Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PENANAMAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANTI KORUPSI BAGI PESERTA DIDIK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR - Repository UNIKAMA
342
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
Dalam buku
yang sama
juga disebutkan oleh Djiwandono bahwa faktor
lain dari faktor penghambat pendidikan karakter adalah heterogenitas masyarakat
termasuk wali murid dilihat dari segi pendidikan, ekonomi, social, dan budaya
menyebabkan susahnya untuk menemukan dan mengembangkan nilai-nilai moral yang
universal, yang merupakan nilai bersama comman. Hal ini bukan sesuatu yang
mudah, melainkan merupakan proses belajar terus-menerus bagi semua orang dan semua
golongan. Selain faktor penghambat yang
dipaparkan diatas, ada beberapa faktor penghambat pendidikan karkater disekolah,
diantaranya yaitu: Pertama, dari konsensus penelitian
ini jelas sekali bahwa faktor penghambat pendidikan karakter adalah adanya pengaruh
yang berasal dari gambar atau tayangan negatif
media massa
yang dapat
mempengaruhi perilaku pada anak dan kekurangpedulian guru, orang tua, dan
lingkungan terhadap
perilaku anak.
Kekurangpedulian ini juga dapat diartikan terlalu permisif. Artinya, membiarkan anak
melakukan sesuatu tanpa adanya larangan dari orang tua. Orang tua yang permisif,
tidak selamanya jelek, dan tidak selalu baik. Orang tua permisif ini digambarkan oleh
Bukatko dan Daehler sebagai orang tua yang selalu memberikan peluang yang terbuka
kepada anaknya untuk melakukan aktualisasi dan sosialisasi diri tanpa ada batasan yang
ketat. Sikap permisif inilah yang akan menjadikan anaknya sebagai orang dewasa
yang mana disana seorang anak anak mampu menentukan diri dan masa depannya.
Kedua, kondisi keluarga yang tidak harmonis menyebabkan terjadinya split
personality dan kurangnya keteladanan dari orang tua dan masyarakat. Temuan ini
relevan dengan hasil penelitian Hambali dan Arifin, bahwa kenakalan remaja di jawa
timur termasuk di kota malang, salah satunya disebabkan kondisi keluarga yang
negatif, seperti ketegangan keluarga, tingkat otoritas orangtua, dan kemiskinan teladan
agama. Dari ketiga faktor diatas, yang paling dominan adalah kemiskinan keteladanan
keagamaan orangtua. Perilaku ini dapat kita hindari kalau orangtua sering menjalin
komunikasi dengan anaknya. kekurangan keteladanan ini dapat menyebabkan perilaku
anak menjadi tidak terkontrol. Ketiga, kurangnya minat anak dalam
mempelajari pembelajaran nilai karena tidak meningkatkan aspek kognitif mereka dan
kurangya materi pembelajaran nilai di sekolah juga merupakan faktor penghambat
dalam pembelajaran nilai. Padahal, antara kognitif dan afektif nisa berjalan secara
simultan. Untuk, itu dalam pembelajaran nilai perlu dijelaskan kepada anak, bahwa
aspek afektif tidak memperlemah aspek kognitif, begitu pula sebaliknya. Bahkan
keduanya bisa saling mendukung. b. Faktor
pendukung pendidikan
karakter Disamping adanya beberapa yang
bersifat makro atau mikro dan internal atau eksternal sebagaimana paparan
diatas, ada juga faktor pendorong. Dengan
mengadaptasi pemikiran
supriyadi, ada beberapa faktor yang mendorong pembelajaran nilai di sekolah;
343
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
1 Pengalaman pra sekolah, bagi siswa yang sudah terbiasa dengan
pendidikan perilaku yang baik yang diterima di Taman Kanak-
kanak, akan memudahkan mereka menerima
pembelajaran nilai
secara optimal. 2 Tingkat kecerdasan, bagi anak
yang cerdas
akan mudah
menangkap informasi
pembelajaran nilai yang diberikan oleh guru.
3 Kreativitas, bagi anak yang kreatif akan mampu menghasilkan hal-
haal baru mengenai bergbagai nilai, berdasarkan pengalamnnya
menerima nilai dari pihak lain. 4 Motivasi belajar, siswa yang
mempunyaimotivasi tinggi akan mampu menyerap berbagai nilai
secara mudah
dan mengimplementasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. 5 Sikap dan kebiasaan belajar, bagi
siswa yang mempunyai sikap dan kebiasaan belajar, bagi siswa yang
mempunyai sikap
kebiasaan belajar yang bagus dan terencana,
sistematis, dan
terarah akan
menjadikan nilai sebagai sesuatu yang bermakna dalam rangka
peningkatan kualitas dirinya. Senada dengan Supriadi di atas,
menurut Rusnak, salah satu pendorong untuk pembelajaran karter adalah lingkungan
sekolah yang positif a positive school environment helps build character. Guru
yang semangat memainkan peran sebagai model atau pemimpin siswanya akan
berhasil karena kondisi positif yang mereka ciptakan pada kelasnya. Siswa memperoleh
keuntungan dari fungsi lingkungan yang kondusif
dan mendorong
mereka merefleksikan
dan mengaktualisasikan
dirinya sendiri secara lebih baik. Dengan demikian peranan guru dalam mendorong
pembelajaran nilai di sekolah sangat urgent, dalam rangka membentuk akhlak mulia
siswa. Berdasarkan
hasil penelitian,
diketahui bahwa keberadaan media massa membantu meningkatkan pembelajaran nilai
pada siswa dengan tayangan program pendidikan dan nilai. Sebaliknya juga,
adanya pengaruh negative yang berasal dari gambar atau tayangan media massa pada
perilaku anak. Hal ini menunjukkan bahwa satu sisi media massa mempunyai nilai-nilai
pedagogis tinggi, namun di sisi lain dapat menghambat
penanaman nilai-nilai
pedagogis di sekolah. Kondisi ini relevan dengan efek media massa sebagai benda
fisik yang berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan. menurut rakhmat, efek
media massa ada lima: 1 Efek ekonomi
2 Efek social 3 Efek pada penjadwalan kegiatan
4 Efekpada penyaluranpenghilangan
perasaan tertentu 5 Efek pada perasaan terhadap
media itu sendiri Faktor terakhir yang di nilai tidak
kalah pentingnya adalah adanya komunikasi yang baik harmonis antara orang tua, guru,
siswa, serta lingkungan masyarakat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi
344
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
antara tiga pilar pendidikan tersebut. Sebab komunikasi yang kurang baik dan harmonis
berakibat pada nilai yang dihayati anak di rumah dengan nilai yang ada di lingkungan
keluarga atau lingkungan masyarakat tidak sesuai.
Faktor lainnya adalah keteladanan guru, orangtua, dan masyarakat. Keteladanan
ini, di
Indonesia dianggap
langka. Terjadinya berbagai perilaku negatif yang
dilakukan oleh anak bangsa, salah satunya disebabkan oleh krisis keteladanan di
kalangan pemimpin bangsa.