Model Cooperative Learning PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR - Repository UNIKAMA
407
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
pendapat secara lebih terbuka. Interaksi tersebut belum tentu didapatkan dalam
pembelajaran konvensional.
Dalam pembelajaran
konvensional, persaingan
individu yang terbangun diantara siswa. Unsur-unsur yang menjadi karakteristik
Cooperative Learning
diuraikan oleh
Johnson Johnson 1991 sebagai berikut : 1.
Saling ketergantungan positif Saling
ketergantungan positif
adalah gambaran suatu perasaan tergantung yang
timbul dalam diri siswa, para anggota satu terhadap yang lain dalam kelompok, dalam
upaya mencapai
tujuan kelompok.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Dalam
Cooperative Learning siswa mempunyai dua tanggungjawab yaitu mempelajari materi,
dan memastikan bahwa semua anggota kelompok telah mempelajari materi yang
telah diberikan. Ketergantungan positif terlihat saat siswa merasa bahwa mereka
berhubungan dengan anggota kelompok yang lain, diantaranya mereka merasa tidak
akan berhasil tanpa usaha dari anggota kelompok yang lain, atau mereka harus
mengkoordinasikan usaha mereka untuk melengkapi tugas. Kondisi belajar ini
memungkinkan siswa
untuk merasa
tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
2. Interaksi tatap muka
Cooperative Learning
membutuhkan interaksi tatap muka diantara siswa yang
akan dapat meningkatkan belajar dan kesuksesan satu sama lain. Interaksi tatap
muka memiliki beberapa efek yaitu : 1 adanya aktifitas kognitif dan dinamika
interpersonal yang diturunkan hanya pada saat siswa menjelaskan kepada anggota lain
bagaimana jawaban
dari tugas
yang diberikan, termasuk penjelasan bagaimana
memecahkan masalah,
mendiskusikan konsep, mengajarkan suatu pengetahuan
kepada yang
lain, dan
menjelaskan bagaimana menghubungkan pembelajaran
yang sekarang dengan pembelajaran yang lalu; 2 memberikan kesempatan untuk
munculnya pola dan pengaruh sosial yang beragam; 3 tanggapan verbal dan nonverbal
merupakan balikan dalam memperhatikan penampilan anggota kelompok; 4 interaksi
tatap muka memberikan kesempatan teman sebaya
untuk mempengaruhi
anggota kelompok yang tidak mempunyai motivasi
untuk belajar; dan 5 interaksi tatap muka selain
untuk melengkapi
tugas juga
mencakup untuk mengetahui setiap personal, yang merupakan dasar dari kepedulian dan
hubungan antar anggota.
3. Tanggung jawab individu
Tanggungjawab individu ialah kunci untuk memastikan
bahwa semua
anggota memberikan kontribusi dalam kelompok.
4. Keterampilan
interpersonal dan
kelompok kecil Keterampilan interpersonal dan keterampilan
dalam kelompok tidak dapat muncul secara tiba-tiba saat dibutuhkan, akan tetapi
membutuhkan kualitas kolaborasi yang tinggi. Keterampilan ini mencakup : 1
kemampuan membangun
kepercayaan kepada setiap anggota, 2 kemampuan
berkomunikasi yang efektif, 3 menerima
408
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
dan mendukung tiap anggota kelompok, dan 4 mengatasi terjadinya konflik.
5. Proses kelompok
Proses kelompok dapat didefinisikan sebagai refleksi
untuk menjelaskan
tindakan- tindakan yang membantu dan yang tidak
membantu dari anggota kelompok, dan untuk membuat keputusan tentang tindakan
yang perlu dilanjutkan atau diganti. Cooperative
Learning menuntut
kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam
struktur tugas,
tujuan, dan
penghargaan kooperatif. Pertama, struktur tugas
yaitu cara
pengorganisasian pembelajaran dan jenis kegiatan yang
dilakukan siswa di dalam kelas dalam bentuk kelompok kecil. Di mana siswa diharapkan
bekerja menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka, baik tugas yang
berkaitan dengan tuntutan akademik maupun sosial.
Kedua, struktur
tujuan suatu
pembelajaran yang dimaksud adalah jumlah saling ketergantungan yang dibutuhkan
siswa pada saat mereka mengerjakan tugas. Struktur tujuan kooperatif terjadi apabila
siswa dapat mencapai tujuan jika bekerja sama dengan siswa lain. Dalam hal ini,
setiap individu berpartisipasi aktif secara bersama-sama dalam pencapaian tujuan.
Setiap siswa menyadari bahwa tujuan yang mereka capai adalah hasil dari usaha
bersama, dan sekiranya mereka gagal maka itu adalah kegagalan bersama pula. Dengan
kesadaran inilah, seorang siswa dapat merasakan apa yang dialami atau dirasakan
oleh siswa lain. Dengan demikian, sikap kerja sama dan rasa solidaritas di antara
mereka terjalin dengan baik. Kompetensi sosial muncul dan dapat dikembangkan
lewat Cooperative Learning. Ketiga, struktur penghargaan reward. Struktur penghargaan
kooperatif; terjadi jika upaya individu membantu individu lain untuk mendapatkan
penghargaan. Terdapat
banyak tipe
model pembelajaran yang dapat dipilih dalam
Cooperative Learning, misalnya Student Teams Achievement Divisions STAD,
Team-Games-Turnament TGT, Jigsaw, Team
Accelerated Instruction
TAI, Cooperative
Integrated Reading
and Composition CIRC Slavin, 2005 : 11.
Tipe-tipe dalam Cooperative Learning dapat diterapakan di dalam kelas sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran.
Kesimpulan
Keterampilan sosial dipandang sebagai keterampilan individu yang merupakan
integrasi dari perilaku, kognitif, dan afektif untuk mampu hidup dalam lingkungan
masyarakat yang beragam. Keterampilan sosial seperti mengelola hubungan sosial
seperti, kepedulian sosial, bekerjasama, berkomunikasi, serta bertanggung jawab
dapat dilatih dan diajarkan salah satunya melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran di
sekolah. Keterampilan
sosial dapat
dikembangkan melalui
proses yang
terintegrasi dengan pembelajaran di sekolah. Cooperative
Learning memiliki
unsur-unsur yang menjembatani terjadinya interaksi yaitu saling ketergantungan positif,
interaksi tatap muka, tanggung jawab individu, keterampilan interpersonal dan
kelompok kecil, dan proses kelompok. Unsur-unsur
tersebut mendukung
pengembangan keterampilan sosial pada
409
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
siswa jika
diterapkan sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran.
Daftar Pustaka
Arends, Richard.
1997. Classroom
Instruction and Management. USA: The Mc. Graw-Hill Companies, Inc.
Huitt, W.
Dawson, C.
Social Development: Why it is important and
how to
impact it.
Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA:
Valdosta State
University. http:www.edpsycinteractive.orgpapers
socdev.pdf . hlm.1. Akses pada 3
September 20014 Johnson, D.W., Johnson, R.T. 1991.
Learning Together
and Alone:
Cooperative, Competitive,
and Individualistic.
Third Eddition.
Engelwood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Komite Rekonstruksi Pendidikan DIY.
Menuju Jati Diri Pendidikan yang Mengindonesia.
Yogyakarta: UGM
Press, 2009. Muijs, D. Reynolds, D., Effective
Teaching: Teori
dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Slavin, Robert E. 2008. Cooperative
Learning : Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
eedly, Kathlyn M. et.al., ―Social Skill and Academic
Achievement.National Dissemination Center for Children
with Disabilities”,
dalam
http:nichcy.orgwp- contentuploadsdocseesocialskills.pdf.
hlm.2.Akses pada 3 September 2014
Spence, Susan H. Social Skills Training with Children
and Young
People:Theory, Evidence
and Practice.
Child and
Adolescent Mental Health Volume 8, No. 2. Dalam
http:www.psych.yorku.cawhampson4010 readingsSpence.pdf.hlm.84
.Akses pada 3 September 2014
Taman Firdaus. Pembelajaran Aktif: Aspek, Teori, dan Implementasi. Yogyakarta:
Elmatera, 2012.
410
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 ―Pengembangan Profesionalisme Guru Dan Dosen Indonesia‖
Malang, 07 Mei 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE CLIS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI
BELAJAR FISIKA SISWA
Yusy Octaviana, Choirul Huda Universitas Kanjuruhan Malang
email: yousee.octagmail.com
, choirulunikama.ac.id
ABSTRAK
Sesuai hasil observasi terhadap pembelajaran fisika di kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji ternyata sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran fisika sangat sulit, sehingga pada saat pelajaran berlangsung sebagian besar siswa
sibuk dengan aktivitasnya sendiri; guru masih sering menggunakan model pembelajaran konvensional. Akibatnya Keterampilan Proses Sains KPS rendah, dan prestasi belajarnya rendah. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan
melalui penerapan model pembelajaran Children Learning In Science CLIS untuk meningkatkan KPS dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas PTK yang dilakukan dalam dua siklus. Subjek
penelitian berjumlah 28 siswa. Berdasarkan analisis keterlaksanaan pelaksanaan penerapan model pembelajaran CLIS pada siklus I yaitu 79,58, dan pada siklus II yaitu 87,08. Pada siklus I KPS sebesar 76,22 dan pada siklus
II sebesar 85,94. Sedangkan untuk persentase ketuntasan prestasi belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran CLIS adalah 10,71, pada siklus I adalah 64,29, dan pada siklus II adalah 85,71. Rerata prestasi
belajar siswa sebelum tindakan adalah 55,89, pada siklus I mencapai 72,84, dan siklus II mencapai 77,73. Kesimpulanya adalah, penerapan model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan KPS dan prestasi belajar fisika
kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji.
Kata kunci : Model pembelajaran CLIS, keterampilan proses sains, prestasi belajar fisika
.
Pendahuluan
Pendidikan mempunyai
peranan penting
dalam memajukan
bangsa. Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
sangatlah pesat dan menuntut berkembangnya pendidikan. Kurikulum pendidikan yang
diberikan harus mampu membawa peserta didik untuk mengimbangi perkembangan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu sudah menjadi tanggung jawab pendidik dan pemerintah
untuk mewujudkan
masyarakat yang
berkualitas. Tanggung
jawab tersebut
diupayakan seperti mempersiapkan peserta didik yang memiliki keunggulan, kreatifitas,
mandiri dan professional dalam bidang masing-masing individu. Upaya tersebut terus
dilakukan guna untuk memenuhi tanggung jawab.
Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam atau dikenal dengan
sains. Sains merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. Fisika
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar guru mampu mengembangkan suatu strategi
dalam mengajar
yang dapat
meningkatkan keterampilan proses sains sehingga prestasi belajar siswa dalam kegiatan
belajar mengajar meningkat.
Siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji yang berjumlah 28 siswa dipilih
sebagai subjek
dalam penelitian
ini. Berdasarkan hasil observasi wawancara
dengan guru
fisika terhadap
proses pembelajaran fisika di SMP Negeri 1
Pakisaji diperoleh informasi: 1 sebagian besar siswa menganggap bahwa mata
pelajaran fisika itu sangat sulit sehingga pada saat pelajaran berlangsung sebagian
besar siswa sibuk dengan aktivitasnya
411
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
sendiri ada yang tidur, melamun dan berbicara sendiri, 2 guru masih sering
menggunakan model
pembelajaran konvensional ceramah. Saat ini proses
belajar yang dialami peserta didik baru sampai pada pemberian pengetahuan, belum
sampai pada pengembangan keterampilan proses sains siswa yang mengarah pada
pembentukan peserta didik yang kreatif, seperti
kemampuan meramalkan,
berhipotesis, merencanakan,
mengamati, menafsirkan dan mengkomunikasikan yang
dimiliki siswa dan berdampak pada prestasi belajarnya.
Hal ini dapat dilihat pada hasil ulangan siswa, menunjukkan bahwa nilai rata-rata
ulangan harian
siswa adalah
55,89. Diperoleh informasi banyaknya siswa yang
memperoleh nilai sesuai dengan Kriteria Ketuntasan
Minimum KKM
sebagai berikut : 1 sebanyak 3 siswa dari 28 siswa
atau 10,71 mendapat nilai sesuai KKM, 2 sebanyak 25 siswa dari 28 orang atau
89,29 mendapat nilai di bawah KKM. Adapun KKM yang ditentukan sekolah
untuk ilmu
pengetahuan alam
yang ditetapkan adalah 75. Hal ini menunjukkan
bahwa prestasi belajar siswa untuk mata pelajaran IPA khususnya fisika masih sangat
rendah. Dari hasil observasi dari guru dan
siswa dapat ditemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan proses
sains siswa dan prestasi belajar siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji yaitu : 1
kurangnya pengetahuan
guru akan
pembelajaran inovatif yang selama ini banyak diterapkan dan 2 pembelajaran
masih bersifat teacher center 3 banyak siswa dalam kelas bersifat pasif, siswa hanya
mendengar, mencatat, dan menghafal 4 Siswa jarang melakukan percobaan atau
eksperimen. Dengan demikian keterampilan proses sains siswa masih rendah karena
siswa tidak
terlibat langsung
dalam pembelajaran. Selain itu, keadaaan di SMP
Negeri 1 Pakisaji juga dilengkapi dengan ruang Laboratorium IPA yang masih
sederhana akan tetapi peralatan yang ada di laboratorium sudah cukup memadai jika
digunakan untuk
pembelajaran IPA
khususnya mata pelajaran Fisika, akan tetapi pemanfaatannya masih kurang efektif. Hal
ini disebabkan, guru jarang menggunakan model pembelajaran yang menggunakan
sarana laboratorium.
Pola pembelajaran tersebut jelas kurang mendukung
terhadap peningkatan
keterampilan proses sains maupun prestasi belajarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perbaikan pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik dan karakter bidang studi ilmu pengetahuan alam terutama dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan prestasi belajar siswa. Untuk mencapai
keberhasilan pembelajaran yang diharapkan, upaya atau usaha yang dapat dilakukan oleh
guru adalah dengan cara memperhatikan siswa, menguasai materi pelajaran dan
memilih baik
metode maupun
model pembelajaran yang tepat. Salah satu cara untuk
meningkatkan keterampilan
proses dan
prestasi belajar siswa adalah dengan memilih suatu pembelajaran inovatif yang berpusat
pada siswa dan mengupayakan siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok belajar.
Salah satunya adalah dengan model pembelajaran Children Learning In Science
CLIS yang dikembangkan oleh Driver 1988. Driver menyatakan bahwa faktor
412
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
bahasa dalam proses berpikir termasuk dalam perubahan konseptual seperti yang tercantum
pada tahap pengungkapan dan pertukaran gagasan.
Model pembelajaran
dilandasi pandangan
konstruktivisme dari
Piaget, dimana dalam proses belajar anak membangun
pengetahuannya sendiri
dan banyak
memperoleh pengetahuannya di luar sekolah Dahar 1989. Oleh karena itu melalui
kegiatan belajar mengajar siswa tidak hanya diberi penekanan pada penguasaaan konsep
saja tetapi juga latihan kreatif dengan melakukan pengamatan dan percobaan.
Model CLIS
merupakan model
pembelajaran yang berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah
tertentu dalam
pembelajaran serta
merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan. Jadi siswa
dilatih untuk berpendapat setelah melakukan pengamatan ataupun percobaan.
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mendiskripsikan kualitas
proses pembelajaran dengan model Children
Learning In
Science CLIS
dalam meningkatkan keterampilan proses sains
siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji dalam pelajaran Fisika.
2. Mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas VII.A SMP Negeri
1 Pakisaji pada pelajaran Fisika melalui penerapan model pembelajaran Children
Learning In Science CLIS. 3. Mengetahui peningkatkan prestasi belajar
fisika siswa kelas VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji
melalui penerapan
model pembelajaran Children Learning In Science
CLIS.
Model Pembelajaran Children Learning In Science CLIS
Hakekat pembelajaran
adalah mengasah
dan atau
melatih moral
kepribadian manusia, meskipun juga ada aspek fisiknya Muchith, 2008: 4. Belajar
dan mengajar lebih banyak menyangkut urusan psikis. Dengan demikian, guru
dintuntut memiliki
kemampuan dalam
menciptakan pemebelajaran yang efektif dan efisien sekaligus kepekaan dalam memahami
fenomena, realitas, dan potensi yang dimilki siswa.
Syafrina 2000:20 mengemukakan bahwa model pembelajaran CLIS adalah
model pembelajaran yang memilki tahapan- tahapan untuk membangkitkan perubahan
konseptual siswa. Alfiati menambahkan model pembelajaran CLIS ini dilandasi
boleh pandangan konstruktivisme yang memperhatikan pengalaman dan konsep
awal siswa, pembelajaran berpusat pada siswa melalui aktifitas dan menghadapi
lingkungan sebagai
bahan belajar.
Penggunaan model pembelajaran yang berbeda dari biasanya diharapkan akan
membawa dampak yang lebih baik, yaitu prestasi belajar anak akan lebih baik dari
sebelum diterapkannya model pembelajaran yang baru.
Menurut Driver
model CLIS
dikembangkan oleh kelompok Children‘s
Learning In Science di Inggris yang dipimpin
oleh Driver
1988 dalam
Widiyarti, tahap-tahapan
Children‘s Learning In Science:
1. Tahap Orientasi orientation merupakan tahapan yang dilakukan guru dengan
tujuan untuk memusatkan perhatian siswa.
Dalam tahap
ini indikator
413
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
kreativitas yang yang berkembang yaitu daya
imajinasi kuat
misalnya menunjukkan berbagai fenomena yang
terjadi di alam atau kejadian yang dialami siswa
dalam kehidupan
sehari-hari, kemudian menghubungkan dengan materi
gerak. 2. Tahap Pemunculan Gagasan elicitation of
ideas merupakan
tahapan untuk
memunculkan gagasan siswa tentang topik yang dibahas dalam pembelajaran.
Dalam tahap ini indikator kreativitas yang yang berkembang yaitu daya imajinasi
kuat misalnya menuliskan apa saja yang diketahui tentang topik yang dibahas atau
dengan cara menjawab pertanyaan uraian terbuka.
3. Tahap Penyusunan Ulang Gagasan restructuring
of ideas
merupakan tahapan
untuk memperjelas
atau mengungkapkan gagasan awal siswa
tentang suatu topik pembelajaran. Dalam tahap ini indikator kreativitas yang yang
berkembang yaitu mempunyai minat yang luas, ulet dan tekun dalam mengerjakan
tugas misalnya melakukan percobaan atau observasi, kemudian mendiskusikannya
dalam kelompok
untuk menyusun
gagasan baru. 4. Tahap penerapan gagasan application of
ideas, merupakan
tahapan untuk
menerapkan gagasan
baru yang
dikembangkan melalui percobaan atau observasi ke dalam situasi baru. Dalam
tahap ini indikator kreativitas yang berkembang yaitu rasa ingin tahu dan
mempunyai minat yang luas, ulet dan tekun dalam mengerjakan tugas misalnya
mencari dan mencatat benda yang mereka temukan
di sekitar
sekolah yang
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan topik pembelajaran sebanyak
mungkin sesuai waktu yang diberikan. 5. Tahap pemantapan gagasan review
change of ideas merupakan tahapan untuk mengetahui konsep yang telah
diperoleh siswa perlu diberi umpan balik oleh guru untuk memperkuat konsep
ilmiah. Dalam
tahap ini
indikator kreativitas
yang berkembang
yaitu mempunyai minat yang luas, ulet dan
tekun dalam mengerjakan tugas misalnya Guru menyimpulkan tentang seluruh
materi bersama siswa dan siswa di beri tugas rumah.
KETERAMPILAN PROSES SAINS
Menurut Rustaman
2003, keterampilan proses adalah keterampilan
yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial.
Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan
keterampilan proses
siswa menggunakan
pikirannya. Keterampilan
manual jelas terlibat dalam keterampilan proses
karena mereka
melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran,
penyusunan atau
perakitan alat.
Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan
proses karena
mereka berinteraksi
dengan sesamanya
dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar,
misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses perlu dikembangkan
melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai
pengalaman belajar.
Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat labih
menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
414
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
Keterampilan proses sains KPS adalah perangkat kemampuan kompleks
yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke
dalam rangkaian
proses pembelajaran.
Menurut Dahar 1996, keterampilan proses sains KPS adalah kemampuan siswa untuk
menerapkan metode
ilmiah dalam
memahami, mengembangkan
dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat
penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh
pengetahuan baru
atau mengembangkan pengetahuan yang telah
dimiliki. Dalam beberapa pernyataan di atas
dapat disimpulkan bahwa Keterampilan Proses
Sains merupakan
aspek-aspek kegiatan intelektual yang biasa dilakukan
oleh saintis dalam menyelesaikan masalah dan
menentukan produk-produk
sains. Keterampilan Proses Sains merupakan
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Selain itu, keterampilan
proses sains merupakan penjabaran dari metode ilmiah. Serta keterampilan proses
sains mencakup
keterampilan berpikirketerampilan intelektual yang dapat
dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar di kelas, yang dapat
digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA.
Keterampilan proses
perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap
ilmiah pada siswa. Semiawan 2002:14-15 berpendapat bahwa terdapat empat alasan
mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar
mengajar sehari-hari, yaitu : 1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru
mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa.
2. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit
dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret.
3. Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat
mutlak 100, tapi bersifat relatif. 4.
Dalam proses
belajar mengajar,
pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri
anak didik.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas PTK. Dalam
penelitian ini, peneliti terlibat secara langsung
mulai dari
awal sampai
berakhirnya penelitian.
Penelitian ini
mengacu pada konteks tempat dimana penelitian dilakukan, oleh karena penelitian
dilakukan di dalam konteks kelas dan bertujuan memperbaiki praktik pembelajaran
di kelas, maka penelitian ini disebut Penelitian Tindakan Kelas PTK.
Subjek dari penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Pakisaji Kelas VII.A
tahun ajaran 20132014 yang terdiri dari satu kelas berjumlah 28 siswa, 17 siswa laki-laki
dan 11 perempuan. Teknik
pengumpulan data
menggunakan tiga metode yaitu metode observasi,
metode tes,
dan metode
dokumentasi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses
sains dan
prestasi belajar
fisika
415
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science CLIS pada siswa kelas
VII.A SMP Negeri 1 Pakisaji tahun pelajaran 20132014. Instrumen penelitian
menggunakan lembar observasi, tes, dan dokumentasi.
Lembar observasi
keterampilan proses sains terdiri atas 6 aspek yang diamati. Keterlaksanaan pembelajaran
Children Learning In Science CLIS terdiri 20 indikator pengamatan dengan kriteria
penilaian skala 1-4. Soal tes terdiri atas 20 soal pilihan ganda di setiap akhir siklus.
Teknik analisis data menggunakan rumus skala persentase.
TEMUAN DAN DISKUSI 1. Keterlaksanaan Pembelajaran
Hasil pengamatan
terhadap keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I
dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran menunjukan
bahwa, pencapaian
persentase keterlaksanaan pembelajaran sebesar 79,44
dengan kategori baik. Pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 8,48 yaitu
87,92 atau dalam kategori baik Peningkatan tersebut secara jelas dapat
dilihat pada Grafik 1.
Grafik 1 Keterlaksanaan pembelajaran CLIS