Tabel 4.6
Karakteristik Surat Kabar
Tanggal Pemberitaan Kompas edisi : Kamis, 24 Februari 2013
Judul Pemberitaan
Ujian Demokrat Baru Dimulai
Anas Urbaningrum Mundur dan Pertanyakan Etika Politik Partai
Rubrik Pemberitaan Politik dan Hukum
Sumber : Harian Kompas 2013
4.5.1 Exclusion Proses Pengeluaran
Strategi Wacana Eksklusi-Pasivasi
Teknik Eksklusi-Pasivasi dalam teks berita terdapat pada
“Ketika saya dipersilahkan untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK, berarti saya sudah divonis punya status hukum, status
hukum dimaksud adalah tersangka”, kata Anas.
8
Disini teks menampilkan Anas Urbaningrum sebagaimana Anas menampilkan dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena pernyataan ini dikutip langsung dari
perkataan Anas Urbaningrum. Disini Anas melalui strategi wacana pasivasi menampilkan dirinya sebagai korban yang divonis mempunyai status hukum,
karena menggunakan kalimat pasif, kalimat ini tidak memerlukan subjek sehingga Anas bisa ditampilkan sendiri sebagai orang yang dimarginalkan.
Menarik untuk diperhatikan Anas melalui strategi ini mendefinisikan dirinya sebagai korban, sebagi orang yang dizolimi, ia menyatakan ketika SBY
mempersilahkannya untuk “fokus menghadapi kasus hukum” padahal ketika itu Anas belum memiliki status hukum apapun saat itulah ia divonis memiliki status
hukum di KPK. sehingga wacana yang dibangun bahwa pernyataan SBY disini
Universitas Sumatera Utara
dimaknai sebagai tekanan politisnya kepada KPK, sebuah intervensi, sebuah perintah go ahed kepada KPK untuk menetapkan Anas sebagai tersangka.
Sehingga wacana yang hadir melalui strategi wacana ini Anas tampil sebagai pihak yang dimarginalkan, yang tampil sebagai korban kekejaman politik,
pribadi yang dijadikan bersalah tumbal politik melalui serangkaian gestur politik yang dilakukan oleh SBY.
“Namun, Anas mengaku baru berpikir dirinya akan menjadi tersangka ketika ada desakkan agar KPK memperjelas status hukum terhadap
dirinya.”
8
Hal ini semakin jelas melalui strategi yang dihadirkan melalui teks dini, seolah ada tekanan politis yang mempengaruhi keputusan KPK menjadikan
dirinya tersangka. Menjadikan diri sebagi korban play the victim merupakan hal yang umum dalam dunia perpolitikkan di Indonesia, tentu kita ingat dulu ketika
SBY berkonflik dengan Megawati Soekarno Putri, SBY menampilkan dirinya sebagi orang yang terzolimi, orang yang dimarginalisasi, melalui permainan citra
dan cover media SBY beroleh iba dan perhatian masyarakat semacam perasaan romantisme patriotis tentang seorang pejuang kebenaran yang melawan penguasa
kejam dan akhirnya hal inilah dimanfaatkan SBY untuk maju sebagai seorang Presiden yang pertama kali dipilih langsung masyarakat Indonesia melalui
Pemilihan Umum tahun 2006. Juga hal ini dapat kita lihat pada orang-orang yang tersandung kasus korupsi contohnya pada kasus M. Nazaruddin yang
mengkonsturksikan dirinya sebagi korban dari Anas Urbaningrum. Hal ini tejadi mungkin disebabkan untuk wins over public opinion, atau
untuk mendapat dukungan masyarakat. Dalam terminologi politik praktis pendapat umum merupakan jalan menuju kekuasaan politis, jika dihubungankan
dengan konteks Anas Public opinion dapat dijadikannya alat intervensi yang signifikan dalam menghadapi persoalan hukum yang menjeratnya sehingga ia
perlu menampilkan dirinya sebagi korban.
Universitas Sumatera Utara
“Lebih jauh lagi, Anas mengungkapkan, apa yang dia alami kini terkait dengan Kongres Demokrat 2010 yang dia menangi, “intinya, kongres itu
ibarat bayi yang lahir. Anas adalah bayi yang tidak diharapkan, katanya.”
9
Melalui strategi wacana pasivasi teks menyajikan teks mengkonstruksikan Anas sebagai korban, hal ini tentu agar dirinya beroleh dukungan masyarakat
disini melalui kalimat pasif tidak disebutkan siapa yang tidak mengharapkan Anas yang dalam konteks ini tidak diharapkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat,
sehingga teks ini melindungi aktorpelaku dan memarjinalkan Anas sebagai korban yang dalam teks diekploitasi karena hanya menampilkan objek
didalamnya. Namun teks menghadirkan definisi bandingan juga melalui strategi wacana pasivasi
“Johan menjamin, dalam sejarahnya KPK tak pernah bisa diintervensi”
13
Disini melalui strategi yang sama KPK dihadirkan melalui pernyataan Johan Budi, juru bicara KPK, yang menyatakan bahwa KPK tak pernah bisa
diintervensi, kehadiran bentuk pasif tentunya akan melindungi aktor yang dinyatakan mengintervensi KPK, sehingga secara konteks keseluruhan definisi
yang dibangun didalam teks mematahkan wacana yang diangkat dan dibangun Anas Urbaningrum yang menyajikan dirinya sebagai korban sebagai korban
keganasaan politik karena KPK dijelaskan disini dalm sejarahnya tak pernah bisa diintervensi.
4.5.2 Inclusion Proses Pemasukkan