Pendahuluan Kesimpulan Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu Dari Jenis Kayu Cepat Tumbuh Dengan Perekat Poliuretan

15 menit pada suhu 160 o C dengan tekanan 25 kgcm 2 . Perlakuan pada tahap ini adalah jenis lapisan anyaman bambu yang terdiri atas : - bagian kulit dan bagian tengah tanpa kulit - arah anyaman tegak lurus sudut 90o dan arah anyaman miring sudut 45o, - lebar bilah 1 cm dan 2 cm - kontrol tanpa lapisan dan lapisan venir. Pada tahap ini terdiri atas 10 perlakuan dan 5 ulangan sehingga jumlah papan 50 lembar. Pengujian papan berdasarkan standar JIS A 5908:2003. Analisa data menggunakan RAL satu faktor, model linier aditif dalam Mattjik dan Sumertajaya 2002 sebagai berikut : Y ij = μ + τ i + ε ij dimana : i = 1,2,...,t dan j = 1,2,...,r Yij = pengamatan pada perbedaan jenis lapisan ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum τ i = pengaruh perbedaan jenis lapisan ke-i ε ij = pengaruh acak pada perbedaan jenis lapisan ke-i dan ulangan ke-j

5.3 Hasil dan Pembahasan

5.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit 1 Kerapatan

Nilai kerapatan papan komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Hasil perhitungan kerapatan papan tersebut menunjukkan kerapatan papan tertinggi pada papan komposit berlapisan anyaman bambu dengan kulit yaitu 0,69 gcm 3 dan terendah pada papan tanpa lapisan yaitu 0,57 gcm 3 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan dengan lapisan anyaman bambu dengan kulit mempunyai kerapatan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan papan dengan lapisan anyaman bambu tanpa kulit. Hal ini disebabkan lapisan anyaman bambu dengan kulit lebih berat dibandingkan anyaman bambu tanpa kulit, sehingga jumlah partikel kayu yang dikandung oleh papan tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partikel kayu pada papan yang menggunakan lapisan anyaman bambu tanpa kulit lapisan bambu termasuk dalam perhitungan keseluruhan jumlah partikel. Dengan demikian, pada jumlah perekat dan besarnya tekanan yang sama papan yang jumlah partikel kayu lebih sedikit akan lebih rapat karena kontak antar partikel dan kontak antar partikel dengan perekat akan lebih banyak dibandingkan denagn papan yang jumlah partikel kayunya lebih banyak. 0.69 0.69 0.65 0.64 0.65 0.60 0.60 0.57 0.61 0.61 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 A B C D E F G H I J Jenis Lapisan K e ra pa ta n g c m 3 JIS A 5908:2003 Gambar 5.1 Kerapatan papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : A = tanpa lapisan B = venir C = tanpa kulit, tegak lurus, 1 cm D = tanpa kulit, miring, 1 cm E = tanpa kulit, tegak lurus, 2 cm F = tanpa kulit, miring, 2 cm G = kulit, tegak lurus, 1 cm H = kulit, miring, 1 cm I = kulit, tegak lurus, 2 cm J = kulit, miring, 2 cm Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 37, memperlihatkan bahwa jenis lapisan berpengaruh terhadap kerapatan papan yang dihasilkan, dimana papan berlapis anyaman bambu dengan kulit lebar bilah 2 cm, mempunyai kerapatan yang tertinggi, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan kulit lebar bilah 1 cm, tetapi berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit dan papan berlapis venir. Kerapatan papan terendah terdapat pada papan tanpa lapisan, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit, tetapi berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan kulit dan papan berlapis venir. Hal ini disebabkan papan tanpa lapisan mengandung partikel yang lebih banyak dibandingkan papan dengan lapisan bambu dimana dalam perhitungan, lapisan bambu merupakan satu kesatuan dengan partikel kayu, dianggap sebagai bagian berat bahan berlignoselulosa, sementara luas permukaan lapisan yang disemprot perekat sama pada semua papan. Lebih banyaknya partikel kayu yang terdapat pada papan tanpa lapisan mengakibatkan perbandingan antara jumlah perekat dengan partikel yang akan direkat semakin besar sehingga perekat tidak terdistribusi merata, sehingga ikatan antar partikel yang terjadi pada saat pengempaan semakin berkurang dibandingkan papan yang mengandung lebih sedikit partikel kayu. Hal ini berimplikasi terhadap lebih rapatnya papan yang dihasilkan pada papan yang mengandung lebih sedikit partikel kayu karena dapat mendekati ketebalan sasaran yaitu 1 cm, seperti terlihat pada Gambar 5.2. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan kerapatan papan berkisar dari 0,4-0,9 gcm 3 , maka kerapatan papan yang dihasilkan memenuhi standar tersebut. Meskipun terjadi perbedaan kerapatan papan yang dihasilkan, hal tersebut tidak akan mempengaruhi sifat-sifat papan karena dalam perhitungan nilai dari masing-masing parameter sifat papan komposit yang dihasilkan telah dikonversikan pada kerapatan yang sama yaitu 0,7 gcm 3 . Gambar 5.2 Ketebalan papan komposit pada lapisan yang berbeda

2 Kadar Air

Hasil penelitian menunjukkan kadar air yang tertinggi pada papan komposit tanpa lapisan sebesar 6,93 dan terendah pada papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit lebar bilah 2 cm, arah anyaman saling tegak lurus, sebesar 5,01 seperti terlihat pada Gambar 5.3. 5.02 5.50 5.16 5.15 5.01 5.05 5.97 6.93 5.83 5.12 2 4 6 8 10 12 14 A B C D E F G H I J Jenis Lapisan Ka d a r Ai r JIS A 5908:2003 Gambar 5.3 Kadar air papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Berdasarkan hasil sidik ragam pada Lampiran 38, menunjukkan bahwa jenis lapisan berpengaruh pada kadar air papan. Kadar air tertinggi pada papan tanpa lapisan, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit, arah miring, lebar bilah 1 cm dan papan berlapis venir tetapi berbeda nyata dengan papan lainnya. Tingginya kadar air papan komposit tanpa lapisan dikarenakan papan tersebut mengandung lebih banyak jumlah partikel kayu dibandingkan papan lain yang menggunakan lapisan baik venir maupun lapisan anyaman bambu. Hal ini mengindikasikan bahwa partikel kayu lebih banyak menyerap uap air selama pengkondisian dibandingkan lapisan venir atau bambu. Menurut Kai dan Xuhe 2006, dibandingkan dengan kayu, bambu mempunyai stabilitas dimensi yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kadar air yang dipersyaratkan 5-13, maka kadar air papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar tersebut.

3. Daya Serap Air

Nilai perhitungan daya serap air setelah perendaman 2 dan 24 jam terlihat pada Gambar 5.4. Daya serap air papan setelah perendaman 2 jam tertinggi pada papan berlapis venir sebesar 16,34 dan terendah pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, 2 cm, arah miring sebesar 7,83 . Untuk nilai daya serap air setelah perendaman 24 jam, tertinggi pada papan tanpa lapisan sebesar 54,81 dan terendah pada papan dengan lapisan bambu dengan kulit seperti pada perendaman 2 jam, sebesar 27,12. Hasil tersebut menunjukkan bahwa aya serap air papan yang berlapis anyaman bambu dengan kulit cenderung lebih rendah dibandingkan dengan papan yang berlapis anyaman bambu tanpa kulit. Hal ini disebabkan pada bagian bambu dekat kulit ke arah kulit, susunan sel-sel bambu lebih rapat dan mengandung silika yang lebih banyak sehingga lebih tahan terhadap air Liese, 1980. 54.81 48.17 38.93 49.98 44.47 41.82 32.52 31.14 31.14 27.12 12.30 16.34 13.03 15.11 15.27 13.02 8.76 8.65 8.50 7.83 10 20 30 40 50 60 70 A B C D E F G H I J Jenis Lapisan D aya S e rap A ir 2 jam 24 jam Gambar 5.4 Daya serap air papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Hasil analisis sidik ragam seperti terlihat pada Lampiran 39 dan 40, memperlihatkan bahwa jenis lapisan berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan, di mana papan tanpa lapisan mempunyai daya serap air terbesar, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu miring, tanpa kulit, lebar bilah 1 cm dan berbeda nyata dengan papan lainnya. Daya serap air terendah pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, miring, lebar bilah 2 cm. Hal ini disebabkan karena pada papan tanpa lapisan, jumlah partikel kayu lebih banyak dibandingkan dengan papan yang menggunakan lapisan, di mana luas permukaan partikel kayu yang dapat menyerap air pada saat perendaman lebih besar dibandingkan dengan luas permukaan lapisan. Selain itu, dengan semakin sedikitnya jumlah partikel kayu pada kadar perekat yang sama mengakibatkan distribusi perekat lebih merata sehingga penutupan oleh perekat pada permukaan partikel kayu lebih banyak. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya partikel kayu yang dapat mengikat air pada saat perendaman. Papan yang berlapis anyaman bambu dengan kulit mempunyai daya serap air yang lebih rendah dibandingkan dengan papan berlapis bambu tanpa kulit. Hal ini disebabkan pada bambu bagian kulit mempunyai susunan sel-sel yang lebih rapat dibandingkan bambu bagian dalam seperti yang terlihat pada Gambar 5.5. Selain itu bagian kulit bambu mengandung silika sehingga lebih tahan terhadap air. Bagian kulit 500µm Bagian dalam Gambar 5.5 Anatomi bambu tali

4. Pengembangan Tebal

Hasil perhitungan pengembangan tebal papan setelah perendaman 2 dan 24 jam menunjukkan pengembangan papan terbesar pada papan tanpa lapisan sebesar 37,93 dan terendah pada papan berlapis bambu dengan kulit lebar bilah 2 cm sebesar 6,94, seperti terlihat pada Gambar 5.6 dan 5.7. Hal tersebut memperlihatkan bahwa papan dengan anyaman bambu dengan kulit cenderung lebih stabil dibandingkan papan dengan lapisan anyaman bambu tanpa kulit karena mempunyai daya serap air yang lebih rendah. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 41 dan 42, menunjukkan bahwa jenis lapisan berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan. Pengembangan tebal papan tertinggi pada papan tanpa lapisan, kemudian papan berlapis venir, berbeda nyata dengan papan lainnya. Sementara pengembangan tebal papan terkecil pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, lebar bilah 2 cm dan tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu baik dengan kulit maupun tanpa kulit. Gambar 5.6 Pengembangan tebal papan komposit setelah perendaman 24 jam. Rendahnya pengembangan tebal pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, disebabkan lebih rendahnya daya serap air papan tersebut, demikian pula sebaliknya, tingginya pengembangan tebal pada papan tanpa lapisan karena daya serap air papan tersebut juga paling tinggi dibandingkan papan lainnya. Tetapi hal ini tidak terjadi pada papan berlapis venir, dimana papan ini mempunyai daya serap air yang relatif lebih rendah dari papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit, tetapi pengembangan tebalnya lebih tinggi dibandingkan dengan papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit. Hal ini mengindikasikan pengembangan tebal venir lebih tinggi dibandingkan pengembangan tebal lapisan bambu. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan pengembangan tebal papan maksimal 12, maka pengembangan tebal papan dapat memenuhi standar, kecuali papan tanpa lapisan dan papan berlapis venir. 2.83 4.12 2.56 3.35 4.38 5.85 4.31 6.32 7.49 3.67 A B C D E F G H I J 6.94 10.11 8.95 8.63 11.41 11.71 11.92 12.85 37.93 21.54 10 20 30 40 50 60 Jenis Lapisan P e ng e m ba ng a n T e b a l 2 jam 24 jam JIS A 5908:2003 Gambar 5.7 Pengembangan tebal papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu Keterangan : sama dengan Gambar 5.1

5.3.2 Sifat Mekanis Papan Komposit

Sifat mekanik papan terlihat dari nilai MOR dan MOE, keteguhan rekat dan kuat pegang sekrup. 1 MOR dan MOE Nilai MOR papan komposit yang dihasilkan berada pada kisaran 138–386 kgfcm 2 . Nilai MOR papan tertinggi pada papan berlapis anyaman bambu tegak lurus sebesar 386 kgfcm 2 dan terendah pada papan tanpa lapisan sebesar 138 kgfcm 2 , seperti terlihat pada Gambar 5.8. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 43, memperlihatkan bahwa jenis lapisan berpengaruh nyata terhadap MOR papan, dimana MOR tertinggi pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, arah anyaman saling tegak lurus dengan lebar bilah 2 cm, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis venir, papan berlapis anyaman bambu dengan kulit saling tegak lurus 1 cm, papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit saling tegak lurus 1 cm dan papan berlapis anyaman bambu dengan kulit saling tegak lurus dengan kulit 2 cm, berbeda nyata dengan papan lainnya, dan terendah pada papan tanpa lapisan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa arah anyaman berpengaruh nyata terhadap MOR papan, tetapi bagian bambu, dalam hal ini kulit dan tanpa kulit serta lebar anyaman tidak berpengaruh nyata. 192 292 197 332 228 386 190 316 359 138 100 200 300 400 500 A B C D E F G H I J Jenis Lapisan MO R k g f c m 2 JIS A 5908:2003 Berlapis venir Sejajar panjang papan Berlapis venir Tegak lurus panjang papan Gambar 5.8 MOR papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa anyaman bambu tegak lurus mempunyai kekuatan dalam memikul beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan anyaman bambu yang miring. Hal tersebut disebabkan pada saat pembebanan, terjadinya perlemahan lapisan bambu pada saat menerima beban pada arah 0 o , tetapi di sisi lain pada arah 90 o terjadi penguatan pada anyaman bambu pada saat menerima beban karena beban yang diterima masih dapat ditahan oleh bilah bambu yang arahya tegak lurus. Hal berbeda terjadi pada anyaman miring, di mana tidak ada arah bilah bambu yag dapat meneruskan beban yang diterima. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003, nilai MOR yang disyaratkan adalah 150 kgfcm 2 pada arah tegak lurus arah panjang papan dan 300 kgfcm 2 pada searah panjang papan, sehingga nilai MOR papan komposit yang dihasilkan dapat memenuhi standar tersebut kecuali papan tanpa lapisan. Perbedaan permukaan papan dengan adanya variasi lapisan pada face dan back terlihat pada Gambar 5.9. Bambu tanpa kulit Bambu dengan kulit Venir Tanpa Lapisan Gambar 5.9. Permukaan papan komposit pada lapisan yang berbeda Nilai MOE papan berkisar dari 1,50 – 4,00 x 10 4 kgfcm 2 seperti terlihat pada Gambar 5.10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MOE tertinggi pada papan berlapis venir sebesar 4,04 x 10 4 kgfcm 2 dan terendah pada papan tanpa lapisan sebesar 1,53 x 10 4 kgfcm 2 . Hasil penelitian tersebut memperlihatkan kecenderungan sifat mekanis papan yang berlapis anyaman bambu tegak lurus lebih besar dibandingkan papan dengan lapisan anyaman bambu miring. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 44, memperlihatkan bahwa lapisan berpengaruh nyata terhadap MOE papan. Di mana MOE tertinggi pada papan berlapis venir, tidak berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan arah anyaman saling tegak lurus yang lainnya, baik dengan kulit maupun tanpa kulit dengan lebar bilah 1 cm dan 2 cm. Hasil tersebut berbeda nyata dengan papan berlapis anyaman bambu dengan arah anyaman miring baik dengan kulit maupun tanpa kulit dengan lebar bilah 1 dan 2 cm, juga dengan papan tanpa lapisan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa arah anyaman berpengaruh nyata terhadap nilai MOE, tetapi bagian bambu dan lebar bilah tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOE papan. 1.79 3.81 1.95 3.29 2.26 3.47 1.62 3.03 4.04 1.53 1 2 3 4 5 6 A B C D E F G H I J Jenis Lapisan MO E 1 4 kg f cm 2 JIS A 5908:2003 Berlapis venir Sejajar panjang papan Berlapis venir Tegak lurus panjang papan Gambar 5.10 MOE papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Hasil penelitian Hu et al. 2004, menunjukkan bahwa nilai MOE menurun dengan semakin bertambahnya sudut yang dibentuk terhadap arah panjang serat. Tetapi dalam penelitian ini, bilah bambu yang digunakan dalam bentuk anyaman sehingga arah serat lapisan bambu tidak sama. Hasil penelitian menunjukkan arah anyaman saling tegak lurus memberikan kontribusi MOE yang lebih tinggi dibandingkan dengan arah anyaman miring. Hal ini dapat dijelaskan seperti pada fenomena yang terjadi pada MOR papan, di mana arah serat yang saling tegak lurus dapat memberikan kekuatan dalam memikul beban dibandingkan dengan arah serat yang miring. Berdasarkan standar JIS A 5908:2003, nilai MOE yang dipersyaratkan pada arah tegak lurus arah panjang papan sebesar 2,80 x 10 4 kgfcm 2 dan pada searah panjang papan sebesar 4,00 x 10 4 kgfcm 2 , maka nilai MOE papan memenuhi standar, kecuali pada papan berlapis anyaman bambu arah miring baik dengan kulit, maupun tanpa kulit, serta papan tanpa lapisan. 2 Keteguhan Rekat internal bond Keteguhan rekat papan komposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.11. 3.38 4.28 3.54 3.14 3.96 3.59 3.28 3.36 2.37 2.92 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A B C D E F G H I J Jenis Lapisan K e te g u h a n R ekat k g fcm 2 Gambar 5.11 Keteguhan rekat papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Keteguhan rekat papan tertinggi pada papan berlapis venir sebesar 4,28 kgfcm 2 dan terendah pada papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, arah miring lebar bilah anyaman 2 cm sebesar 2,37 kgfcm 2 . Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 45, keteguhan rekat papan tidak dipengaruhi oleh jenis lapisan yang digunakan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat sebesar 3,1 kgfcm 2 , maka nilai keteguhan rekat papan memenuhi standar tersebut, kecuali papan berlapis anyaman bambu dengan kulit, lebar bilah 2 cm baik arah tegak lurus maupun arah miring tidak memenuhi standar tersebut. Hal ini disebabkan karena tebalnya lapisan kulit dengan lebar JIS A 5908:2003 bilah 2 cm sehingga kerusakan produk cenderung terjadi di antara partikel kayu dan anyaman bambu. Terjadinya kerusakan pada bagian antara lapisan anyaman bambu dengan partikel kayu mengindikasikan kurang baiknya sifat rekatan pada daerah tersebut, di mana bambu bagian luar ini mempunyai sel-sel penyusun yang rapat dan mengandung silika yang lebih tinggi mengakibatkan keterbasahannya lebih rendah, seperti yang terlihat pada Gambar 5.12 dan 5.13. Menurut Kai dan Xuhe 2006, keterbasahan bambu yang mengandung kulit sangat rendah sehingga menyulitkan di dalam penyerapan perekat. Gambar 5.12 Sudut kontak bambu Gambar 5.13 Sudut kontak bambu bagian dalam bagian luar Gambar di atas menunjukkan sudut kontak antar perekat PU dengan bambu apus bagian luar lebih tinggi sebesar 118 o , dan bagian dalam 66 o . Hal ini menunjukkan keterbasahan bambu bagian luar lebih rendah dibandingkan bambu bagian dalam.

3 Kuat Pegang Sekrup

Nilai kuat pegang sekrup papan yang dihasilkan tertinggi pada papan berlapis anyaman bambu tanpa kulit arah tegak lurus, lebar bilah 2 cm sebesar 68,89 kgf, dan terendah pada papan tanpa lapisan yaitu 49,76 kgf, seperti terlihat pada Gambar 5.14. 65.95 67.85 64.74 62.86 63.22 68.89 61.19 49.76 63.97 62.55 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 A B C D E F G H I J Jenis Lapisan K u at P e g a n g S ekr u p k g f JIS A 5908:2003 Gambar 5.14 Kuat pegang sekrup papan komposit pada arah lapisan anyaman bambu yang berbeda Keterangan : sama dengan Gambar 5.1 Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 46, kuat pegang sekrup tidak dipengaruhi oleh jenis lapisan yang digunakan, tetapi jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908:2003, nilai kuat pegang sekrup yang dipersyaratkan minimal 51 kgf, maka nilai kuat pegang sekrup papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar kecuali papan tanpa lapisan. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan bambu mempunyai kekuatan pegang sekrup yang baik dibandingkan partikel kayu. Hal tersebut diakibatkan oleh lebih rapatnya sel-sel penyusun pada bambu dibandingkan pada partikel kayu dan terdapatnya kandungan silika pada bambu bagian kulit yang menyebabkan bambu semakin kuat dan tahan air Liese, 1980. Penggunaan anyaman bambu dengan kulit saja mempunyai rendemen yang lebih rendah dibandingkan anyaman bambu tanpa kulit, di mana dari sebilah bambu jika menggunakan kulit saja dapat dihasilkan 6 anyaman bambu, jika menggunakan bambu bagian dalam saja dapat dihasilkan 30 anyaman bambu. Sehingga penggunaan anyaman bambu tanpa kulit lebih efisien sekitar 500 dibandingkan anyaman bambu dengan kulit. Tetapi akan lebih efisien jika digunakan seluruh bagian bambu tersebut baik kulit maupun bagian dalam anyaman tanpa kulit.

5.4 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Pemakaian anyaman bambu miring dapat meningkatkan nilai MOR dan MOE papan sekitar 50 dan pemakaian anyaman bambu tegak lurus dapat meningkatkan MOR dan MOE papan sekitar 120 dibandingkan papan tanpa lapisan. 2. Anyaman bambu dengan kulit memberikan kekuatan MOR dan MOE yang lebih tinggi dibandingkan anyaman bambu tanpa kulit tetapi tidak berbeda secara statistik. 3. Papan komposit dengan anyaman bambu tegak lurus lebih kuat MOR dan MOE sekitar 50 dibandingkan papan dengan anyaman bambu miring. 4. Penggunaan lebar bilah anyaman bambu antara 2 cm dan 1 cm tidak berpengaruh nyata secara statistik. 5. Dari perhitungan rendemen, penggunaan anyaman bambu tanpa kulit lebih efisien sekitar 500 dibandingkan anyaman bambu dengan kulit. Tetapi akan lebih efisien jika menggunakan seluruh bagian bambu. 5.5 Saran Hasil penelitian menunjukkan papan yang dihasilkan dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003. Tetapi dalam penelitian tersebut masih menggunakan suhu dan lama pengempaan yang tinggi 160 o C, selama 15 menit, sementara KA partikel yang digunakan lebih rendah 8 dibandingkan dengan KA partikel pada penelitian tahap I 13. Sehingga untuk mengetahui kondisi pengempaan yang paling optimal dengan KA partikel yang berbeda, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai suhu dan lamanya waktu pengempaan. 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6.1 Pendahuluan

Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan USDA, 1972. Salah satu hal yang paling berpengaruh mengenai kondisi pengempaan adalah suhu dan waktu kempa berkaitan dengan kesesuaian penggunaan jenis perekat dan bahan baku papan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu optimal yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas papan komposit yang dapat memenuhi standar papan partikel berlapis venir. Selain itu, untuk mengetahui lama waktu pengempaan yang dibutuhkan agar bagian tengah papan komposit tersebut mencapai suhu yang sama dengan suhu bagian luar papan. 6.2 Bahan dan Metode 6.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah partikel kayu sengon dengan KA 8, anyaman bambu tali tegak lurus 1 cm, perekat polyurethane, aseton dan parafin. Alat yang digunakan adalah disk flaker, blender dan spray gun, mesin kempa panas, gergaji dan universal testing machine, serta chino recorder.

6.2.2 Metodologi

Pembuatan lembaran dilakukan dengan penambahan lapisan anyaman bambu sebagai face dan back, kerapatan sasaran papan 0,7 gcm 3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1cm . Perekat PU sebanyak 6 yang telah diencerkan sampai 20 berdasarkan berat kering bahan berlignoselulosa disemprotkan dengan menggunakan spray gun. Pengempaan papan dilakukan pada tekanan 25 kgcm 2 dengan perlakuan sebagai berikut : • Faktor A : suhu 100 o C, 120 o C, 140 o C dan 160 o C • Faktor B : lama pengempaan : 10 menit dan 15 menit Pada tahap ini terdiri dari 8 perlakuan dengan 5 ulangan, jumlah papan 40.

6.2.3 Analisis Data

Analisa data menggunakan rancangan faktorial 2 faktor dalam RAL, dengan model matematika menurut Mattjik dan Sumertajaya 2002 sebagai berikut: Yijk = µ + α i + β j + αβ ij + ε ijk dimana : Yijk = nilai pengamatan pada jenis kayu taraf ke-i kadar perekat taraf ke-j dan ulangan ke-k µ = komponen aditif dari rataan αi = pengaruh utama faktor suhu βj = pengaruh utama faktor waktu pengempaan αβij = komponen interaksi dari suhu dan waktu pengempaan εijk = pengaruh acak percobaan. 6.3 Hasil dan Pembahasan 6.3.1 Sifat Fisis Papan Komposit

1. Kerapatan

Hasil perhitungan kerapatan papan yang diperoleh berkisar 0,53–0,60 gcm 3 seperti terlihat pada Gambar 6.1. Nilai kerapatan papan terendah pada papan dengan suhu kempa 100 o C dan waktu 10 menit dan tertinggi pada papan dengan suhu kempa 160 o C dengan waktu 15 menit. Kerapatan papan tersebut masih berada di bawah kerapatan sasaran yaitu 0,7 gcm 3 . Hal ini disebabkan ketebalan yang diinginkan yaitu 1 cm tidak tercapai pada saat pengempaan. Hal ini mengindikasikan kurangnya tekanan yang digunakan pada saat pengempaan