20
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
dongeng menyenangkan,
menentramkan hati, dan memberikan arah yang umum serta
memberikan harapan bagi masa yang akan datang.
Cerita sering
dilihat sebagai
pengembara yang digunakan oleh seorang yang tidak mempunyai fakta lagi. Cerita
menyampaikan informasi, moral, nilai. Selain itu dongeng juga bersemangat dan
meyakinkan, sehingga
dongeng itu
memainkan suatu peranan yang penting dan hal itu tidak disadari oleh organisasi modern
Arni, 2001:62. Jadi seorang pengarang sastra, dalam menciptakan sebuah karya
tidak bisa lepas dari simbolisasi, khusunya simbolisme kolektif, yaitu perwakilan dari
pemikirannya yang kolektif.
3. Serat Tantri K
ā
mandaka
Salah satu dongeng hasil karya sastra Jawa adalah dongeng tantri. Menurut Dr.C.
Hooykaas dalam Bibliotheca Javanica 2 1931, di Indonesia terdapat 12 macam
naskah Tantri, yaitu: 3 dalam bahasa Jawa Kuna; 2 dalam bahasa Jawa Baru; 2 dalam
bahasa Madura; dan 5 dalam bahasa Bali. Sembilan naskah terakhir termasuk naskah
muda tetapi sudah dalam keadaan yang sangat buruk. Yang termasuk dalam tantri
berbahasa Jawa
Kuna, yaitu:
Tantri K
ā
mandaka; Tantri b Kadhiri; dan Tantri a Děmung. Disebut Tantri b Kadhiri dan
Tantri a Děmung karena buku tersebut dalam bentuk kidung b Kadhiri dan Děmung yang
menunjukkan bentuk-bentuk puisi Jawa Tengahan. Yang satu lainnya berbentuk
prosa, dan telah diterjemahkan oleh Dr. C. Hooykaas.
Dalam kitab Tantri K
ā
mandaka ada tersisip
perkataan-perkataan Sansekerta.
Beberapa buah di antaranya masih dapat dibetulkan, tapi beberapa buah yang lain
tidak lagi. Berhubung dengan itu, maka kitab tersebut dapat dianggap dalam kitab-kitab
Jawa Kuno berbahasa prosa yang tergolong tua. Tetapi menurut bentuknya sekarang
dapat dimasukkan dalam golongan kitab bahasa Jawa Pertengahan‖.Prof.Dr.R.M.Ng.
Purbacaraka dan Tarjan Hadijaya, 1957: 68 Maka tidaklah salah jika Pigeaud
1967 memasukkan Tantri K
ā
mandaka ini ke dalam sastra Jawa Pertengahan dalam
kelompok Religius and edifying poetry and fables. Bahasa dalam Tantri K
ā
mandaka tidaklah terlalu sulit, berisi cerita-cerita
mengenai kehidupan dan perilaku binatang, dan penuh dengan perlambang dan fatwa.
Ceritanya ringan, menarik dan serasi untuk pendidikan anak-anak, dan juga bagi yang
telah berumur tentunya. Maka dari itu, cerita dalam naskah ini sangat berkembang pesat
dalam cerita-cerita lisan, baik di pulau Jawa maupun di Indonesia bahkan sampai
mendunia. Naskah ini menceritakan tentang
dongeng binatang, sama halnya dengan serat Kancil. Induk dari serat Tantri K
ā
mandaka yaitu serat Pancatantra, berbahasa Pahlawi
asli dari negeri India, tetapi masuknya ke tanah Jawa sudah sejak lama yaitu sekitar
abad ke-3
dan namanya
menjadi Tantrakawya. Pada sekitar abad 12-15,
naskah ini lalu disadur dalam bahasa Jawa dan
berbentuk prosa,
namanya yaitu
Tantracarita, yang selanjutnya disebut Tantri Kamandaka.
Cerita-cerita dalam naskah Tantri Kamandaka tersebar hampir di seluruh
dunia. Ceritanya bisa memberikan informasi yang berbeda pada setiap generasi yang
berbeda. Kualitas ceritanya yang tinggi,
21
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
ISSN 2502-8723
lebih tinggi dari pada cerita Hikayat 1001 Malam yang beredar di tanah Melayu,
walaupun keduanya berasal dari induk yang sama, yaitu Pancatantra.
Ada perbedaan sedikit antara Tantri K
ā
mandaka dengan serat Pancatantra, yaitu pada bagian awalnya. Jika serat Pancatantra
itu yang menjadi permulaan cerita adalah mengisahkan seorang ratu yang mempunyai
putra yang sangat bodoh semua, lalu disuruh berguru kepada seorang pendhita, dengan
cara diceritakan dongeng-dongeng tentang binatang. Tetapi jika serat Tantri K
ā
mandaka mengisahkan tentang seorang raja di sebuah
negeri, setiap malam raja ini harus kawin dengan seorang gadis yang cantik dan murni.
Dalam beberapa waktu, negeri tersebut kehabisan gadis jelita dan hanya menyisakan
seorang putri anak sang patih yang bernama Dewi Tantri. Dewi Tantri dengan rela
dipersembahkan kepada sang raja. Setelah acara perkawinan digelar, sebelum tidur
Dewi Tantri mengajukan permohonan akan bercerita untuk menghilangkan kantuknya.
Sang raja setuju. Setelah cerita habis, sang raja ingin lanjutan cerita itu karena sangat
indah. Demikianlah berlangsung setiap malam, dan akhirnya sang raja terpengaruh
oleh dongeng-dongeng yang mengandung kebijaksanaan, dan memutuskan untuk tidak
kawin lagi.
4. Pendidikan Karakter melalui Dongeng Tantri Kāmandaka
Berikut ini dijelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam dongeng tantri dan cara-
cara pengajarannya di SD.
a. Karakter dalam cerita Hangśa-Kurma-
Sangsarga Persahabatan Angsa dan Kura-kura
Cerita ini mengisahkan persahabatan antara sepasang angsa yang baik hati dengan
sepasang kura-kura yang bodoh. Pada suatu ketika, angsa berpamitan kepada kura-kura
untuk pindah dari danau ke telaga untuk mengantisipasi datangnya musim kemarau.
Tetapi kura-kura tidak mau ditinggal angsa, dan merekapun akhirnya ikut pindah. Karena
kura-kura tidak
bisa terbang,
angsa mempunyai akal yaitu menyuruh kura-kura
untuk memagut bagian tengah dari sebatang kayu, dan ujung-ujungnya dipagut oleh
angsa bersama istrinya. Si angsa memberi saran agar kura-kura tidak boleh kendor
dalam memagut kayu apalagi sambil berbicara. Ketika sampai di atas sebuah
ladang, di sana ada sepasang anjing. Kedua anjing bercakap-cakap kalau yang dibawa
angsa itu adalah tinja kerbau. Mendengar perkataan anjing, kura-kura marah dan
terbukalah mulutnya dan akhirnya jatuh ke permukaan tanah, lalu dimakan oleh anjing-
anjing itu. Ciri-ciri anatomi dari angsa adalah
binatang berkaki dua, berbulu lembut, bisa berenang di air, berjalan di daratan, dan
hebatnya lagi bisa terbang dengan sayapnya, dan selalu bergerombol dengan binatang
sebangsanya. Menurut ciri-ciri itu, binatang angsa menggambarkan sosok yang lengkap,
yaitu lembut hatinya selembut bulunya, cerdik otaknya karena bisa bertahan hidup di
mana saja, dan setia kawan karena selalu menggerombol. Dan dalam cerita Tantri
Kamandaka, angsa digambarkan sedemikian rupa sehingga bisa menyimbolkan seseorang