Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt ( Teams Games Tournament ) Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak Pada Manusia

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TGT (

TEAMS GAMES TOURNAMENT

) TERHADAP HASIL

BELAJAR BIOLOGI PADA KONSEP SISTEM GERAK PADA

MANUSIA

(Kuasi Eksperimen Di SMP WIRABUANA Bogor)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh

HARJA WIJAYA

NIM : 105016100498

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H./2012 M.


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

Harja Wijaya, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournamnet)Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak (Kuasi Eksperimen di SMP Wirabuana Bogor)”. Skripsi, Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada konsep Sistem Gerak. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Wirabuana Kota Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan desain pre test-post test two group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 34 orang untuk kelas eksperimen dan 34 orang untuk kelas kontrol. Pengambilan data menggunakan instrumen tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada sistem gerak. Analisis data menggunakan uji-t, data hasil penghitungan perbedaan rata-rata post test kedua kelompok diperoleh nilai thitung sebesar 8,33 sedangkan ttabel dengan taraf signifikan 5% dengan derajat

kebebasan (dk) = 30 yaitu sebesar 2,03. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho)

ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada konsep sistem gerak.


(5)

ABSTRACT

Harja Wijaya, "The Effect of Cooperative Learning Model type TGT (Teams Games Tournamnet) Against Learning Outcomes Concept Systems Biology In Motion (Quasi Experiments in Bogor Wirabuana SMP)". Thesis, Biological Studies Program, Department of Educational Sciences, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. This study aims to determine the effect of application type TGT Cooperative learning models for studying the biology of the concept of motion systems. The research was carried out in the SMP Wirabuana Bogor. The method used is a quasi-experimental design with pre-test post test two group design. Sampling was conducted using purposive sampling techniques. Study sample amounted to 34 people for the experimental class and 34 people for classroom control. Retrieval of data using a test instrument in the form of multiple choice learning outcomes that have tested the validity and reliability. The hypothesis proposed in this study is that there is influence of the application of cooperative learning model type TGT for the study of biological motion in the system. Data analysis using the t-test, data tally the average difference post test both groups obtained value of 8.33 while the TTable tcount a significant level of 5% with degrees of freedom (df) = 30 is equal to 2.03. Thus, it can be said that tcount> TTable means the alternative hypothesis (Ha) accepted and the null hypothesis (Ho) is rejected. This suggests that there is influence of the type TGT cooperative learning model on the results of biological studies at the concept of motion systems.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah dari Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap Hasil Belajar Biologi pada Konsep Sistem Gerak”. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya yang telah membawa kita kepada zaman yang penuh dengan keberkahan dan tantangan.

Penelitian Skripsi mengenai model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terhadap hasil belajar biologi pada konsep Sistem Gerak di SMP Wirabuana Bogor.

Dalam melakukan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Zulfiani,M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran-saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Eny S. Rosyidatun,S.Si,MA selaku selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran-saran dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalankan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak.Endang Adi Surya,SH, selaku kepala sekolah SMP Wirabuana Kota Bogor beserta para guru dan karyawan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.


(7)

7. Untuk ayahanda tercinta Alm. H.Muhammad Noor. Semoga Tuhan Yang Maha Esa mengampuni kesalahan-kesalahan ayahanda.

8. Untuk ibunda Syarifah, terimakasih bunda telah memberikan dukungan moril dan materil sampai saat ini dan tak henti-hentinya memanjatkan doa untuk penulis.

9. Saudara dan saudariku, Nurseha, Nuryati, M.Sobur, Abdul latif,Siti Masyitoh, Fitriyani, Sri Sukaesih, Siti Mudzalifah yang telah membantu, menghibur dan memberikan semangat untuk penulis.

10. Ade Wahyudi, Irfan Siddik Lubis, Jajang dan teman-teman Pendidikan Biologi lainnya angkatan 2005 yang selalu memberikan informasi dan bersedia bertukar pikiran dengan penulis.

11. Semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini terselesaikan.

Tentunya tugas akhir skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis menantikan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat membuat laporan dan karya ilmiah yang lebih baik dari sebelumnya. Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Agustus 2012


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR...……… iii

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL………. viii

DAFTAR LAMPIRAN………... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..………. 1

B. Identifikasi Masalah………... 8

C. Pembatasan Masalah……….. 8

D. Perumusan Masalah ……….. 8

E. Tujuan Penelitian………... 9

F. Manfaat Penelitian………. 9

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori...……… 10

1. Pembelajaran Kooperatif...……… 10

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif...……. 10

b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 12

c. Prinsip Pembelajaran Kooperatif ………... 14

d. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif……… 18

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT………... 20

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT……….. 25


(9)

b. Kekurangan ... 26

4. Teori Belajar Konstruktivisme………. 27

a. Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar……… 27

b. Konsep Belajar Konstruktivisme Jean Piaget... 29

c. Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky...……….. 30

5. Belajar, Hasil Belajar, dan Pembelajaran IPA Biologi ……….. 31

a. Belajar………... 31

1) Tipe-Tipe Belajar………... 37

2) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar………... 38

b. Hasil Belajar………. 41

1) Hasil Belajar Kognitif………... 42

2) Hasil Belajar Afektif Dan Psikomotor……… 43

c. Pembelajaran IPA Biologi……… 44

B. Hasil Penelitian Relevan……… 45

C. Kerangka Pikir………... 48

D. Hipotesis ………... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ………...….. 50

B. Metode Penelitian ……….……... 50

C. Populasi dan Sampel ………....………. 52

D. Variabel Penelitian ………... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ...………... 53

F. Teknik Analisis Data...………... 58


(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (teams games

tournament) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa………... 61 B. Hasil Belajar Biologi Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe TGT...………... 63 C. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar

Biologi Pada Konsep Sistem Gerak………... 66 D. Keterbatasan Penelitian………... 69

E. BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN………. 70

B. SARAN……….. 70

DAFTAR PUSTAKA……….. 71


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pretest Posttest Control Group Design…………..……….. 46

Tabel 3.2 Teknik Pengumpul Data...……… 48

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen...……….. 50

Tabel 4.1 Hasil Pretes ...………... 56

Tabel 4.2 Hasil Postes...……… 57

Tabel 4.3 Uji Normalitas Pretes dan Postes...……… 58

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Pretes...………... 59

Tabel 4.5 Uji Hipotesis Pretes...……. 60

Tabel 4.6 Uji Hipotesis Postes ...………. 60


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi Instrument………...…... 76

Lampiran 2 Soal Validasi……… ……….. 89

Lampiran 3 Soal Pretest ……… 97

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen ………..101

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol ……… 109

Lampiran 6 Hasil Pretes dan Postes……….. 116

Lampiran 7 Penghitungan Validasi Instrumen……….. 126

Lampiran 8 Penghitungan Reliabilitas………... 128

Lampiran 9 Hasil Uji Normalitas Data……….. 129

Lampiran 10 Hasil Uji Normal Gain………. ………133

Lampiran 11 Hasil Uji Hipotesis……… ……….. 141


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Terlebih pada saat ini pendidikan merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia, dunia pendidikan dituntut untuk lebih memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa. Tidak hanya itu, dunia pendidikan pun dituntut untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyatakan :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.1

Kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada intelektual, modal sosial dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus memutakhirkan pengetahuan menjadi keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu bangsa.2 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang telah disahkan oleh pemerintah ini sarat dengan tuntutan yang cukup mendasar karena harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan kepada semua masyarakat, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Salah satu upaya yang segera dilakukan

1

Departemen Pendidikan Nasioal, Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

2

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Tingkat Atas, (Jakarta: 2001)


(14)

untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Pendidikan yang diperoleh melalui sekolah diharapkan mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. 3

Mengingat betapa pentingnya sektor pendidikan dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan sumber daya manusia, apalagi terhadap sektor pendidikan kita yang mutunya masih tertinggal dengan negara lain. Pemerintah dan orang-orang yang peduli dengan dunia pendidikan di negara ini cukup respon atas berbagai masalah pendidikan. Merekayasa dan melaksanakan berbagai usaha peningkatan dan penyegaran. Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah dan orang-orang yang peduli dengan pendidikan seperti mengganti kurikulum yang diikuti oleh perubahan struktur buku-buku pelajaran, membentuk proyek peningkatan kualitas guru-guru yang dilaksanakan dalam bentuk penataran, seminar-seminar dan latihan kerja.

Program dan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan orang-orang yang peduli dengan masalah pendidikan di negara ini akan terlihat hasilnya apabila didukung dengan proses pembelajaran di sekolah. Tetapi hal tersebut pada kenyataannya tidak didukung dengan proses pembelajaran di sekolah. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan demokratis, globalisasi, dan otonomi daerah.4

3

Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 3. 4

Badan Standar Nasional Pendidikan, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: 2006), h. 3


(15)

Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah. Artinya, pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Tidak semua guru memiliki kemampuan dalam hal menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Guru juga tidak semua memiliki kemampuan dalam melaksanakan metode pembelajaran, apalagi dalam konteks pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Akibatnya pembelajaran dilakukan asal jalan, asal materi disampaikan dan asal materi habis, soal siswa memahami materi atau tidak kurang mendapatkan perhatian dari guru. 5 Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit untuk dikembangkan atau diberdayakan.

Guru merupakan salah satu komponen sistem yang menempati posisi sentral dalam sistem pendidikan. Betapapun baiknya program pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, apabila guru tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka pelaksanaan dan hasil belajarnya akan menyimpang dari tujuan. Pentingnya peran guru menciptakan suasana menyenangkan merupakan faktor utama untuk keberhasilan pembelajaran sains.6

Guru memiliki peran vital dalam proses pembelajaran di kelas, guru memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan melakukan tindak lanjut hasil pembelajaran. Guru akan menjadi “aktor” penentu keberhasilan siswa dalam mengadopsi dan menumbuhkembangkan

5

M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Semarang: RaSAIL Media Group. 2008), h. 1.

6

Nuryani Y. Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi. (Malang: UM Press. 2005), h. 5.


(16)

nilai kehidupan. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Sesuai dengan pandangan konstruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa.

Problem fundamental dalam konteks metode dan strategi pembelajaran di sekolah-sekolah adalah kebanyakan guru masih kurang kreatif. Bahkan bisa dikatakan mereka kurang inovatif, mengingat metode pembelajaran yang dipakai masih sangat konservatif. Metode-metode yang disampaikan oleh para guru dalam proses pembelajaran di sekolah telah membuka jurang pemisah antara pendidik dan peserta didik. Paulo Freire menjelaskan proses pembelajaran yang sangat tidak kreatif itu sebagai bentuk model “pendidikan gaya bank” (banking concept of education). Beberapa indikasi di antaranya ialah: menempatkan peserta didik pada posisi objek statis, sementara pendidik sebagai pelaku aktif yang mengajarkan ilmu; pendidik seolah-olah sebagai sumber ilmu yang maha tahu, sementara peserta didik dianggap bodoh dan tidak tahu apa-apa; pendidik menyampaikan ilmu, sementara peserta didik menyimak dan mencatat baik-baik; dan sebagainya. Konsep pembelajaran yang konservatif itu jelas tidak akan menciptakan lulusan atau output yang bisa berfikir kritis, kreatif, dan mandiri. Sebab, proses pembelajaran itu tidak lain hanya sebatas “transfer pengetahuan”

(transfer of knowledge), sehingga apa yang disampaikan oleh guru, itulah yang menjadi pengetahuan bagi peserta didik. Akibatnya, output pendidikan kita masih sangat rendah kualitasnya, sebab dengan model pembelajaran konservatif macam itu, peserta didik hanya menjadi objek statis yang tidak bisa berfikir kritis, kreatif, dan mandiri.7

Pembelajaran Biologi dalam kaitannya dengan para pendidik ketika di kelas masih banyak menggunakan paradigma konservatif, dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa secara pasif, dalam arti pembelajaran

7

Prof. Suyanto, Ph.d. Dinamika pendidikan nasional dalam peraturan dunia global. (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2006) hal. 12


(17)

lebih terpusat kepada guru dibandingkan siswa. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal sehingga Kegiatan Belajar Mengajar ( KBM ) menjadi monoton dan kurang menarik perhatian siswa. Kondisi seperti ini tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami mata pelajaran Biologi. Ditambah lagi, saat ini para siswa tak terlepas dari sejumlah perangkat dan kemajuan teknologi. Karena itu, penyesuaian guru terhadap pola pikir siswanya sangat penting dilakukan.8 Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dalam pengajaran Biologi dilakukan suatu inovasi. 9

Proses belajar mengajar Biologi belum dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Konsep-konsep Biologi lebih banyak disampaikan kepada siswa sebagai fakta, bukan sebagai bahan yang harus didiskusikan. Pembelajaran Biologi cenderung berorientasi pada text book dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa.10 Proses belajar bukan hanya sekedar kegiatan menghafal. Hal yang kita ingat bisa akan hilang dalam beberapa jam. Mempelajari bukan berarti menelan semua yang disampaikan guru. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolah dan memahaminya. Guru tidak dapat menuangkan semua yang disampaikan ke dalam benak siswa. Siswa yang harus menata dan mengkonstruksi apa yang mereka alami menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa kesempatan untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktikkan, dan mungkin mengajarkan kepada teman-temannya yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi.11

8

Lidya Nat asha Hadiw inat a dan Inggried. Tantangan Mengajar di Era Digital. http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/25/12231064/Tantangan.Mengajar.di.Era.Digital.

diakses 25 Oktober 2011.

9

Suryant o,Belajar Biologi. http://www.scribd.com/doc/48160505/BELAJAR-BIOLOGI, diakses 25 Agustus 2011.

10

Mundilarto, Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sains, Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan, No. 1, Tahun XXIII, Februari 2004, h. 65.

11

Melvin L. Silberman. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. (Bandung: Nusamedia. 2006), h. 27.


(18)

Biologi merupakan bagian dari sains. Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dan pembentukan sebuah pengetahuan secara mendalam dalam diri siswa. Pembelajaran biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri, alam sekitar dan dapat mengaplikasikan pengetahuannya menjadi sebuah prinsip untuk berfikir dan bertindak secara benar dalam kehidupannya sehari-hari.

Proses pembelajaran Biologi lebih banyak terpusat kepada guru (teacher centered) dibandingkan siswa. Oleh karena perlu adanya suatu inovasi dalam melaksanakan proses pembelajaran. Adapun inovasi yang dapat dilakukan seorang guru agar proses pembelajaran Biologi menjadi lebih efektif, menarik dan menyenangkan adalah dengan cara mempelajari dan mempraktikan berbagai model-model pembelajaran dalam proses pembelajaran Biologi.

Berdasarkan banyaknya hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament lebih baik dibandingkan prestasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Pemilihan strategi, pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran yang menarik dan tepat dapat membantu guru dan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran dapat dikembangkan oleh guru yaitu pembelajaran kooperatif tipe TGT, model pembelajaran ini berpusat pada siswa (student centered). Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif model TGT terhadap hasil belajar siswa.

Di dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini siswa dibagi dalam tim untuk belajar bersama kemudian siswa dituntut untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan secara perorangan sebagai uji pemahaman. Model ini juga memberikan kesempatan kepada siswa waktu berpikir lebih banyak menjawab dan membantu satu sama lain, sehingga pembelajaran yang dilalui oleh siswa menjadi sebuah pembelajaran yang bermakna.


(19)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini diharapkan dapat menumbuhkan berbagai kegiatan belajar siswa, dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik apabila siswa banyak aktif dibandingkan guru. Penyampaian materi pelajaran biologi perlu dirancang suatu strategi pembelajaran yang tepat, yakni anak akan mendapatkan pengalaman baru, proses pembelajarn lebih menyenangkan dan menimbulkan interaksi antar sesama siswa.

Materi sistem gerak yang didalamnya terdiri dari konsep-konsep yang bersifat pemahaman, membutuhkan model pembelajaran yang dapat menyesuaikan dengan materi dan kebutuhan siswa itu sendiri dalam proses pembelajaran. Materi yang bersifat pemahaman membutuhkan sebuah model yang interaktif dan aktif agar siswa dapat memahami materi yang dipelajari, tidak hanya interaktif dan aktif model pembelajaran tersebut di dalamnya harus ada pengulangan sehingga dengan pengulangan tersebut siswa akan menjadi paham terhadap materi yang dipelajari. “Sedangkan siswa membutuhkan model pembelajaran yang dapat mendorong pembelajaran aktif serta sesuai dengan bakat dan minat adalah pembinaan hubungan antara guru dan siswa yang bersifat bimbingan, pembentukan komunitas-komunitas kecil pembelajaran, dan penerapan kurikulum antar disiplin ilmu”.12 Untuk itu diperlukan adanya berbagai variasi dalam kegiatan pembelajaran, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini memungkinkan aktifitas pembelajaran menjadi aktif dan tidak menjemukan, sehingga nanti akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ( Teams Games Tournaments ) Terhadap Hasil Belajar Biologi.

12

Thomas Amstrong, The Best Schools Mendidik Siswa Menjadi Insan Cendikia Seutuhnya: Penerjemah Lovely dan Mursid Widjanarko, ( Bandung : Kaifa, 2011), h. 183.


(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan beberapa permasalahan yang dikemukakan dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Perubahan kurikulum yang mengakibatkan bergesernya paradigma dalam proses pembelajaran.

2. Pembelajaran lebih banyak terpusat kepada guru dibanding siswa (teacher centered).

3. Guru sebagian besar masih belum menguasai strategi dan model dalam pembelajaran dengan baik.

4. Hasil belajar siswa belum maksimal

C. Pembatasan Masalah

Karena luasnya cakupan masalah yang muncul, maka diperlukan pembatasan masalah. Penelitian ini dibatasi pada:

1. Hasil belajar yang diukur adalah kemampuan kognitif jenjang C1, C2, C3, dan C4.

2. Model yang digunakan dalam pembelajaran adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

3. Materi biologi hanya pada konsep sistem gerak.

D. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah “Apakah Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak.”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak.


(21)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa

a. Siswa menjadi senang dan tertarik terhadap biologi karena siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.

b. Siswa yang mengalami kesulitan akan lebih cepat paham. 2. Bagi guru

a. Guru dapat memilih model pembelajaran yang efektif

b. Sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih strategi pembelajaran yang bervariasi dan dapat memperbaiki sistem pembelajaran sehingga memberikan layanan yang terbaik bagi siswa.

3. Bagi peneliti

Dapat mempelajari lebih dalam model TGT (Teams Games Tournament) serta mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian.


(22)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik 1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan Teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama, buku ini tidak akan bisa diterbitkan. Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah.13

“Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memungkinkan guru dapat mendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran baik berupa tujuan akademik, penerimaan terhadap keberagaman, maupun sebagai suatu sarana untuk mengembangkan keterampilan sosial”.14

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya keompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.15

Pembelajaran kooperatif didasarkan pada pandangan sosial konstruktivis belajar yaitu membangun satu pemahaman sendiri dari dunia melalui komunikasi. Melalui perumusan dan formulasi yang sering terjadi dalam interaksi dengan

13 Anita Lie,Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang ruang kelas,(Jakarta : PT. Grasindo.2008),hal.28

14Suhadi, Karakteristik dan Tujuan Model Pembelajaran Kooperatfi,(Ebook : Alfa Alternative Media. 2010), h.7.

suhadinet.wordpress.com/.../model-pembelajaran-kooperatif-tipe-tgt. Diakses pada tanggal 12 Desember 2011.

15

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif

(Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h.3.


(23)

mencari materi sendiri yang tidak pernah bisa dilakukan jika seseorang hanya 'menerima' materi dari guru atau teks pasokan itu. Satu merumuskan, menjelaskan dan menegosiasikan cara seseorang untuk memahami materi.16

Pada dasarnya Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi pleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. 17

Killen mengemukakan pembelajaran kooperatif sebagai berikut “Cooperative learning in both an instructional technique and a teaching philosophy that encourages student to work together to maximize their own learning and the learning of their peer”. Pembelajaran kooperatif merupakan teknik pengajaran dan sebuah filosofi pengajaran yang mendorong para siswa bekerjasama dan memaksimalkan belajarnya dan belajar dengan temannya.18

Jadi pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam kelas yang bertujuan mendorong siswa untuk bekerjasama dengan temannya, pembelajaran ini mengajak siswa untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada dan memecahkan masalah tersebut dengan bersama-sama, sehingga masing-masing siswa memiliki tanggung jawab di dalam kelompoknya untuk mencapai sebuah tujuan. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bekerja sama. Hubungan sebaya yang positif terbentuk selama pembelajaran kooperatif dan meningkatkan

16

Jette Stenlev, Cooperative Learning in foreign language teaching,

Sprogforum nummer 25,2010.

17

Etin Solihatin dan Raharjo. Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS ( Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h.4.

18

Yusida Gloriani, Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Teknik Cooperative Learning di Sekolah, Equilibrum,Vol.4,No.8.2008, h. 98.


(24)

perasaan saling memilik diantara siswa, penerimaan dan peduli serta berpartisipasi dalam kelompok.19

Sedangkan menurut Douglas Brown pembelajaran kooperatif tidak hanya berarti kerjasama. untuk memastikan dalam kelas kooperatif siswa dan guru bekerja sama untuk mencapai tujuan dan sasaran. namun pembelajaran kooperatif lebih terstruktur, lebih preskriptif kepada guru tentang teknik kelas, lebih direktif kepada siswa tentang bagaimana untuk bekerja sama dalam kelompok.20

Jadi pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok yang tidak semata-mata bekerja kelompok begitu saja, guru dalam hal ini ikut serta bekerja untuk membuat struktur dan rencana pembelajaran secara sistematis sehingga pada saat bekerjasana di dalam kelompok siswa benar mengerjakan tugas, saling bertukar pendapat dan menuangkan ide masing-masing dari anggota kelompoknya.

b. Karakteristik pembelajaran Kooperatif

Menurut Wina Sanjaya, karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar;

2) Didasarkan pada manajemen kooperatif

Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif;

3) Kemauan untuk bekerjasama

19

Eileen Kee Hui Ling, A Teacher’s Personal Reflection On The Usage Of Cooperative Learning Strategies In Teaching Primary School Science, Jurnal Penyelidikan Tindakan Tahun 201o, Jilid 1/ Kerjasama IPBL dengan PPG Sri Aman dan PPDK Serian, JPN Sarawak di bawah KPKIPBL

20 Douglas Brown, Teaching by Principles An Interactive Approach. Pearson Education Company. 2000. San Fransisco State University.h.47


(25)

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu;

4) Keterampilan bekerjasama

Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktekkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.21

Menurut Suprayekti ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : 1) Siswa belajar dalam kelompok;

2) Siswa memiliki rasa salaing ketergantungan; 3) Siswa belajar berinteraksi secara kerjasama;

4) Siswa dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugas. 5) Siswa memiliki keterampilan komunikasi interpersonal.22

Menurut Suhadi model pembelajaran kooperatif, mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya dari model-model pembelajaran lain. Karakteristik-karakteristik itu adalah :

1) Siswa bekerja secara kooperatif dalam kelompok-kelompok (tim), untuk menguasai suatu materi akademik;

2) Tim harus terdiri dari pebelajar cepat, pebelajar sedang, dan pebelajar lamban; 3) Bila mungkin, setiap tim haruslah heterogen bila ditinjau dari segi ras (suku),

budaya, jenis kelamin,dsb;

4) Penghargaan yang diberikan bentuknya lebih diprioritaskan dalam bentuk penghargaan kelompok daripada penghargaan individu.23

21

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006),hal. 242.

22

Suprayekti, Strategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Pendidikan Penabur, No.07, 2006, h. 89.


(26)

Jadi berdasarkan beberapa pendapat mengenai karakteristik pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ini membentuk kelompok yang terdiri dari siswa yang heterogen baik dari segi jenis kelamin, ras, dan tingkat intelegensi, didalam pembelajaran ini setiap kelompok harus menguasai materi pelajaran dan masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab atas kelompoknya masing-masing dan saling membantu jika terdapat temannya yang belum menguasai materi pelajaran. Demikian halnya yang dikatakan oleh Eileen Kee Hui Ling di dalam penelitiannya bahwa kerjasama adalah karakteristik dasar manusia. Sebagian besar dari sikap dan nilai-nilai yang dibentuk dengan membahas apa yang kita tahu atau memikirkan orang lain. Namun, tampak bahwa sistem pendidikan saat ini tampaknya menekankan keberadaan ruang kelas dengan struktur tujuan kompetitif. Dalam struktur tujuan kompetitif, kompetisi individu ada di mana kegagalan individu memainkan peran penting dalam keberhasilan yang lain. Jadi, alih-alih membantu orang lain, siswa mencoba untuk "menggulingkan" rekan-rekan mereka dalam rangka untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka.24

c. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya adalah sebagai berikut:

1) Prinsip ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan;

24

Eileen Kee Hui Ling,A teacher’s personal reflection On the usage of cooperative learning strategies in teaching primary school science. Eileen Kee: A teacher’s personal reflection on the usage of cooperative learningstrategies in teaching primary school science, ms 12-28.


(27)

2) Tanggung jawab perseorangan

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya; 3) Interaksi tatap muka

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan;

4) Partisipasi dan komunikasi

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak.25

Sedangkan menurut Stahl prinsip dasar Cooperative learning meliputi sebagai berikut:

1) Perumusan tujuan

Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelasnsan spesifik. Tujuan tessebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus sesuai dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan belajar siswa ditekankan pada pemahaman materi pelajaran, sikap, dan proses dalam bekerja sama, ataukah keterampilan tertentu;

2) Penerimaan yang menyeluruh

Guru hendaknya mampu mengkondisikan kelas agar mahasiswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh karena itu, siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari;

25


(28)

3) Ketergantungan yang bersifat positif

Untuk mengkondisikan terjadinya interpendensi di antara siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam kelompoknya. Guru harus merancang struktur kelompok dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan materi pelajaran;

4) Interaksi yang bersifat terbuka

Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan di kalangan siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling member dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka;

5) Tanggung jawab individu

Salah satu dasar penggunaan cooperative Learning dalam pembelajaran adalah keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama-sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan member apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya;

6) Kelompok bersifat heterogen

Dalam pembentukan kelompok belajar, kenggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan prilaku siswa;


(29)

7) Interaksi sikap dan prilaku sosial yang positif

Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan siswa lainnya siswa tidak begitu saja bisa menerapkan dan memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok lainnya. Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok26

Jadi dari beberapa prinsip yang dinyatakan oleh Wina Sanjaya di dalam pembelajaran kooperatif siswa diajarkan untuk tidak bergantung kepada guru akan tetapi bergantung pada usahanya sendiri dan bekerjasama dengan teman-temannya dalam kelompok, didalam kelompok siswa diberikan ruang untuk saling berinteraksi dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas karena pembelajaran akan berhasil jika siswa saling membantu dan tidak saling mengandalkan satu dengan lainnya.

Menurut Nur, prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut :

1) Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

2) Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

3) Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

4) Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

5) Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

26

Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS


(30)

6) Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.27

d. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif

Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya :

1) Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain;

2) SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain;

3) SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan;

4) SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar;

5) SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah;

6) Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya;

7) SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata;

8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.28

27

Widyantini. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif , (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h. 4.

28

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2006), hal.247


(31)

Pembelajaran kooperatif berdasarkan pernyataan tersebut dalam proses pembelajaran memberikan keluasaan kepada siswa untuk berfikir sendiri, mencari informasi sendiri sehingga siswa tidak bergantung pada guru, tidak hanya itu siswa pun dalam proses pembelajaran kooperatif di dorong untuk mengungkapkan ide dan gagasan sendiri serta dapat memiliki tanggung jawab terhadap idea tau gagasannya tersebut. Sehingga dengan keluasan yang diberikan kepada siswa membuat siswa memiliki rasa percaya yang tinggi dan dapat memberikan dampak yang positif terhadap prestasi belajarnya. Dengan belajar secara kelompok siswa dapat belajar cara bersosialisasi dengan temannya sehingga dengan hal ini siswa belajar menghargai dan menerima pendapat dari teman-temannya, inilah keunggulan pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran lainnya. e. Hal-hal yang dilakukan guru dalam pembelajaran kooperatif :29

1) Menspesifikasikan tujuan pelajaran

Disetiap pelajaran seharusnya ada tujuan akademis yang mengkhususkan untuk mempelajari konsep dan strategi dan tujuan kecakapan sosial yang mengkhususkan pada interpersonal atau kelompok kecil untuk digunakan dan dikuasai selama pelajaran berlangsung

2) Membuat sejumlah keputusan sebelum pelajaran di mulai

Guru harus menentukan ukuran kelompok, metode penugasan siswa pada kelompok, peran siswa yang akan diberikan tugas, materi yang diperlukan untuk menjalankan pelajaran, dan cara menata ruangan

3) Menjelaskan tugas dan interdependensi positif

Menentukan penugasan dengan jelas, mengajarkan konsep dan strategi yang diperlukan, menentukan cara saling membantu yang positif dan akuntabilitas individu, menentukan criteria keberhasilan, dan menjelaskan kecakapan sosial yang diharapkan dapat dijalankan siswa

4) Mengawasi pembelajaran siswa

Guru secara sistematis mengamati dan mengumpulkan data tentang tiap-tiap kelompok ketika mereka bekerja. Jika dibutuhkan, guru memberikan campur tangan untuk membantu siswa menyelesaikan tugas secara tepat dan ketika bekerja bersama secara efektif

5) Mengevaluasi pembelajaran siswa

Pembelajaran siswa secara hati-hati dinilai dan pemahaman mereka dievaluasi. Para anggota kelompok belajar kemudian memproses seberapa efektif mereka bekerjasama.

Berdasarkan pernyataan tersebut tugas guru dalam hal ini tidak hanya menjadi sumber pengetahuan akan tetapi tugas guru di dalam pembelajaran kooperatif ditugaskan untuk menjadi fasilisator, motivator serta evaluator,

29

Shlomo Sharan, The Handbook of cooperative learning : inovasi pengajaran dan pembelajaran untuk memacu keberhasilan siswa dikelas.terj : Sigit Prawoto ( Yogyakarta : Familia. 2012),hal.85-86


(32)

sehingga proses belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif berjalan sesuai dengan prinsip dasar pembelajaran kooperatif.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Charlton, Williams dan McLaughlin mengemukakan bahwa pembelajaran dengan games dapat membuat siswa lebih aktif dan merasa senang untuk belajar. Pembelajaran tersebut terlihat menarik ketika penjelasan guru dikombinasikan dengan games sehingga penyampaian materi menjadi lebih cepat tersampaikan.30

Teams-Games-Tournament pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan model pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.31

TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang

30

Charlton, B., Williams, R. L dan McLaughlin, T.F. 2005. Educational Games: A Technique to Accelerate the Acquisition of Reading Skills of Children with Learning Disabilities. International Journal of Special Education. Volume 20, Number 2, page 66-72.

31

Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori Riset dan Praktik, ( Bandung : Nusa Media, 2009), h.13.


(33)

berbeda.32

Tim-Games-Tournament merupakan salah satu tim strategi pembelajaran yang dirancang oleh Robert Slavin untuk ditinjau dan penguasaan materi pembelajaran. Slavin telah menemukan bahwa TGT meningkatkan keterampilan dasar, prestasi siswa, interaksi positif antara siswa, penerimaan teman sekelas diarus utamakan dan harga diri.33

Model TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat membuat suasana belajar lebih menyenangkan. Selain itu, siswa dapat saling membantu satu sama lain. Setiap siswa dapat mengeluarkan pendapatnya dalam menyelesaikan suatu tugas. Rasa percaya diri siswa dapat meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di kelas. Adanya kerja sama yang baik dari masing-masing kelompok ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.34

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.35

32

Dedi Rohendi dkk,. Penerapan Model Pembelajaran koooperatif Tipe Teams Games Tournament Berbasis Multimedia dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Vol.3 No.1, 2010, h. 19.

33

Meg O’Mahony, Teams-Games-Tournament (Tgt) Cooperative Learning and Review, NABT Conference 14 October 2010

34

Fitri Handayani KD, Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar SiswaKelas VII SMP Negeri 1 Purwodadi Kabupaten Pasuruan Pada Materi Keragaman Bentuk Muka Bumi, Jurnal Penelitian Kependidikan, no. 2, Oktober 2010.h.172

35

Amanah, Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament), http://amanahtp.wordpress.com/2011/11/20/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-tgt-teams-games-tournaments/, diakses pada tanggal 23 Januari 2012.


(34)

Menurut Robert E. Slavin, pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu: presentasi di kelas, tim (kelompok), game

(permainan), turnamen (pertandingan), dan rekognisi tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen dan siswa memainkan game akademik dengan anggot tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Lebih lanjut, dijelaskan mengenai langkah-langkah pembelajaran TGT modifikasi dari Robert E.Slavin bahwa TGT terdiri dari siklus reguler dari aktivitas pengajaran, sebagai berikut:

a. Presentasi Kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Disamping itu, guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat

game/turnamen karena skor game/turnamen akan menentukan skor kelompok;

b. Belajar Kelompok (Tim)

Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 orang yang anggotanya heterogen dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. Pada saat


(35)

pembelajaran fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game/turnamen. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran,kelompok berdiskusi dengan menggunakan modul. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik;

c. Persiapan Permainan/Pertandingan

Guru mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi, bernomor 1 sampai 30. Kemudian guru mempersiapkan alat-alat untuk permainan,yaitu: kartu permainan yang dilengkapi nomor, pertanyaan, dan jawaban mengenai materi;

d. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen)

Game/Turnamen terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba menjawab pertanyaan yang muncul. Apabila tiap anggota dalam suatu tim tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka pertanyaan tersebut dilempar kepada kelompok lain, searah jarum jam.Tim yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan itu akan mendapat skor yang telah tertera dibalik kartu tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor akhir tim. Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara bergantian searah jarum jam, sampai habis jatah nomornya;

e. Rekognisi Tim (Penghargaan Tim)

Penghargaan diberikan kepada tim yang menang atau mendapat skor tertinggi, skor tersebut pada akhirnya akan dijadikan sebagai tambahan nilai tugas siswa. Selain itu diberikan pula hadiah (reward) sebagai motivasi belajar. Adanya dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan


(36)

permainan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan situasi yang menyenangkan dan termotivasi untuk belajar dengan giat yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal.36

Adanya dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan situasi yang menyenangkan dan termotivasi untuk belajar dengan giat yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal.

Nuril Milati, dalam penelitiannya yang telah dilakukan menunjukkan bahwa model TGT dapat meningkatkan hasil belajar dengan baik.37 Penerapan pembelajaran TGT dapat dijadikan alternatif bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran, membantu mengaktifkan kemampuan siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lain. Siswa terbiasa bekerja sama dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar, sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sangat bermanfaat bagi siswa. Adanya permainan dalam bentuk turnamen akademik yang dilaksanakan pada akhir pokok bahasan, memberikan peluang bagi setiap siswa untuk melakukan yang terbaik bagi kelompoknya, hal ini juga menuntut keaktifan dan partisipasi siswa pada proses pembelajaran. Dengan demikian akan terjadi

36

Robert E. Slavin, Op.cit.

37

Nuril Milati, “ Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games

Turnament) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah

Ar-Rahmah Jabung Malang”, Skripsi Universitas islam negeri Maulana Malik ibrahim Malang, 2009.


(37)

suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal akademik, setiap siswa berlomba-lomba untuk memperoleh hasil belajar yang optimal.

Dalam aktivitas pembelajaran dengan menggunakan TGT, siswa diajak untuk melakukan lomba dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Adapun langkah yang dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:

1) Siswa dibagi menjadi 4 kelompok besar;

2) Siswa diminta untuk membaca kembali materi yang sudah dipelajari;

3) Guru menyimpan kartu-kartu di depan kelas dan meminta 4 siswa dari kelompok yang berbeda untuk mengisi jawaban;

4) Seluruh siswa diminta secara bergiliran mengisi soal yang disediakan guru dan langsung keluar kelas. Ada 4 orang siswa yang tidak mendapat giliran menjawab soal.

5) Guru meminta siswa untuk kembali masuk ke dalam kelas untuk mengecek jawaban soal.38

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT a. Kelebihan

Kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut: 1) Melalui interaksi dengan anggota kelompok, semua memiliki kesempatan untuk belajar mengemukakan pendapatnya atau memperoleh pengetahuan dan hasil diskusi dengan anggota kelompoknya

2) Pengelompokan siswa secara heterogen dalam hal tingkat kemampuan, jenis kelamin, maupun ras diharapkan dapat membentuk rasa hormat dan saling menghargai di antara siswa.

3) Dengan belajar kooperatif siswa mendapat keterampilan kooperatif yang tidak dimiliki pada pembelajaran lain.

4) Dengan diadakannya tumamen diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik bagi diri maupun kelompoknya.

38

Sutarto, Model Pembelajaran Kooperatif Bersifat Konstruktivis Pada Topik Klasifikasi Hewan Antropoda, Jurnal Pengajaran MIPA,Vol.13 No.1 April.2009, h. 29.


(38)

5) Dengan tumamen dapat membentuk siswa mempunyai kebiasaan bersaing sportif dan selanjutnya menumbuhkan keberanian dalam berkompetisi, akibatnya siswa selalu dalam posisi unggul.

6) Dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT, dapat menanamkan betapa pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan belajar baik untuk dirinya maupun seluruh anggota kelompok

7) Kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa sehingga dapat menumbuhkan keaktifan siswa

b. Kekurangan

Kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:

1) Penggunaan waktu yang relatif lama dan biaya yang besar.

2) Jika kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator kurang memadai atau sarana tidak cukup tersedia maka pembelajaran kooperatif tipe TGT sulit dilaksanakan

3) Apabila sportifitas siswa kurang, maka keterampilan berkompetisi siswa yang terbentuk bukanlah yang diharapkan39

Jadi dari kelebihan pembelajaran kooperatif ada beberapa hal yang diharapkan menggunakan TGT yaitu semua siswa memiliki kesempatan untuk belajar mengemukakan pendapatnya, siswa dapat membentuk rasa hormat dan saling menghargai di antara siswa, pembelajaran TGT dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik bagi diri maupun kelompoknya, siswa mempunyai kebiasaan bersaing sportif dan selanjutnya menumbuhkan keberanian dalam berkompetisi, siswa menyadari pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan belajar, kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa sehingga proses belajar mengajar dapat lebih aktif.

Sedangkan dari kelemahan model pembelajaran ini seorang guru harus menjadi fasilisator dan motivator jika guru tidak berperan seperti itu maka proses

39

Leonard Kiki Dwi Kusumaningsih, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Teams-Gamestournaments (TGT) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep

Sistem Pencernaan Manusia, Jurnal Ilmiah Exacta Vol. 2 NO.1 Mei 2009, Universitas Indraprasta PGRI.h.90-91


(39)

pembelajaran dengan menggunakan model TGT tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan, karena didalam tahap pembelajaran ini jika guru terkesan monoton maka proses belajar yang seharusnya menyenangkan akan menjadi tidak menyenangkan dan membuat siswa tidak merasa senang dalam mengikuti pembelajaran, pembelajaran menggunkan model TGT memerlukan waktu yang cukup lama dan sarana yang memadai sehingga proses belajar menggunakan model ini berjalan dengan baik.

4. Teori Belajar Konstruktivisme

a. Pandangan Konstruktivisime Tentang Belajar

Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus menkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.40

Di dalam proses pembelajaran menurut teori ini guru berperan sebagai fasilisator yaitu memfasilitasi proses pembelajaran dengan menggunkan cara-cara yang membuat sebuah informasi atau materi pelajaran menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Dengan demikian guru tidak lagi berperan hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Jadi hasil belajar tergantung dari proses belajar yang terjadi pada siswa.

40

Baharuddin dan Esa Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media,2008), hal.115.


(40)

Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilisator dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran yaitu:

1) Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media sangat diperlukan, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran, setiap media memiliki karakteristik yang berbeda; 2) Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media.

Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru professional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses pembelajaran, sehingga pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal;

3) Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Berbagai perkembangan teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok;

4) sebagai fasilisator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.41

“Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereke sendiri. Dengan

41

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 22.


(41)

dasar ini pembelajaran harus dikemas menjad proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan”.42

Jadi berdasarkan beberapa pendapat tentang teori konstruktivisme tersebut menjelaskan bahwa di dalam teori ini siswa didorong untuk membangun pengetahuann sendiri dengan bantuan guru yang menjadi fasilisator di dalam proses pembelajaran, dengan peran guru di dalam kelas sebagai fasilisator tidak lagi menjadikan guru sebagai objek belajar akan tetapi siswa itu sendiri yang menjadi objek belajar. Sehingga proses pembelajaran di kelas menjadikan siswa untuk mencari, berdiskusi dan berfikir untuk mendapatkan pengetahuan.

c. Konsep Belajar Konstruktivisme Jean Piaget

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan kuat apabila selalu diuji oleh berbagai macam pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam otak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar, menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.43

Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Melalui organisasi inilah, manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya,

42

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, ( Bandung : Alfabeta.2009), h. 88.

43

Baharudin dan Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2008), h.117-118.


(42)

sehingga manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut.

Proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama,

menggabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut dengan asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium).

Berdasarkan teori ini Piaget mengungkapkan bahwa siswa mendapatkan pengetahuan yang seutuhnya jika siswa tersebut berperan di dalam proses belajar, siswa harus membangun pengetahuan dengan mengaplikasikan pengetahuan yang telah di dapatkan dalam pengalaman, sehingga dengan pengalaman ini siswa dapat memahami pengetahuan yang telah diterimanya dan dapat menggabungkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah diterima sebelumnya.

d. Konsep Belajar Konstruktivisme Vygotsky

Salah satu konsep dasar pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah adanya interaksi sosial individu dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting.

Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua,

proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Sehingga, lanjut Vygotsky, munculnya prilaku seseorang karena intervening kedua elemen tersebut. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya, ia akan menggunakan fisiknya berupa alat indranya untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan saraf otaknya informasi yang telah diterima tersebut diolah. Keterlibatan alat indra dalam menyerap stimulus dan saraf otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar.44

44


(43)

Pada teori ini Vygotsky mengungkapkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan terlepas dari lingkungan, interaksi manusia dengan lingkungan yang ada menjadikan manusia dapat belajar dengan sendirinya melalui stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan, stimulus ini yang merangsang alat indera untuk menyerap informasi yang kemudian informasi yang berupa data-data akan ditransformasikan ke otak yang nantinya akan menjadi sebuah pengetahuan baru.

5. Belajar dan Hasil Belajar a. Belajar

Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling penting dalam pendidikan, sehingga tanpa belajar tidak akan pernah ada pendidikan. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat mendasar dari penyelenggaraan pendidikan. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa.45

Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan dapat dikategorikan sebagai belajar, misalnya perubahan fisik, gila, mabuk, dan sebagainya.46

Piaget membedakan dua pengertian tentang belajar,yaitu belajar dalam arti sempit dan belajar dalam arti luas. Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar ini disebut belajar figuratif, suatu bentuk belajar yang pasif. Sedangkan belajar dalam arti luas, yang juga disebut perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada

45

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2001), h. 55-59.

46

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 38.


(44)

bermacam-macam situasi. Belajar ini disebut juga belajar operatif, di mana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari yang dipelajari.47

Hintzman dalam Alex Sobur mengemukakan arti belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, disebabkan oleh pengalaman yang bisa mempengaruhi organisme tersebut. Dengan demikian, menurut Hintzman, perubahan yang disebabkan oleh pengalaman tersebut baru bisa disebut belajar jika mempengaruhi organisme. Hintzman juga menjelaskan bahwa pengalaman hidup sehari-hari, dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar.48

“Chaplin dalam Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya: belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus”.49

Witherington dalam Sukmadinata menyatakan belajar sebagai sebuah perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.50

“Crow & Crow dalam Alex Sobur menyatakan belajar adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Belajar dalam pandangan Crow & Crow, menunjuk adanya perubahan yang progresif dari tingkah laku. Belajar dapat memuaskan minat individu untuk mencapai tujuan”.51

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang karena adanya latihan atau pengalaman hidup sehari-hari. Dengan adanya belajar pada

47

Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, ( Yogyakarta : Kanisius, 2001), h. 140-141.

48

Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 220. 49

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 90.

50

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 155.

51


(1)

= 1 + 3,3 (1,53)

= 1 + 5,05

= 6,05 ≈ 6 (hasil pembulatan)

3.

Menentukan panjang kelas interval (i), yaitu dengan menggunakan rumus:

i =

)

(

)

(

tan

K

kelas

banyak

R

g

ren

=

6

36

= 6

Tabel: Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen

No

Interval

Kelas

Titik

Tengah

Batas

Bawah

Batas

Atas

Frekuensi

Absolut

Relatif

1

16 – 21

19,5

15,5

22,5

2

5,88%

2

22 – 27

25,5

21,5

28,5

6

17,65%

3

28 – 33

31,5

27,5

34,5

8

23,53%

4

34 – 39

36,5

33,5

40,5

5

14,71%

5

40 – 45

42,5

39,5

46,5

10

29,41%

6

46 – 51

49,5

45,5

52,5

2

5,88%

7

52 – 57

55,5

51,5

58,5

1

2,94%

4.

Menentukan mean (rata-rata), yaitu:

M

=

34

,

24

34

1164

1

f

fX

5.

Menentukan Median (nilai tengah), yaitu:

Posisi Median =

2

1

N

=

2

1

34

= 17,5

Median = 36 (di posisi 17,5)

6.

Menentukan modus (nilai paling banyak muncul), yaitu:

Mo

= 40


(2)

Penghitungan Mean, Median, dan Modus serta Distribusi Frekuensi untuk

Skor Hasil Postest Siswa Kelas Kontrol

Persiapan tabel distribusi frekuensi skor hasil postest siswa kelas kontrol,

diketahui data skor hasil postest siswa kelas kontrol sebagai berikut:

32

36

36

40

40

40

40

44

44

44

44

48

48

48

48

52

52

52

52

52

56

56

56

56

60

60

60

60

60

64

64

64

64

64

Tabel: Skor Hasil Postest Siswa Kelas Kontrol

Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun tabel distribusi

frekuensi adalah:

1.

Menentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Dalam hal

ini data terbesar = 64 dan data terkecil = 32, dengan menggunakan rumus:

R

= H – L

= 64 – 32

= 32

2.

Menentukan banyaknya kelas interval yang diperlukan dengan

menggunakan rumus:

K

= 1 + 3,3 log N

= 1 + 3,3 log 34

= 1 + 3,3 (1,53)

= 1 + 5,05

= 6,05

≈ 6 (hasil p

embulatan)

No

X

F

X2

X.F

f.x2

1

32

1

1024

32

1024

2

36

2

1296

72

2592

3

40

4

1600

160

6400

4

44

4

1936

176

7744

5

48

4

2304

192

9216

6

52

5

2704

260

13520

7

56

4

3136

224

12544

8

60

5

3600

300

18000

9

64

5

4096

320

20480


(3)

3.

Menentukan panjang kelas interval (i), yaitu dengan menggunakan rumus:

i =

)

(

)

(

tan

K

kelas

banyak

R

g

ren

= 32/6 = 5

Tabel: Distribusi Frekuensi Postest Kelas Kontrol

No

Interval

Kelas

Titik

Tengah

Batas

Bawah

Batas

Atas

Frekuensi

Absolut

Relatif

1

32 – 36

34

31

37

3

8,82%

2

37 – 41

39

36

42

4

11,76%

3

42 – 46

44

41

47

4

11,76%

4

47 – 51

49

46

52

4

11,76%

5

52 – 56

54

51

57

9

26,47%

6

57 – 61

59

56

62

5

14,71%

7

62 – 66

64

61

67

5

14,71%

4.

Menentukan mean (rata-rata), yaitu:

M

=

51

,

06

34

1736

f

fX

5.

Menentukan Median (nilai tengah), yaitu:

Posisi Median =

2

1

N

=

2

1

34

= 17,5

Median = 52 (di posisi 17,5)

6.

Menentukan modus (nilai paling banyak muncul), yaitu:

Mo

= 52,60 dan 64


(4)

Penghitungan Mean, Median, dan Modus serta Distribusi Frekuensi untuk

Skor Hasil Postest Siswa Kelas Eksperimen

Persiapan tabel distribusi frekuensi skor hasil postest siswa kelas

eksperimen, diketahui data skor hasil postest siswa kelas eksperimen sebagai

berikut:

44

48

56

60

60

60

64

64

68

68

68

68

72

72

72

72

72

72

72

76

76

76

76

76

80

80

80

80

88

88

92

92

96

96

Tabel: Skor Hasil Postest Siswa Kelas Eksperimen

Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun tabel distribusi

frekuensi adalah:

1.

Menentukan rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Dalam hal

ini data terbesar = 96 dan data terkecil = 44, dengan menggunakan rumus:

R

= H – L

= 96 – 44

= 52

2.

Menentukan banyaknya kelas interval yang diperlukan dengan

menggunakan rumus:

K

= 1 + 3,3 log N

= 1 + 3,3 log 34

= 1 + 3,3 (1,53)

= 1 + 5,05

= 6,05

≈ 6 (hasil pembulatan)

No

X

F

X2

X.F

f.x2

1

44

1

1936

44

1936

2

48

1

2304

48

2304

3

56

1

3136

56

3136

4

60

3

3600

180

10800

5

64

2

4096

128

8192

6

68

4

4624

272

18496

7

72

7

5184

504

36288

8

76

5

5776

380

28880

9

80

4

6400

320

25600

10

88

2

7744

176

15488

11

92

2

8464

184

16928

12

96

2

9216

192

18432


(5)

3.

Menentukan panjang kelas interval (i), yaitu dengan menggunakan rumus:

i =

)

(

)

(

tan

K

kelas

banyak

R

g

ren

= 52/6 = 8,6667 ≈ 9 (hasil pembulatan)

Tabel: Distribusi Frekuensi Postest Kelas Eksperimen

No

Interval

Kelas

Titik

Tengah

Batas

Bawah

Batas

Atas

Frekuensi

Absolut

Relatif

1

44 - 52

48

43

53

2

5,88%

2

53 - 61

57

52

62

4

11,76%

3

62 - 70

66

61

71

6

17,65%

4

71 - 79

75

70

80

12

35,29%

5

80 - 88

84

79

89

6

17,65%

6

89 - 98

93

88

99

4

11,76%

4.

Menentukan mean (rata-rata), yaitu:

M

=

34

2484

f

fX

73,06

5.

Menentukan Median (nilai tengah), yaitu:

Posisi Median =

2

1

N

=

2

1

34

= 17,5

Median = 72 (di posisi 17,5)

6.

Menentukan modus (nilai paling banyak muncul), yaitu:

Mo

= 72


(6)

Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Peningkatan hasil belajar kimia siswa dengan mengoptimalkan gaya belajar melalui model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) penelitian tindakan kelas di MAN 11 Jakarta

0 27 232

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa

2 8 199

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

1 40 0

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 3 melalui metode pembelajaran kooperatif tipe TGT : teams games tournament di MI Darul Muqinin Jakarta Barat

0 29 169

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi

1 3 310

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Games Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat-Alat Optik

3 35 205