Resiliensi pada Ayah sebagai Orang Tua Tunggal

seorang laki-laki, dinilai sebagai sumber identitas yang utama Kissman dan Alen dalam Partasari, 2004. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa masalah yang dihadapi ayah sebagai orang tua tunggal. Masalah tersebut adalah masalah kehilangan akibat kematian istri, masalah pengasuhan anak, masalah tekanan sosial, masalah ekonomi, serta masalah kurangnya waktu untuk mengurus diri dan kehidupan sosialnya. Dalam menghadapi masalah-masalah tersebut yang muncul akibat peran sebagai orang tua tunggal, membuat ayah memiliki kondisi fisik yang rentan terhadap penyakit dan rentan terkena depresi.

C. Resiliensi pada Ayah sebagai Orang Tua Tunggal

1 Deskripsi Resiliensi pada Ayah sebagai Orang Tua Tunggal Sebagian besar orang yang menginjak usia dewasa tengah memiliki kebutuhan untuk mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karirnya Santrock, 1995. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Rhodes dan Tamir dalam Santrock, 1995 yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mengalami peningkatan akan kepuasan kerja yang stabil sepanjang kehidupan kerja dari rentang usia 20 hingga 60 tahun, baik orang dewasa yang berpendidikan tinggi, maupun yang tidak berpendidikan tinggi. Di sisi lain, Erikson dalam Santrock, 1995 mengungkapkan bahwa usia dewasa tengah dituntut mampu menghadapi persoalan hidup yang signifikan. Persoalan hidup tersebut mencakup rencana-rencana orang dewasa atas apa yang diharapkan untuk dikerjakan. Selanjutnya, individu dapat meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi selanjutnya, yang disebut dengan tahap bangkit versus mandeg generativity vs stagnasi. Individu usia dewasa tengah mengembangkan generativitas dengan beberapa cara yang berbeda-beda. Generativitas biologi dapat ditunjukkan dengan memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak, melalui generativitas kerja. Orang dewasa mengembangkan keahlian yang diturunkan kepada orang lain, dan melalui generativitas kultural orang dewasa menciptakan, merenovasi atau memelihara aspek tertentu dari kebudayaan yang akhirnya bertahan Kontre dalam Santrock, 1995. Di masa ini, laki-laki dewasa yang sudah menikah dan memiliki anak dihadapkan pada peran dengan tahap generativitas seperti, bekerja untuk menanggung kebutuhan keluarga dan mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan dan bimbingan kepada anak-anaknya sebagai orang tua. Lestari 2012 juga menyatakan bahwa terdapat pembagian tugas dan peran dalam konsep perkawinan yang tradisional. Konsep ini lebih mudah dilakukan karena segala urusan rumah tangga dan pengasuhan anak akan menjadi tanggung jawab istri, sedangkan suami akan bertugas untuk mencari nafkah. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Hidayati, dkk 2011 bahwa laki-laki yang berperan sebagai ayah akan bertanggung jawab secara primer terhadap kebutuhan finansial PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keluarga, sedangkan wanita yang berperan sebagai ibu memiliki tanggung jawab pada pengasuhan dasar. Lamb, Pleck, Charnov dan Levine dalam McBridge, Schoppe, dan Rane, 2002 membagi keterlibatan ayah dalam 3 komponen antara lain : a Interaction Parent interaction yaitu pengalaman seorang ayah dalam pengasuhan secara langsung. Interaksi satu lawan satu dengan anak, mempunyai waktu untuk sekedar bersantai atau bermain bersama. b Accessibility yaitu bentuk keterlibatan seorang ayah kepada anak yang lebih rendah. Orang tua ada di dekat anak akan tetapi , ayah tidak ikut berinteraksi secara langsung dengan anak. c Responsibility yaitu bentuk keterlibatan yang mencakup tanggung jawab dalam hal perencanaan, pengambilan keputusan dan pengaturan. Meskipun demikian, dalam menjalankan peran dan tanggung jawab sebagai seorang ayah, laki-laki akan mengalami kekacauan ketika mengalami perubahan peran. Hal tersebut dapat terjadi ketika istri sebagai pasangan hidup meninggal. Hurlock 1980 menyatakan bahwa masa dewasa madya merupakan masa yang penuh stress. Selain itu, sebagian besar laki-laki di usia dewasa madya akan mengalami stress psikologis ketika istri sebagai pasangan hidup meninggal. Kehilangan istri bagi seorang laki-laki menurut Parker dalam Partasari, 2004 berarti kehilangan sosok istri dan mengalami tahap dukacita serta kehilangan peran yang selama ini dijalankan oleh istri, seperti mengurus keperluan rumah tangga, mengatur ekonomi keluarga, penghibur, pasangan seksual dan pasangan emosional. Bagi individu yang tidak mampu untuk menghadapi peran barunya yaitu ayah sebagai orang tua tunggal maka, akan mengalami keterpurukan hingga tidak lagi mampu untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Hal tersebut didukung dengan laporan Finner dalam Aprilia, 2013 bahwa keluarga dengan orang tua tunggal akan dihadapkan dengan banyak sekali masalah seperti isolasi dan kesepian, kesukaran finansial dan tekanan pada anak untuk menjadi lebih cepat dewasa dan bertanggung jawab melebihi kapasitas sesungguhnya. Meskipun individu menerima berbagai permasalahan atas perasaan dukacita seusai ditinggal meninggal pasangannya dan menjalani perubahan peran baru sebagai orang tua tunggal, tak jarang individu harus berhadapan dengan kenyataan hidup yang pahit dan dituntut untuk beradaptasi dengan perubahan. Individu yang berhasil mengatasi permasalahan dalam hidup mereka, dan mampu bangkit menjadi individu yang lebih kuat dan menemukan kehidupan yang lebih baik dikatakan sebagai individu yang resilien Siebert dalam Wijayani, 2008. Pada saat individu memiliki kemampuan resiliensi, maka individu tersebut akan menjadi individu yang fleksibel, mampu beradaptasi secara cepat dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lingkungan dan terus bergerak maju dengan berbagai perubahan dan permasalahan hidup yang terjadi Siebert dalam Wijayani, 2008. Selain itu, resiliensi yang dimiliki individu akan mempengaruhi kinerja dalam lingkungan kerja, atau lingkungan sekolah, memiliki efek terhadap kesehatan secara fisik maupun mental, serta menentukan keberhasilan dalam berhubungan serta berinteraksi dengan lingkungannya. Hal itu semua merupakan faktor dasar akan tercapainya kebahagiaan dan kesuksesan hidup seseorang Reivich dan Shatte dalam Wijayani, 2008. Dengan begitu, laki-laki sebagai orang tua tunggal yang memiliki kemampuan resiliensi akan mampu menjalankan perannya yaitu ayah sebagai orang tua tunggal dan melewati tahapan di usia dewasa madya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 Skema Proses Resiliensi pada Ayah sebagai Orang Tua Tunggal Laki-laki Dewasa Madya Kehilangan pasangan akibat ditinggal meninggal Menghadapi Tekanan : a. Dukacita Kehilangan pasangan b. Ekonomi c. Pekerjaan d. Tekanan Sosial e. Perubahan Peran Pengalaman Proses Resiliensi : a. Kesadaran memiliki tujuan hidup Meaningfulness b. Keseimbangan hidup Equanimity c. Ketahanan menghadapi perubahan Perseverance d. Kemampuan mengendalikan diri sendiri self reliance e. Kebebasan dan keunikan dalam menentukan hidupnya

D. Pertanyaan Penelitian