengukuran dengan menggunakan stop watch dan sampling kerja. Sedangkan pengukuran waktu secara tidak langsung adalah pengamat tidak berada secara langsung di lokasi (objek) pengukuran. (Hari Purnomo.2004,Pengantar Teknik Industri, halaman 42).

2.5.1 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stop Watch Time

Study)

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standard penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut :


(30)

 Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

 Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti lay out, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan dan lain-lain.

 Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.  Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk

menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

 Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak ? Test pula keseragaman data yang diperoleh.

Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk untuk performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal (100%).

Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.

Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi


(31)

kondisi-kondisi seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material dan lain-lainnya.

Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang obyektif karena disini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi secara subyektif. Disini juga berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut :

 Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini untuk pekerjaan yang serupa.

 Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.

 Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh periode kerja yang ada.


(32)

Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti (stop watch) umumnya diaplikasikan pada industri manufacturing yang memiliki karakteristik kerja yang berulang-ulang, terspesifikasi jelas dan menghasilkan output yang relatif sama. Meskipun demikian aktivitas ini bisa pula diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan non manufacturing seperti yang bisa dijumpai dalam aktivitas kantor gudang atau jasa pelayanan lainnya asalkan kriteria-kriteria tersebut dibawah ini bisa terpenuhi : (Sritomo, 2003, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, halaman 173).

Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive (berulang-ulang) dan uniform.

 Isi/macam pekerjaan itu harus homogen.

 Hasil kerja (output) harus dapat dihitung secara nyata (kuantitatif) baik secara keseluruhan maupun untuk tiap-tiap elemen kerja yang berlangsung.

 Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga akan memadai untuk diukur dan dihitung waktu bakunya.

2.5.1.1 Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja

Tiga metode yang umum dipakai dalam mengukur elemen-elemen kerja dengan menggunakan jam henti (stop watch), yaitu :

1. Pengukuran waktu secara terus menerus (continuous timing)

Dalam pengukuran ini pengamat kerja kan menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum penunjuk stop watch berjalan terus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Disini


(33)

pengamat kerja terus menerus mengamati jalannya jarum stop watch dan mencatat pembacaan waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari elemen-elemen kerja pada lembar waktu pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan. 2. Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing)

Pengukuran ini kadang-kadang disebut sebagai snap-back method. Pada metode ini jarum petunjuk stop watch akan dikembalikan (snap back) komposisi semula atau nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat waktu kerja yang diukur kemudian tombol ditekan lagi untuk dan segera jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Demikian seterusnya sampai akhir dari elemen, tombol ditekan lagi untuk mengembalikan jarum ke nol. Dengan cara demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk pengukuran seperti yang dijumpai dalam metode continuous timing (terus menerus).

3. Pengukuran waktu secara penjumlahan (Accumulative Timing)

Pada pengukuran waktu kerja ini memungkinkan pembaca membaca data waktu secara langsung untuk masing-masing elemen kerja yang ada. Disini akan digunakan dua atau lebih stop watch yang akan bekerja secara bergantian. Dua atau tiga stop watch dalam hal ini akan didekatkan sekaligus pada papan pengamatan dan dihubungkan dengan suatu tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan, maka stop watch nomor dua dan tiga berhenti (stop) dan jarum tetap pada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir maka tuas ditekan yang akan menghentikan gerakan jarum dari stop watch pertama dan menggerakkan stop


(34)

watch kedua untuk mengukur elemen kerja berikutnya, demikian seterusnya. Metode akumulatif memberikan keuntungan didalam hal pembacaan akan mudah dan lebih teliti karena jarum stop watch tidak dalam keadaan bergerak pada saat pembacaan data waktu dilaksanakan seperti halnya yang kita jumpai untuk pengukuran kerja dengan menggunakan satu stop watch. (Sritomo, 2003, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, halaman 181).

2.5.1.2 Langkah-langkah Pelaksanaan Pengukuran Waktu Kerja

Persiapan sebelum melakukan pengukuran kerja adalah sangat penting karena hal ini tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas pengukuran yang dilaksanakan. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum pengukuran waktu kerja secara langsung dengan jam henti :

1. Penetapan Tujuan Pengukuran

Sebagaimana halnya dalam melakukan berbagai kegiatan, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.

Apabila waktu baku akan dikaitkan dengan upah perangsang maka segala pihak yang akan terlibat dalam masalah ini seperti operator, supervisor dan lainnya haruslah ikut bertanggung jawab untuk suksesnya pelaksanaan pengukuran kerja tersebut supervisor terutama harus betul-betul bertanggung jawab dan bertugas memberitahukan agar operator sendiri juga harus bersikap


(35)

wajar (normal) pada saat diteliti dan mengikuti segala prosedur dan metode kerja yang distandardkan sebelumnya.

2. Melakukan Penelitian

Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang harus dicapai oleh seorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Suatu kondisi yang ada dapat dicari waktu baku harus dicapai tersebut. Artinya akan didapat juga waktu baku yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang bersangkutan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang.

Selain itu penelitian pendahuluan juga dilakukan dengan maksud agar dapat mengetahui sistem yang ada, sudah baik atau belum guna melaksanakan pengukuran. Jika dalam pengukuran pendahuluan terdapat kejanggalan pada sistem kerja yang ada, maka sistem kerja yang ada harus diatur dan diperbaiki terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil waktu baku yang benar-benar dapat diwakili pengukuran waktu dalam sistem kerja tersebut.

3. Memilih Operator

Operator yang akan diukur untuk pekerjaan bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Operator harus memahami benar prosedur dan metode pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini


(36)

persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar memilih tingkat kemampuan yang rata-rata.

Berdasarkan penyelidikan, terlihat bahwa orang-orang yang berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya sedikit. Sedangkan orang yang berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak. Bila dilihat dari tujuan pengukuran waktu yaitu mendapatkan waktu penyelesaian, maka dengan melihat kenyataan kemampuan pekerja, orang yang dicari bukanlah orang yang berkemampuan tinggi atau rendah, karena orang-orang demikian hanya meliputi sebagian kecil saja dari keseluruhan pekerja yang ada. Jadi yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan secara wajar diperlukan oleh pekerjaan normal dan ini adalah orang—orang yang berkemampuan rata-rata.

Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar dan dalam pemilihan operator juga harus memperhatikan bahwa kondisi operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur tersebut dalam keadaan sehat, sehingga dalam pengukuran nantinya operator bekerja seperti biasanya.

Distribusi kemampuan pekerja umumnya akan mengikuti seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2. Dari gambar dibawah ini, terlihat bahwa orang-orang yang berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya sedikit. Sedangkan orang yang berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak. Secara statistik distribusi demikian dapat dibuktikan berdistribusi normal atau dapat didekati oleh distribusi normal.


(37)

Jumlah pekerja

rendah Rata-rata tinggi Gambar 2.2 Distribusi Kemampuan Kerja (Sumber : “Teknik Tata Cara Kerja”, Sutalaksana, 1979)

4. Melatih Operator

Setelah operator yang baik didapatkan, perlu adanya perhatian terhadap operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang didapat tidak sama dengan yang dijalankan operator. Hal ini terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja sudah mengalami perubahan.

Dalam keadaan tersebut operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang ditetapkan (telah dibakukan) itu. Yang perlu diingat adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari suatu penyelesaian yang wajar dan bukan penyelesaian dari orang-orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan. 5. Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan

Cara terbaik untuk menggambarkan suatu operasi adalah dengan membagi kedalam elemen-elemen kerja yang lebih detail dan mampu untuk diukur dengan mudah secara terpisah. Elemen-elemen yang terjadi secara reguler biasanya dicatat terlebih dahulu dilembar pengamatan dan baru kemudian elemen-elemen


(38)

lainnya yang juga merupakan bagian dari pekerjaan tetapi tidak akan terjadi dalam siklus kerja secara berulang-ulang. Awal dan akhir dari elemen-elemen kerja ini harus bisa diindikasikan secara jelas sehingga bisa mempermudah pengukuran atau pencatatan waktu.

Besarnya waktu baku dapat ditetapkan berdasarkan elemen-elemen pekerjaan yang ada. Dengan mengetahui waktu baku untuk elemen-elemen kerja dalam hal ini dikenal dengan elemen waktu baku atau standart data maka memungkinkan untuk menetapkan total waktu baku untuk setiap operasi kerja.

Dengan membagi kedalam elemen-elemen kerja maka akan dapat dianalisa waktu-waktu yang berlebihan untuk tiap-tiap elemen yang ada atau waktu yang terlalu singkat untuk elemen kerja yang lain. Yang terakhir ini umumnya terjadi proses inspeksi. Demikian juga analisa yang dibuat untuk suatu elemen kerja yang bisa melihat adanya perbedaan (variasi) kecil dari metode kerja yang diaplikasikan yang mana hal ini tidak akan terlihat dengan mudah bila dilakukan analisa studi untuk operasi secara keseluruhan.

Seorang operator dapat bekerja dengan tempo yang berbeda-beda untuk setiap siklus kerja berlangsung. Dengan membagi operasi kerja ini kedalam elemen-elemen kerja maka performansi rating untuk setiap elemen kerja ini akan bisa diaplikasikan.

6. Menyiapkan Alat-alat Pengukuran

Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini adalah :

a. Jam henti (stop watch)


(39)

c. Pena atau pensil

d. Papan pengamatan (time study board) e. Kalkulator

Jam henti (stop watch) tersebut nantinya digunakan sebagai alat dalam pengukuran waktu tiap elemen-pekerjaan. Stop watch yang digunakan adalah stop watch digital dengan tingkat ketelitian samapai seperseratus detik.

Lembar-lembar pengamatan digunakan sebagai tempat mencatat hasil-hasil pengukuran. Agar catatan ini baik biasanya lembaran-lembaran pengamatan disediakan sebelum pengukuran dengan kolom yang memudahkan pencatatan dan pembacaan kembali. Pena atau pensil digunakan untuk mencatat segala yang diperlukan pada lembaran-lembaran pengamatan. Papan pengamatan dimaksudkan untuk dipakai sebagai las lembaran pengamatan sehingga memudahkan pencatatan. (Sutalaksana.1979. Teknik Tata Cara Kerja, halaman 119).

2.5.1.3 Melakukan Pengukuran Waktu Kerja

Setelah dilakukan langkah-langkah persiapan tersebut, kemudian dilaksanakan pengukuran kerja. Adapun langkah-langkah yang dikerjakan selama pengukuran waktu kerja berlangsung, antara lain : (Sutalaksana.1979, Teknik Tata Cara Kerja, halaman 133).

1. Pengukuran Pendahuluan

Pengukuran pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang


(40)

didapat dari hasil perhitungan waktu pengamatan. Biasanya pengukuran waktu dilakukan sebanyak 25 kali pengukuran.

2. Uji Keseragaman Data

Proses analisa keseragaman data ini dilakukan dengan menggunakan kontrol yang diperoleh dari pengamatan. Data-data yang didapat dari pengamatan kemudian dikelompokkan kedalam beberapa sub grup dan diselidiki apakah rata-rata sub grup tersebut berada dalam batas kontrol.

Adapun langkah-langkah pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Mengelompokkan data kedalam subgrup-subgrup yang sama besar secara berturut-turut.

Tabel 2.1 Pengelompokan Data

(Sumber : “Manajemen Sumber Daya Manusia (Manajemen Kepegawaian)”, Moekijat, 1999) Sub

Grup

Waktu Pengamatan Rata-rata Sub Grup Jumlah 2 ij

X

Jumlah Sub Grup 1 2 L Ln X X X11, 12,...,

Ln X X

X21, 22,...,

Ln L

L X X

X 1, 2,...,

n X1 n X2 Ln X

2 1n X

2 2n X 2 Ln X

X1n n X

2

XLn

Jumlah

  n j L i ij

X

1

1



 

  n j L i ij

X

1 1

2

 



  n j L i ij

X

1 1 Keterangan : ij


(41)

(i = 1,2,3,...,n ; j = 1,2,3,...,n) n = Jumlah per sub grup

L = Ukuran sub grup

N = Jumlah seluruh pengamatan

b. Menghitung harga rata-rata dari rata-rata sub grup.

L X

X

ij

c. Menghitung standard deviasi dari waktu pengamatan.

1 2

 

 

N X

Xij ij

d. Menghitung standard deviasi sebenarnya dari waktu pengamatan.

L X

 

e. Menghitung derajat ketelitian tiap operator (degree of accurancy).

S= 100%

    

X X

f. Menghitung tingkat keyakinan atau tingkat kepercayaan (convidence level). CL = 100 % - S %

g. Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB). BKA = XkX

BKB =

X k X   h. Analisa Keseragaman Data

Data yang dihasilkan dapat dikatakan seragam jika harga rata-rata dari sub grup berada dalam batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB).


(42)

Setelah data terkumpul, maka diteruskan dengan mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Yang dimaksud ekstrim adalah data yang terlalu besar atau yang terlalu kecil dan menyimpang dari harga-harga yang disebabkan hal-hal tertentu. Data yang ekstrim ini dikeluarkan dari perhitungan berikutnya.

3. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data dapat dilakukan setelah seluruh data dari hasil pengukuran telah seragam. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

 

2 2 2 '            

ij ij ij X X X N s k N Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang seharusnya dilakukan s = Tingkat ketelitian

K = Koefisien distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan/tingkat kepercayaan

 Untuk tingkat keyakinan 68 % harga k adalah 1  Untuk tingkat keyakinan 95 % harga k adalah 2  Untuk tingkat keyakinan 99 % harga k adalah 3 Kesimpulan dari perhitungan yang diperoleh yaitu :

a. Apabila N’ N (jumlah pengamatan teoritis lebih kecil atau sama dengan pengamatan yang sebenarnya dilakukan), maka data tersebut dinyatakan telah


(43)

mencukupi untuk tingkat keyakinan dan derajat ketelitian yang diinginkan tersebut, sehingga data tersebut dapat diolah untuk mencari waktu baku.

b. Tetapi jika sebaliknya, dimana N’ > N (jumlah pengamatan teoritis lebih besar dari jumlah pengamatan yang ada), maka data tersebut dinyatakan tidak cukup. Dan agar data tersebut dapat diolah untuk mencari waktu baku, maka data pengamatan harus ditambah lagi sampai lebih besar dari jumlah data pengamatan teoritis.

2.5.1.4 Penetapan Waktu Baku

Waktu baku adalah waktu yang diperlukan oleh seseorang operator yang berkualifikasi baik untuk menyelesaikan pekerjaannya, dimana sudah terdapat pengaruh dari kelonggaran. (Sritomo.1995. Studi Gerak dan Waktu, halaman 202).

Waktu Baku = Waktu Normal x

allowance %

% 100

% 100

2.5.1.5 Perhitungan Output Standard

Perhitungan output standard merupakan langkah berikutnya setelah dilakukan pengukuran waktu kerja dan dilakukan uji keseragaman dan kecukupan data. Untuk mendapatkan output standard perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : (Sutalaksana.1979. Teknik Tata Cara Kerja, halaman 137).

a. Menghitung waktu siklus rata-rata untuk tiap elemen kegiatan (Ws)

Ws =

N Xij


(44)

b. Menghitung waktu normal (Wn) Wn = Ws x p

Dimana p adalah faktor penyesuaian yang digunakan untuk menormalkan waktu pengamatan yang diperoleh, jika pekerja dinilai bekerja secara tidak wajar.

c. Menghitung waktu baku (Wb)

Wb = Wn x

allowance %

% 100

% 100

Dimana allowance merupakan faktor kelonggaran yang dinyatakan dalam % dari waktu normal dan diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.

d. Menghitung ouput standard (OS)

Os =

Wb 1

2.5.2 Sampling Kerja (Work Sampling)

Terdapat berbagai cara mengemukakan bagaimana cara menetapkan waktu baku dimana terdapat diantaranya sampling pekerjaan, cara ini bersama – sama dengan menggunakan pengukuran waktu jam henti, yang merupakan cara langsung untuk dilakukan dengan menggunakan pengukuran langsung ditempat kegiatan pekerjaan dilakukan yakni kegiatan kerja ketika di mulai hingga akan berhenti (disudahi). Berbeda dengan cara jam henti, adalah pada sampling pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada di tempat bekerja melainkan mengamati hanya pada sesaat – sesaat, dan pada waktu – waktu yang ditentukan secara acak.


(45)

Cara ini dikembangkan oleh L.H.C.Trippet di Inggris, cara tersebut digunakan di pabrik – pabrik tekstil di Inggris pada masa–masa tersebut (era revolusi industri ). Cara Sampling Pekerjaan ini menggunakan ilmu statistik pada sebenarnya, tetapi pada sampling pekerjaan hal ini akan lebih tampak nyata. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa, Sampling Pekerjaan adalah suatu prosedur pengukuran yang dilakukan pada waktu – waktu yang ditentukan secara acak. Agar dapat memahami berbagai kegunaan sampling pekerjaan, perlu diketahui terlebih dahulu metode pengukuran dengan sampling pekerjaan ini. (Sutalaksana.1979. Teknik Tata Cara Kerja, halaman 155).

2.5.2.1 Bekerjanya Sampling Pekerjaan

Telah disebutkan diatas, bahwa sampling pekerjaan dilakukan secara sesaat-sesaat pada waktu–waktu yang telah ditentukan secara acak. Sebenarnya pengamat melakukan sesaat–sesaat pada waktu yang acak, seperti halnya tidak berbeda dengan melakukan kunjungan kerumah teman antar mahasiswa. Kunjungan dilakukan pada saat–saat yang tidak tentu, mungkin seminggu sekali atau kurang dari itu. Jika mahasiswa melakukan kegiatan seperti itu, yang melakukan kegiatan tidak tentu, dengan demikian dapat dikatakan dia telah melakukan kunjungan pada waktu-waktu yang acak. Misalkan mahasiswa tersebut melakukan kunjungan sebanyak 10 kali berkunjung, dan diantaranya dia tidak mengunjungi temannya dikarenakan temannya tidak berada di rumah. Jika dia telah melakukan kunjungan lagi, katakanlah sebanyak 100 kali berkunjung, dan ke – 100 kunjungan ini temannya tidak dijumpai sebanyak 75 kali, maka dapat dikatakan 75% waktunya ( teman si mahasiswa ) tidak dihabiskan dirumahnya.


(46)

Ilustrasi diatas menunjukkan bagaimana kesimpulan tentang ada tidaknya suatu kejadian dapat disimpulkan melalui kunjungan – kunjungan. Terlihat pula semakin banyak kunjungan dilakukan semakin kuat dasar untuk mengambil kesimpulan. Begitu pula kurang lebih apa yang terjadi dengan sampling

pekerjaan. Kunjungan – kunjungan dilakukan untuk mengetahui apa yang terjadi ditempat kerja yang bersangkutan. Dari catatan yang dilakukan setiap kali kunjungan dapat dilihat berbagai kegiatan yang terjadi serta seberapa sering (frekuensi) kegiatan itu teramati.

(Sutalaksana.1979. Teknik Tata Cara Kerja, halaman 155).

2.5.2.2 Kegunaan Sampling Kerja

Sampling kerja memiliki kegunaan lain di bidang produksi sampling untuk menghitung waktu penyelesaian , kegunaan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok pekerja .

b. untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mesin–mesin atau alat pabrik yang akan digunakan atau telah digunakan.

c. untuk menentukan waktu baku bagi pekerja tidak langsung. d. untuk memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.

Distribusi pemakaian waktu kerja atau kelompok pekerja dan tingkat pemanfaatan mesin atau berupa alat, akan lebih mudah diketahui dengan mempelajari frekwensi setiap kegiatan atau pemakaian dari catatan pengamatan setiap melakukan kunjungan. Kegunaan sampling pekerjaan yang telah dikemukakan sebagai kelebihan cara ini dibandingkan dengan cara jam henti.


(47)

Pada sampling pekerjaan dengan mudah dijalankan, yaitu dengan melakukan pengamatan kepada beberapa pekerjaan dalam setiap kunjungan kegiatan kerja. Begitu pula dengan pekerja tidak langsung, yang tidak mudah diukur dengan jam henti, karena tidak menentunya kegiatan mereka. Kemampuan sampling kerja, dapat memperkirakan kelonggaran, yang merupakan hal penting yang perlu di catat.

Tentang lamanya pengamatan, umumnya cara sampling pekerjaan membutuhkan waktu lebih lama. Misalnya, jika tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan sebesar 5%, dan 90%. Maka, untuk suatu kegiatan yang menghabiskan waktu 20% dari seluruh waktu yang disediakan diperlukan 6400 kali kunjungan. Berarti memakan banyak waktu 183 hari jika ditambah 5 kali kunjungan dilakukan setiap jam, setiap hari yang mempunyai 7 jam waktu kerja. Dengan kata lain, jika hendak yang diukur waktu baku hanyalah satu pekerjaan saja.

2.5.2.3 Langkah – Langkah sebelum Melakukan Sampling Pekerjaan

Langkah – langkah yang dijalankan sebelum melakukan sampling dilakukan, adalah sebagi berikut :

a. Menetapkan Tujuan Pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan, yang akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan keyakinan.

b. Jika sampling ditunjukkan untuk mendapatkan waktu baku, dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya sistem kerja yang baik. Bila belum, perbaikan – perbaikan sistem kerja yang baik, atau dilakukan perbaikan atas kondisi dan cara kerja dilakukan terlebih dahulu.


(48)

Untuk mendapatkan waktu penyelesaian yang singkat, maka perbaikan cara kerja perlu dilakukan. Mempelajari kondisi kerja dan cara kerja kemudiaan memperbaikinya, adalah apa yang dilakukan dalam langkah penelitian pendahuluan. Tentunya ini berlaku jika pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada dan bukan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan seperti yang terakhir, maka yang dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan cara kerja yang baik yang baru sama sekali. Untuk memperbaiki kondisi dan cara kerja yang ada diperlukan pengetahuan dan penerapan perancangan sistem kerja yang baik.

c. Memilih operator, atau operator yang baik. Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar sampling pekerjaan dapat berjalan baik dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat – syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat melakukan pengukuran mau bekerja secara wajar.

d. Bila perlu mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar dapat trampil dan cakap untuk kegiatan yang akan dilakukan .

e. Melakukan pemisahan kegiatan sesuai pengamatan yang ingin diamati . Pada cara sampling kegiatan, yang ingin diukur dipisahkan dari kegiatan – kegiatan lain yang mungkin terjadi. Bentuk yang paling sederhana adalah

memisahkan seluruh kegiatan menjadi dua bagian yaitu yang pertama yang ingin diukur dan yang kedua yang lainnya.


(49)

Sehubungan dengan pemisahan kegiatan-kegiatan tersebut diatas ada satu hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa kegiatan-kegiatan tersebut harus mutually exclusive. Mutually exclusive artinya satu kegiatan terpisah sama sekali dari lainnya, dan jumlah semua kegiatan tersebut adalah semua kegiatan yang mungkin terjadi ditempat pekerjaan berlangsung.

2.5.2.4 Melakukan Sampling

Cara melakukan sampling pengamatan dengan sampling pekerjaan tidaklah berbeda dengan yang dilakukan untuk cara jam henti , yakni terdiri dari : a. Mengambil sejumlah data, disini dilakukan sejumlah kunjungan yang

banyaknya ditentukan oleh pengukur biasanya tidak kurang dari 30 (banyaknya kunjungan tiap kali pengamatan).

b. Menguji keseragaman data;

Dengan menentukan batas-batas kontrolnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BKA = p + 3

 

n p p1

BKB =

 

n p p p3 1 Dimana :

p = Prosentase terjadinya kejadian rata-rata yang dinyatakan dalam bentuk angka desimal ; n = Jumlah pengamatan per siklus waktu kerja.

c. Menghitung jumlah kunjungan yang diperlukan .

Uji kecukupan data dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(50)

p S

p k

N 2

2 1

' 

Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang dilakukan

k = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat keyakinan yang diambil.

 Untuk tingkat keyakinan 68 % harga k adalah 1  Untuk tingkat keyakinan 95 % harga k adalah 2  Untuk tingkat keyakinan 99 % harga k adalah 3

Langkah – langkah tersebut dilakukan terus, hingga jumlah kunjungan mencukupi, sesuai dengan tingkat keyakinan yang digunakan.

2.5.2.5 Penentuan Jumlah Sample Pengamatan Yang Dibutuhkan

Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu :

 Tingkat ketelitian (degree of accuracy) dari hasil pengamatan  Tingkat kepercayaan (level of convidence) dari hasil pengamatan

Dengan asumsi bahwa terjadinya kejadian seorang operator akan bekerja atau menganggur mengikuti pola distribusi normal, maka untuk mendapatkan jumlah sample pengamatan yang harus dilaksanakan dapat dicari berdasarkan rumus berikut :

Sp = k

N p

p1

Dimana :


(51)

P = Prosentase terjadinya kejadian yang diamati dan juga dinyatakan dalam bentuk desimal.

N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja.

K = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat keyakinan yang diambil.  Untuk tingkat keyakinan 68 % harga k adalah 1

 Untuk tingkat keyakinan 95 % harga k adalah 2  Untuk tingkat keyakinan 99 % harga k adalah 3

2.6. Faktor Penyesuaian (Performance Rating) dan Kelonggaran (Allowance)

Tidak semua orang mempunyai kecepatan yang sama dalam melakukan pekerjaan karena berbagai faktor. Lambat atau cepat seseorang bekerja dapat disengaja atau tidak disengaja. Kondisi ini yang biasa orang bekerja tidak wajar. Menurut Sutalaksana dkk, 1979, ketidakwajaran tersebut karena bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat karena seolah-olah diburu waktu, atau menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruanan yang buruk. Kondisi yang tidak wajar ini harus dinormalkan yaitu dengan mengalikan waktu riil dengan faktor penyesuaian (p). Seorang bekerja diatas normal atau terlalu cepat maka p > 1, dan sebaliknya untuk orang yang bekerja lambat maka p < 1, serta orang yang bekerja wajar maka p = 1. Ada beberapa cara untuk menghitung nilai p, salah satunya adalah cara westinghouse, yaitu menghitung nilai p dengan mempertimbangkan faktor ketrampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.


(52)

Tabel 2.2 Penyesuaian Menurut Westinghouse

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Ketrampilan Usaha Kondisi Kerja Konsistensi Superskill Excelent Good Average Fair Poor Excessive Excellent Good Average Fair Poor Ideal Excellenty Good Average Fair Poor Perfect Excellent Good Average Fair Poor A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 A B C D E F A B C D E F + 0,15 + 0,13 + 0,11 + 0,08 + 0,06 + 0,03 0,00 - 0,05 - 0,10 - 0,16 - 0,22 + 0,13 + 0,12 + 0,10 + 0,08 + 0,05 + 0,02 0,00 - 0,04 - 0,08 - 0,12 - 0,17 + 0,06 + 0,04 + 0,02 0,00 - 0,03 - 0,07 + 0,04 + 0,03 + 0,01 0,00 - 0,02 - 0,04


(53)

Penyesuaian menurut Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu ketrampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.

Ketrampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan ketrampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Untuk keperluan penyesuaian ketrampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas sebagai berikut :

SUPER SKILL :

1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. 2. Bekerja dengan sempurna.

3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik.

4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti. 5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. 6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau

terlihat karena lancarnya.

7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).

8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik.

EXELLENT SKILL :

1. Percaya pada diri sendiri.


(54)

3. Terlihat telah terlatih baik.

4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan.

5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan.

6. Menggunakan peralatan dengan baik.

7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu. 8. Bekerjanya cepat tetapi halus.

9. Bekerja berirama dan terkoordinasi.

GOOD SKILL :

1. Kwalitas hasil baik.

2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada umumnya.

3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang ketrampilannya lebih rendah.

4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan. 6. Tiada keragu-raguan.

7. Bekerjanya “stabil”.

8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik. 9. Gerakan-gerakannya cepat.

AVERAGE SKILL :

1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2. Gerakannya cepat tapi tidak lambat.


(55)

3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang perencanaan. 4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.

5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu-raguan. 6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.

7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.

8. Bekerjanya cukup teliti.

9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.

FAIR SKILL :

1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.

2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.

3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan. 4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama.

6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin.

7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri. 8. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. 9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya.

POOR SKILL :

1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. 2. Gerakan-gerakannya kaku.


(56)

4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. 5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.

6. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja. 7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.

8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

Untuk usaha atau effort cara Westinghouse, usaha disini dimaksudkan sebagai kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.Untuk keperluan penyesuaian usaha dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-cirinya sebagai berikut :

EXCESSIVE EFFORT :

1. Kecepatan sangat berlebihan.

2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya.

3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.

EXELLENT EFFORT :

1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.

2. Gerakan-gerakan lebih “ekonomis” daripada operator-operator biasa. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4. Banyak memberi saran-saran.

5. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu. 7. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.


(57)

8. Bangga atas kelebihannya.

9. Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali. 10.Bekerjanya sistematis.

11.Karena lancarnya perpindahan dari suatu elemn ke elemen lain tidak terlihat.

GOOD EFFORT :

1. Bekerja berirama.

2. Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.

4. Senang pada pekerjaannya.

5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari. 6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.

7. Menerima saran-saran dan petunjuk-petunjuk dengan senang. 8. Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja.

9. Tempat kerjanya diatur baik dan rapi.

10.Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik. 11.Memelihara dengan baik kondisi peralatan.

AVERAGE EFFORT :

1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor. 2. Bekerja dengan stabil.

3. Menerima saran-saran tapi tidak melaksanakannya. 4. Set up dilaksanakan dengan baik.


(58)

FAIR EFFORT :

1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.

2. Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya. 3. Kurang sungguh-sungguh.

4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku. 6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.

7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya. 8. Terlampau hati-hati.

9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja. 10.Gerakan-gerakannya tidak terencana.

POOR EFFORT :

1. Banyak membuang-buang waktu.

2. Tidak memperhatikan adanya minat kerja. 3. Tidak mau menerima saran-saran.

4. Tampak malas dan lambat bekerja.

5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan-bahan.

6. Tempat kerjanya tidak diatur rapi.

7. Tidak peduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai. 8. Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur. 9. Set up kerjanya terlihat tidak baik.

Kondisi kerja atau condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan.


(59)

Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam bahkan dari hari ke hari.

2.7. Kelonggaran (Allowance)

Kelonggaran ini adalah waktu dimana karyawan melakukan interupsi dari proses berlangsung karena hal-hal tertentu tidak dapat dihindarkan. Waktu yang dibutuhkan dalam menginterupsi proses yang sedang berlangsung ini dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Kelonggaran untuk membutuhkan pribadi (Personal Allowance)

Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedar menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, sholat, Bercakap-cakap dengan teman kerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun dalam bekerja. Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak, misalnya : seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa haus atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisologis yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi


(60)

demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (Fatigue Allowance)

Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas.

3. Rasa lelah atau fatique tercermin antara lain dari menurunnya produktivitas, salah satu ciri-cirinya adalah sering terlambat datang, kurang serius dalam melaksanakan tugasnya, dll.

4. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja. Ada pula hambatan yang tidak dapat terhindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerjaan untuk mengendalikannya, antara lain :

a. Menerima/meminta petunjuk kepada kepala bagian b. Menunggu akibat komputer tidak dapat dioperasikan c. Mengganti tinta printer yang sudah habis

(Sumber : Sutalaksana, DKK,1979, “Teknik Tata Cara Kerja”, Penerbit Jurusan Teknik Industri ITB, Bandung, Hal 149-150)

Tabel 2.3 Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh.

Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran

A. Tenaga Yang Dikeluarkan Ekivalen

Beban

Pria Wanita 1.Dapat diabaikan Bekerja dimeja,

duduk

Tanpa beban

0,0 – 6,0

0,0 – 6,0 2.Sangat ringan Bekerja dimeja, 0,00 – 6,0 – 6,0 – 7,5


(61)

berdiri 2,25 kg 7,5 3.Ringan Menyekop, ringan 2,25 –

9,00

7,5 – 12,0

7,5 – 16,0

4.Sedang Mencangkul 9,00 –

18,00

12,0 – 19,0

16,0 – 30,0

5.Berat Mengayun palu yang

berat

19,00 – 27,00

19,0 – 30,0 6.Sangat berat Memanggul beban 27,00 –

50,00

30,0 – 50,0 7.Luar biasa berat Memanggul karung

berat

Diatas 50 kg B. Sikap Kerja

1.Duduk Bekerja duduk,

ringan

0,00 – 1,0 2.Berdiri diatas dua

kaki

Badan tegak, ditumpu dua kaki

1,0 – 2,5 3.Berdiri diatas satu

kaki

Satu kaki

mengerjakan alat kontrol

2,5 – 4,0

4.Berbaring Pada bagian sisi,

belakang atau depan badan

2,5 – 4,0

5.Membungkuk Badan dibungkukkan

bertumpu pada kedua kaki

4,0 - 10

C. Gerakan Kerja

1.Normal Ayunan bebas dari

palu

0 2.Agak terbatas Ayunan terbatas dari

palu

0 – 5

3.Sulit Membawa beban

berat dengan satu tangan

0 – 5

4.Pada anggota-anggota badan terbatas

Bekerja dengan tangan diatas kepala

5 – 10

5.Seluruh anggota badan terbatas

Bekerja dilorong pertambangan yang sempit

10 - 15

D. Kelelahan Mata *) Pencahayaan baik Buruk

1.Pandangan yang terputus-putus

Membawa alat ukur 0,0 – 6,0 0,0 - 6,0 2.Pandangan yang

hamper terus menerus

Pekerjaan-pekerjaan yang teliti

6,0 – 7,5 6,0 - 7,5 3.Pendangan terus

menerus dengan fokus

Memeriksa cacat-cacat pada kain


(62)

berubah-ubah 12,0 – 19,0 16,0 - 30,0 4.Pandangan terus menerus dengan fokus Pemeriksaan yang sangat teliti

19,0 – 30,0

tetap 30,0 – 50,0

E. Keadaan

temperatur tempat kerja **)

Temperatur ( °C ) Kelemahan Normal Berlebihan

1.Beku Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12

2.Rendah 0 – 13 10 – 0 12 – 5

3.Sedang 13 – 22 5 – 0 8 – 0

4.Normal 22 – 28 0 – 5 0 – 8

5.Tinggi 28 – 38 5 – 40 8 – 100

6.Sangat tinggi Diatas 38 Diatas 40 Diatas 100

F. Keadaan Atmosfer ***)

1. Baik Ruang yang berventilasi baik, udara segar 0 2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (

Tidak Berbahaya )

0 – 5 3. Kurang Baik Adanya debu-debu beracun, atau tidak

beracun tetapi banyak

5 – 10 4. Buruk Adanya bau-bauan berbahaya yang

mengharuskan menggunakan alat-alat pernafasan

10 – 20

G. Keadaan lingkungan yang baik

1. Bersih, Sehat, Cerah dengan kebisingan rendah 0 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 – 10 detik 0 – 1 3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 – 5 detik 1 – 3

4. Sangat bising 0 – 5

5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas

0 – 5

6. Terasa adanya getaran lantai 5 – 10

7. Keadaan-keadaan yang luar biasa 5 – 15

(Sumber : Sutalaksana, Dkk,1979, “Tenik Tata Cara Kerja”, Penerbit Jurusan Teknik Industri ITB, Bandung, Hal 151-153)

Keterangan :

*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan **) Tergantung juga pada keadaan ventilasi

***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim


(1)

Dari total keseluruhan pegawai sebelum penelitian sebanyak 15 orang dan setelah dilakukan penelitian sebaiknya perlu dilakukan perubahan komposisi karyawan yaitu pengurangan karyawan pada proses Trimming dan Wellding masing – masing 1 karyawan, sehingga jumlah total karyawan yang optimal adalah 13 orang. Untuk lebih mudahnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.40 Rekomendasi Jumlah Tenaga Kerja

No Stasiun Kerja Tenaga kerja

(sebelum) Beban kerja

Tenaga Kerja

(optimal) Beban Kerja

1 Extruder Process 3 94.38 % 3 94.38 %

2 Trimming Process 3 66.28% 2 99.42%

3 Wellding Process 4 71.17% 3 94.89%

4 Sewwing Process 3 98.48% 3 98.48%

5 Packing Process 2 97.10 % 2 97.10%


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan terhadap 15 orang tenaga kerja di PT. Altia Classic Automotive Manufacturing Surabaya pada bagian produksi, yang dibagi kedalam 5 stasiun kerja dapat diketahui besar rata-rata beban kerja dari tiap stasiun kerja, antara lain sebagai berikut :

a. Pada Proses Extruder, mempunyai rata-rata beban kerja sebesar 94.38%, sehingga tidak perlu adanya perubahan komposisi tenaga kerja, penambahan ataupun pengurangan jumlah karyawan ( 3 orang ).

b. Pada Proses Trimming, mempunyai rata-rata beban kerja sangat ringan 66.28%, sehingga perlu adanya perubahan komposisi tenaga kerja. Yaitu pengurangan jumlah karyawan ( yang semula 3 orang dikurangi 1 orang operator menjadi 2 orang operator ). Sehingga diperoleh rata-rata beban kerja sebesar 99.42%.

c. Pada Proses Wellding, mempunyai rata-rata beban kerja sangat ringan 71.17%, sehingga perlu adanya perubahan komposisi tenaga kerja. Yaitu pengurangan jumlah karyawan ( yang semula 4 orang dikurangi 1 orang operator menjadi 3 orang operator ). Sehingga diperoleh rata-rata beban kerja sebesar 94.89%.


(3)

d. Pada Proses Sewwing, mempunyai rata-rata beban kerja sebesar 98.48%, sehingga tidak perlu adanya perubahan komposisi tenaga kerja, penambahan ataupun pengurangan jumlah karyawan ( 3 orang ).

e. Pada Proses Packing, mempunyai rata-rata beban kerja sebesar 97.10%, sehingga tidak perlu adanya perubahan komposisi tenaga kerja, penambahan ataupun pengurangan jumlah karyawan ( 2 orang ).

2. Setelah diketahui besarnya beban kerja masing-masing stasiun kerja dapat ditentukan jumlah karyawan yang optimal pada masing-masing bagian, antara lain :

a. Pada Proses Extruder, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 3 operator, setelah dilakukan penelitian tidak perlu adanya pengurangan ataupun penambahan jumlah pegawai.

b. Pada Proses Trimming, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 3 orang, setelah dilakukan penelitian perlu adanya pengurangan jumlah karyawan yaitu 1 orang sehingga jumlah karyawan pada proses Trimming menjadi 2 orang.

c. Pada Proses Wellding, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 4 orang, setelah dilakukan penelitian perlu adanya pengurangan jumlah karyawan yaitu 1 orang sehingga jumlah karyawan pada proses Wellding menjadi 3 orang operator

d. Pada Proses Sewwing, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 3 operator, setelah dilakukan penelitian tidak perlu adanya pengurangan ataupun penambahan jumlah pegawai.


(4)

e. Pada Proses Packing, jumlah pegawai pada kondisi awal sebanyak 2 orang, setelah dilakukan penelitian tidak perlu adanya pengurangan ataupun penambahan jumlah pegawai.

Dari total keseluruhan pegawai sebelum penelitian sebanyak 15 orang dan setelah dilakukan penelitian sebaiknya perlu dilakukan pengurangan karyawan di bagian Trimming dan Wellding Process masing-masing 1 orang, sehingga jumlah total karyawan yang optimal adalah 13 orang.

5.2. Saran

a. Sebaiknya perusahaan memberikan penambahan-penambahan tugas / jobdesk terhadap tiap operator sesuai masing-masing proses, agar dapat mengurangi tingkat kegiatan non produktif atau menganggur.

b. Sebaiknya perusahaan dapat menambah jumlah karyawan untuk masing-masing proses, tentunya dengan penambahan tugas / jobdesk, dimana hal tersebut dapat mengurangi beban kerja tiap operator.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Fatmah, 2007, “ Evaluasi Efisiensi Kerja Dan Jumlah Pegawai Negari Sipil Bagian Tata Usaha Instansi Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur Dengan Pendekatan Metode Work Load Analysis (WLA)”, Tugas Akhir, Teknik Industri, UPN “VETERAN JATIM, Surabaya.

Gaspersz Vincent, 1998, “Manajemen Produktivitas Total”, Penerbit Vincent Foundation kerja sama dengan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

H. Nawawi Hadari, 2005, “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Penerbit Gadjah Mada University.

Maretha Dory Saragih, 2007, “Evaluasi Efisiensi Kerja Karyawan Tata Usaha Fakultas Tennologa Industri UPN “VETERAN” JATIM Dengan Pendekatan Metode Work Load Analysis (WLA)”, Tugas Akhir, Teknik Industri, UPN “VETERAN JATIM, Surabaya.

Prayoga Mega Anggara, 2009, “Evaluasi Beban Kerja dan Optimalisasi Jumlah Karyawan Bagian Produksi Dengan Metode Work Load Analysis ( WLA ) Di PT. Sinar Djaja Can Gedangan-Sidoarjo”, Tugas Akhir, Teknik Industri, UPN “VETERAN” JATIM, Surabaya.

Moekijat, Drs., 1999, “ Manajeman Sumber Daya Manusia (Manajeman Kepegawaian)”, Penerbit Mandra Maju, Bandung.

Mukhyi, M. Abdul, Dkk, 1993, “Penentuan Manajeman Sumber Daya Manusia”, Seri Diklat Kuliah, Penerbit Gundarma, Jakarta.


(6)

Rais Soeyanto M.A, Drs, Dkk, 1997, “ Analisis Jabatan Untuk Meningkatkan Efektivitas Kerja”, Penerbit Airlangga University Press, Surabaya.

Sumanth, D.J, 1985, “ Productivity Engineering And Managemant”, Mc Graw Hill Int. Book Company, Singapore.

Sutalaksana, Dkk, 2006, “ Teknik Perancangan Sistem Kerja”, Penerbit : ITB, Bandung.

Tua Marihot Efendi H.,Drs.,M.Si, “ Manajeman Sumber Daya Manusia”, Penerbit Grasindo, Jakarta.

Wignjosoebroto, Sritomo, 2003, “Ergonomi, Studi gerak dan waktu”, Penerbit PT. Guna Widya, Jakarta.


Dokumen yang terkait

ANALISA BEBAN KERJA DAN JUMLAH TENAGA KERJA YANG OPTIMAL PADA BAGIAN PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DI PT. SURABAYA PERDANA ROTOPACK.

1 3 103

ANALISA BEBAN KERJA PADA BAGIAN PRODUKSI DENGAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) UNTUK MENENTUKAN JUMLAH TENAGA KERJA YANG OPTIMAL DI PT. X - SURABAYA.

0 5 127

ANALISIS BEBAN KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DI PT. CLASSIC PRIMA CARPET.

14 27 96

ANALISIS BEBAN KERJA DAN JUMLAH KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DI PT. SEMESTA BUMINDO DJAYA SURABAYA.

1 1 99

ANALISIS BEBAN KERJA DAN JUMLAH KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN PENGEKATAN METODE WORK LOAD ANALYSIS ( WLA ) DI PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO.

5 12 188

Efisiensi Beban Kerja dan Optimalisasi Jumlah Karyawan Bagian Produksi Dengan Metode Work Load Analysis (WLA) di PT.Inti Daya Persada Waru - Sidoarjo.

2 13 99

KATA PENGANTAR - Efisiensi Beban Kerja dan Optimalisasi Jumlah Karyawan Bagian Produksi Dengan Metode Work Load Analysis (WLA) di PT.Inti Daya Persada Waru - Sidoarjo

0 0 13

ANALISIS BEBAN KERJA DAN JUMLAH KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DI PT. SEMESTA BUMINDO DJAYA SURABAYA

0 0 15

PENGUKURAN BEBAN KERJA DAN OPTIMALISASI JUMLAH KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) (Studi Kasus Di PT. ALTIA CLASSIC AUTOMOTIVE MANUFACTURING RUNGKUT INDUSTRI – SURABAYA)

1 0 15

ANALISIS BEBAN KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DI PT. CLASSIC PRIMA CARPET

0 4 17