4. Hasil Liputan
Kaum pluralis menyatakan andaikata ada standar yang baku itu sering kali dikatakan sebagai peliputan yang berimbang, dua sisi, netral
dan objektif. Peliputan yang berimbang ini artinya menampilkan pandangan yang setara antara pihak-pihak yang terlibat dan hendak
diberitakan. Akan tetapi paradigma kritis menyangkal itu semua, persoalannya bukannya pada bagimana baik-buruknya laporan itu, tapi
apakah laporan itu memiliki bias atau tidak. Artinya kalau ada wartawan yang menulis berita dari satu sisi, mewawancarai hanya satu pihak,
memasukkan banyak opini pribadi, bukan lagi masalah benar atau salah, tapi semuanya itu bagian dari kerangka ideologi wartawan itu. Wartawan
adalah bagian dari kelompok dominan yang bertujuan meminggirkan kelompok yang dominan bahkan wartawan cendrung memilih apa yang
ingin dia lihat dan menulis apa yang ingin dia tulis. Ketika melihat suatu peristiwa dan menulis sesuatu, wartawan bahkan tidak bisa menghindari
diri dari stereotipe, melihat dengan sikap dan pandangan personalnya. Oleh karena itu perhatian penelitian harus diarahkan untuk mencari
ideologi wartawan tersebut dan bagaimana ideologi itu dipraktikkan untuk memarjinalkan kelompok lain lewat berita.
2.3 Ideologi
Dalam pengertian yang paling umum dan yang paling lunak, ideologi adalah pikiran yang terorganisasi, yakni nilai, orientasi dan kecendrungan yang
saling melengkapi sehingga membentuk perspektif-perpektif yang diungkapkan melalui komunikasi Lull, 1995:1. Ideologi juga menjadi konsep yang sentral
dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi
tertentu. Teori-teori menyatakan bahwa ideologi dibentuk oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.
Salah satu cara yang digunakan adalah membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana menurut Van Djik
Universitas Sumatera Utara
dalam pendekatan ini dipandang sebagai medium melalui dimana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi
kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar Eriyanto 2001:13.
Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang mendominasi menganggap
hal tersebut sebagai kewajaran dan kebenaran. Disini menurut Van Djik, dapat menjelaskan fenomena apa yang disebut sebagai “kesadaran palsu”, bagaimana
kelompok yang dominan memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak dominan melalui kampanye disinformasi seperti agama tertentu yang
meyebabkan suatu kerusuhan, orang kulit hitam selalu bertindak kriminal melalui kontrol media, dan sebagainya, sehingga kita menganggap suatu yang wajar kalau
kita melihat film dimana digambarkan penjahatnya adalah orang kulit hitam atau orang cina yang terlibat mafia obat-obat terlarang. Inilah contoh bagaimana
ideologi itu bekerja, yang membuat kita tidak sadar untuk mempertanyakan penggambaran seperti itu. Oleh Karena itu, ideologi selalu berpretensi untuk
melanggengkan status quo, menggambarkan kelompok dominan lebih bagus daripada kelompok yang minoritas.dan meskipun struktur hubungan tersebut
berlansung timpang dan tidak dominan, namun kita tidak pernah mempertanyakannya dalam Eriyanto 2001:31
Konsep ideologi yang penting diantaranya adalah pemikiran Alhusser. Ideologi atau level suprastruktur dalam konsep Althusser adalah dialektika yang
dikarakteristikkan dengan kekuasaan yang tidak seimbang atau dominasi. Althusser mengatakanmengatakan ada 2 dimensi hakiki negara: Represif Represif
State ApparatusRSA dan ideologi Ideological State AparatusISA. Kedua dimensi ini erat dengan eksistensi negara sebagai alat perjuangan kelas, yang satu
dengan jalan memaksa, sedangkan yang lain dengan jalan mempengaruhi. Meskipun berbeda, kedua perangkat tersebut mempunyai fungsi yang sama, yakni
melanggengkan penindasan yang tampak dalam relasi produksi masyarakat. RSA pada mulanya bersifat menindas, penindasan yang dilakukan ini selanjutnya diberi
arti ideologis seolah-olah bernilai dan sah. ISA bersifat sebaliknya RSA bersifat fisik karena bergerak dalam lingkup kekerasan. Meskipun demikian, keduanya
Universitas Sumatera Utara
saling berintegrasi dalam rangka fungsi represif negara. RSA mengamankan kondisi politik yang diciptakan oleh ISA dengan tindak manipulasi kesadaran
warga masyarakat. Justru karena RSA terhadap situasi politik yang diciptakan oleh ISA ini, ISA menyusun suatu kerangka legitimasi yang akan mengabsahkan
tindakan RSA tersebut hingga masyarakat tidak akan melawan tindakkan memaksa RSA, bahkan diterima sebagai kebenaran. Dalam konsepsi ideologi ini,
media ditempatkan Althusser sebagai Ideological State Apparatus, bagaimana mempertahankan kekuasaan melalui seperangkat alat kebahasaan.
2.4 Hegemoni