Papan Komposit Kayu dan Bambu

yang terbuat dari berbagai macam bahan sehingga akan semakin beragam pula sifat dan tampilan dekoratifnya. Penggunaan lapisan karton gelombang dapat meningkatkan nilai MOE dan MOR papan dari limbah kertas koran Massijaya 1997, begitu pula halnya dengan penggunaan limbah kantong semen Suhasman 2005 dan penggunaan lapisan bilah bambu dari papan partikel kayu karet dengan perekat phenol formaldehida Sudijono dan Subiyakto 2002. Penggunaan bambu sebagai produk komposit telah berkembang, tetapi umumnya dalam bentuk papan partikel dari serat bambu dan plywood dari bilah bambu tradeindia.com, 2007. Penggunaan bilah bambu sebagai balok laminasi telah diteliti oleh Nugroho dan Ando 2000, Setyo dan Sudibyo 2005. Untuk penggunaan konstruksi, ada beberapa jenis bambu yang biasa dipakai. Salah satunya adalah bambu tali atau biasa juga disebut bambu apus Giganthocloa apus Bl.Ex Schult.f. Kurz. Menurut Sulthoni 1988 diacu pada penelitian Morisco 1999 bambu tali tidak mudah diserang bubuk sekalipun tidak diawetkan. Oleh karena itu, bambu jenis ini banyak dipakai sebagai bahan bangunan. Tabel 2.2 Kandungan kimia Gigantochloa apus Kandungan Kimia Nilai Selulosa Lignin Pentosan Abu Silika Kelarutan dalam air dingin Kelarutan dalam air panas Kelarutan dalam alkohol benzena Kelarutan dalam NaOH 1 52,1 24,9 19,3 2,75 0,37 5,2 6,4 1,4 25,1 Sumber : Gusmailina dan Sumadiwangsa 1988 diacu dalam Krisdianto et al., 2007

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Papan Komposit

Menurut Maloney 1993, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan papan adalah : spesies kayu, tipe bahan baku, tipe perekat, kadar air dan distribusi, kadar air mat, zat aditif yang digunakan, gradasi ukuran partikel, gradasi kerapatan, kerapatan papan dan orientasi partikel. Menurut Nemli et al. 2005, kadar air lapik, penggunaan limbah, kadar perekat dan waktu kempa berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik papan, juga terhadap kehalusan permukaan papan. Jenis Kayu 1. Kerapatan Maloney 1993, menyatakan bahwa kayu berkerapatan rendah dapat dipadatkan menjadi papan partikel berkerapatan sedang dengan lebih terjaminnya terjadi kontak antar partikel yang cukup selama pengempaan panas berlangsung sehingga dapat menghasilkan rekatan yang baik. 2. Asiditas Umumnya kayu yang digunakan mempunyai pH asam 4,0-4,5, sementara hampir semua perekat dikondisikan pada pH netral, sehingga dibutuhkan penambahan katalis untuk mempercepat terjadinya curing. 3. Kadar Air KA Jenis kayu dengan KA yang tinggi menyusahkan dalam pembuatan dan membutuhkan energi yang lebih besar untuk pengeringan. Pada kayu dengan KA yang sangat rendah akan memberikan sifat partikel yang sebaliknya. 4. Ekstraktif Ekstraktif dapat menyebabkan beberapa masalah dalam pembuatan papan partikel, di antaranya menghambat dalam penyerapan dan pengerasan perekat, mengurangi sifat tahan air dari papan dan dapat menimbulkan blowing pada waktu pengempaan panas. Perekat Penggunaan tipe perekat dan jumlah perekat yang berbeda akan menghasilkan papan dengan kualitas yang berbeda. Semakin tinggi jumlah perekat yang digunakan, kualitas papan yang dihasilkan akan semakin baik. Zat Aditif Maloney 1993 mengatakan bahwa penggunaan parafin pada kadar 0,5-1 di dalam pembuatan papan dapat memperbaiki daya tahan terhadap air dan stabilitas dimensi papan. Parafin C 25 H 52 umumnya berwarna putih, tidak berbau, berasa tawar, titik leleh 47-64 o C dengan kerapatan 0,93 gcm 3 . Parafin ini tidak larut dalam air tapi larut dalam ether, benzen dan esther Wikipedia, 2007. Menurut Carll 1996, parafin mempunyai struktur microcrystallin yang mengandung minyak, dimana minyak ini dapat berpindah ke permukaan papan dan melapisi papan tersebut sehingga papan lebih tahan terhadap air. Hsu et al. 1990 diacu dalam Muehl dan Krzysik 1997, menyatakan bahwa penambahan parafin akan menurunkan pengembangan tebal dan cenderung meningkatkan sifat mekanis papan, tetapi efeknya tidak secara proporsional dengan penambahan kandungan parafin. Sementara penelitian oleh Youngquist et al. 1990 dalam Muehl dan Krzysik 1997, melaporkan bahwa hasil pengujian perendaman 24 jam, dengan adanya peningkatan kandungan resin dan parafin umumnya menurunkan daya serap air dan pengembangan tebal, tetapi menurunkan sifat mekanis papan bending properties. Hasil penelitian Muehl dan Krzysik 1997 dengan penggunaan parafin pada kadar 0, 0,8 dan 1,6 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pengaruh peningkatan kadar parafin terhadap MOE dan MOR papan. Penelitian oleh Winistorfer et al. 1992 yang diacu dalam Muehl dan Krzysik 1997 dengan pemakaian parafin pada berbagai kadar yaitu 0,5, 1 dan 1,5 berdasarkan BKT, memperlihatkan bahwa pemakaian parafin menurunkan kualitas rekatan, tetapi semakin tinggi kadar parafin yang digunakan, penurunan daya serap