Modulus elastisitas papan dapat dilihat pada histogram berikut :
0.55 0.24
0.73 0.80
1.58
0.72 1.08
0.86 0.86
0.5 1
1.5 2
2 4
6
Kadar Perekat MO
E 1
4
Kg f
c m
2
sengon akasia
gmelina
JIS A5908:2003 Tipe 24-10
Gambar 3.15 MOE papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda
Hasil sidik ragam pada Lampiran 13 dan 14, menunjukkan jenis kayu dan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap nilai MOR dan MOE papan, tetapi
interaksi antara jenis kayu dan kadar perekat tidak berpengaruh nyata pada taraf α 5. Dari ketiga jenis kayu yang digunakan, papan dari kayu sengon
memperlihatkan papan yang mempunyai nilai keteguhan patah yang paling tinggi dibandingkan kedua jenis kayu lainnya. Hal ini disebabkan karena papan dari
kayu sengon mempunyai nisbah pemadatan yang tinggi, sekitar 2,9 menyebabkan kekuatan papan dari kayu sengon lebih tinggi dibandingkan papan dari kayu
lainnya. Histogram tersebut memperlihatkan bahwa nilai MOR dan MOE papan
semakin meningkat dengan bertambahnya kadar perekat. Hasil sidik ragam juga memperlihatkan bahwa kadar perekat yang digunakan juga berpengaruh nyata
terhadap MOR dan MOE papan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Chelak dan Newman 1991, menggunakan perekat MDI dengan kadar 1,5 – 5
memperlihatkan semakin tinggi kadar perekat, nilai MOR dan MOE papan semakin tinggi pula. Menurut Maloney 1993, nilai MOR dipengaruhi oleh
kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan ukuran partikel.
Dari Gambar 3.14 dan 3.15 terlihat bahwa pada papan dari kayu akasia dan gmelina, kenaikan kadar perekat dari 4 menjadi 6 tidak mempengaruhi
kekuatan papan, hal ini mengindikasikan bahwa dengan kadar perekat 4, distribusi perekat cukup merata karena jumlah partikel yang lebih sedikit
disebabkan BJ kayu yang lebih tinggi dibandingkan pada kayu sengon, sehingga nisbah pemadatan papan relatif sama antara papan dengan perekat 4 dan 6.
Selain itu, kemungkinan kadar air partikel pada kering udara yang tidak seragam mengakibatkan kekuatan papan yang dihasilkan tidak bertambah secara signifikan
dengan bertambahnya kadar perekat. Jika dibandingkan standar JIS A5908:2003, hanya papan dari kayu sengon
dengan perekat 6 yang dapat memenuhi standar papan berlapis venir, sedangkan papan lainnya hanya dapat memenuhi standar tipe 8 kecuali papan dari kayu
gmelina perekat 2 dan 4 serta papan dari kayu akasia dengan perekat 2 tidak memenuhi standar tersebut.
2 Keteguhan Rekat
internal bond
Hasil pengujian keteguhan rekat menunjukkan nilai keteguhan rekat yang tertinggi pada papan dari kayu sengon dengan perekat 6 sebesar 3,54 kgfcm
2
. Nilai keteguhan rekat terendah pada papan dari kayu gmelina dengan perekat 2
yaitu 1,04 kgfcm
2
, seperti terlihat pada Gambar 3.16. Hasil sidik ragam pada Lampiran 15, menunjukkan nilai keteguhan rekat
papan dipengaruhi oleh jenis kayu dan kadar perekat yang digunakan, tetapi interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada taraf
α 5. Papan dari partikel kayu sengon mempunyai internal bond yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kedua papan lainnya. Hal ini disebabkan karena kayu sengon mempunyai keterbasahan yang lebih tinggi dibandingkan kayu akasia dan gmelina sehingga
kekuatan rekat pada kayu sengon lebih baik dari kayu akasia dan gmelina.
1.04 3.54
2.38 2.99
2.15
- 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
2 4
6
Kadar Perekat K
e te
g uha
n R e
k a
t
k g
f c
m
2
1.78 2.25
1.48 1.23
sengon akasia
gmelina
JIS A5908 :2003
Berlapis venir
Tipe 13
Gambar 3.16 Keteguhan rekat papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda
Perbedaan keterbasahan kayu sengon, akasia dan gmelina terlihat dari hasil pengukuran sudut kontak seperti terlihat pada Gambar 3.17, 3.18 dan 3.19.
Gambar 3.17 Sudut kontak polyurethane dengan gmelina
Gambar 3.18 Sudut kontak polyurethane dengan akasia
Gambar 3.19 Sudut kontak polyurethane dengan sengon
Gambar tersebut memperlihatkan perbedaan besarnya sudut kontak antara perekat PU dengan kayu gmelina sebesar 65-70
o
, dengan kayu akasia 55-60º dan kayu sengon sekitar 40-50
o
. Semakin besar sudut kontak yang terbentuk antara kayu dengan perekat, semakin rendah keterbasahan kayu tersebut. Dari
pengamatan yang dilakukan, memperlihatkan bahwa kayu sengon lebih tinggi keterbasahannya dibandingkan kayu akasia dan gmelina. Sejalan dengan hasil
penelitian oleh Alamsyah et al. 2005 dengan menggunakan perekat API menunjukkan bahwa keterbasahan kayu oleh perekat yang lebih baik akan
menghasilkan rekatan yang lebih kuat. Hal itu ditunjukkan dengan lebih besarnya persentasi kerusakan yang terjadi pada kayu bukan pada garis rekat dan lebih
resisten terhadap delaminasi. Penelitian tersebut juga memperlihatkan
keterbasahan kayu sengon lebih baik dibandingkan kayu akasia, dan kayu akasia lebih baik dibandingkan dengan kayu gmelina. Hal tersebut diakibatkan oleh
deposit ekstraktif yang ada di permukaan kayu. Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa keteguhan rekat papan dengan
kadar perekat 6 tidak berbeda nyata dengan papan dengan perekat 4 tetapi berbeda nyata dengan papan dengan kadar perekat 2. Hal tersebut menunjukkan
semakin tinggi kadar perekat yang digunakan, keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin tinggi pula karena semakin banyak ikatan yang terjadi antara
kayu dengan perekat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Chelak dan Newman 1991, dengan menggunakan perekat MDI pada kadar 1,5–5
menunjukkan bahwa keteguhan rekat papan semakin tinggi dengan semakin bertambahnya jumlah perekat yang digunakan.
Berdasarkan standar JIS A5908:2003, nilai keteguhan rekat papan yang dihasilkan pada umumnya memenuhi standar base particleboard, decorative
particleboard tipe 8 dan 13, dan hanya papan komposit dari kayu sengon dengan perekat 6 yang memenuhi standar veneered particleboard.
Kualitas keteguhan rekat papan selain dapat dilihat dari uji keteguhan rekat secara mekanis dengan menggunakan UTM, juga dapat dilihat dari
penampakan bagian papan dengan bantuan foto SEM tipe JSM- 5310LV seperti yang terlihat pada Gambar 3.20, 3.21 dan 3.22. Hasil foto SEM tersebut
memperlihatkan distribusi perekat yang digambarkan oleh distribusi warna putih pada foto SEM tersebut, lebih merata pada papan dari partikel kayu sengon
dengan perekat 6 dibandingkan pada papan dari partikel kayu akasia, dan sangat tidak merata pada kayu gmelina.
Gambar 3.20 SEM papan komposit kayu sengon dengan perbesaran 500x
Gambar 3.22 SEM papan komposit kayu gmelina dengan perbesaran 500x
Gambar 3.22 SEM papan komposit kayu akasia dengan perbesaran 500x
Hasil pengujian menunjukkan kekuatan rekat yang tertinggi pada papan dari kayu sengon, maka dilakukan uji FTIR antara perekat polyurethane dan kayu
sengon untuk mengetahui ikatan yang terjadi antara kayu dan perekat. Indikasi terjadinya ikatan kimia antara perekat PU dengan kayu sengon
dapat diperlihatkan dari hasil FTIR seperti tertera pada Gambar 3.23, 3.24 dan 3.25. Hasil pencirian dengan spektrum infra merah menunjukkan bahwa terjadi
reaksi antara PU dengan kayu Gambar 3.25, ditandai dengan mengecilnya peak serapan pada 3000 cm
-1
CH berkurang dan berkurangnya gugus N-C-O grup pada daerah 2270 cm
-1
, yang pada spektrum perekat PU Gambar 3.23. sangat tajam, berubah menjadi amida terlihat dengan adanya peak khas amida pada
daerah sekitar 1700 cm
-1
pada Gambar 3.25. Selain itu, pada spektrum kayu sengon Gambar 3.24, menunjukkan adanya gugus O-H, yang ditandai dengan
adanya peak pada daerah 3500-3250 cm
-1
dan gugus C-H pada daerah sekitar 2775 cm
-1
, gugus tersebut semakin kecil pada spektrum campuran antara kayu dengan perekat PU Gambar 3.25.
Isocyanate N-C-O C-H
transmitan
Panjang Gelombang cm
-1
Gambar 3.23 Spektrum FTIR perekat poliuretan
transmitan
C-H
O-H
Panjang Gelombang cm
-1
Gambar 3.24 Spektrum FTIR kayu sengon
C-H N-H
transmitan
Panjang Gelombang cm
-1
Gambar 3.25 Spektrum FTIR campuran perekat poliuretan dengan kayu sengon
3 Kuat Pegang Sekrup
Hasil pengujian kuat pegang sekrup berkisar dari 11,94-40,28 kgf. Nilai kuat pegang sekrup terendah pada papan dari partikel kayu gmelina dengan kadar
perekat 2 dan tertinggi pada papan dari partikel kayu sengon dengan kadar perekat 6. Hal ini menunjukkan bahwa kuat pegang sekrup papan semakin
meningkat dengan semakin bertambahnya kadar perekat yang digunakan, seperti terlihat pada Gambar 3.26.
40.28 34.06
29.06 26.75
25.18 17.91
20.56 11.94
25.68
- 10
20 30
40 50
60
2 4
6
Kadar Perekat K
u at
P eg
an g
S ekr
u p
kg f
sengon akasia
gmelina
JIS A5908:2003
Gambar 3.26 Kuat pegang sekrup papan komposit dari jenis kayu dan kadar perekat yang berbeda
Hasil sidik ragam pada Lampiran 16, memperlihatkan jenis kayu dan kadar perekat berpengaruh nyata terhadap nilai kuat pegang sekrup papan, tetapi
interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut menunjukkan hasil terbaik papan dari partikel kayu sengon, dan berbeda nyata dengan papan dari
jenis kayu lainnya. Hasil uji lanjut kadar perekat memperlihatkan bahwa papan dengan kadar perekat 6 adalah papan yang terbaik, dan tidak berbeda nyata
dengan papan dengan kadar perekat 4, tetapi berbeda nyata dengan papan dengan kadar perekat 2. Hal ini disebabkan karena papan dari kayu sengon
mempunyai keteguhan rekat yang lebih tinggi dibandingkan papan dari partikel
kayu lainnya. Keteguhan rekat yang lebih tinggi berimplikasi pada kuat pegang sekrup yang lebih tinggi pula.
Selain itu, kuat pegang sekrup papan juga dipengaruhi oleh kerapatan papan di daerah dekat permukaan karena kedalaman sekrup yang ditancapkan hanya
sekitar 12 bagian ketebalan papan. Walaupun dalam penelitian ini tidak dilakukan penentuan gradasi kerapatan dari permukaan ke bagian dalam papan,
tetapi dari pengamatan secara visual bagian permukaan papan nampak lebih rapat dibandingkan bagian tengah papan, sehingga kekuatan papan pada bagian
permukaan lebih tinggi dari bagian tengah papan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Houts et al., 2003 yang menyatakan bahwa dengan adanya
pengempaan panas, kerapatan tertinggi papan terdapat pada bagian dekat permukaan papan. Menurut Maloney 1993, bagian permukaan lebih dahulu
mengalami pemanasan sehingga mengalami plastisasi yang diikuti dengan proses densifikasi yang mengakibatkan kerapatan papan di bagian permukaan lebih
tinggi.
3.4 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu : 1.
Kayu sengon menunjukkan kesesuaian yang lebih baik dengan perekat PU dibandingkan kayu akasia dan gmelina pada KA kering udara 13-14
2. Papan dari kayu sengon dengan perekat 6 mempunyai kekuatan yang lebih
tinggi dibandingkan papan dari kayu akasia dan gmelina pada kadar perekat yang sama, dan dapat memenuhi standar JIS A 5908:2003 tipe veneered particleboard
untuk parameter keteguhan rekat.
3.5 Saran
Untuk dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan, maka pada tahap penelitian selanjutnya partikel kayu yang digunakan adalah kayu sengon berdasarkan
hasil yang terbaik dari tahap ini. Selain itu, kadar air partikel perlu dikondisikan pada kadar air tertentu agar lebih sesuai dengan perekat PU yang digunakan.
4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT
4.1 Pendahuluan
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR dan MOE serta pengembangan tebal yang masih
sangat jauh berada di atas standar JIS A 5908:2003. Tingginya pengembangan tebal tersebut dapat diperkecil dengan penggunaan parafin. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kadar parafin yang dibutuhkan untuk meminimalkan pengembangan tebal dan tidak berpengaruh terhadap kekuatan papan tergantung
pada sifat bahan baku yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar parafin yang optimal untuk menahan
pengembangan tebal papan. Selain itu, pengembangan tebal juga diakibatkan karena kurang kompaknya
papan yang dihasilkan. Hal ini diduga diakibatkan penggunaan kadar air partikel yang tinggi kadar air kering udara, 13-14. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan perekat berbahan dasar isocyanate yaitu MDI lebih optimal diaplikasikan pada kadar air yang tinggi yaitu 15 Chelak dan Newman, 1991, untuk perekat
pMDI pada kadar air tidak melebihi 12 Papadopaulus, 2006, pada saline jose tall kadar air 8 Zheng et al., 2007. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kadar air
yang optimal berbeda untuk berbagai type perekat berbahan dasar isocyanate tersebut, maka dilakukan penelitian pengaruh kadar air partikel untuk mengetahui kadar air
yang optimal untuk perekat PU pada kayu sengon. Penggunaan kayu sengon sebagai bahan baku pada penelitian tahap lanjut ini karena dari hasil penelitian sebelumnya
papan yang terbuat dari kayu sengon yang menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan papan yang terbuat dari kayu akasia dan gmelina.