Informan mulai mampu menilai bahwa rasa kecewa, dan marah yang diungkapkan kepada Tuhan dirasakan sebagai wujud
penolakan akan kehilangan istrinya. Pertentangan terhadap kematian istrinya pada Tuhan dianggap sebagai sesuatu yang wajar
karena kematian istrinya dianggap sebagai sesuatu yang mendadak dan mengejutkan.
“Karena apa, menurut kami kata orang-orang itu wajar karena kamu shock ditinggal istrimu jadi mau ndak mau itu
wajar. Ya itu saya tentang saya ndak mau. Untung lama kelamaan sudah.” Informan 1, 212-214
b. Pengalaman Berperan Sebagai Orang Tua Tunggal
Kehilangan istri, membuat informan sadar akan perannya yang berubah seiring proses dalam menerima kematian istrinya.
Hal ini mulai ditunjukkan informan dengan memberikan pendekatan dan pengertian bagi kedua anaknya yang juga
menunjukkan sikap tidak menerima akan kehilangan ibu mereka. Selain itu informan juga mulai menunjukkan perannya sebagai
ayah sebagai orang tua tunggal dengan memberikan arahan untuk keberlangsungan hidup kedua anaknya tanpa kehadiran ibu.
“Anak-anak ya, dikatakan anak ya masih perlu ada bimbingan njih. Ya pendekatan, ya itu setelah kami mulai reda, baru
anak-anak kami mengertikan. Selama satu bulan, kami masih masa pergulatan itu ya anak-anak masih belum saya ajak
ngomong. Mungkin dia memang, ndak menunjukkan njih tapi dia tetap menunjukkan sikap, anak saya jadi pendiam terus
akhirnya menyendiri. Dua-duanya itu menyendiri, kemudian ndak ceria tapi setelah kami juga sudah mulai reda, kami
mulai beri pengertian. Ya sudah mari kita menjalaninya bersama-
sama.”Informan 1, 216-223
Perubahan lain
yang dirasakan
cukup signifikan
mempengaruhi hidup informan adalah ketika ia diharuskan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melakukan pertimbangan dan membuat keputusan seorang diri. Hilangnya rutinitas berkomunikasi untuk berbagi pikiran dirasakan
sangat menonjol dalam kehidupan informan. Perubahan peran tersebut dirasa cukup membingungkan bagi informan karena
seringkali keputusan yang telah dibuatnya belum tentu baik dan dapat diterima oleh orang lain dan kedua anaknya.
“Ya otomatis njih, yang dulunya itu kita masih berpikir berdua dan sebagainya sesuatu ada pertimbangan, terus sekarang
nggak ada itu kadang-kadang itu ya mesti ada perubahan yang sangat signifikan njih. Sangat-sangat menonjol njih,
mungkin buat kedua anak saya baik, tetapi buat kedua anak saya gak baik mungkin. Informan 1, 270-275
“Dulu saya bisa pertimbangan dengan istri saya, jangan gini to yah, gini, gini, gini. Akhirnya saya sekarang kan ndak, apa
yang saya putuskan, pikir ini buat saya buat anak baik, ki tujuane ki apik tapi buat anak sendiri gak.”Informan 1, 275-
279
Meskipun beberapa perubahan yang dirasakan ketika berperan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal mulai dirasakan
dan dijalani, informan merasakan beberapa tanggung jawab yang tidak
mampu untuk
dilakukannya. Informan
menyadari keterbatasan dirinya dalam menangani keperluan rumah tangga
yang tidak biasa dilakukan olehnya. Oleh karena itu, beberapa tanggung jawab sebagai ayah sebagai orang tua tunggal harus
dijalankan dengan dukungan dari pihak lain. Beberapa dukungan didapatkan dari kakak wanita informan yang turut serta membantu
mengurus keperluan keseharian anak, hingga mengurus keperluan rumah tangga. Selain itu, informan juga menggunakan jasa
pembantu rumah tangga untuk membersihkan rumah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Jujur menangani apa yang ditangani orang putri gak bisa. Udah istilahnya kita gak usah mengatakan bahwa kita, “saya
segala-galanya bisa, jelas gak bisa. Oleh sebab itu, saya njih minta bantuan orang.” Informan 1, 311-314
Dalam menjalani perannya yaitu ayah sebagai orang tua tunggal,
informan merasa
kebingungan. Perasaan
akan kebingungan peran tersebut dirasakan informan hingga tidak
sanggup untuk melakukan segala sesuatunya yang berkaitan dengan perannya. Meskipun demikian, informan kembali
menyadari hingga akhirnya berusaha menjalani kehidupannya yang sudah ditetapkan Tuhan.
“Kurang lebih seperti itu ya mbak, tapi ya tidak apa-apa tetap saya jalani saja karena sudah rencana Tuhan.”Informan 1,
317-318
Masalah lain yang informan ungkapkan adalah masalah dalam mendidik anak. Perselisihan pendapat antara kemauan anak
dengan orang tua seringkali dirasakan oleh informan. Informan dituntut mengambil keputusan yang tepat bagi anaknya. Kemauan
anak yang tidak didukung dengan kemampuan ekonomi yang cukup baik membuat keduanya seringkali mengalami perbedaan
pendapat. Berperan sebagai orang tua tunggal menuntut informan menjadi pekerja tunggal dalam keluarganya yang harus membiayai
kehidupan rumah tangga, hingga keperluan kedua anaknya. Oleh karena itu, informan mendidik kedua anaknya untuk mampu
belajar mengambil keputusan berdasarkan tingkat kepentingan.
“Sekarang paling muncul ya itu, perselisihan antara anak mempunyai kemauan dengan kami. Biasa kan anak
sekarang mengatakan anak gaul, itu biasa. Itu sering ada
perselisihan pendapat yang antara orang tua dengan anak sekarang.” Informan 1, 361-364
“Jadi itu tujuannya, jadi nanti kita mengertikan. Jadi anak memang dilatih bagaimana cara menghargai uang dan jerih
payah orang tua. Jadi kalau dia selalu dan selalu di iyakan, dia gak mau tahu. Pokoknya kalau ada apa-
apa “yah, yah”. Dituntut akhirnya tetapi kalau diberi pengertian akhirnya dia
tau oh mana yang boleh mana yang gak akhirnya dia tahu, ternyata mencari uang itu ya sulit.” Informan 1, 382-388
Tidak sedikit masalah tekanan sosial yang turut dirasakan oleh informan. Tanggapan negatif terkait statusnya sebagai seorang
ayah sebagai orang tua tunggal dan duda seringkali didapatkan dari teman-teman informan 1. Pilihan informan untuk hidup tanpa
adanya pasangan setelah sepeninggal alamarhumah istrinya selama 4 tahun, seringkali diragukan oleh teman-temannya dan seringkali
menjadi bahan tawa mereka. Meskipun dalam menghadapi keadaan yang sulit menjadi ayah sebagai orang tua tunggal, informan tidak
menghiraukan tanggapan negatif yang didapatkannya. Kondisi tersebut membuat informan memiliki kemampuan untuk tetap
berpegang pada prinsipnya. Meskipun demikian, kondisi tersebut tidak lantas membuatnya memiliki hubungan yang tidak baik
dengan pemberi tanggapan negatif. Ia tetap menghargai pendapat orang lain dengan menimpali percakapan dengan suasana canda
yang menyenangkan.
“Kalau itu sih banyak juga, kamu gak mungkin wong kamu duwe mobil duwe segalanya. Itu kan pandanganmu,
sedangkan saya punya pandangan dan keyakinan sendiri. Kamu mau ngomong apapun silahkan selama kamu itu mau
gurau dengan saya, ya genti diguroni, tapi kalau dia serius kita serius. Gapapa, ya pernah serius dalam arti kalau dia
mau serius istilahnya kita ya marah, gak ada masalah. Tapi selama itu buat kamu itu canda ya gak masalah. Ini ini ini ya
itu urusanmu, kamu gak percaya ya urusanmu saya punya
keyakinan saya punya prinsip sendiri. Jadi prinsipmu harus sama dengan saya jelas gak mungkin, karena kamu beda
dengan saya, mungkin kalau buat kamu sah-sah aja, tapi buat saya yang gak sah, karena pandangannya ini yang beda, sudut
pandangnya. Saya nanti harus pengakuan ning romo malah yo isin dewe kalau saya berbuat hal-hal yang aneh-aneh. Lah ini
lho, karena sudut pandangnya yang sudah berbeda, dan dia gak menyakini. Makanya kenapa harus dipermasalahkan, njih
ora enek gunane.” Informan 1, 486-500
Keterbatasan informan dalam menjalankan peran ayah sebagai orang tua tunggal, membuat keluarga besarnya tergerak
untuk memberikan dukungan sosial. Dukungan sosial cukup dirasakan sebagai sesuatu yang menopang informan seperti
kehadiran kakak wanitanya yang turut membantu tugas-tugas rumah tangga yang biasa dilakukan oleh istri informan. Selain itu,
dukungan sosial tidak kurang dirasakan oleh informan dengan mendapatkan dukungan dari pihak keluarga dimana ia
berkomitmen untuk mengurus dan membesarkan anak seorang diri tanpa adanya pendamping dan menunda untuk menikah kembali.
“Terlebih disini masih ada budhe, kakak saya. Jadi itu yang sepertinya kita masih apa ya dalam keluarga itu masih bisa
saling bantu, bisa saling menopang, jadi gitu.” Informan 1, 321-324
“Kalau dari keluarga gak ada. Saya pilih anak semua setuju, semuanya mendukung, tapi ya nanti yang memilihkan anak
saya siap. Keluarga juga setuju, ya memang itu keluarga saya kira setuju semua mendukung.” Informan 1, 521-523
c. Cara Informan Menangani Masalah