Teori Simbolik PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR - Repository UNIKAMA

19 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 kajiannya berfokus sekitar masalah makna, yaitu nilia-nilai instrinsik dari simbol. Menurut etimologinya, simbol dan simbolisasi diambil dari bahasa Yunani sumballo sumballein, yang artinya berwawancara, merenungkan, memperbandingkan, bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan. Jadi bentuk simbol adalah penyatuan dua hal yang luluh menjadi satu. Dalam hal ini ada dua pemikiran, yaitu: 1 simbol sebagai suatu yang imanen, yaitu bersifat dimensi horisontal saja, dan 2 simbol dengan tresenden dan dalam dialog dengan yang lain ditemukan jawaban kalau simbol bersifat horisontal dan juga vertikal Daeng, 2008:80. Simbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan makna Maran, 2000:43. Menurutnya banyak simbol yang berupa objek-objek fisik yang telah memperoleh makna kultural dan dipergunakan untuk tujuan yang bersifat simbolik ketimbang tujuan instrumennya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Victor Turner 1967 yang mengatakan kalau simbol itu menampakkan nilai-nilai dan mengandung banyak arti. Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan kalau simbol merupakan sesuatu yang digunakan manusia untuk mengungkapkan makna yang sebenarnya namun tidak secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang berbeda.

2. Simbolik dalam Sastra

Sastra sejarah memiliki 3 komponen, yaitu sejarah, estetis, dan fiktif. Unsur fiktif berkaitan erat dengan pandangan hidup dan kepercayaan masyarakat yang meliputi 5 jenis, yaitu: legenda mitologi, simbolisme, sugesti dan hagiografi Kamidjan, 2001:27. Karya sastra sebagai simbol verbal sendiri mempunyai beberapa peranan di antaranya sebagai cara pemahaman, cara perhubungan, dan cara penciptaan. Objek karya sastra adalah relitas realitas pengarang. Karya sastra mencoba menerjemahkan peristiwa dalam bahasa imajiner dengan maksud untuk memahami peristiwa menurut kadar kemampuan pengarang. Dan karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaiakn pikiran, perasaan dan tanggapan mengenai suatu peristiwa Kuntiwijoyo, 1987:127. Hal ini hampir sama dengan teori simbolik yang berpandangan bahwa dalam menggambarkan kenyataan sosial, pengarang menggunakan dua cara, yaitu: 1 dengan menggunakan simbol, yaitu penolakan terhadap sesuatu yang alami atau wajar untuk mencapai maksud yang diinginkan pengarang; 2 dengan mencari tafsiran atau pemahaman atas sesuatu kekuatan yang mendalam, hal ini sebenarnya secara tidak sadar sudah menjadi tugas dari semua manusia pendengar atau pembaca. Tujuan dari simbolik ini sendiri adalah pengarang ingin mengubah dan mengganti kenyataan menjadi sebuah ide atau gambaran, yang mana gambaran ini akan membangkitkan ingatan pembaca, bukan untuk menganalisis seperti layaknya seorang cendekiawan Firth: 1975:30. Dengan kata lain, simbol merupakan pengrahasiaan atas suatu kebenaran, dalam hal ini adalah kebenaran yang bersifat subyektif. Dalam cerita dongeng biasanya dipandang untuk kesenangan dan untuk pengajaran moral bagi anak kecil. Dongeng- 20 FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG ISSN 2502-8723 dongeng menyenangkan, menentramkan hati, dan memberikan arah yang umum serta memberikan harapan bagi masa yang akan datang. Cerita sering dilihat sebagai pengembara yang digunakan oleh seorang yang tidak mempunyai fakta lagi. Cerita menyampaikan informasi, moral, nilai. Selain itu dongeng juga bersemangat dan meyakinkan, sehingga dongeng itu memainkan suatu peranan yang penting dan hal itu tidak disadari oleh organisasi modern Arni, 2001:62. Jadi seorang pengarang sastra, dalam menciptakan sebuah karya tidak bisa lepas dari simbolisasi, khusunya simbolisme kolektif, yaitu perwakilan dari pemikirannya yang kolektif.

3. Serat Tantri K

ā mandaka Salah satu dongeng hasil karya sastra Jawa adalah dongeng tantri. Menurut Dr.C. Hooykaas dalam Bibliotheca Javanica 2 1931, di Indonesia terdapat 12 macam naskah Tantri, yaitu: 3 dalam bahasa Jawa Kuna; 2 dalam bahasa Jawa Baru; 2 dalam bahasa Madura; dan 5 dalam bahasa Bali. Sembilan naskah terakhir termasuk naskah muda tetapi sudah dalam keadaan yang sangat buruk. Yang termasuk dalam tantri berbahasa Jawa Kuna, yaitu: Tantri K ā mandaka; Tantri b Kadhiri; dan Tantri a Děmung. Disebut Tantri b Kadhiri dan Tantri a Děmung karena buku tersebut dalam bentuk kidung b Kadhiri dan Děmung yang menunjukkan bentuk-bentuk puisi Jawa Tengahan. Yang satu lainnya berbentuk prosa, dan telah diterjemahkan oleh Dr. C. Hooykaas. Dalam kitab Tantri K ā mandaka ada tersisip perkataan-perkataan Sansekerta. Beberapa buah di antaranya masih dapat dibetulkan, tapi beberapa buah yang lain tidak lagi. Berhubung dengan itu, maka kitab tersebut dapat dianggap dalam kitab-kitab Jawa Kuno berbahasa prosa yang tergolong tua. Tetapi menurut bentuknya sekarang dapat dimasukkan dalam golongan kitab bahasa Jawa Pertengahan‖.Prof.Dr.R.M.Ng. Purbacaraka dan Tarjan Hadijaya, 1957: 68 Maka tidaklah salah jika Pigeaud 1967 memasukkan Tantri K ā mandaka ini ke dalam sastra Jawa Pertengahan dalam kelompok Religius and edifying poetry and fables. Bahasa dalam Tantri K ā mandaka tidaklah terlalu sulit, berisi cerita-cerita mengenai kehidupan dan perilaku binatang, dan penuh dengan perlambang dan fatwa. Ceritanya ringan, menarik dan serasi untuk pendidikan anak-anak, dan juga bagi yang telah berumur tentunya. Maka dari itu, cerita dalam naskah ini sangat berkembang pesat dalam cerita-cerita lisan, baik di pulau Jawa maupun di Indonesia bahkan sampai mendunia. Naskah ini menceritakan tentang dongeng binatang, sama halnya dengan serat Kancil. Induk dari serat Tantri K ā mandaka yaitu serat Pancatantra, berbahasa Pahlawi asli dari negeri India, tetapi masuknya ke tanah Jawa sudah sejak lama yaitu sekitar abad ke-3 dan namanya menjadi Tantrakawya. Pada sekitar abad 12-15, naskah ini lalu disadur dalam bahasa Jawa dan berbentuk prosa, namanya yaitu Tantracarita, yang selanjutnya disebut Tantri Kamandaka. Cerita-cerita dalam naskah Tantri Kamandaka tersebar hampir di seluruh dunia. Ceritanya bisa memberikan informasi yang berbeda pada setiap generasi yang berbeda. Kualitas ceritanya yang tinggi,

Dokumen yang terkait

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

NINIK INDAWATI, Ninik Pengembangan Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi untuk mengefektifkan nilai-nilai Anti Korupsi Pada Mahasiswa PGSD di Unikama - Repository UNIKAMA

0 0 1

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI MAK UT SUTAMA

0 0 14