Partisipasi LSM dalam Perumusan Kebijakan di Dikpora

68 b. Bentuk Partisipasi Nonfisik Jika melihat bentuk partisipasi menurut Basrowi, yang dijelaskan oleh Siti Irine 2011, maka bentuk partisipasi dibagi menjadi dua bentuk: fisik dan non-fisik. Dalam hal ini, forum yang diadakan oleh Dikpora: forum eksternal sebagaimana yang sudah di jelaskan di atas, merupakan sebuah bentuk penjaringan perstisipasi nonfisik yang dilakukan oleh dinas. Dari dua LSM yang sering berhubungan dengan Dikpora, LSM Sarang Lidi lebih memaksimalkan bentuk partisipasi non-fisik. Selama berhubungan dengan Dikpora, Sarang Lidi menolak untuk berpartisipasi dalam bentuk fisik dengan pihak dinas. Sarang Lidi lebih menekankan partisipasi yang mereka lakukan dalam bentuk non-fisik. Hal ini dilakukan untuk menjaga idependensi Lembaga. Berbeda dengan Sarang Lidi, LSM Titian Foundation menerapkan standar ganda. Meskipun Titian Foundation juga melakukan partisipasi non- fisik namun, mereka juga berpartisipasi secara fisik. Hal ini dikarena Titian Foundation sendiri menjalin kerja sama dengan Dikpora dalam bentuk kontrak, guna pelaksanaan pelatihan guru, di mana Titian Foundation ditunjuk oleh Dikpora sebagai pelaksana program. 69

4. Model Kerja Sama dan Paradigma Antara Dikpora - LSM Pendidikan di Yogyakarta

Pola hubungan antara Dikpora dan LSM pendidikan di Yogyakarta, Afan, 2006: 208, terdapat dua model. Pertama, model kolaborasi, yakni pemerintah menganggap bahwa bekerja sama dengan LSM merupakan suatu yang menguntungkan. Kedua, bersifat dissolution, yaitu, pemerintah melihat LSM sebagai tantangan atau lebih ekstrim lagi sebagai sebuah ancaman. Melalui model ini, pemerintah seringkali mengambil keputusan untuk membatasi ruang gerak LSM. Model hubungan dissolution ini sebenarnya muncul disebabkan karena pemerintah memandang bahwa LSM hanya kelompok yang sering kali membuat onar, antikemampanan, dan hanya mencari keuntungan semata. Di lain pihak, LSM melihat pemerintah Dikpora sebagai lembaga yang harus diawasi dan ditekan karena banyak melakukan manipulasi yang merugikan masyarakat. Selain itu pemerintah juga harus ditekan, karena mereka dianggap sebagai lembaga yang mempunyai legitimasi dalam menentukan sebuah kebijakan. Pengawasan dan tekanan dilakukan, diharapkan agar pemerintah Dikpora membuat sebuah kebijakan yang pro rakyat. 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa dalam perumusan kebijakan di Dikpora DIY melibatkan partisipasi LSM Pendidikan, meski hanya dalam tahap pengumpulan isu. Selain itu, belum semua lapisan masyarakat bisa memanfaatkan dengan maksimal ruang partisipasi yang diberikan oleh Dikpora. Bahkan untuk LSM pendidikan pun hanya beberapa yang secara aktif ikut berpartsipasi. Pola perumusan kebijakan di Dikpora pun cukup fleksibel. Tahapan setiap proses disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan. Meski begitu, Dikpora tetap memiliki pedoman baku dalam perumusan sebuah kebijakan. Dikpora mempunyai hubungan yang cukup baik dengan masyarakat, LSM, maupun media. Dikpora mampu membentuk sebuah pola hubungan dan relasi yang tidak terlalu kaku dengan lembaga lain. Meski begitu, Dikpora belum bisa maksimal dalam melibatkan institusi yang ingin terlibat. Hal ini dapat dilihat bahwasannya ternyata tak semua LSM pendidikan yang dilibatkan dalam forum resmi di Dikpora. LSM pendidikan yang dilibatkan hanyalah LSM yang mempunyai misi yang sama dengan Dikpora. Dari beberapa LSM pendidikan yang aktif berinteraksi dengan Dikpora, terdapat dua tipe LSM. Pertama, LSM pendidikan yang menjalankan fungsinya hanya sebagai mitra dalam pengembangan masyarakat atau dalam implementasi program. Kedua, adalah LSM yang menjalankan fungsinya sebagai pengawas dan fungsi advokasi. Cukup disayangkan, dimana LSM tipe 71 yang kedua justru jarang dilibatkan oleh Dikpora dalam perumusan kebijakan ataupun dalam penyusunan renstra. Dalam konteks hubungan LSM dengan Dikpora ada dua model hubungan yang cocok untuk menggambarkan pola hubungan antara LSM pendidikan di DIY dengan Dikpora DIY. Pertama, adalah hubungan yang bersifat collaborationcooperation, dalam konteks hubungan seperti ini pemerintah menganggap bahwa bekerja sama dengan kalangan LSM merupakan sesuatu yang menguntungkan. LSM dan pemerintah berdiri pada posisi yang sejajar. Hubungan ini umumnya dilaksanakan oleh LSM-LSM dengan ruang lingkup kegiatan bidang pemberdayaan masyarakat. Wujud kerjasama antara LSM dan pemerintah antara lain dalam bentuk pelatihan, sosialisasi, seminar dan kegiatan lain yang sifatnya meningkatkan kapasitas masyarakat atau tenaga pendidik. Model kedua adalah hubungan yang bersifat containmentsabotage dissolution, dimana pemerintah melihat LSM sebagai tantangan, bahkan ancaman. Pemerintah dapat mengambil langkah tertentu untuk membatasi ruang gerak LSM. Hubungan antara LSM dan pemerintah adalah hubungan yang bersifat politis, LSM mengambil peran sebagai kelompok yang kritis dan mempertentangkan kepentingan rakyat dengan ketiakadilan dari pemerintah. Karakter dari LSM-LSM kritis ini adalah menggunakan kritik legitimasi sebagai alat untuk menekan pemerintah. 72

B. Saran

Keterbukaan Dikpora dalam mendengar dan menerima aspirasi dari berbagai pihak cukup bagus. Namun hal ini masih perlu dimaksimalkan lagi, karena ternyata belum banyak LSM dan masyarakat yang mengetahui dan bahkan memanfaatkan ruang aspirasi tersebut. Forum yang diadakan oleh Dikpora untuk membahas isu pendidikan merupakan sarana yang baik sebagai penghubung antara dinas, LSM, media, dan masyarakat. Akan sangat baik apabila forum tersebut diadakan dengan rutin dan dapat menjaring berbagai pihak untuk turut berpartispasi. Dikpora sebagai lembaga pemerintah harus bisa menerima dan mengakomodasi semua LSM yang bergerak dalam bidang pendidikan. Tidak hanya LSM yang bergerak sebagai mitra kerja bagi pemerintah saja, namun LSM yang menjalankan fungsi pengawasan dan advokasi juga harus diperhatikan.