“Kedelapan, Demokrat mengutamakan penataan, penertiban, dan pembersihan
partai dari unsur-unsur negatif”
9
Disini teks melindungi aktorpelaku yang dalam konteks teks ini dihadirkan yaitu SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, karena kata penataan,
penertiban dan pembersihan tidak memerlukan kehadiran subjek, unsur-unsur negatif menjadi fokus pembaca. Sebutan unsur-unsur negatif ini pun
menghadirkan definisi yang multitafsir, karena teks ini sedang menghadirkan berita mengenai pengambil alihan partai Demokrat yang dipimpin oleh SBY dari
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sehingga unsur-unsur negatif ini bisa ditafsirkan sebagai Anas Urbaningrum dan pendukungnya.Tentu hal ini
adalah bentuk pengkonstruksian buruk teks terhadap sosok Anas Urbaningrum yang digambarkan sebagai sesuatu yang harus segera dibersihkan seperti lalang
diantara gandum. Tentu hal ini memarginalkan dan menyudutkan Anas Urbaningrum.
4.3.2 Inclusion Proses Pemasukkan
Strategi Wacana Inklusi Difrensiasi-Indifrensiasi
Strategi wacana ini merupakan teknik bagaimana suatu kelompok disudutkan dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang dipandang
lebih dominan atau lebih bagus. Teknik ini hadir pada bagian teks
“Sejumlah politisi Demokrat menyampaikan sinyal agar Anas mundur agar elektabilitas tidak terus menurun
dan meminta Yudhoyono turun
tangan. Soal turunnya elektabilitas partai, Anas meminta jangan mencari kambing hitam
.”
10
Dalam konteks permintaan politisi Demokrat agar SBY mengambil alih Demokrat dari Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan alasan
agar elektabilitas Partai Demokrat tidak turus menurun, teks disini malah melindungi Anas dengan menghadirkan pandangan yang lebih dominan seolah
turunnya elektabilitas bukanlah salah Anas dan dengan menghadirkan sosok Anas sebagai pihak yang sepertinya dikorbankan.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini terlihat dari pengkontrasan dua ide yang berbeda didalam teks. Konstruksi pertama adalah permintaan agar Anas mundur agar elektabilitas partai
tidak terus menurun dan meminta SBY turun tangan. Konstruksi yang kedua adalah sangkalan Anas yang meminta agar dirinya tidak dijadikan “kambing
hitam” atau pihak yang dikorbankan karena turunnya elektabilitas Demokrat, hadirnya sangkalan ini lebih dominan karena pihak kedua digambarkan sebagai
pihak yang suka menuduh tanpa alasan yang jelas. Memang jika telisik lebih dalam Anas bukanlah satu-satunya kader
Demokrat yang tersandung kasus korupsi ada M. Nazaruddin Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang terjerat kasus wisma atlet, Angelina Sondankh
Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat yang terjerat kasus korupsi di dua Kementrian, Hartati Murdaya Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat yang
terjerat kasus suap Bupati Buol, Andi Mallarangeng, Menpora Menteri Pemuda dan Olahraga dan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat yang terjerat kasus
Hambalang. Tentu tingkat elektabilitas yang menurun terjadi karena banyak faktor dan
generalisasi yang dilakukan pada konstruksi awal teks bisa dengan mudahnya dipatahkan oleh ide kedua yang dihadirkan lebih dominan.
Lebih jauh melalui teknik difrensisiasi teks mengkonstruksikan konflik yang terjadi pada Demokrat melalui gambaran.
“Awalnya Yudhoyono menjadi matahari tunggal dalam dinamika faksionalisasi, menjadi patron yang biasa mengendalikan seluruh
faksi
, tetapi perlahan Anas semakin kuat mengendalikan politik “arus bawah.”
17
Disini teks mendefinisikan bahwa Anas semakin kuat mengendalikan politik “arus bawah” jika kita asumsikan Anas semakin “kuat” tentu hal ini akan berbanding
terbalik bagi SBY yang akan didefinisikan dalam teks semakin “lemah.” Tentu melalui teknik ini Yudhoyono disudutkan dan Anas ditampilkan menghegemoni
SBY. Teks ini jika perhatikan secara tersirat menyingkapkan sebuah konstruksi
dari konflik yang terjadi antara SBY dan Anas. Jika ditafsirkan melalui teks di atas SBY menjadi aktor antipati terhadap Anas yang semakin kuat di partai yang
Universitas Sumatera Utara
didirikannya, sehingga ia sendiri harus turun tangan, padahal ada mekanisme lainnnya seperti dengan duduk bersama, berdialog, mencari jalan keluar yang
baik, atau melakukan langkah membuat Musnas Musyawarah Nasional Partai Demokrat. Konstruksi yang muncul lainnya adalah apakah Anas sebegitu kuatnya,
sehingga seorang SBY harus turun tangan. Tentu kedua definisi ini merugikan SBY dan menguntungkan bagi Anas Urbaningrum.
Strategi Wacana Inklusi Objektivasi-Abstraksi
Tetap dalam konteks pengambil alihan Demokrat yang dilakukan oleh SBY terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum teks mengambil
posisinya melalui hadirnya strategi abstraksi pada bagian teks
“Terkait kisruh di Demokrat tersebut, sebetulnya banyak pendapat yang menyarankan agar Yudhoyono tidak terlalu mengurusi partai mengingat
tanggung jawabnya yang berat sebagai Presiden.”
12
Disini melalui strategi abstraksi teks mengeneralisasi dengan menggunakan kata “banyak pendapat” hal ini akan menunjukkan seolah banyak pendapat dari oarng
yang tidak sepakat akan pengambil alihan Demokrat yang dilakukan oleh SBY. Generalisasi ini tentu tidak memiliki landasan yang jelas, apa standar dari banyak
itu pun mungkin sulit untuk diungkapkan sehingga efek generalisasi ini kian ketara menggambarkan seolah banyak oarang yang tidak setuju dengan langkah
yang dilakukan oleh SBY, hal ini jelas memarginalkan SBY. Generalisasi disini akan mendelegitimasi keputusan SBY, menampilkan
bahwa keputusan SBY dalam mengambil alih Demokrat bukanlah keputusan yang bijaksana, keputusan yang tidak populer. Penggunaan strategi determinasi yang
dalam konteks teks ini menggunakan generalisasi “banyak pendapat” tentu menyudutkan SBY.
Strategi Wacana Inklusi Nominasi-Kategorisasi
Strategi wacana ini mengkategorikan dan mengasosiasikan aktor dalam kategori tertentu, hal ini kita lihat pada bagian berikut
Universitas Sumatera Utara
“Kedelapan, Demokrat mengutamakan penataan, penertiban, dan pembersihan partai dari unsur-unsur negatif.”
9
Konteks dari teks yang diangkat adalah pengambil alihan Demokrat dari Anas Urbaningrum yang merupakan Ketua Umum Partai Demokrat. Disini teks
menggunakan istilah “unsur-unsur negatif.” Tentu hal ini merugikan Anas karena kategori yang teks gunakan akan menunjukkan representasi dari pihak yang
dihadirkan di dalam teks tersebut. Hal ini adalah konsekuensi logis karena isu utama yang diangkat dalam teks adalah pengambil alihan Partai Demokrat oleh
SBY dari Anas Urbaningrum. Tentu penggunaan kategori unsur-unsur negatif adalah bentuk pengucilan
satu aktor terhadap aktor lainnya. Dalam sebuah strategi inklusi-kategorisasi bertujuan dengan cara apa satu aktor itu ditampilkan dan dihadirkan di dalam
sebuah teks dan bagaimana seorang atau kelompok sosial itu ditampikan melalui kategori-kategori tertentu yang seperti apa. Kategori-kategori tertentu itu pun
sebenarnya apabila tidak dicantumkan tidak akan menambah informasi tertentu kepada pembaca dan hanya bertujuan untuk mengucilkan dan mengarahkan
bagaimana pembaca memaknai aktorkelompok sosial tertentu. Sama halnya dalam teks ini dimana penggunaan kategori unsur-unsur
negatif akan merepresentasikan kubu Anas Urbaningrum, sehingga wacana yang dihadirkan melalui teks ini akan memarginalkan Anas yang ditampilkan posisinya
lebih lemah dibandingkan SBY yng memaknai dan mengkategorikan.
Strategi Wacana Inklusi Nominasi-Identifikasi
Strategi wacana muncul pada bagian teks
“Seharusnya sebagai Presiden, Yudhoyono lebih mengedepankan kepentingan rakyat dan negara” 14
Disini tetap dalam konteks pengambil alihan Partai Demokrat Yudhoyono di identifikasikan sebagai kapasitasnya sebagai Presiden, hal ini tentu menghasilkan
wacana yang buruk bagi SBY. Jika diperhatikan juga melalui srategi wacana ini Yudhoyono dihadirkan sebagai pribadi yang sepertinya tidak mengedepakan
kepentingan rakyat dan melupakan tanggung jawabnya sebagi Presiden.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini pastinya akan menghasilkan definisi yang menyudutkan bagi SBY. Hal ini juga terlihat pada bagian teks
“Terkait kisruh di Demokrat tersebut, sebetulnya banyak pendapat yang menyarankan agar Yudhoyono tidak terlalu mengurusi partai mengingat
tanggung jawabnya yang berat sebagai Presiden
.”
12
Disini juga teks menghadirkan wacana dan memposisikan dan mejelaskan SBY sebagai seorang Presiden. Pemberian penjelas ini mensugestikan makna tertentu
karena umumnya berupa penilaian tehadap seseorang ataupun kelompok sosia tertentu, dalam konteks pengambil alihan Demokrat oleh SBY teks memposisikan
dirinya, hal ini terlihat dengan bagaimana pengkonstruksian yang buruk dari SBY sebagai aktor yang meninggalkan tanggung jawabnya dan lebih peduli akan
partainya dibandingkan tugasnya sebagai seorang Presiden.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Analisis Wacana Berita 3