D. Pembahasan Hasil Penelitian
Dilihat secara keseluruhan, ketiga informan memiliki pengalaman menjadi ayah sebagai orang tua tunggal yang cukup baik dengan memiliki
tujuan dan usaha dalam hidupnya dan mampu memaknai serta menghargai yang sudah dilakukannya. Sikap yang santai untuk menerima apapun yang
terjadi dalam hidup dan ketekunan untuk bertahan pada perubahan yang dialami dengan berperan ayah sebagai orang tua tunggal juga ditunjukkan
pada pengalaman ketiga informan. Selain itu, para ayah yang berperan sebagai orang tua tunggal memiliki kepercayaan diri yang baik untuk
menghadapi setiap pengalaman dalam hidupnya. Hal ini membuat para ayah sebagai orang tua tunggal sadar bahwa setiap masalah yang dihadapi
dapat teratasi dengan kemampuannya sendiri. Dari segi komponen meaningfulness, terdapat kesadaran bahwa
dalam kehidupan memiliki tujuan, dan usaha untuk memperoleh tujuan tersebut. Ketiga informan memiliki tujuan yang sama yaitu menjadikan
anak sebagai prioritas hidup. Ketiga informan terlihat peduli pada masa depan anaknya dengan ingin membuat anaknya mandiri dan sukses
dibidang pendidikan. Prestasi dibidang pendidikan hingga mendapatkan sekolah unggulan, dinilai sebagai keberhasilan yang telah dicapai oleh
kedua anak informan 1. Prestasi tersebut tidak lepas dari keberhasilan informan 1 dalam
mendidik dan menjadi salah satu kepuasan bagi dirinya. Pada informan 1, keberhasilan yang ia rasakan tidak saja berkaitan dengan prestasi di
sekolah, tetapi juga keberhasilan dalam mendidik anaknya untuk menjadi lebih mandiri. Selain kepeduli terkait pendidikan disekolah, informan 1
juga memberikan pelatihan kepengurusan rumah tangga dengan mengurus keperluan dirinya sendiri yaitu, mencuci baju, dan belajar memasak.
Pelatihan untuk mengambil kepeutusan berdasarkan tingkat kepentingan juga ditekankan pada pengasuhan oleh informan 1. Selain itu informan 1
memberikan pelatihan kepada kedua anaknya untuk mengambil keputusan berdasarkan tingkat kepentingan.
Harapan yang diberikan kepada kedua anaknya untuk bisa mandiri dilakukannya
sebagai bukti
perhatian kepada
kedua anaknya.
Pembelajaran tersebut diberikan agar mereka memiliki bekal ilmu untuk hidup mandiri, jika suatu saat berada jauh dari lingkungan rumah. Hal
yang serupa terjadi pada informan 3, dimana anaknya mendapatkan beasiswa pendidikan selama 2 tahun. Kondisi tersebut tidak lepas dari
bimbingan informan 3 yang berperan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal untuk memenuhi segala kebutuhan anaknya dalam dunia
pendidikan. Selain itu, informan 3 juga seringkali menerapkan kedisiplinan dalam diri anaknya. Sedangkan pada informan 2,
mengupayakan keberhasilan anaknya dengan menyelesaikan pembelajaran hingga di bangku kuliah.
Ketiga informan bekerja keras memenuhi keinginan dan kebutuhan yang menunjang prestasi anak-anaknya seorang diri. Hal ini sesuai dengan
apa yang diungkapkan oleh Wilson Septiningsih dan Cahyanti, 2014 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa seorang laki-laki yang berperan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal juga bertanggung jawab menjadi pemimpin dalam keluarga untuk
menjaga, mendidik, membesarkan serta menjadi wali bagi anak-anaknya sendiri tanpa adanya orang yang membantu baik pasangan atau pengasuh.
Menjadi sumber pencarian utama dalam keluarga dilakukan ketiga informan setiap hari. Informan 3 mengalami kendala dalam mengatur
keuangan keluarga. Kendala tersebut adalah keadaan dimana ia harus menyelesaikan hutang yang bersamaan dengan membiayai kebutuhan
keluarga. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan informan 1 dimana ia
harus pintar dalam mengelola keuangan keluarga untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan kedua anaknya. Meskipun informan 1 dan 3 tidak
berada dalam kondisi keuangan yang terpuruk, akan tetapi memenuhi kebutuhan ekonomi keluargaa dirasakan sebagai suatu masalah. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ortigas dalam Partasari, 2004 bahwa terdapat empat masalah yang dialami ayah sebagai orang tua
tunggal. Salah satu masalah tersebut adalah masalah ekonomi, yang berkaitan dengan kesukaran dalam membiayai kehidupan. Kondisi
keuangan yang baik akan memungkinkan laki-laki yang berperan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal untuk menyewa orang lain sebagai
pengasuh anak dan membantu mengurus keperluan rumah tangga. Sikap bertanggung jawab dalam menafkahi dan mendidik anak
ditunjukkan oleh ketiga informan sebagai bukti bahwa ketiga informan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berusaha untuk mewujudkan tujuan dalam hidupnya. Tak jarang ketiga informan juga menghabiskan waktu untuk bersenda gurau. Interaksi antara
kedua anaknya dengannya sebagai seorang ayah membuatnya bisa memiliki kedekatan yang baik, terutama pada anak perempuannya.
Kedekatan tersebut, mencakup interaksi komunikasi dengan berdiskusi untuk berbagi pengalaman, menyelesaikan masalah, makan bersama
tampak jelas pada informan 1 yang memiliki dua orang anak. Realitas tersebut sesuai dengan komponen keterlibatan ayah, yaitu
paternal engagement dimana pengalaman seorang ayah untuk berinteraksi langsung dengan anaknya dalam bentuk perawatan, bermain ataupun
sekedar bersantai bersama Lamb, dkk dalam McBridge, Schoppe dan Rane, 2002. Kedekatan pada informan 2 ditunjukkan dengan bercanda,
yang sering dilakukan dengan anak laki-lakinya. Berbagi perhatian sering juga dilakukan dengan semua anak-anaknya. Pada informan 3 terjadi
interaksi yang tidak jauh berbeda, yaitu ketika menghabiskan waktu bersama untuk membimbing belajar, pergi ibadah, dan bersenda gurau
bersama. Berperan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal, ketiga informan
memiliki perspektif yang seimbang antara pengalaman dengan kehidupan. Hal ini ditunjukkan oleh informan 1 dengan menyadari keterbatasan diri.
Menjadi ayah sebagai orang tua tunggal selama 4 tahun, bukan berarti ia sanggup untuk mengerjakan semua pekerjaan seorang diri. Pengakuannya
untuk tidak bisa menangani apa yang menjadi tugasnya dalam mengurus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keperluan rumah tangga menegaskan bahwa ia merasakan keterbatasan diri.
Hal ini dikarenakan selama istrinya hidup, terjadi pembagian peran di dalam keluarga yaitu informan 1 sebagai ayah dan kepala keluarga
bertugas untuk bekerja sedangkan istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam mengatasi keterbatasan dirinya tersebut, informan 1 dibantu
kakak wanita dan pembantu rumah tangga untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Kondisi lain yang menjelaskan bahwa informan 1
merasakan keterbatasan diri adalah ketika tidak bisa memberikan pertolongan ketika istrinya menunjukkan gejala kambuh. Berdasarkan
kondisi – kondisi tersebut, menjadi ayah sebagai orang tua tunggal bagi
informan 1 berarti menyadari keterbatasan diri. Merasakan keterbatasan diri, informan 1 menyerahkan hidupnya
kepada Tuhan. Tingkat religiusitas yang tinggi juga dapat membantu para informan memiliki perspektif kehidupan dan pengalaman yang seimbang.
Keyakinan yang tinggi terhadap kuasa dan kasih Tuhan membuat informan 1, 2 dan 3 mengikhlaskan kematian istrinya serta menjalankan
peran ayah sebagai orang tua tunggal sebagai bagian dari rencana Tuhan. Kondisi inilah yang membuat ketiga informan memaknai peran ayah
sebagai orang tua tunggal yaitu menerima kondisi dengan pasrah. Kondisi yang tidak jauh berbeda pada informan 2, dimana
informan 2 dan 3 juga memaknai peran ayah sebagai orang tua tunggal yaitu menerima kondisi dengan pasrah. Melalui kepercayaan kepada
Tuhan, informan 3 menerima kondisi kematian istrinya sebagai sesuatu keadaan terbaik yang didapat dari Tuhan. Informan 3 melihat Tuhan
sebagai figur eksternal yang mengendalikan hidup dengan memberikan ujian sehingga, ia memiliki kepercayaan bahwa Tuhan akan memberikan
jawaban atas masalah yang dimiliki. Memaknai peran menerima kondisi dengan pasrah juga
ditunjukkan informan 2, yang akan menerima semua kemungkinan yang terjadi dalam hidup. Hal ini terkait dengan mendapatkan jodoh ataupun
harus menerima konsekuensi untuk membesarkan anak dalam kesendirian sebagai perwujudan dari kepasrahan. Kemampuan untuk tenang dan
pasrah dilakukan agar tidak menimbulkan perang batin, ketika tidak mendapatkan hasil yang maksimal dari usaha yang telah dilakukan.
Menerima kondisi dengan pasrah dan tingkat religiusitas yang tinggi kepada Tuhan membuat ketiga informan mampu menerima kematian istri
dengan baik. Penerimaan diri yang positif terhadap kematian istri mungkin
terkait dengan faktor protektif yang membantu mengatasi perasaan dukacita. Kehadiran anak dan keluarga besar, dirasakan sebagai salah satu
bentuk dukungan untuk mengatasi perasaan dukacita. Faktor protektif merupakan keterampilan dan kemampuan yang sehat dalam diri individu,
yang mendorong terbentuknya resiliensi. Faktor-faktor protektif tersebut antara lain : 1 karakteristik individu, seperti jenis kelamin, tingkat
inteligensi, karakteristik kepribadian, 2 karakteristik keluarga, seperti PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kehangatan, kelekatan, struktur keluarga. 3 ketersediaan sistem dukungan sosial di luar individu dan lingkungan, seperti sahabat Rosyani,
2012. Ketekunan untuk bertahan pada perubahan atau kesulitan
ditemukan pada ketiga informan yang berperan ayah sebagai orang tua tunggal. Perubahan peran yang dirasakan secara mendadak membuat
ketiga informan mengalami kebingungan peran, khususnya pada informan 1 dan 3. Meski demikian, bagi informan 2 tidak berarti merasakan dampak
akibat perubahan peran tersebut. Merasa kesepian, kelelahan membesarkan anak, mengurus keperluan rumah tangga dan tanggung jawab dalam
mencari sumber pendapatan serta mendapatkan stigma negatif dirasakan sebagai perubahan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal pada informan
1. Perubahan lain yang turut dirasakan oleh informan 1 adalah
berdiskusi bersama istri, untuk memutuskan sesuatu dan mendapatkan stigma negatif terkait dengan peran barunya. Masalah tekanan sosial
berkaitan dengan persepsi lingkungan terhadap orang tua tunggal. Banyak orang tua yang diminta untuk menikah kembali oleh keluarganya. Orang
tua tunggal juga merasakan kebutuhan akan pasangan hidup namun terbentur oleh kendala dari calon pasangannya untuk bisa menerima
menjadi ibu atau ayah bagi anak-anaknya Ortigas dalam Partasari, 2004. Perubahan yang dirasakan oleh informan 2 adalah merasakan kesepian,
yang diungkapkan ketika menceritakan pengalaman kebersamaannya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan istri. Pernyataan informan tersebut menunjukkan ingatan informan 2 bersama istri yang sudah tidak bisa dilakukan. Selain itu, perubahan
menekan yang dirasakan oleh informan 2 terkait dengan anak. Sebagian besar hidupnya menjalankan peran ayah sebagai orang
tua tunggal dihabiskan untuk memikirkan pengasuhan anak hingga masalah psikologis anak. Ketakutan dialami oleh informan ketika nantinya
akan menikahkan anak perempuan tanpa kehadiran istri, yang dirasakan oleh informan sebagai hal yang dibutuhkan oleh anaknya. Rasa tidak
percaya muncul kepada ibu mertua anaknya kelak, dikarenakan tidak bisa memberikan perhatian yang sesuai dengan perhatian yang diberikan oleh
istrinya. Sedangkan perubahan pada informan 3 adalah masalah pengasuhan anak yang harus dilakukannya sendiri, menjadi sumber
pendapatan keluarga yang mengakibatkan mengalami kesulitan untuk menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan pengasuhan anak.
Hasil penelitian selaras dengan pernyataan Parkes dalam Partasari, 2004 bahwa tidak hanya bermakna sebagai kehilangan “sosok istri” saja,
teteapi juga kehilangan peran yang selama ini sudah dijalankan oleh istri, seperti mengurus rumah tangga, mengaur ekonomi keluarga, penghibur,
pasangan seksual, dan pasangan emosional. Pernyataan lain juga menunjukkan beberapa permasalahan yang sering timbul di dalam
keluarga dengan orang tua tunggal baik wanita maupun laki-laki. Masalah tersebut antara lain : a merasa kesepian, b perasaan terjebak dengan
tanggung jawab dalam mengasuh anak dan mencari sumber pendapatan c PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kekurangan waktu untuk mengurus diri dan kehidupan seksualnya, d merasa kelelahan dalam membesarkan anak sendirian, e mengatasi
hilangnya hubungan dengan partner special, f memiliki jam kerja yang lebih panjang karena lebih banyak masalah ekonomi yang muncul, g
menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, h kurangnya dukungan sosial dalam melakukan perannya sebagai orang tua dan i
memiliki kondisi fisik yang rentan terhadap penyakit dan rentan terkena depresi Kimmel dan Walsh, 2003
Beberapa kesulitan yang dialami ketika menjalani peran ayah sebagai orang tua tunggal, tidak membuat ketiga informan dengan segera
menikah kembali. Meski dengan keberadaan istri baru dapat mendampingi dan membantu para ayah menjalankan tanggung jawabnya. Beberapa
alasan yang melatarbelakangi ketigaya untuk bertahan dengan status ayah sebagai orang tua tunggal adalah anak. Kepemilikan anak, dirasa menjadi
alasan utama yang ditemukan pada semua informan. Informan 1 tidak ingin merusak kedekatan bersama anak dengan
memiliki istri kembali. Sedangkan pada informan 2, ingin berfokus untuk menyelesaikan pendidikan ketiga anaknya. Kondisi yang tidak jauh
berbeda pada informan 3, ia tidak ingin membuat anaknya kecewa yaitu melalaikan tugasnya sebagai ayah dengan menikah kembali. Secara
serempak, ketiganya tidak ingin dengan memiliki istri akan merusak hubungan ayah dengan anak.
Hal ini mungkin dapat dijelaskan dengan pernyataan Hanson dalam Partasari, 2004 tentang motivasi utama para ayah mampu
menjalani peran sebagai orang tua tunggal adalah karena mereka mencintai anak-anaknya dan merasa mampu berperan sebagai orang tua yang baik.
Selain anak, ketakutan traumatis akan kehilangan kembali turut menjadi alasan bagi informan 1 untuk menunda pernikahan kedua kali. Dalamnya
hubungan antara suami dan istri membuat ketiganya tidak dengan mudah untuk menikah kembali.
Beberapa kesulitan yang dialami ketika berperan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal, dihadapi dengan kemampuan sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga informan memiliki kemampuan untuk mengandalkan kekuatan diri untuk menyelesaikan setiap masalah yang
ada. Sebagai bagian dari proses resiliensi, individu dirasa perlu memiliki komponen Self Reliance atau kepercayaan diri. Self Reliance adalah
sebuah kepercayaan diri dan kemampuan diri sendiri. Individu yang percaya diri dapat mengenali kekuatan dan keterbatasan diri sehingga
mereka mampu untuk bergantung dan mengatasi masalahnya sendiri Wagnild dan Young, 1993.
Ketika para informan memiliki masalah dengan anak yaitu mengalami perbedaan pendapat, informan mampu mengatasi masalah
sendiri tanpa peran serta keluarga. Begitu juga ketika mendapatkan stigma negatif dari orang lain. Informan 1 merasa tidak nyaman atas pernyataan
yang diberikan oleh temannya mampu menanggapinya dengan baik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sehingga tidak menyebabkan informan merasa terganggu dan terhambat dalma melakukan aktivitas. Hal yang sama dilakukan oleh informan 2,
dimana ia mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dan masalah- masalah yang dihadapi termasuk dengan anak.
Informan 2 merasa sanggup mengerjakan semua tanggung jawab sendiri. Ia memiliki keyakinan yang cukup besar terhadap kemampuan
yang ia miliki dan mampu menghadapi masalah-masalah yang menekan dengan tidak meminta bantuan kepada orang lain. Berdasarkan kondisi
yang dialami oleh informan 2 tersebut, menunjukkan bahwa menjadi ayah sebagai orang tua tunggal bagi informan berarti menjadi orang yang
otonom. Kepercayaan diri yang dimiliki oleh informan 3 tidak jauh berbeda
dengan kedua informan lainnya. Informan 3 mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri untuk menyelesaikan beberapa masalah yang
dihadapinya. Meskipun informan 3 sedang berada dalam ekonomi yang tidak baik yaitu dengan memiliki hutang, informan 3 berhasil membayar
semua hutang dan mampu memenuhi biaya keperluan rumah tangga, serta keperluan anak. Hal ini dilakukan oleh informan 3 untuk menjadi seorang
ayah yang baik bagi anaknya. Sebagai seorang laki-laki, suami dan ayah untuk anaknya, informan 3 menjalani peran tersebut secara bersamaan.
Oleh karena itu. memaknai peran ayah sebagai orang tua tunggal sebagai sebuah tuntutan.
Meski beberapa masalah dapat diatasi dengan baik, tetapi bukan berarti individu yang self reliance tidak mengenali keterbatasannya.
Dalam mengatasi beberapa masalah yang menekan, informan 1 dan informan 3 mengandalkan orang lain untuk turut serta membantu
menjalankan perannya. Hal ini tidak berarti pihak lain mengerjakan semua hal yang tidak bisa dilakukan olehnya, namun secara bersama-sama
informan 1 juga menjalani masalah tersebut. Sebagai contoh, ketika informan mengakui tidak bisa mengerjakan semua hal yang dilakukan oleh
wanita seorang diri. Mengurus keperluan anak, mengurus keperluan rumah tangga,
diakui oleh informan 1 tidak pernah ia lakukan sebelumnya ketika istrinya hidup. Oleh karena itu, ketika menjalankan perannya ia dibantu oleh kakak
wanita informan yang turut tinggal bersama yang membantu mengurus keperluan rumah tangga. Selain itu, informan 1 juga menggunakan jasa
pembantu rumah tangga untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Meski demikian, tidak berarti bagi informan 1 dan kedua anaknya
juga tidak melakukan pekerjaan rumah tangga. Informan 3 dalam menjalankan perannya juga dibantu oleh ibu,
untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Ia merasa tidak sanggup untuk memasak, oleh karena itu kehadiran ibu dirasakan sebagai suatu
dukungan sosial bagi informan 3. Berdasarkan hasil penelitian, meski ketiga informan menyatakan memiliki beberapa masalah yang menekan
namun ketiganya bisa menghadapinya dengan penuh keyakinan untuk bisa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyelesaikannya. Seperti yang diungkapkan oleh ketiga informan, bahwa kematian istrinya merupakan sesuatu yang sudah direncanakan Tuhan,
sehingga ia tidak bisa lagi mengatasinya. Memberikan kondisi yang terbaik melalui kematian istrinya dirasakan sebagai sesuatu hal yang unik.
Hal ini dikarenakan jika istri informan hidup akan merasakan kesakitan akibat penyakit yang dideritanya. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa ketiga informan memiliki kemampuan untuk sadar bahwa setiap individu memiliki jalan kehidupan yang bersifat unik. Sedangkan keadaan
yang berbeda menunjukkan bahwa informan 2 memiliki kemampuan Existential Alonenes. Informan 2 tidak berbagi cerita kepada orang lain,
mengandalkan orang lain untuk mengurus tuntutan ekonomi dan keperluan rumah tangga. Kesadaran yang dimiliki individu bahwa setiap orang
memiliki jalan kehidupan yang bersifat unik meskipun beberapa pengalaman dapat dibagikan dengan orang lain, dan ada pengalaman-
pengalaman yang harus dihadapai sendiri. Hal tersebut menunjukkan kesendrian eksitensial yaitu adanya perasaan akan kebebasan dan rasa
keunikan Wagnild dan Young, 1993. Berdasarkan hasil penelitian, pengasuhan anak merupakan tema
utama yang ditemukan dalam kehidupan ketiga informan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pengalaman informan yang melibatkan
anak. Selain itu, itensitas yang tinggi pembahasan tentang anak pada setiap wawancara dirasa cukup membuktikan bahwa keberadaan anak menjadi
salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses resiliensi informan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kesimpulan analisis dapat dilihat dalam tabel berikut :
Informan 1 Informan 2
Informan 3 Meaningfulness
Informan memiliki
meaningfulness. 1.Mendapatkan
hikmah setelah istri meninggal
2.Meminta
bantuan orang untuk menutupi
keterbatasannya 3.Ketenangan
batin karena percaya kuasa
Tuhan 4.Tujuan
mendidik anak
menutupi perasaan
bersalah orang tua.
5.Anak adalah prioritas hidup
Informan memiliki
meaningfulness. 1.Menerima kenyataan
bahwa istri telah tiada 2.Membutuhkan orang
lain untuk mendukung peran
3.Izin
Tuhan membawa
ke kehidupan yang baru
4.Anak sebagai alasan untuk
menentukan masa depan
5.Pentingnya kemampuan
mengadaptasi 6.Bermakna bagi
oranglain
Informan memiliki
meaningfulness 1.Istri
emeninggal sebagai
sarana apresiasi anak dalam
menghadapi keadaan
berat 2.Mengontrol perilaku
untuk manfaat
diri sendiri
dan kebahagiaan orang lain
3.Berperan sebagai tiga pelaku utama dalam
rumah
tangga sekaligus
4.Memperhatikan masa depan anak
5.Mengakui pentingnya peran istri
Equanimity
Informan memiliki Equanimity
1.Melihat bahwa kambuh sebagai tanda
dari fisik yang lelah 2.Ketidaktahuan akan
masa depan 3.Operasi sumber
kesengsaraan 4. Tidak jadi dioperasi
dirasakan sebagai kemurahan Tuhan
5.Menerima sesuatu yang baik dari kondisi
Informan memiliki Equanimity
1.Menduga bahwa penyakit yang diderita
istri sulit diobati 2. Mendapatkan sisi
positif istri meninggal 3.Anak menjadi alasan
menunda pernikahan 4. Tidak memikirkan
diri sendiri 5. Pasrah pada takdir
6. Kepasrahan dan sikap yang tenang
Informan memiliki Equanimity
1.Berdoa sebagai wujud dari kepasrahan
2.Pilihan perilaku pribadi
3. Ungkapan perasaan kehilangan
4.Tuhan sumber ujian dan kekuatan
Tabel 2.4 Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik
yang tidak baik 6.Merenung sebagai
sarana untuk menerima keadaan
7. Butuh waktu untuk sadar membutuhkan
waktu yang lama untuk menerima keadaan
8. Merasakan keterbatasan diri
9. Kemampuan mengambil keputusan
berdasarkan tingkat kepentingan
10.Mengalami perbedaan pendapat
dengan anak 11. Refleksi sebagai
sarana mengungkapkan emosi
12. Kemampuan memiliki prinsip dan
menghargai prinsip orang lain
13. Tidak memikirkan tanggapan negatif
7. Kemampuan untuk mengontrol diri pada
segala situasi 8. Anak sebagai alasan
untuk mnentukan masa depan
9. Perlu waktu untuk mengatasi masalah
10. Menerima dengan ikhlas upaya dari
kepedulian terhadap anak
11. Kemampuan mengontrol diri
12. Wanita sebagai figur penggoda yang
harus diwaspadai
Perseverance
Informan memiliki perseverance
1.Merasakan peruhan menjadi single father
2.Ketakutan traumatis akan kehilangan
3.Menjalankan peran yang direncanakan
Tuhan 4. Memiliki perhatian
terhadap masa depan anak
5. Ada beban namun dapat teratasi dengan
berkomunikasi Informan memiliki
perseverance 1.Tuhan sumber
ketaatan 2.Rasa bangga
terhadap anak 3.Tidak memutuskan
untuk menkah karena harus meluluskan studi
anak 4. Anak adalah
prioritas utama 5. Kesiapan diri akan
hilangya peran istri 6. Peduli dengan
memberikan nasihat pada anak
Informan memiliki perseverance
1.Menerima keputusan yang Tuhan berikan
2.Tuntutan perubahan peran ganda
3. Tidak ingin mengecewakan orang
lain 4.Keinginan untuk
melanjutkan hidup dengan membuka
kesempatan untuk menikah kembali
7. Tuhan sumber kekuatan
Self Reliance
Informan memiliki self reliance
1.Tidak mampu mengatasi keadaan
2.Percaya diri dalam mengatasi masalah
dengan anak 3. Kemampuan
menangani masalah sendiri
Informan memiliki self reliance
1.Kemampuan dalam mengatasi masalah
rumah tangga 2.Percaya pada
kemampuan diri dalam mengatasi keperluan
rumah tangga 3.Ketidakpercayaan
pada orang lain 4.Tidak menunjukkan
kesedihan yang berlebihan seperti
anak-anak. Informan memiliki self
reliance 1.Tuntutan peran orang
tua tunggal 2.Percaya diri akan
kemampuan menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga
3.Mengakui kelemahan diri mudah marah
4. Peduli akan masa depan anak
Existential Alonenes
Informan memiliki Existential Alonenes
1.Memahami bahwa sesuatu yang baik
didaptkan dari kondisi yang tidak baik
2.Pertentangan dianggap sebagai
sesuatu yang wajar 3.Merelakan keputusan
Tuhan Informan memiliki
Existential Alonenes 1.Menghadapi hidup
yang sendiri tidak ada pendamping memiliki
sisi enak dan tidak enaknya
2.Mengatasi pengalaman sendiri
tanpa bantuan orang lain.
Informan memiliki Existential Alonenes
1.Tuhan memberi rezeki melalui banyak
cara 2. Segala sesuatu akan
mudah pada waktunya
128
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pengalaman yang dialami oleh ketiga informan menjadi ayah sebagai orang tua tunggal cukup beragam. Walaupun pada dasarnya,
mereka mendapatkan status ayah sebagai orang tua tunggal atau duda dari kematian istrinya, namun pengalaman yang dialami berbeda satu dengan
yang lainnya. Seperti halnya informan 1, mendapatkan status ayah sebagai orang tua tunggal dari pengalaman istrinya yang meninggal akibat
menderita kanker. Meskipun ia dan istrinya sudah mengetahui penyakit yang dialami oleh istrinya, namun berbeda dengan yang peneliti
perkirakan sebelumnya. Informan 1 masih mengalami kondisi shock atas meninggalnya istri.
Pengalaman dari informan 1 berbeda dengan informan 2, yang menerima dengan baik kematian istrinya. Sama halnya dengan informan 1,
dimana istri informan 2 meninggal akibat menderita kanker. Informan 2 dapat menerima kematian istrinya dengan baik karena, ia sudah
mendapatkan informasi kemungkinan terburuk terkait dengan kondisi yang dialami oleh istrinya. Oleh karena itu, ia sudah melakukan persiapan
diri sebelum istrinya meninggal. Pengalaman yang dirasakan oleh informan 3 cukup berbeda dari
pengalaman kedua informan lainnya. Status ayah sebagai orang tua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI