A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Bahasa Indonesia
merupakan salah satu ilmu yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia serta untuk menguasai ilmu dan teknologi. Sebagai masyarakat
Indonesia, penting untuk kita mempelajari dan memahami Bahasa Indonesia secara baik dan benar. Tetapi, saat ini dapat dilihat bahwa sebagian masyarakat
Indonesia sendiri belum mempunyai rasa internalisasi terhadap bahasanya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kalangan yang sering mencampuradukkan
Bahasa Indonesia dengan bahasa asing dalam penuturan sehari-hari dan yang lebih ironisnya adalah menurunnya nilai Ujian Nasional UN Bahasa Indonesia
Afifah, 2012. Nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam berbagai tes didapati lebih
rendah dibandingkan dengan mata pelajaran bahasa asing, seperti: Bahasa Inggris. Bukan hanya dalam ulangan harian, baik pada ujian nasional UN maupun tes
masuk perguruan tinggi juga menunjukkan hasil yang serupa. Salah satu surat kabar mengatakan bahwa tiga tahun terakhir ini memang hasil UN dan tes-tes
Bahasa Indonesia dalam tes masuk perguruan tinggi, menunjukkan nilai yang lebih rendah daripada hasil tes yang lain, bahkan dari mata ajar yang biasanya
menjadi momok seperti matematika Afifah, 2012. Dari 7.579 siswa yang tidak lulus UN 2012, sebagian besar gagal pada
mata pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia, sama dengan tahun lalu. Bahkan jumlah ketidaklulusan akibat gagal di ujian Bahasa Indonesia lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan ketidaklulusan pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak lagi dianggap menjadi pelajaran penting bagi
siswa, bahkan nilai kepentingannya berada di bawah pelajaran Bahasa Inggris. Banyak siswa yang lebih fokus pada kemampuan menguasai Bahasa Inggris
ketimbang bahasa negaranya sendiri, Bahasa Indonesia Polkamnas, 2012. Hal ini sangat ironis mengingat Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu
yang pada akhirnya dianggap sebagai bahasa yang sulit dipelajari. Tingginya jumlah siswa yang tidak lulus akibat rendahnya nilai mata pelajaran Bahasa
Indonesia ini dinilai akibat telah terjadinya pergeseran nilai, di mana generasi penerus lebih bangga menguasai Bahasa Inggris dibandingkan Bahasa Indonesia.
Tentu sangat disayangkan saat melihat kalangan generasi muda saat ini lebih antusias mempelajari bahasa asing daripada memperdalam Bahasa Indonesia dan
melestarikannya. Dengan demikian sudah seharusnya proses pembelajaran Bahasa
Indonesia ditangani lebih serius. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para tenaga pendidik untuk kembali memotivasi siswa dalam mempelajari Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Guru sebagai pendidik perlu mempersiapkan metode pembelajaran yang terprogram agar peserta didik memperoleh
pengalaman belajar yang lebih mantap. Rendahnya hasil belajar Bahasa Indonesia yang diperoleh siswa
disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia Purwanto, 2004. Metode
Universitas Sumatera Utara
pembelajaran yang umumnya dipakai para guru Bahasa Indonesia masih menekankan kepada situasi guru mengajar bukan situasi siswa belajar.
Sebagian besar pola pembelajaran masih bersifat transmisif, yaitu: guru memberikan konsep-konsep yang terdapat dalam buku pelajaran secara langsung
pada peserta didik dan siswa secara pasif menyerap pengetahuan tersebut Trianto, 2011. Meskipun, metode pembelajaran dengan kerja kelompok sudah
mulai diterapkan. Namun, pembelajaran dengan kerja kelompok yang masih bersifat tradisional, yakni: masing-masing kelompok memilih sendiri anggota-
anggota kelompoknya kurang membantu dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran yang masih menggunakan metode ceramah dapat membuat
siswa menjadi pasif dalam menerima pelajaran Bahasa Indonesia dan hanya menghafal konsep-konsep tanpa memahami makna dan manfaat dari konsep
tersebut. Selain itu, siswa tidak tidak dituntut aktif dalam mempelajari dan memahami materi pelajaran. Siswa hanya mendengarkan, mencatat, dan
menghafalkannya. Model pembelajaran seperti ini yang akan mengakibatkan siswa hanya memahami 10-30 dari materi yang diterangkan Trianto, 2011.
Untuk membantu siswa dalam mencapai keberhasilan dalam belajar Bahasa Indonesia dapat digunakan metode pembelajaran yang berdasarkan
pandangan konstruktivis. Menurut Hudjono dalam Trianto, 2011 sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivis melibatkan keaktifan siswa dalam
belajarnya dan mengaitkan informasi baru dengan informasi sebelumnya, sehingga menyatu dengan skema yang dimiliki siswa. Salah satu pandangan
konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif.
Universitas Sumatera Utara
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Johnson Johnson dalam Trianto, 2011 menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan
belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan kata lain, hakikat sosial dan
penggunaan kerja sama dalam kelompok menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat ditetapkan, salah satunya adalah teams game tournamen TGT. Teams
game Tournament TGT merupakan salah satu model yang dipercaya dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar informasi, tidak
hanya informasi dari guru. Pembelajaran kooperatif model teams game tournament TGT terdiri dari empat tahap utama, yaitu: tahap presentasi guru,
kelompok belajar, turnamen, dan penghargaan kelompok Slavin, 2008. Metode pembelajaran kooperatif model teams game tournament TGT merupakan model
pembelajaran kooperatif yang mengandung unsur kerjasama antar siswa dalam kelompok dan tanggung jawab kelompok dalam pembelajaran individu. Model
team games tournament TGT merupakan model pembelajaran yang identik dengan permainan atau kuis yang dimainkan siswa dengan tujuan mengumpulkan
skor untuk meningkatkan total skor kelompok. Kegiatan ini dilakukan pada tahap ketiga, yaitu: tahap turnamen. Pembagian kelompok pada metode pembelajaran
Universitas Sumatera Utara
kooperatif model teams game tournament TGT didasarkan pada keheterogenan siswa, baik suku, prestasi, dan jenis kelamin Trianto, 2011.
Peneliti menggunakan model team games tournament TGT dengan alasan bahwa siswa-siswi sekolah menengah pertama SMP yang menjadi subjek
penelitian dapat bermain tanpa melupakan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan kata lain, siswa akan belajar dengan permainan yang ada di
dalam model team games tournament TGT. Penggunaan permainan di dalam model teams game tournament TGT juga membuat siswa lebih banyak
berinteraksi dengan siswa lainnya. Model teams game tournament TGT yang di dalamnya mempunyai tahap kegiatan kelompok belajar, juga dapat membantu
para siswa untuk memacu motivasi belajar menjadi aktif Liulin, 2009. Dengan kegiatan kelompok belajar, para siswa dapat berdiskusi dan
berbagi pengetahuan dengan teman-teman lainnya. Para siswa juga dapat aktif dalam memacu motivasi belajar, sehingga para siswa memperoleh pemahaman
dan penguasaan materi pelajaran dengan mudah. Hal ini terjadi karena para siswa merasa lebih santai dan senang bila belajar dan berdiskusi dengan teman sendiri.
Apabila para siswa sudah mempunyai motivasi yang kuat dan merasa senang, para siswa dapat menunjukkan minat, aktivitas, dan partisipasinya dalam mengikuti
kegiatan belajar yang sedang dilaksanakan Liulin, 2009. Begitu juga pada pembelajaran Bahasa Indonesia, jika para siswa memiliki motivasi yang kuat dan
dapat aktif dalam kegiatan belajar, maka hasil belajar Bahasa Indonesia dapat meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, peneliti juga mempunyai alasan bahwa model teams game tournament TGT menuntut keterampilan berkomunikasi dalam bentuk kerja
sama kelompok dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Kemampuan berkomunikasi dituntut dalam berinteraksi, baik dengan anggota di dalam
kelompok, maupun di luar kelompok Mularsih, 2010. Kemampuan berkomunikasi ini cukup relevan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yang
pada dasarnya mempunyai tujuan dari agar para siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien, baik secara lisan maupun tulisan,
sehingga bahasa Indonesia dapat digunakan dengan tepat dan kreatif Suwarni, 2010.
Kumaradivelu dalam Mularsih, 2010 menjelaskan bahwa perlu adanya prosedur yang harus diterapkan seorang guru ketika mengajar di dalam kelas,
yaitu: memodifikasi materi dan memfasilitasi aktivitas para siswa. Modifikasi materi mengacu pada cara guru menyajikan materi yang dapat menarik siswa
menjadi termotivasi untuk belajar, sehingga diperlukannya metode pembelajaran yang tepat. Kemudian, guru juga harus memfasilitasi interaksi para siswa,
misalnya: memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dalam penyelesaian tugas. Metode pembelajaran kooperatif model teams game
tournament TGT mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk melatih kemampuan berbicaranya secara maksimal dalam keadaan yang nyaman untuk
saling berbagi pendapat, saling mengarahkan dengan menggunakan unsur permainan yang telah disesuaikan dengan materi pembelajaran. Adanya unsur
permainan dalam pembelajaran tipe TGT dapat menarik minat siswa untuk
Universitas Sumatera Utara
belajar, khususnya mempelajari keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia yang selama ini dianggap membosankan Utami dkk, 2013.
Selain itu, model teams game tournament TGT dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu sosial, maupun
bahasa dari jenjang pendidikan dasar SD, SMP hingga perguruan tinggi. Model teams game tournament TGT sangat cocok untuk mengajar tujuan pembelajaran
yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar. Meski demikian, model teams game tournament TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakan
dengan tujuan yang dirumuskan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, misalnya: esai atau kinerja Trianto, 2011. Oleh
karena itu, Model pembelajaran kooperatif model teams game tournament TGT dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada serta dapat
meningkatkan minat belajar siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia. Peneliti menemukan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya
mengenai metode pembelajaran kooperatif model teams game tournament TGT, beberapa diantaranya masih digunakan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
tentang materi keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD dan matematika tentang materi pokok logaritma pada siswa X MAN. Kedua mata pelajaran
dengan materi yang dijadikan variabel penelitian merupakan kompetensi dasar yang sesuai dengan kurikulum pembelajaran, sehingga penting untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran tersebut. Begitu juga dengan materi menulis puisi yang merupakan salah satu kompetensi dasar yang
harus dipelajari dan dikuasai siswa SMP kelas VIII. Oleh karena itu, peneliti ingin
Universitas Sumatera Utara
mengetahui lebih lanjut mengenai model TGT jika digunakan guru dalam mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi menulis puisi, yang
nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangsih kekayaan wacana dalam dunia pendidikan dan menjadi salah satu alternatif dalam pemecahan masalah,
khususnya pada pelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, peneliti juga menemukan salah satu karakteristik yang tidak
disertakan oleh kedua peneliti di atas ketika melakukan penelitian, yaitu: berkaitan dengan pembagian kelompok. Menurut Trianto 2011, pembagian
kelompok pada metode pembelajaran kooperatif model teams game tournament TGT didasarkan pada keheterogenan siswa, baik suku, prestasi, dan jenis
kelamin. Tetapi, pada kedua penelitian di atas tidak diketahui pembagian kelompok sesuai dengan keheterogenan siswa. Oleh karena itu, peneliti merasa
perlu untuk melihat lebih jauh pengaruh metode pembelajaran kooperatif model teams game tournament TGT terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia, jika
diberikan kepada siswa SMP kelas VIII dengan pembagian kelompok yang sesuai dengan teori yang telah ditetapkan, yaitu: didasarkan pada keheterogenan siswa.
B. Rumusan Masalah