PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN.

(1)

i

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Afrenia Wulandari NIM 12111241033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Kecerdasan bukanlah tolak ukur dalam kesuksesan, tetapi dengan kecerdasan kita bisa menggapai kesuksesan”

“Kesuksesan tidak diukur dari sebuah kekayaan, melainkan kesuksesan dapat diukur dari sebuah pencapaian yang kita inginkan”


(6)

vi

PERSEMBAHAN Karya Tulis ini Ku Persembahkan untuk :

1. Ayahku tercinta, Bapak Suharto dan Ibuku tercinta, Ibu Sri Endang Prihatiningsih yang telah memberikan banyak dukungan dan segala kasih sayang.

2. Prodi PG PAUD Universitas Negeri Yogyakarta 3. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta


(7)

vii

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGUKURAN MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN PRAKTIK LANGSUNG PADA ANAK KELOMPOK B1 TKIT AR RAHMAAN PRAMBANAN SLEMAN

Oleh

Afrenia Wulandari NIM 12111241033

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada kelompok B1 TKIT AR-Rahmaan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan pengukuran yang masih rendah dan belum adanya penggunaan metode demonstrasi dan praktik dalam kegiatan pengukuran sehingga kemampuan pengukuran belum optimal.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Proses penelitian dilaksanakan 2 Siklus yaitu Siklus I dan Siklus II pada bulan Juli-Agustus 2016. Subjek penelitian adalah anak kelompok B1 TKIT AR-Rahmaan yang berjumlah 23 anak terdiri dari 13 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan konsep pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kemampuan pengukuran sebesar 57,6% pada siklus I menjadi 88,9% pada Siklus II. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan pengukuran sebagai berikut: 1). Adanya pendemonstrasian cara, langkah dan penggunaan alat pengukuran yang jelas dari guru. 2). Pemberian kesempatan praktik langsung pada anak sebesar-besarnya. 3) Penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi pengukuran. Dengan demikian disimpulkan bahwa metode demonstrasi dan praktik langsung dapat meningkatkan kemampuan pengukuran pada anak kelompok B TKIT AR Rahmaan.

Kata kunci: kemampuan pengukuran, metode demonstrasi, metode praktik langsung, anak kelompok B


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan hidayah dan inayah-Nya sehingga penyusun skripsi dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pengukuran Melalui Metode Demonstrasi Dan Praktik Langsung Pada Anak Kelompok B1 TKIT AR Rahmaan Prambanan Sleman” dapat terselesaikan. Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian pada skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian serta memberikan motivasi pada penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Nur Cholimah, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Nurul Eta Kusuma, S.Pd. AUD, selaku Kepala TKIT AR RAHMAAN Prambanan yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk mengadakan penelitian di TK tersebut.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... B. Identifkasi Masalah ... C. Batasan Masalah... D. Rumusan Masalah... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat Penelitian... G. Definisi Operasional...

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kemampuan Pengukuran anak Usia Dini

1. Pengertian Kemampuan... 2. Pengertian Pengukuran Anak Usia Dini... 3. Satuan Ukuran Baku dan Tidak Baku... 4. Alat Ukur... 5. Jenis–Jenis Pengukuran...

ii iii iv v vi vii ix x xiii xiv xv 1 1 7 7 7 8 8 9 12 12 16 17 19


(11)

xi B. Metode Demonstrasi

1. Pengertian Metode Demonstrasi... 2. Manfaat Metode Demonstrasi... 3. Kelebihan Metode Demonstrasi... C. Metode Praktik Langsung

1. Pengertian Metode Praktik Langsung... 2. Manfaat Metode Praktik Langsung... 3. Kelebihan Metode Praktik Langsung... D. Hakekat Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini... E. Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini... 2. Tahapan Perkembangan kognitif Anak Usia Dini... 3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun... 4. Tujuan Peningkatan Perkembangan Kognitif... 5. Indikator Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun... F. Matematika Anak Usia Dini

1. Pengenalan Matematika Anak Usia Dini... G. Penelitian yang Relevan...

H. Kerangka Pikir... I. Hipotesis Tindakan...

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian... B. Setting Penelitian... C. Subjek dan Objek Penelitian... D. Model Penelitian... E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan... F. Teknik Pengumpulan Data... G. Instrumen Pengumpulan Data... H. Teknik Analisis Data...

20 21 21 23 24 24 25 27 28 29 30 30 32 33 34 36 37 38 38 38 39 41 42 45


(12)

xii

I. Indikator Keberhasilan...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian... 2. Deskripsi Kondisi awal Anak Sebelum Tindakan... 3. Pelaksanaan Pra Tindakan... 4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus I... 5. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus II... B. Pembahasan... C. Keterbatasan Penelitian...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

47

48 48 49 53 74 95 102

103 103 104 108


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Kemampuan Pengukuran... 43 Tabel 2. Rubrik Penilaian Instrumen Kemampuan mengukur... 43 Tabel 3. Hasil Pengamatan Kemampuan Kemampuan Pengukuran

Pada Siklus I... 67 Tabel 4. Hasil Pengamatan Kemampuan Pengukuran

Pada Siklus I... 90 Tabel 5. Perbandingan Kemampuan Pengukuran Panjang


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Alur PTK Kemmis & Taggart... 39

Gambar 2. Data Observasi Pra Tindakan Kemampuan Pengukuran... 51

Gambar 3. Data Observasi Pra Tindakan Setiap Anak pada Kemampuan Pengukuran... 51

Gambar 4. Data Perbandingan Observasi Kemampuan Pengukuran Pra Tindakan dan Siklus I... 68

Gambar 5. Data Observasi Kemampuan Pengukuran Panjang Siklus I... 69

Gambar 6. Data Observasi kemampuan pengukuran berat siklus I... 70

Gambar 7. Data Observasi kemampuan pengukuran volume siklus I... 71

Gambar 8. Data Kumulatif Perbandingan Hasil Observasi Kemampuan Pengukuran Siklus I ... 91

Gambar 9. Data Observasi kemampuan Pengukuran Panjang Siklus II... 92

Gambar 10. Data Observasi Kemampuan Pengukuran Berat Siklus II... 92

Gambar 11. Data Observasi Kemampuan Pengukuran Volume Siklus I... 93


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

1. Surat Keterangan Penelitian... 109

2. Instrumen Penelitian... 113

3. RKH penelitian... 116

4. Rekapitulasi Data Penelitian... 169


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia. Dalam Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha yang direncanakan guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan di Indonesia dimulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan anak usia dini merupakan modal dasar yang akan menjadi landasan penting bagi perkembangan anak selanjutnya. Berdasarkan Undang–Undang No 20 Tahun 2003, Pasal 1 butir 14 tentang sistem pendidikan nasional, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak dapat memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Menurut NAEYC (National Association for The Education Young Children) dalam Sujiono (2009: 6), anak usia dini atau early childhood adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun. Sedangkan menurut Subdirektorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) membatasi pengertian istilah usia dini pada


(17)

2

anak usia 0-6 tahun, yakni hingga anak menyelesaikan masa Taman Kanak-Kanak (Undang - undang Sisdiknas tahun 2003)

Anak usia 0-8 tahun adalah masa the golden age atau masa keemasan, dimana pada usia ini anak dapat menyerap segala informasi mencapai 80%. Menurut berbagai penelitian di bidang neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Slamet Suyanto, 2005: 6). Anak pada masa ini memiliki potensi yang besar dalam mengoptimalkan berbagai aspek perkembangan seperti aspek kognitif, bahasa, sosial emosional, fisik motorik dan nilai agama serta moral. Sehingga diperlukan adanya pemberian stimulasi agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Salah satu aspek terpenting dari beberapa aspek perkembangan pada anak usia dini adalah aspek perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif pada anak usia dini berkembang sangat pesat dimana pada masa ini anak memiliki rasa ingi tahu yang sangat tinggi dan memiliki keinginan besar untuk mencoba hal–hal baru. Menurut Jean Piaget dalam Slamet Suyanto (2005: 53), tahap perkembangan kognitif anak usia dini yaitu sensori motorik (usia lahir-2 tahun), pra-operasional (usia 2-7 tahun), operasi operasi berpikir konkret (usia 7-11 tahun), dan operasi operasi berfikir formal (usia 11–Dewasa).

Berdasarkan pada uraian tahapan perkembangan yang dikemukakan piaget tersebut berarti anak usia Taman Kanak-kanak berada dalam tahapan pra-operasional. Pada fase ini fungsi simbolis anak berkembang pesat. Fungsi


(18)

3

simbolis berkaitan dengan kemampuan seorang anak untuk membayangkan tentang suatu objek atau benda secara mental, tanpa kehadiran suatu benda secara konkret (Dwi Yulianti, 2010: 10).

Salah satu pembelajaran yang dapat merangsang aspek perkembangan kognitif pada anak usia Taman Kanak-Kanak yaitu melalui pembelajaran matematika. Menurut Slamet Suyanto (2008: 47), pembelajaran matematika untuk anak usia Taman Kanak-kanak sudah sering dilaksanakan dengan tujuan bukan sekedar untuk berhitung tetapi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, terutama aspek kognitif. Di samping itu, matematika juga berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan anak, khususnya kecerdasan yang oleh gardner disebut logico mathematics yaitu kecerdasan berpikir secara logis dan matematis.

Menurut Slamet Suyanto (2005: 162) konsep matematika anak usia dini meliputi hal hal sebagai berikut 1 ) memilih, membandingkan dan mengurutkan, 2) klasifikasi, 3) menghitung, 4) angka, 5) pengukuran, 6) geometri, 7) membuat grafik, 8) pola, 9) problem solving. Diantara beberapa konsep yang telah diuraikan di atas salah satu konsep yang perlu dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah konsep pengukuran.

Pembelajaran tentang konsep pengukuran sangat diperlukan karena konsep pengukuran panjang, massa dan volume sangat berkaitan erat dalam kehidupan sehari hari anak. Anak memerlukan pengalaman dalam mengukur benda-benda yang ada di sekitarnya agar anak dapat mengetahui konsep tentang ukuran barang-barang yang ada di sekelilingnya (Seefeldt dan Wasik, 2008: 401). Konsep


(19)

4

pengukuran yang di berikan kepada anak hendaknya disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Tidak hanya melalui pemberian tugas pada lembar kerja anak tetapi juga harus melalui praktik langsung menggunakan benda benda nyata (riil) serta menggunakan alat ukur yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

Soli Abimanyu,dkk (2008: 5) menyatakan bahwa kegiatan pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Anak membandingkan suatu besaran yang diukur dengan alat ukur. Pengukuran pada anak usia dini dilakukan secara bertahap, pada awalnya dikenalkan dengan kegiatan membandingkan panjang, besar, berat, dan lain-lain. Kemudian dengan benda-benda di sekitarnya, lalu mulai diperkenalkan dengan ukuran seperti meter, gram, liter, dan lain-lain yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan anak.

Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan di TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman tentang kemampuan pengukuran pada kelompok B1 memperoleh hasil dari 23 anak di dalam kelas tersebut hanya terdapat 7 anak yang mampu melakukan kegiatan pengukuran. Sehingga didapatkan bahwa 16 anak belum mampu dalam kemampuan pengukuran (data dapat di lihat pada lampiran). Pembelajaran pengukuran di TKIT AR RAHMAAN masih kurang optimal karena penggunaan media yang kurang sesuai dengan materi sehingga motivasi anak dalam mengikuti pembelajaran menurun, kurangnya penjelasan dari guru terhadap materi yang akan disampaikan, perhatian guru kurang menyeluruh sehingga banyak anak yang kurang memperhatikan kemudian ramai sendiri saat pembelajaran berlangsung, kegiatan yang monoton membuat anak cepat bosan,


(20)

5

tidak adanya keterlibatan anak dalam pembelajaran sehingga anak menjadi kurang aktif dan metode yang digunakan kurang tepat dengan materi yang akan disampaikan seperti kemampuan pengukuran hanya menggunakan metode pemberian tugas saja.

Penggunaan metode yang tepat mampu meningkatkan kemampuan pengukuran pada anak. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kemampuan pengukuran ialah metode demonstrasi dan praktik langsung. Pada TKIT AR-Rahmaan belum menggunakan metode demonstrasi dan praktik langsung dalam kegiatan pengukuran. Metode demonstrasi merupakan cara untuk menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Dengan metode ini menurut Dwi Yulianti (2010: 38) guru dapat meningkatkan pemahaman melalui pengelihatan dan pendengaran, anak dapat diminta untuk memperhatikan dan mendengarkan baik baik semua penjelasan guru sehingga anak lebih paham tentang cara mengerjakan sesuatu.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Anita (2005: 185) bahwa metode demonstrasi merupakan metode yang efektif untuk membantu anak mencari jawaban atas pernyataan “bagaimana caranya?”, “apa bahannya?”, “cara mana yang paling sesuai?”, “apakah benar atau tidak?” dengan metode demonstrasi terdapat proses mencoba sesuatu dan mengamati proses serta hasilnya. Sedangkan metode praktik akan menyempurnakan metode demonstrasi dimana metode ini merupakan suatu metode dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seperti diperagakan dengan harapan anak didik


(21)

6

menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud (Fathurrahman, 2007: 64)

Terkait dengan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya maka kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengukur hendaknya menggunakan metode yang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Kemampuan pengukuran pada anak memerlukan pengalaman dalam mengukur benda-benda yang ada di sekitarnya sehingga perlu adanya kegiatan mengukur secara praktik langsung menggunakan sebuah alat ukur yang nyata (riil) akan lebih mudah diterapkan anak dalam menentukan sebuah ukuran, serta penggunaan metode demonstrasi yang jelas akan menambah pengetahuan anak tentang cara, langkah dan penggunaan alat dalam pengukuran.

Berdasarkan beberapa uraian dari hasil observasi dan wawancara, maka peneliti mempunyai keinginan untuk meningkatkan kemampuan pengukuran di kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman melalui metode demonstrasi praktik langsung. Melihat beberapa paparan di atas penulis mengambil judul “Peningkatan Kemampuan Pengukuran Melalui Metode Demonstrasi dan Praktik Langsung pada Anak Kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman’’.


(22)

7 B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pra tindakan di Kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman beberapa anak belum mampu dalam kegiatan pengukuran.

2. Kurangnya penjelasan dari guru terhadap materi yang akan disampaikan. 3. Kurang terlibatnya anak dalam kegiatan pembelajaran sehingga anak menjadi

kurang aktif.

4. Perhatian guru terhadap anak kurang, sehingga anak ramai sendiri.

5. Penggunaan media pembelajaran kurang sesuai dengan materi, dapat menurunkan motivasi belajar anak.

6. Penggunaan metode pembelajaran yang belum tepat. 7. Kegiatan yang monoton membuat anak cepat bosan.

8. Belum dilaksanakannya kegiatan pengukuran menggunakan metode demonstrasi dan praktik langsung.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas dengan melihat keterbatasan peneliti, maka peneliti hanya membatasi penelitian ini pada peningkatan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada anak Kelompok B1 TKIT AR Rahmaan Prambanan Sleman.


(23)

8 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka topik yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Tujuan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan Sleman’’

F. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang peningkatan kemampuan pengukuran ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :

1. Bagi Anak

a. Kemampuan pengukuran anak akan meningkat.

b. Dengan menggunakan metode pembelajaran demonstrasi dan praktik langsung menggunakan alat ukur konkret menjadikan anak lebih memahami konsep pengukuran dan berperan aktif dalam pembelajaran. 2. Bagi Guru

a. Dengan kemampuan pengukuran menggunakan alat ukur yang konkret dapat menambah referensi media yang digunakan agar lebih bervariatif. b. Bisa memberikan tambahan pengetahuan metode melalui demonstrasi dan


(24)

9 3. Bagi Sekolah (Kepala Sekolah)

Dapat meningkatkan sarana prasarana yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar seperti kegiatan kemampuan pengukuran.

4. Bagi peneliti

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai pembelajaran di PAUD. Khususnya tentang konsep pengukuran pada anak usia dini.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disimpulkan beberapa definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan Pengukuran

Kegiatan pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Anak membandingkan suatu besaran yang diukur dengan alat ukur. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tiga jenis pengukuran, yaitu pengukuran panjang, volume, dan berat. Berikut penjelasan dari ketiga pengukuran tersebut:

Adapun kemampuan pengukuran yang akan ditingkatkan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

b. Pengukuran panjang adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan mampu menentukan ukuran panjang pendek suatu objek.


(25)

10

c. Pengukuran massa atau berat adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan mampu menentukan ukuran berat suatu objek

d. Pengukuran volume atau isi adalah kegiatan mengukur dengan tepat dan menentukan ukuran volume suatu objek.

2. Metode Demonstrasi dan Praktik Langsung

Penggunaan metode yang tepat akan mampu meningkatkan kempampuan anak dalam pengukuran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan ialah metode demonstrasi dan praktik langsung. Metode demonstrasi merupakan cara untuk menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Dengan metode ini guru dapat meningkatkan kemampuan anak melalui pengelihatan dan pendengaran, anak dapat diminta untuk memperhatikan dan mendengarkan baik baik semua penjelasan guru sehingga anak lebih paham tentang cara mengerjakan sesuatu. Sedangkan metode praktik langsung merupakan metode yang melibatkan anak secara langsung dalam kegiatan pembelajaran sehingga anak dapat mempraktikan apa yang telah didemonstrasikan oleh guru kemudian anak bisa memperoleh pengalaman.

Anak belajar dengan cara melakukan akan memberi peluang sebesar 90% berhasil. Salah satu metode belajar yang memberi peluang itu yaitu metode demonstrasi dan praktik langsung. Dengan kedua metode ini anak diminta untuk menunjukan apa yang telah diketahuinya dan mencari jawaban atas pertanyaan “bagaimana caranya ? Apa Bahannya ? Cara mana yang sesuai ? Apakah benar atau tidak ?”. Sehingga guru dan anak akan memperlihatkan suatu proses dengan kata lain terdapat proses mencoba sesuatu dan mengamati proses dan hasil.


(26)

11

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peningkatan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi dan praktik langsung adalah anak akan mempelajari tentang kemampuan pengukuran melalui kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis dengan cara guru mendemonstrasikan secara jelas materi yang akan dipelajari anak dari segi prosesnya, prosedur atau langkah–langkah apa saja yang akan dilakukan anak dan pengenalan bahan serta alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran, kemudian anak melakukan pengukuran secara praktik agar dapat memperoleh pengalaman mengukur secara langsung. Pengukuran ini dibatasi pada pengukuran panjang, massa dan volume saja.


(27)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A.KEMAMPUAN PENGUKURAN ANAK USIA DINI 1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara fisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir, belajar, dan dari pengalaman (Soehardi, 2003: 24). Menurut kamus besar bahasa indonesia (Hasan Alwi, 2002: 88) kemampuan berasal dari kata mampu yang pertama kuasa (bisa sanggup) melakukan sesuatu dan kedua berada. Kemampuan sendiri mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan. Sedangkan Anggiat M.Sinaga dan Sri Hadiati (2001: 34) mendefenisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah suatu kegiatan fisik atau mental berupa kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan yang dilakukan sesorang berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan. 2. Pengertian Pengukuran Anak Usia Dini

Dalam kehidupan sehari hari sering kita jumpai hal–hal yang berkaitan dengan pengukuran baik pengukuran panjang, berat, dan volume. Sehingga pengenalan konsep pengukuran hendaknya dikenalkan kepada anak sejak usia dini. Agar dalam kehidupan pada tahapan selanjutnya anak sudah mampu memahami sebuah konsep pengukuran seperti mengenal konsep panjang, berat, dan volume dengan mudah. Bob Foster (2004: 2), menyatakan bahwa pengukuran didefinisikan sebagai upaya untuk membandingkan sesuatu (besaran) dengan


(28)

13

satuan yang lain yang dipakai sebagai sebuah patokan. Besaran merupakan sesuatu yang dapat diukur, misalnya panjang, waktu, massa, dan lain-lain, sedangkan satuan adalah nilai dari suatu besaran misalnya, meter, sekon, kilogram, dan lain-lain.

Adapun beberapa definisi pengukuran anak usia dini yaitu menurut Bob Harjanto (2011: 79) anak dapat mengukur sejak usia dini jika guru menggunakan ukuran tidak baku, misalnya “sekian sendok” atau beberapa langkah”. Ukuran baku seperti sentimeter atau kilogram tidak diperkenalkan oleh guru disekolah sampai mereka memperoleh banyak pengalaman mengukur dengan satuan informal seperti pensil dan jepit-jepit kertas. Dengan bertambah besarnya anak dan guru dapat menyebut satu-satuan baku bilamana kesempatan itu muncul.

Definisi selanjutnya menurut Lestari (2011: 20), anak belajar pengukuran dari berbagai kesempatan melalui kegiatan yang membutuhkan kreativitas. Tahap awal anak tidak menggunakan alat, tetapi mengenalkan konsep lebih panjang, lebih pendek, lebih ringan, cepat, dan lebih lambat. Tahap berikutnya, anak diajak menggunakan alat ukur bukan baku, seperti pita, sepatu, dan lain lain. Pada tahap lebih tinggi lagi, anak diajak menggunakan jam dinding, penggaris, skala, termometer. Dari beberapa pendapat di atas juga senada dengan pendapat Slamet Suyanto (2005: 158) yang menyatakan bahwa anak dapat mengukur ukuran suatu benda dengan berbagai cara, dimulai dari ukuran non baku menuju ukuran yang baku.

Rosalind Charlesworth dan Karen K. Lind (1990: 218) dalam buku yang berjudul Sains and Math menyatakan bahwa pengukuran merupakan salah satu


(29)

14

keterampilan matematika yang sangat berguna. Pengukuran melibatkan dengan pemberian bilangan pada suatu benda sehingga dapat dibandingkan dalam sifat atau atribut yang sama. Penggunaan angka dapat digunakan untuk menyatakan beberapa sifat atau atribut seperti volume, berat, panjang dan temperature. Satuan baku seperti gelas ukur, liter, kilometer, meter, pon, gram, dan derajat dapat menyatakan suatu ukuran dengan pasti.

Rosalind Charlesworth dan Karen K. Lind (1990: 218) juga menyebutkan bahwa konsep pengukuran berkembang melalui 5 tahap. Tahap pertama, merupakan tahap bermain, pada tahap ini anak meniru anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Anak bermain tentang pengukuran menggunakan penggaris, gelas ukur atau sendok takar, seperti kegiatan orang lain yang mereka lihat. Anak menuangkan pasir, air, beras dan kacang-kacangan dari satu wadah ke wadah lain menunjukkan bahwa volume memiliki banyak bentuk atau sifat. Anak mengangkat dan memindahkan suatu benda sebagai pembelajaran mengenai berat. Anak mencatat bahwa seseorang yang lebih besar darinya mampu melakukan lebih banyak hal darinya, dari hal ini anak belajar mengenai tinggi. Anak belajar bahwa lengannya yang pendek tidak selalu dapat meraih benda-benda yang diinginkannya, dari hal ini anak belajar mengenai panjang. Ketika anak memilih minuman panas atau dingin, air panas atau dingin untuk mandi, anak belajar mengenai suhu.

Tahap yang kedua, dalam perkembangan konsep adalah membandingkan. Hal ini berlangsung pada tahap praoperasional. Anak selalu memandingkan lebih besar dan lebih kecil, lebih berat dan lebih ringan, lebih panjang dan lebih pendek


(30)

15

serta lebih panas dan lebih dingin. Tahap ketiga, muncul pada akhir tahap praoperasional dan pada awal operasional konkret adalah anak belajar untuk menggunakan satuan yang sewenang-wenang. Pada tahap ini, anak akan menggunakan segala hal yang dimilikinya sebagai satuan dalam mengukur. Anak akan mencoba untuk mencari sesuatu dengan satuan sewenang-wenang.

Anak belajar mengenali konsep yang dia perlukan untuk memahami satuan baku. konsep ukuran dimulai pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini akan mulai memahami dan menggunakan satuan baku. Pada tahap ke empat, anak memasuki kelas awal sekolah dasar, anak mulai memahami akan kebutuhan ukuran baku dan menuju pada tahap lima yaitu anak sudah menggunakan ukuran baku.

Melalui pembelajaran kemampuan pengukuran untuk anak usia dini. Diharapkan perkembangan kognitif anak dapat terstimulasi. Seperti yang tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 58 tahun 2009 dinyatakan bahwa dalam perkembangan anak usia 5-6 tahun terdapat kemampuan kognitif yang harus dikembangkan, meliputi kemampuan pengetahuan umum, sains, konsep bentuk, warna, ukuran, pola dan konsep bilangan,lambang bilangan dan huruf.

Hal tersebut Senada dengan Piaget dalam Sujiono (2009: 60) yang menjelaskan bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun pengetahuan melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial di lingkungan sekitar. Salah satu pengembangan aspek kognitif adalah konsep ukuran. Kemampuan anak dalam mengenal konsep ukuran berhubungan


(31)

16

dengan mengukur, menimbang, mengurutkan, mengklasifikasikan, memilih, dan membandingkan.

Dari beberapa definisi pengukuran di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran anak usia dini adalah merupakan suatu kegiatan pemberian bilangan pada suatu benda dengan sebuah patokan. Anak dapat memahami, mempelajari dan mencari tahu tentang suatu objek pengukuran melalui sebuah pengalaman konkret. Pengukuran pada anak usia dini dilakukan mula-mula dengan pengenalan tentang lebih panjang atau pendek, lebih banyak atau sedikit kemudian dikenalkan dengan pengukuran menggunakan alat ukur yang tidak baku dan apabila anak sudah mampu dilanjutkan menggunakan alat ukur yang baku.

3. Satuan Ukuran Baku dan Tidak Baku

Satuan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan anak tentang pengukuran adalah satuan ukuran yang baku dan tidak baku. Sesuai dengan pendapat Sudaryanti (2006: 13) bahwa untuk mengenalkan pengukuran pertama-tama anak dikenalkan dengan alat ukur yang tidak baku. Setelah anak paham tentang pengukuran non baku atau tidak baku, kenalkan anak pada pengukuran baku atau baku. Adapun yang dimaksud satuan baku dan tidak baku ialah sebagai berikut,

a. Satuan Ukuran Tidak Baku

Satuan atau alat ukur tidak baku adalah satuan yang ditetapkan sebagai satuan ilmiah yang memililki beberapa kelemahan karena mempunyai sifat ukuran yang dapat berubah–ubah. Satuan tidak baku seperti menggunakan jengkal, depa, depa,kaki, telapak tangan dan lain lain. (Memet Mulyadi : 2012). Satuan tak baku


(32)

17

adalah satuan apabila digunakan oleh orang yang berbeda dapat menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda. Contoh: mengukur panjang meja menggunakan kilan (panjang/jarak antara ujung ibu jari dengan kelingking). Hasil pengukuran orang dewasa akan lain dibandingkan dengan hasil pengukuran anak kecil.

b. Satuan Ukuran Baku

Satuan baku yaitu pengukuran yang satuannya sudah ditetapkan dan tidak dapat berubah–ubah. Satuan baku merupakan satuan yang telah diakui dan disepakati pemakaiannya secara internasional atau disebut dengan satuan internasiaonal (SI) seperti halnya, meter, centimeter, liter, gram, kilogram dan sebagainya. (Memet Mulyadi: 2012). Satuan baku adalah satuan yang apabila digunakan oleh siapa pun akan menghasilkan hasil pengukuran yang sama. Contoh: mengukur meja yang panjangnya satu meter menggunakan meteran. Siapapun yang mengukur akan memperoleh hasil pengukuran panjang satu meter. Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa satuan ukur memiliki dua kategori yaitu tidak baku dan baku. Dimana satuan ukur tidak baku merupakan satuan ukur yang memiliki kelemahan mempunyai sifat ukuran yang berubah-ubah sedangkan satuan ukur baku adalah satuan yang telah diakui secara internasional dan bersifat tetap.

4. Alat Ukur

Alat ukur adalah sesuatu yang digunakan untuk mengukur sesuatu besaran. Berbagai macam alat ukur memiliki tingkat ketelitian tertentu. Hal ini tergantung pada skala terkecil alat ukur tersebut. Semakin kecil satuan ukur yang tertera pada


(33)

18

alat ukur maka semakin tinggi ketelitian alat ukur tersebut (Memet Mulyadi, 2012).

a. Alat Ukur Panjang

Alat ukur baku panjang misalnya penggaris dan meteran, mistar adalah salah satu ukur panjang yang secara umum dikenal oleh anak. Pada pembacaan skala, kedudukan mata pengamat harus tegak lurus dengan skala yang dibaca. Kemudian alat ukur tidak baku seperti depa, jengkal, kaki, hasta, telapak tangan dan sebagainya.

b. Alat Ukur Berat

Alat ukur baku yang digunakan untuk mengukur berat suatu benda salah satunya adalah neraca atau timbangan. Timbangan ada yang berupa timbangan jungkat- jungkit, timbangan digital dan timbangan jarum. Untuk alat ukur tidak baku seperti timbangan buatan yang dibuat oleh guru.

c. Alat Ukur Volume

Alat yang digunakan untuk mengukur isi (volume) antara lain gelas ukur dan sendok ukur. Kemudian untuk alat tidak baku seperti gelas biasa, gayung, ember dan sebagainya.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa alat ukur memiliki tingkat ketelitian tertentu. Semakin kecil satuan ukurnya akan semakin tinggi ketelitiannya. Alat ukur yang digunakan unuk pengukuran anak usia dini bersifat tidak baku dan baku. Dapat juga dibuat oleh guru seperti penggaris buatan dan timbangan buatan.


(34)

19 5. Jenis–Jenis Pengukuran

Dari beberapa jenis pengukuran peneliti mengambil tiga jenis pengukuran, yaitu pengukuran panjang, volume, dan massa. Hal tersebut dikarenakan ketiga pengukuran tersebut merupakan kemampuan yang harus dikembangkan pada anak TK kelompok B seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Berikut penjelasan dari ketiga pengukuran tersebut:

a. Pengukuran Panjang

Panjang merupakan suatu besaran pokok yang digunakan untuk mengukur jarak dari satu titik ke titik di ujung lain (Okky indra, 2008: 6). Satuan yang digunakan untuk menyatakan panjang adalah meter. Dan alat ukur baku untuk mengukur panjang adalah mistar, rol meter, jangka sorong, dan mikrometer skrup (Abdul Khalim, dkk 2004: 11).

b. Pengukuran Volume

Walle (2008: 129), menerangkan bahwa volume adalah istilah untuk ukuran benda tiga dimensi, istilah volume digunakan untuk menunjuk ke kapasiatas wadah tapi juga dapat digunakan untuk ukuran bangun ruang. Sedangkan menurut Okky indra (2008: 26) volume adalah jumlah luas yang bisa ditempati pada bangun ruang. Alat ukur baku untuk mengukur volume bisa dengan menggunakan gelas ukur.

c. Pengukuran Massa atau Berat

Massa dan berat merupakan 2 hal yang berbeda massa adalah jumlah zat dalam suatu benda dan ukuran gaya yang dibutuhkan untuk mempercepatnya,


(35)

20

sedangkan berat adalah ukuran tarikan atau gaya gravitasi pada sebuah benda (Walle, 2008: 131). Sejalan dengan Abdul Khalim, dkk (2004: 11-15), yang menyatakan massa suatu benda adalah banyaknya zat yang dikandung oleh benda tersebut. Tetapi untuk anak TK jangan diberi konsep massa dan berat, tetapi cukup dengan berat saja meskipun yang benar adalah massa (Slamet Suyanto, 2005: 77).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengukuran ini peneliti hanya akan melakukan penelitian tentang pengukuran panjang, berat dan volume saja.

B. METODE DEMONSTRASI 1. Pengertian Metode Demonstrasi

Menurut Moeslichatoen (2004: 27), Metode demonstrasi berarti menunjukan, mengerjakan, dan menjelaskan. Jadi dalam demonstrasi kita menunjukan dan menjelaskan cara–cara mengerjakan sesuatu. Melalui demonstrasi diharapkan anak dapat mengenal langkah–langkah pelaksanaan. Moeslichatoen (2004: 113) memperjelas bahwa dengan kegiatan demonstrasi, guru dapat meningkat pemahaman anak melalui pengelihatan dan pendengaran. Anak diminta untuk memperhatikan dan mendengarkan baik baik semua keterangan guru sehingga ia lebih paham tentang cara mengerjakan sesuatu. Dengan demikian selajutnya anak dapat meniru bagaimana caranya melakukan hal tersebut seperti yang dicontohkan oleh guru.

Menurut Sujiono (2008: 7). Metode demonstasi adalah cara memperagakan atau mempertunjukkan sesuatu atau proses dari suatu kejadian atau peristiwa.


(36)

21

Guru dituntut mendemonstrasikan sesuatu harus jelas, alat peraga harus dipersiapkan terlebih dahulu, agar pada saat mendemonstrasikan sesuatu tidak terhambat atau terganggu. Kemudian menurut Mukhtar Latif dkk (2013: 114) pembelajaran melalui metode demonstrasi adalah suatu perolehan pengalaman belajar yang dirancang secara khusus untuk menunjukan, mengerjakan, dan menjelaskan suatu objek atau proses dari suatu peristiwa yang dilakukan.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara menunjukan, mengerjakan, dan menjelaskan tentang suatu proses kegiatan secara lebih detail. 2. Manfaat Metode Demonstasi

Menurut Moeslichatoen (2004: 113), metode demonstrasi dapat dipergunakan untuk memenuhi dua fungsi. Pertama, dapat dipergunakan untuk memberikan ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada anak. Bagi anak melihat bagaimana sesuatu peristiwa berlangsung, lebih menarik, dan merangsang perhatian, serta lebih menantang daripada hanya mendengar penjelasan guru. Kedua, metode demonstrasi dapat membantu meningkatkan daya pikir anak TK terutama daya pikir anak dalam peningkatan kemampuan mengenal, mengingat, berpikir konvergen, dan berpikir evaluatif.

3. Kelebihan Metode Demonstrasi

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008: 211) adapun kelebihan dari metode demonstrasi adalah sebagai berikut,

a. Perhatian anak dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingg hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Di samping itu,


(37)

22

perhatian anak pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainya.

b. Dapat membimbing anak ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.

c. Ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek. d. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan dengan hanya

membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya.

e. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak.

f. Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasi.

Sedangkan menurut Muhyidin (2014: 89) kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut,

a. Proses pembelajaran lebih menarik

b. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda

c. Memudahkan berbagai jenis penjelasan

d. Kesalahan–kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dari contoh konkret, dengan cara menghadirkan objek sebenarnya


(38)

23

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode demonstrasi adalah Metode ini memberikan kejelasan suatu informasi kepada anak dengan cara lebih menarik, dan merangsang perhatian, serta dapat membantu meningkatkan daya pikir anak dalam memahami sesuatu.

C. METODE PRAKTIK LANGSUNG 1. Pengertian Metode Praktik Langsung

Praktik langsung, atau hands–on learning, adalah istilah yang umum dalam pembelajaran sains. Praktik langsung merupakan pengalaman pendidikan yang melibatkan anak secara aktif dalam manipulasi objek untuk menambah pengetahuan atau pengalaman (Haury & Rillero, 1994). Meinhard (Haury & Rillero, 1994) mengemukakan bahwa kegiatan praktik langsung adalah kegiatan menggunakan objek, berupa makhluk hidup maupun benda mati, yang tersedia secara langsung untuk penelitian.

Flick (Haury & Rillero, 1994) mengemukakan dua pandangan umum tentang praktik langsung, yaitu pengertian secara luas dan sempit. Pertama, praktik langsung secara luas dimaknai sebagai sebuah filosofi tentang cara dan waktu penggunaan berbagai macam stategi pengajaran yang diperlukan untuk mengatur keberagaman kelas. Kedua, praktik langsung secara sempit dimaknai sebagai strategi instruksi spesifik, yaitu saat anak terlibat aktif dalam memanipulasi material (Haury & Rillero, 1994).

Sedangkan menurut Fatthurrahman (2007: 64) praktik langsung merupakan suatu metode dengan memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau


(39)

24

benda, seperti diperagakan dengan harapan anak didik menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat mempraktikkan materi yang dimaksud.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran praktik langsung adalah metode dimana anak dapat terlibat secara langsung dalam sebuah pembelajaran melalui pemberian materi kemudian diperagakan menggunakan suatu alat atau benda.

2. Manfaat Metode Praktik Langsung

Manfaat penggunaan metode praktik langsung menurut Niffa (2014) adalah sebagai berikut:

a. Anak akan lebih mengaplikasikan materi yang disampaikan oleh guru. b. Anak mampu membuktikan dan mempercayai sebuah teori setelah ia

melakukan praktik.

c. Anak menjadi tidak bingung dengan teori yang disampaikan. d. Anak langsung dihadapkan dengan permasalahan yang nyata. e. Keterampilan anak meningkat

3. Kelebihan Metode Praktik Langsung

a. Kelebihan metode praktik langsung menurut Juono (2013)

1) Diperolehnya perubahan perilaku psikomotor bentuk keterampilan. 2) Mempermudah dan memperdalam pemahaman tentang berbagai teori

yang terkait dengan praktek.

3) Meningkatkan motivasi dan gairah untuk semangat belajar 4) Melatih koordinasi otak, mata, tangan dan kaki


(40)

25

b. Kelebihan metode praktik langsung menurut Anisa (2011)

1) Pembelajaran lebih bermakna sebab secara langsung dapat mempelajari dan memecahkan masalah secara langsung

2) Metode ini sangat sesuai dengan model pembelajaran kontruktivisme yang sedang dikembangkan dalam pembelajaran saat ini, yaitu merangsang anak untuk berpikir dalam memecahkan masalah

3) Siswa lebih mudah mengerti dan memahami

4) Siswa bisa lebih langsung mempraktikkan setelah mendapat teori

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode praktik langsung adalah dapat meningkatkan pemahaman dari sebuah teori, meningkatkan keterampilan motorik dan membantu pemecahan masalah secara langsung dalam suatu kegiatan melalui kegiatan praktik yang dilakukan.

D. HAKEKAT ANAK USIA DINI 1. Pengertian Anak Usia Dini

Terdapat beberapa definisi tentang anak usia dini. Definisi yang pertama yaitu menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children) dalam Soemantri Padmonodewo (2003: 43), Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0–8 tahun, yang tercakup dalam program pendidikan di Taman Penitipan Anak, penitipan anak pada keluarga, pendidikan prasekolah baik itu swasta ataupun negeri, TK, dan SD. Sedangkan, menurut UndangUndang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 14 yang menyatakan bahwa anak usia dini merupakan masa dimana seorang anak berada pada rentan usia lahir sampai usia enam tahun. Pendapat ini


(41)

26

sejalan dengan Direktorat PAUD (2002: 8) yang menyatakkan bahwa Anak usia dini adalah anak usia 0-6 tahun, yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan sangat berpengaruh pada kehidupan selanjutnya, anak usia dini juga diartikan sebagai anak prasekolah.

Definisi selanjutnya menurut Mansur (2005: 88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Definisi tersebut senada dengan Dwi yulianti (2010: 7) yang menyatakan bahwa anak usia dini yang berada pada rentan usia 0-6 tahun merupakan anak yang sedang membutuhkan pendidikan untuk menstimulasi semua aspek perkembangannya, baik perkembangan fisik maupun psikis yang meliputi perkembangan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial emosional.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini dalam peraturan pendidikan di indonesia adalah anak yang berada pada rentang usia 0–6 tahun sedangkan dalam peraturan internasional anak usia dini berada dalam rentan usia 0–8 tahun. Anak usia dini adalah anak yang sedang dalam tahapan perkembangan dan pertumbuhan yang pesat sehingga diperlukan adanya stimulasi agar pertumbuhan serta pekembangannya dapat optimal. Pemberian stimulasi tersebut dapat diberikan pendidikan dalam lingkungan keluarga, PAUD jalur non formal seperti tempat penitipan anak (TPA) atau kelompok bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan RA.


(42)

27

E. ASPEK PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI 1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Menurut Gagne dalam Jamaris (2006: 18), kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berfikir. Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf. Sedangkan menurut Piaget dalam Slamet Suyanto (2005 : 94) menyatakan bahwa perubahan perilaku akibat belajar merupakan hasil dari perkembangan kognitif anak yaitu kemampuan anak untuk berpikir tentang lingkungan sekitarnya. Kemampuan berfikir ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu maturasi (proses menjadi dewasa) dan kesiapan (readines).

Dan menurut Vygotsky dalam Ernawulan (2005: 32), kemampuan kognitif anak terbagi atas kemampuan memperhatikan, mengamati, mengingat dan berpikir konvergen. Kemampuan memperhatikan pada anak diawali dengan keberfungsian panca indera anak. Anak memperhatikan sesuatu obyek yang nyata dengan menggunakan mata dan telingannya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak usia dini adalah suatu proses perkembangan kecerdasan intelektual melalui cara berpikir, memperhatikan, mengamati menggunakan panca inderanya. Perkembangannya terjadi secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan susunan susunan syarafnya.


(43)

28

2. Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Piaget (Slamet Suyanto, 2005: 53) membagi tahapan perkembangan kognitif berdasarkan umur. Piaget membagi ke dalam empat tahap, yaitu: sensori-motor, pra-operasional, konkret-operasional, dan formal-operasional. Sedangkan anak usia dini masuk dalam tahapan sensori-motor, pra-operasional. Adapun penjelasan tahapan perkembangan kognitif anak usia dini sebagai berikut,

a. Sensorimotor (0-2 tahun)

Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kelak hasil pengalaman berinteraksi dengan lingkungan ini amat berguna untuk berpikir lebih lanjut. b. Pra opersional (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mulai menunjukkan proses berpikir yang lebih jelas. Ia mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar. Anak menunjukkan kemampuannya melakukan permainan symbolis

(symbolic play ataupretend play).

Sesuai dengan pendapat piaget dalam Erna wulan ( 2005: 37) anak usia TK B masuk dalam periode pra operasional. Dikatakan pra operasional karena pada tahap ini anak belum memahami pengertian operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tahapan perkembangan anak usia 5–6 Tahun atau anak kelompok TK B masuk dalam periode pra operasional. Tahapan dimana anak sudah mulai menunjukan cara


(44)

29

berfikir yang lebih jelas dari tahapan sebelumnya dan anak juga sudah mampu mengenali beberapa simbol.

3. Karakteristik Perkembangan Kognitif anak usia 5–6 Tahun

Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda, salah satunya dalam perkembangan kognitifnya. Berdasarkan tahapan perkembangan menurut Jean Piaget dalam Santrock (2007: 252), anak Taman Kanak-Kanak kelompok B berada pada rentan usia 5–6 tahun sehingga masuk pada tahapan pra- operasional. Tahapan dimana dalam masa masa tersebut mulai terbentuk konsep yang stabil, pemikiran mental mulai terbentuk, bersifat egosentris, dan keyakinan magis mulai terkonstruksi.

Sedangkan menurut Jamaris (2006: 26), karakteristik kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut,

a. Sudah dapat memahami jumlah dan ukuran

b. Tertarik dengan huruf dan angka. Ada yang sudah mampu menulisnya atau menyalinnya,serta menghitungnya.

c. Telah mengenal sebagian warna.

d. Mulai mengerti tentang waktu, kapan harus pergi ke sekolah dan pulang dari sekolah, nama–nama hari dalam satu minggu.

e. Mengenal bidang dan bergerak sesuai dengan bidang yang dimilikinya. f. Pada akhir usia 6 tahun, anak sudah mulai mampu membaca,menulis dan

berhitung.

Menurut Wolfinger dalam Slamet Suyanto (2005: 4) bahwa cara berpikir konkret berpijak pada pengalaman akan benda-benda konkret, bukan berdasarkan


(45)

30

pengetahuan atau konsep-konsep abstrak. Pada tahap ini anak belajar terbaik melalui kehadiran benda-benda. Obyek permanen (object permanency) sudah mulai berkembang. Anak juga dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan ciri-cirinya meskipun bendanya sudah tidak berada dihadapannya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik kognitif anak usia 5-6 tahun masuk pada tahapan pra- operasional dan cara berpikir sudah masuk kepada pengalaman menggunakan benda-benda konkret.

4. Tujuan Peningkatan Perkembangan Kognitif

Pengembangan kognitif bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak supaya dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemapuan logika matematikanya dan 3 pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti (Diknas, 2003: 8). 5. Indikator Perkembangan Kognitif Anak Usia 5–6 Tahun

a. Belajar dan Pemecahan Masalah

1) Menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik (seperti : apa yang terjadi ketika air ditumpahkan).

2) Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang fleksibel dan diterima sosial.

3) Menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru. 4) Sikap kreatif dalam menyelesaikan masalah (ide, gagasan di luar


(46)

31 b. Berpikir Logis

1) Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran: “lebih dari”; “kurang dari”; dan “paling/ter”.

2) Menunjukkan inisiatif dalam memilih tema permainan (seperti: ”ayo kita bermain pura-pura seperti burung”).

3) Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan.

4) Mengenal sebab-akibat tentang lingkungannya (angin bertiup menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi basah).

5) Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran (3 variasi).

6) Mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok yang sama atau kelompok yang sejenis, atau kelompok berpasangan yang lebih dari 2 variasi.

7) Mengenal pola ABCD-ABCD.

8) Mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling besar atau sebaliknya.

c. Berpikir Simbolik

1) Menyebutkan lambang bilangan 1-10.

2) Menggunakan lambang bilangan untuk menghitung. 3) Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan.


(47)

32

5) Merepresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk gambar atau tulisan (ada benda pensil yang diikuti tulisan dan gambar pensil).

F. MATEMATIKA ANAK USIA DINI 1. Pengenalan Matematika Anak Usia Dini

Menurut pendapat Slamet Suyanto (2005: 56), matematika atau berhitung sangat penting dalam kehidupan setiap hari, bahkan setiap menit kita menggunakan matematika. Belanja, menghitung benda, waktu, tempat, jarak, dan kecepatan merupakan fungsi matematika. Memahami grafik, tabel, cara juga fungsi matematika. Mengukur panjang, berat, dan volume juga merupakan fungsi matematika. Dengan kata lain matematika sangat penting bagi kehidupan kita.

Pengetahuan tentang matematika sebenarnya sudah bisa diperkenalkan pada anak sejak usia dini (usia lahir-6 tahun). Pada anak-anak usia di bawah tiga tahun, konsep matematika ditemukan setiap hari melalui pengalaman bermainnya (Lestari 2011: 7). Diperjelas dengan pendapat piaget dalam Slamet suyanto (2005: 56) , yang menyatakan bahwa pengenalan matematika sebaiknya dilakukan dengan melalui penggunaan benda–benda konkret dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika seperti menghitungm bilangan dan operasi bilangan.

Kemudian, menurut standar NCTM (National Council of Teacher Mathematics) dalam Slamet Suyanto (2005: 57) standar matematika untuk Anak usia Taman Kanak Kanak ada 13 macam, yaitu: (1) matematika sebagai pemecahan masalah; (2) matematika sebagai cara berkomunikasi; (3) matematika sebagai cara berfikir; (4) hubungan matematis; (5) estimasi (perkiraan); (6)


(48)

33

mengenal bilangan dan angka; (7) konsep keseluruhan dan sebagainya; (8) menghitung semua dan sebagian; (9) mengenal ruang dan jarak; (10) pengukuran; (11) statistik dan probabilitas; (12) pecahan dan desimal; (13) pola dan relasi.

Hal tersebut sejalan dengan kurikulum TK dan RA dalam Sofia Hartati (2005: 21) yang mengklasifikasikan karakteristik perkembangan anak usia 5-6 tahun secara intelektual telah mampu melakukan banyak hal diantaranya: (1) menyebut dan membilang 1-20; (2) mengenal lambang bilangan; (3) menghubungkan konsep dengan bilangan; (4) mengenal konsep sama, lebih banyak, lebih sedikit; (5) mengenal penjumlahan dengan benda-benda; (6) mengenal waktu dengan menggunakan jam; dan (7) mengenal alat-alat untuk mengukur.

Jadi kesimpulan dari beberapa paparan di atas adalah pengenalan matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari–hari anak. Pengenalan konsep matematika sejak dalam usia dini akan membantu perkembangan anak selanjutnya pada tahapan yang lebih tinggi. Karena pada masa ini merupakan masa yang sangat strategis untuk mengenalkan sebuah konsep matematika. Pengenalan beberapa konsep matematika dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya bermain. Tedapat 13 standar matematika untuk jenjang Taman Kanak Kanak. Salah satunya adalah pengembangan konsep matematika untuk anak usia dini melalui pengukuran.

G. Penelitian yang Relevan

Peningkatan Kemampuan Pengukuran (Measurement) Melalui Problem


(49)

34

dengan hasil sebagai berikut, Untuk pengukuran panjang, meningkat menjadi 83,33%. Untuk kemampuan pengukuran volume, meningkat menjadi 86,11%. Selanjutnya untuk kemampuan pengukuran massa, meningkat menjadi 83,33%. Sehingga metode pengukuran dengan problem solving dapat meningkatkan pemahaman anak dalam kemampuan pengukuran.

Peningkatan Kemampuan Pengukuran (Measurement) Melalui Pendekatan Inkuiri Terbimbing Pada Anak Kelompok B2 Tk Suryodiningratan Mantrijeron Yogyakarta oleh Nur Hanifah Herowati dengan hasil sebagai berikut, Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pengukuran panjang dapat mencapai indikator keberhasilan sebesar 85%, kemampuan pengukuran massa mengalami capaian 81%, dan kemampuan pengukuran volume mengalami capaian sebesar 83%. Hal ini diketahui dari meningkatnya kemampuan menggunakan alat ukur baik non baku maupun baku serta menyebutkan ukurannya. Dengan demikian pendekatan inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pengukuran anak.

H. Kerangka Pikir

Anak usia dini adalah anak yang sedang dalam tahapan perkembangan dan petumbuhan yang pesat sehingga perlu dioptimalkan dalam setiap aspek perkembangan, salah satunya aspek kognitif yaitu suatu proses perkembangan kecerdasan melalui cara berfikir. Upaya peningkatan aspek kognitif bisa melalui pembelajaran matematika. Sesuai dengan NCTM dalam slamet suyanto (2005:52) standar matematika untuk Anak usia Taman Kanak Kanak ada 13 macam, yaitu: (1) matematika sebagai pemecahan masalah; (2) matematika sebagai cara


(50)

35

berkomunikasi; (3) matematika sebagai cara berfikir; (4) hubungan matematis; (5) estimasi (perkiraan); (6) mengenal bilangan dan angka; (7) konsep keseluruhan dan sebagainya; (8) menghitung semua dan sebagian; (9) mengenal ruang dan jarak; (10) pengukuran; (11) statistik dan probabilitas; (12) pecahan dan desimal; (13) pola dan relasi.

Proses pembelajaran di TKIT AR RAHMAAN masih perlu untuk dilakukan perbaikan khususnya dalam pembelajaran matematika tentang kemampuan pengukuran. Pembelajaran tentang pengukuran sangat diperlukan anak dalam kehidupan sehari–hari. Kemampuan pengukuran adalah suatu kegiatan pemberian bilangan pada suatu benda dengan sebuah patokan. Anak dapat memahami, mempelajari dan mencari tahu tentang suatu objek pengukuran melalui sebuah pengalaman konkret. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian tentang pengukuran panjang, berat dan volume. Penggunaan metode yang tepat akan mendukung dalam pembelajaran pengukuran. Sehingga, peneliti akan menggunakan metode demonstrasi dan praktik langsung, dimana metode ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pengukuran untuk anak usia dini.

Metode demonstrasi anak dapat menunjukan cara mengukur, mengetahui langkah–langkah mengukur dan mampu menggunakan alat ukur dengan benar. Sehingga anak dapat dengan mudah mempelajari konsep pengukuran. Kemudian dengan menggunakan metode praktik anak dapat terlibat langsung dalam kegiatan pengukuran melalui sebuah pengalaman memperagakan kegiatan mengukur menggunakan alat ukur dan benda konkret. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat diajukan pendapat bahwa besar kemungkinan penerapan metode


(51)

36

demonstrasi dan praktik langsung dapat meningkatkan kemampuan pengukuran pada anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman.

I. Hipotesis Tindakan

Kemampuan pengukuran dapat ditingkatkan melalui metode demonstrasi dan praktik langsung pada anak kelompok B1 TKIT AR RAHMAAN, Prambanan, Sleman


(52)

37 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 1) penelitian tindakan kelas (classroom

action research) merupakan penelitan eksperimen yang berkelanjutan. Apabila

dilihat dari istilahnya, penelitian tindakan kelas bertujuan untuk menyelesaikan masalah melalui suatu perbuatan nyata, bukan hanya mencermati fenomena tertentu kemudian mendeskripsikan apa yang terjadi dengan fenomena yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan kemampuan pengukuran anak kelompok B TKIT AR RAHMAAN melalui metode demonstrasi dan praktik langsung.

Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif (Collaborative Classroom Action Research). Menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2006: 17), kerjasama antara guru dan peneliti sangat penting dalam pelaksanaan tindakan ini. Dengan bekerjasama, maka antara peneliti dan guru dapat menggali dan mengkaji permasalahan nyata yang dihadapi di dalam kelas tindakan. Cara ini dikatakan ideal karena dapat mengurangi unsur subjektivitas pengamat, karena pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan di luar diri sendiri.Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif, yaitu dengan adanya keterlibatan dan kerjasama dari guru dalam pelaksanan penelitian. Dalam penelitian, guru bertindak sebagai pelaksana pembelajaran dan peneliti bertugas untuk mengamati jalannya kegiatan serta mencatat dan mendokumentasikannya.


(53)

38

Oleh karena itu, penelitian tindakan yang baik adalah apabila penelitian tersebut dilakukan secara kolaborasi, yaitu guru yang melakukan tindakan dan peneliti sebagai pengamat tindakan tersebut.

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2016, Tahun ajaran 2016/2017

C. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi Subjek dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah semua anak Kelompok B TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman. Dengan jumlah anak 23 anak terdiri dari 13 laki–laki dan 10 perempuan. Sedangkan objek yang akan diteliti adalah peningkatan kemampuan pengukuran melalui metode demonstrasi.

D. Model Penelitian

Model penelitian yang dilakukan pada penelitian ini merupakan pengembangan model Kemmis dan Mc Taggart, yaitu model spiral yang artinya Siklus pembelajaran yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan, jadi semakin lama kemampuannya semakin meningkat, di mana dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas meliputi perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan refleksi serta perbaikan rencana (Suharsimi Arikunto, 2006: 92).


(54)

39

Gambar 1.

Alur PTK Model Kemmis & Mc Taggart (Suharsimi, 2006: 93). Keterangan Gambar :

Siklus 1 :

a. Perencanaan (Plan)

b. Tindakan dan Observasi (Act & Observe) c. Refleksi (Reflect)

Kemmis dan McTaggart mengatakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu Siklus spiral yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi, yang selanjutnya mungkin diikuti dengan Siklus spiral berikutnya.

E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan

Alur pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut, perencanaan tindakan, pelaksanaan dan pengamatan tindakan, refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Berikut uraian alur tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pra Tindakan

Pra Tindakan yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan oleh peneliti melalui observasi dan pencatatan kondisi awal subjek penelitian untuk


(55)

40

mengetahui gambaran awal tentang Kelompok B di TKIT AR RAHMAAN Prambanan, Sleman mengenai kondisi dan situasi.

2. Perencanaan (Planning)

a. Melakukan identifikasi masalah yang ada di kelas. Setelah peneliti melakukan diskusi dengan kepala sekolah dan guru kelas, selanjutnya peneliti mengidentifikasi beberapa masalah yang dialami oleh guru kelas dalam melaksanakan pembelajaran di kelas B.

b. Peneliti berkolaborasi dengan guru untuk merencanakan tindakan perbaikan proses pembelajaran pengukuran yaitu dengan menggunakan metode demonstrasi.

c. Peneliti dan guru kelas menentukan waktu pelaksanaan penelitian dan membuat Rencana Pembelajaran Harian (RKH) yang sesuai dengan kegiatan yang akan dijadikan penelitian. Berikutnya menyusun dan mempersiapakan lembar observasi dan alat pendokumentasian kegiatan pembelajaran. Peneliti dan guru kelas juga mempersiapkan LKA, media pembelajaran, peralatan dan tempat yang digunakan dalam penelitian.

3. Pelaksanaan Rencana Tindakan Siklus I a). Tahap pelaksanaan

Setelah peneliti bersama guru mempersiapkan materi, media dan RKH, selanjutnya yang akan dilakukan adalah pelaksanaan tindakan. Peneliti berkolaborasi dengan guru kelas melakukan pembelajaran pengukuran.


(56)

41 b). Tahap pengamatan

Observasi dilakukan oleh peneliti sesuai dengan instrumen yang dibuat. Sedangkan guru kelas berperan sebagai pelaksana penelitian. Pada tahap ini peneliti mengamati proses pembelajaran,dan aktivitas guru serta anak-anak ketika KBM berlangsung.

c). Tahap Evaluasi

Pada tahap ini, evaluasi dilakukan dengan menggunakan tanya jawab yang diberikan kepada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan apa yang telah dilakukan anak pada pembelajaran pengukuran.

d). Tahap Refleksi I

Setelah di adakan tindakan dan pengamatan, tindakan pertama ini peneliti bersama guru melakukan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Apabila ternyata masih ditemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan tindakan dan belum mencapai target, maka akan dilakukan tindakan berikutnya, yaitu pada Siklus ke II dengan tujuan untuk memperbaiki pembelajaran.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah tentang kemampuan pengukuran khususnya Kelompok B di TKIT AR RAHMAAN. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan teknik observasi dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi merupakan teknik monitoring dengan melakukan observasi/pengamatan terhadap sasaran pengukuran, dengan menggunakan lembar


(57)

42

pengamatan atau lembar observasi yang telah di siapkan sebelumnya (Pardjono dkk, 2007: 43). Menurut (Suharsimi Arikunto, 2008: 229) menyatakan bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Jenis observasi dalam penelitian yang peneliti lakukan adalah observasi langsung, yaitu pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi. Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran untuk melihat langsung bagaimana kemampuan anak dalam melakukan kegiatan pengukuran. Dalam observasi ini peneliti bekerjasama dengan guru kelas. Dalam melakukan teknik observasi ini peneliti menggunakan instrumen berupa lembar observasi.

2. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah seluruh bahan rekaman selama penelitian berlangsung. Dokumentasi ini berupa hasil kartu kegiatan anak, dan foto. Dari hasil dokumentasi ini dapat dijadikan petunjuk dan bahan pertimbangan pelaksanaan selanjutnya dan penarikan kesimpulan.

G. Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 160) instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar lebih mudah, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah di olah. Dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan lembar observasi yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang perilaku-perilaku anak sebagai pengaruh tindakan yang dilakukan oleh peneliti (Suharsimi Arikunto, 2008: 105). Penelitian


(58)

43

ini menggunakan observasi sistematis yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Kemampuan Pengukuran.

Variabel Indikator Jenis

Instrumen Teknik mengumpulan data Kemampuan pengukuran

1. Kemampuan mengukur panjang meja anak menggunakan jengkal 2. Kemampuan mengukur berat

agar agar kemasan besar (125gr) dengan berat 1 kg dan agar agar kemasan kecil (15gr) seberat ½ kg menggunakan timbangan jarum.

3. Kemampuan mengukur volume air dalam sebuah botol air mineral (1,5 liter)

menggunakan gelas ukur kecil (0,5liter) dan sedang (1 liter).

Lembar observasi

Observasi dan Dokumentasi

1. Kemampuan mengukur panjang meja anak A, B dan C menggunakan tali.

2. Kemampuan mengukur berat pensil dengan penghapus menggunakan timbangan buatan.

3. Kemampuan volume air dalam gelas ukur A (0,5 liter), B (1 liter) dan C (2 liter)

Lembar observasi

Observasi dan Dokumentasi

Tabel 1 di atas menunjukkan kisi-kisi instrumen penelitian observasi kemampuan mengukur. Berikut rubrik penilaian instrumen observasi tentang kemampuan mengukur :

Tabel 2. Rubrik Penilaian Instrumen Kemampuan mengukur :

No Indikator Kritera Penilaian Skor Kriteria

Penilaian 1 Kemampuan mengukur panjang meja anak menggunakan jengkal

Jika anak mampu mengukur panjang meja menggunakan jengkal dengan cara dan ukuran yang tepat.

3 Baik

Jika anak mampu mengukur panjang meja menggunakan jengkal dengan cara yang tepat, tetapi ukurannya belum tepat.


(59)

44

Jika anak belum mampu mengukur panjang meja menggunakan jengkal dengan cara dan ukuran yang tepat.

1 Kurang

Kemampuan mengukur berat agar agar kemasan besar (125gr) dengan berat agar agar kemasan kecil (15gr) menggunakan timbangan jarum.

Jika anak mampu mengukur berat agar agar kemasan besar dan kecil tepat di ukuran 1 kg dan ½ kg

3 Baik

Jika anak mampu mengukur dengan tepat salah satu berat agar agar kemasan besar 1kg atau kecil ½ kg

2 Cukup

Jika anak belum mampu mengukur dengan tepat berat agar - agar kemasan besar seberat 1 kg maupun kemasan kecil seberat 1/2 kg

1 Kurang

Kemampuan mengukur volume air kedalam botol menggunakan gelas ukur.

Jika anak mampu memperkirakan dan

menuangkan air ke dalam botol (1,5 liter) tanpa tumpah

menggunakan ukuran gelas ukur 0,5 liter dan 1 liter dengan tepat.

3 Baik

Jika anak mampu memperkirakan dan

menuangkan air ke dalam botol (1,5 liter) menggunakan ukuran gelas ukur 0,5 liter dan 1 liter tetapi hasil pengukuran belum tepat karena tumpah.

2 Cukup

Jika anak belum mampu memperkirakan dan

menuangkan air ke dalam botol (1,5 liter) dengan tepat

menggunakan ukuran gelas ukur 0,5 liter dan 1 liter.

1 Kurang

2

Kemampuan anak mengukur suatu panjang.

Jika anak mampu mengukur panjang meja A, B dan C menggunakan tali dengan ukuran tepat.

3 Baik Jika anak mampu mengukur

panjang meja A, B dan C tetapi ukurannya belum tepat.

2 Cukup

Jika anak belum mampu mengukur panjang meja A, B dan C.

1 Kurang Kemampuan anak

mengukur suatu

Jika anak mampu menimbang


(60)

45

berat. dengan ukuran yang tepat. Jika anak mampu menimbang berat penghapus dan pensil tetapi ukurannya belum tepat

2 Cukup

Jika anak belum mampu

menimbang berat penghapus dan pensil dengan tepat.

1 Kurang

Kemampuan anak mengukur suatu volume.

Jika anak mampu mengukur volume air dalam tiga gelas ukur berbeda dengan ukuran tepat

3 Baik Jika anak hanya mampu

mengukur volume air dalam dalam dua gelas ukur dengan tepat.

2 Cukup

Jika anak mampu mengukur dalam satu gelas ukur atau belum mampu mengukur volume air dalam gelas ukur.

1 Kurang

H. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan gabungan teknik analisis deskripsi kualitatif dan kuantitatif dengan persentase. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi langsung dan dokumentasi pada proses pembelajaran pengukuran di Kelompok B TKIT AR RAHMAAN.

1). Data Kualitatif

Menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2006: 131), data kualitatif merupakan sebuah data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang menggambarkan ekspresi siswa tentang tingkat pemahaman, metode, antusias, dan lain-lain. Data kuantitatif merupakan nilai hasil belajar siswa yang dapat dianalisis secara deskriptif, misalnya mencari mencari persentase keberhasilan belajar siswa. 2). Data Kuantitatif

Deskripsi kuantitatif adalah deskripsi data yang mamilki karakteristik yang dapat ditampilkan dalam bentuk angka. Menurut Wina Sanjaya (2009: 106),


(61)

46

analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan oleh guru, sedangkan analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan oleh guru.

Hasil yang diperoleh dari observasi pembelajaran akan dianalisis, sebagai bahan untuk menentukan tindakan berikutnya. Disamping itu seluruh data yang digunakan untuk mengambil kesimpulan dan tindakan yang dilakukan menggunakan rumus yang telah dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (2008:120):

Keterangan :

NP : nilai persen yang dicari/ diharapkan R : skor mentah yang diperoleh

SM : skor maksimum ideal dari nilai yang ada 100% : konstanta

Suharsimi Arikunto (2010: 44) mengemukakan bahwa keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini ditandai dengan adanya kriteria presentasi kesesuaian yaitu;

1. Kesesuaian kriteria (%): 0-20 = Kurang sekali 2. Kesesuaian kriteria (%): 21-40 = Kurang 3. Kesesuaian kriteria (%): 41-60 = Cukup 4. Kesesuaian kriteria (%): 61-80 = Baik 5. Kesesuaian kriteria (%): 81-100 = Baik sekali


(62)

47 H. Indikator Keberhasilan

Penelitian ini akan dikatakan berhasil apabila kemampuan pengukuran pada anak di kelas kelompok B telah mengalami peningkatan sebesar ≥ 70% atau dengan kriteria baik.


(63)

48 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TKIT AR-Rahman Sleman Yogyakarta. TK ini berada di Desa Gangsiran, Prambanan, Sleman Yogyakarta. Dengan jumlah anak di kelompok B1 ada 23 anak yang terdiri dari 13 anak laki-laki dan 10 anak perempuan dan 2 guru kelas yang mengampu di kelas ini. Lokasi TKIT AR-Rahman Prambanan berada di pinggir pemukiman penduduk desa gangsiran, dekat sawah dan jauh dari jalan raya. Fasilitas permainan outdoor di halaman TKIT AR-Rahmaan ini yaitu bola dunia, jungkat-jungkit, ayunan, perosotan, kuda–kudaan dan sebagainya. Sedangkan untuk permainan indoor tertata rapi di dalam kelas tepatnya di rak mainan bagian belakang tempat duduk anak adapun permainan tersebut seperti balok huruf dan angka, alat–alat komunikasi seperti telepon-teleponan, playdough, dan sebagainya. Dan di dinding-dinding kelas terdapat poster berupa huruf abjad, huruf hijaiyah, dan lambang bilangan.

2. Deskripsi Kondisi Awal Anak Sebelum Tindakan

Pada kelompok B1 TKIT AR-Rahmaan Prambanan proses pembelajaran di TKIT AR-Rahmaan Prambanan sudah cukup baik, namun khususnya dalam pengenalan matematika yang berkenaan dengan kemampuan pengukuran masih kurang menarik dan belum optimal pembelajarannya. Melalui wawancara dengan guru kelas B1 pembelajaran tentang pengukuran hanya menggunakan metode pemberian tugas kepada anak melalui LKA contohnya anak membandingan


(64)

49

sebuah panjang pensil yang berbeda hanya melalui sebuah gambar untuk mengetahui ukuran pensil tersebut. Guru hanya menggambarkan beberapa perbedaan berat seperti banyaknya kelereng dan balok di papan tulis kemudian anak membandingkan berat keduanya dilihat dari besar dan banyaknya benda. Kegiatan ini dirasa sangat monoton dan membuat anak merasa bosan. Kebosanan itu terlihat dari perilaku anak yang sering berbicara dengan temannya dan tidak mendengarkan guru ketika dijelaskan tentang materi pembelajaran, anak bermain sendiri dan membuat gaduh kelas, anak duduk dengan kepala ditaruh di meja dan terkadang anak tidak mau menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Pembelajaran pengukuran di TK ini belum pernah menggunakan benda– benda yang nyata (riil) tentang konsep pengukuran pada anak kelompok B hanya diberikan melalui tugas dan LKA. Di TKIT AR-Rahmaan juga belum tersedia media yang mendukung pembelajaran pengukuran seperti halnya alat ukur timbangan jarum, penggaris dan gelas ukur. Dari hasil pengamatan tersebut peneliti merasa tergugah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dan melakukan suatu penelitian tindakan kelas dengan upaya meningkatkan kemampuan pengukuran pada anak kelompok B1 di TKIT AR-Rahmaan Prambanan yang dilakukan adalah meningkatkan kemampuan anak dalam kemampuan pengukuran. 3. Pelaksanaan Pra Tindakan

Penelitian pra tindakan dilakukan 3 kali pertemuan hari Senin 25 Juli 2016, Selasa 26 Juli 2016, dan Rabu 27 Juli 2016 pada pukul 07.30-10.00 WIB. Peneliti mengamati kemampuan pengukuran panjang, berat dan volume pada anak pada ketiga hari tersebut karena pada hari–hari sebelumnya kegiatan pembelajaran


(65)

50

belum efektif sebab anak–anak baru saja memasuki tahun ajaran baru sehingga anak perlu penyesuaian diri terlebih dahulu, serta penyesuaian RKH yang sesuai dengan indikator penelitian telah di buat guru pada hari tersebut.

Pengamatan tentang kemampuan panjang anak dilakukan melalui kegiatan mengukur panjang lantai keramik melalui garis lurus yang sudah di beri tanda oleh guru berupa tanda start dan finish menggunakan kaki (langkah) anak, kemudian tentang kemampuan berat dilakukan melalui kegiatan anak membedakan berat seperti sebungkus kapas, sebuah balok kayu, dan sebuah penghapus papan tulis lalu mengurutkan dari benda yang berat ke ringan atau sebaliknya dan untuk pengamatan kemampuan pengukuran volume melalui kegiatan mengukur dan membedakan volume pasir dalam mangkok (kecil, sedang dan besar) menggunakan sendok takar (detergen).

Penelitian Pra Tindakan dilakukan dengan teknik pengumpulan data observasi dengan persentase rata-rata kemampuan pengukuran panjang yaitu sebesar 44,9%, pada kemampuan pengukuran berat sebesar 49,3% dan untuk kemampuan volume sebesar 42%. Dan kemampuan pengukuran pada kelompok B TKIT AR–Rahmaan ini berada pada kesesuaian kriteria cukup. Namun kriteria cukup ini masih dalam tahapan pengukuran yang sederhana dan belum terlalu memperhatikan ketepatan cara, langkah dan penguasaan alat ukur. Pada persentase rata-rata hasil pra tindakan tersebut, kemampuan setiap anak dalam memahami konsep pengukuran pada Pra Tindakan bervariasi.


(66)

51

Di bawah ini merupakan data observasi kemampuan pengukuran pada tahap Pra Tindakan agar terlihat lebih jelas (tabel dapat dilihat pada lampiran).

Gambar 2

Data Kumulatif Observasi Pra Tindakan Kemampuan Pengukuran

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa persentase rata-rata kemampuan pengukuran panjang 44,9 %, Berat 49,3 % dan Volume 42 %. Persentase tersebut didapat dari kemampuan anak saat mengukur lantai keramik menggunakan langkah, membedakan berat dan mengurutkan berat benda, serta mengukur volume pasir gelas, tergambar pada grafik berikut ini :

Gambar 3

Data Observasi Pra Tindakan Setiap Anakpada Kemampuan Pengukuran Berdasarkan data di atas terlihat grafik yang beragam dalam kemampuan pengukuran pada kelompok B. Anak yang mendapat jumlah persentase 80%-100% tidak ada, yang berada pada persentase 40%-80% ada 14 anak yaitu FA, SA, MA, NO, ZA, AN, DE, IQ, NA, RI, FI, FE, GA,IR sedangkan anak yang

44,9% 49,3% 42% 35 40 45 50 Pra Tindakan Panjang Berat Volume 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

FA SA AZ KA AL MA AT OK NO ZA AN AI DE IQ NA RI DA QU MU FI FE GA IR


(1)

205 HASIL OBSERVASI KETEPATAN MENGUKUR VOLUME SIKLUS II PERTEMUAN I

No Indikator

Pertemuan I Anak dengan

kriteria kurang Presentasi

Anak dengan

kriteria cukup Presentasi

Anak dengan

kriteria baik Presentasi 1.

Ketepatan mengukur volume air dalam sebuah botol air mineral (1,5 liter) menggunakan gelas ukur kecil (1/2liter) dan sedang (1 liter).

0 0% 12 52,2% 11 47,8%

2.

Membandingkan volume air dalam gelas ukur A

(1/2 liter), B (1 liter) dan C (2 liter) 0 0% 10 43,5% 13 56,6%

HASIL OBSERVASI KETEPATAN MENGUKUR VOLUME SIKLUS II PERTEMUAN II

No Indikator

Pertemuan II Anak dengan

kriteria kurang Presentasi

Anak dengan

kriteria cukup Presentasi

Anak dengan

kriteria baik Presentasi 1.

Ketepatan mengukur volume air dalam sebuah botol air mineral (1,5 liter) menggunakan gelas ukur kecil (1/2liter) dan sedang (1 liter).

0 0% 6 26,1% 17 73,9%

2.

Membandingkan volume air dalam gelas ukur A

(1/2 liter), B (1 liter) dan C (2 liter) 0 0% 6 26,1% 17 73,9%

DATA PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP VOLUME SIKLUS II PERTEMUAN I DAN PERTEMUAN II

No Indikator Pertemuan I Pertemuan II

Kurang % Cukup % Baik % Kurang % Cukup % Baik %

1.

Ketepatan mengukur volume air dalam sebuah botol air mineral (1,5 liter) menggunakan gelas ukur kecil (1/2liter) dan sedang (1 liter).

0 0% 12 52,2% 11 47,8% 0 0% 6 26,1% 17 73,9%

2.

Membandingkan volume air dalam gelas ukur A

(1/2 liter), B (1 liter) dan C (2 liter) 0 0% 10 43,5% 13 56,6% 0 0% 6 26,1% 17 73,9%


(2)

206

LAMPIRAN 5


(3)

207 Gambar 1. Guru mendemonstrasikan contoh

pengukuran panjang.

Gambar 3.Guru mendemonstrasikan melalui media papan tulis

Gambar 5. Guru mengajak anak melakukan pengukuran panjang meja menggunakan tali

Gambar 2. Guru mendemonstrasikan cara mengukur Tali A,B dan C

Gambar 4. Anak melakukanpengukuran panjang meja menggunakan tali bersama teman sebangku

Gambar 6. Alat peraga meja A, B dan C

Pengukuran Panjang


(4)

208 Gambar 7. Anak melakukan pengukuran pada

meja menggunakan jengkal yang kurang tepat

Gambar 9. Guru mendemonstrasikan kembali di bagian tempat duduk belakang agar lebih jelas.

Gambar 11. Anak lain yang tidak melakukan kegiatan pengukuran mengerjakan tugas lain

Gambar 8. Anak melakukan pengukuran pada meja dengan bantuan pastel.

Gambar 10. Pembuatan penggaris buatan

Gambar 12. Anak membandingkan panjang tali menggunakan penggaris buatan.


(5)

209 Gambar 1. Kegiatan mengukur ketepatan volume

air dalam botol air mineral 1,5 liter

Gambar 3. Banyak air yang tumpah saat pengukuran

Gambar 5. Mengukur volume air dalam gelas ukur (0,5 liter), (1 liter) dan (1,5 liter)

Pengukuran Volume

Gambar 2. Kegiatan mengukur ketepatan volume air dalam botol air mineral 1,5 liter menggunakan air berwarna dan dengan bantuan corong.

Gambar 4.Mengukur volume air dalam botol A,B dan C

Gambar 6. Mengukur volume air dalam gelas ukur (0,5 liter), (1 liter) dan (1,5 liter)


(6)

210

Pengukuran Berat

Gambar 1. Kegiatan mengukur ketepatan berat agar-agar kemasan besar dan kecil.

Gambar 3. Kegiatan mengukur ketepatan berat agar-agar kemasan besar dan kecil.

Gambar 5. Kegiatan lain untuk anak yang belum atau sudah melakukan kegiatan pengukuran.

Gambar 2. Kegiatan mengukur tepat di berat 1 kg

Gambar 4. Kegiatan mengukur berat penghapus dengan pensil menggunakan timbangan buatan

Gambar 6. Guru mendemonstrasikan cara pengukuran berat menggunakan timbangan duduk.


Dokumen yang terkait

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN IKAN PADA KELOMPOK A DI TKIT Upaya Peningkatan Kemampuan Berhitung Anak Melalui Permainan Ikan Pada Kelompok A Di TKIT Azzahra Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 2 14

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KERJASAMA MELALUI METODE SOSIODRAMA PADA ANAK KELOMPOK A TKIT AZ - ZAHRA Pengembangan Kemampuan Kerjasama Melalui Metode Sosiodrama Pada Anak Kelompok A TKIT Az - Zahra Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 1 15

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN KERJA SAMA MELALUI METODE SOSIODRAMA PADA ANAK KELOMPOK Pengembangan Kemampuan Kerjasama Melalui Metode Sosiodrama Pada Anak Kelompok A TKIT Az - Zahra Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 2 12

UPAYA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK MELALUI METODE BERMAIN BALOK PADA KELAS B1 KELOMPOK Upaya Mengembangkan Kemampuan Kognitif Anak Melalui Metode Bermain Balok Pada Kelas B1 Kelompok Bermain Bina Putra Husada Kemudo Prambanan Klaten Tahun 2012-2

0 2 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK MELALUI METODE SOSIODRAMA BAGI ANAK KELOMPOK B1 PADA Peningkatan Kemampuan Bahasa Anak Melalui Metode Sosiodrama Bagi Anak Kelompok B1 Pada Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Pulosari I Kebakkramat Tahun

0 0 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK MELALUI METODE SOSIODRAMA BAGI ANAK KELOMPOK B1 PADA Peningkatan Kemampuan Bahasa Anak Melalui Metode Sosiodrama Bagi Anak Kelompok B1 Pada Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Pulosari I Kebakkramat Tahun

0 1 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA ANAK KELOMPOK A Peningkatan Kemampuan Menulis Permulaan Melalui Metode Demonstrasi Pada Anak Kelompok A Di Tk Aba Karangmalang Masaran Sragen Tahun 2012.

0 2 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL ANGKA 1 – 10 MELALUI PERMAINAN SUNDA MANDA PADA KELOMPOK A TKIT AR-RAHMAAN I PRAMBANAN SLEMAN YOGYAKARTA.

0 23 129

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL KUCING-KUCINGAN PADA ANAK KELOMPOK B DI TKIT AR-RAIHAN.

14 396 146

Peningkatan Kemampuan Anak Mengucapkan Sajak Melalui Metode Demonstrasi Pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah Bambalemo | Hassana | Bungamputi 3293 10224 1 PB

0 0 10