Tabel 4.5 Karakteristik Surat Kabar
Tanggal Pemberitaan
Kompas edisi : Rabu, 13 Februari 2013
Judul Pemberitaan Demokrat Dinilai Gagal Melembagakan Diri
Rubrik Pemberitaan Politik dan Hukum
Sumber : Harian Kompas 2013
4.4.1 Exclusion Proses Pengeluaran
Strategi Wacana Eksklusi-Pasivasi
Berita ini menceritakan bagaimana keputusan SBY dalam mengambil alih Partai Demokrat menuai sejumlah kritik disini media mengambil sikap akan
pengambil alihan Partai Demokrat yang dilakukan oleh SBY
“Untuk mengatasinya, semua organ partai perlu diberdayakan sehingga tidak bergantung terus bergantung kepada Yudhoyono”
1
Melalui teknik pasifasi pemilihan bentuk pasif dalam kalimat ini memperlihatkan seolah Yudhoyono yang tidak mampu memberdayakan organ partainya, hal ini
mengakibatkan pembaca menjadi tidak kritis karena posisi nama SBY di akhir kalimat yang pada akhirnya menjadi pusat perhatian pembaca. Dengan kata lain,
pada konstruksi kalimat ini, SBY menjadi objek eksploitasi pemberitaan, karena pemberitaanya di tujukan seolah SBY tidak mampu memberdayakan kader Partai
Demokrat sehingga ia harus turun sendiri mengatasi masalah di partainya sendiri, Hal ini berbanding terbalik dengan defenisi yang dihadirkan melalui
srategi wacana pasifasi tentang Anas didalam teks
“Kalau dipertahankan, mengingat kuatnya Anas di bawah, dia harus diberi
kesempatan merekonsolidasi Partainya”
5
Disini kalimat bentuk pasif hadir sehingga subjek kalimat tidak ada, sehingga dia tidak menghadirkan atau bahkan melindungi aktor atau pelaku lainnya, sehingga
Universitas Sumatera Utara
Anas Urbaningrum menjadi fokus pembaca yang dieksploitasi sebagai korban namun konteks wacana yang dihadirkan disini memberi ruang bagi Anas dengan
mengkonstruksikan Anas secara positif, disini teks mewacanakan jika Anas dipertahankan maka seharusnya ia diberi kesempatan untuk merekonsialisasi
partai karena posisinya di Partai Demokrat masih kuat. Disini menyajikan suatu wacana yang menyerang balik wacana pengambil alihan Demokrat oleh
Yudoyono.
4.4.2 Inclusion Proses Pemasukkan
Strategi Wacana Difrensiasi-Indifrensiasi
Strategi hadir di dalam teks menghadirkan SBY dalam wacana ini disudutkan dengan menghadirkan wacana lain yang lebih dominan atau lebih
bagus, hal ini dapat kita perhatikan pad teks berikut
“Tampilnya Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih operasional partai
, memperlihatkan
Demokrat gagal melembagakan diri. Untuk mengatasinya, semua organ partai perlu diberdayakan sehingga tidak terus bergantung kepada
Yudhoyono. ”
1
Disini teks menghadirkan preposisi pertama bahwa keputusan SBY mengambil alih Partai Demokrat. Preposisi yang kedua adalah semua organ partai perlu
diberdayakan sehingga tidak terus bergantung kepada Yudhoyono. Teks disini mengkritik langkah yang diambil oleh SBY karena teks menghadirkan wacana
yang lebih dominan dan lebih bagus dari wacana awal tentang “Yudhoyono mengambil alih operasional partai” dengan menghadirkan sebuah preposisi bahwa
langkah yang diambil oleh SBY merupakan gambaran dari organ Partai yang tidak diberdayakan, sehingga harus bergantung terus kepada sosok SBY.
Wacana yang sama juga hadir dalam teks
“Figur Yudhoyono sangat dominan, bahkan kini mengambil alih operasional partai. Langkah Yudhoyono dilihatnya berlebihan karena
memperlihatkan ketidakpercayaan pada organ partai ”
6
Universitas Sumatera Utara
Dalam wacana ini teks menhadirkan dua preposisi. Preposisi pertama SBY disebut sebagai figur yang dominan di Partai Demokrat, hal ini terjadi karena SBY
dengan sangat mengejutkan mengambil alih Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum, namun dalam teks ini wacana yang dominan dihadirkan dengan
menghadirkan preposisi bahwa langkah yang diambil Yudhoyono mengambil alih Partai Demokrat menunjukkan ketidakpercayaannya kepada organ partai,
penghadiran wacana ini tentu menyudutkan SBY. Tentu jika telisik memang seharusnya sebagai seorang Presiden, SBY seharusnya mengakhiri loyalitas atau
kesetiaannya pada partai ketika tugas negara sudah dimulai, namun SBY malah melakukan yang sebaliknya sehingga teks mengkontruksikan SBY sebagai
pemimpin yang lebih mengutamakan masalah yang terjadi dalam partainya, dibandingakan mengerjakan tugasnya sebagai Presiden. Wacana inilah yang terus-
menerus dieksploitasi dalam teks yang ditampilkan lebih dominan, sehingga wacana yanghadirkan dalam teks memarginalkan SBY.
Hal ini berbanding terbalik dengan strategi difrensisasi aktor Anas Urbaningrum
“Demokrat harus segera menuntaskan persoalan internal ini, tidak bermain di wilayah abu-abu, antara melepas atau mempertahankan
Anas Urbaningrum
. Kalau dipertahankan, mengingat kuatnya Anas dibawah, dia harus diberi kesempatan merekonsiliasi partai
,” kata Philips.
5
Disini teks menyajikan dua preposisi. Preposisi yang pertama adalah melepas Anas Urbaningrum, melepaskan maksudnya tentu dalam konteks ini
kepemimpinan Anas sudah diambil alih oleh SBY, sehingga konteks ‘melepas’ disini dapat dimaksudkan sebagai penonaktifan atau bahkan pemecatan Anas
sebagai Kader Demokrat, namun teks disini menghadirkan wacana yang lebih dominan, yaitu mempertahakan Anas. Anas ditampilkan sebagai aktor yang masih
kuat ditataran “bawah’ Demokrat yaitu DPP Dewan Pimpinan Provinsi dan DPC Dewan Pimpinan Cabang sehingga diwacanakan dalam teks harus diberi
kesempatan untuk merekonsiliasi partai. Tentu kehadiran wacana yang lebih dominan ini mematahkan dan akan
dipandang lebih bagus dibandingkan wacana melepas Anas karena tidak
Universitas Sumatera Utara
disampaikan dengan konstruksi yang jelas dan lemah, sehingga teks ini memperkuat posisi Anas Urbaningrum.
Strategi Wacana Nominasi-Identifikasi
Pada bagian ini kita akan melihat bagaimana aktor-aktor ini ditampikan melalui strategi identifikasi, dapat ditemukan pada bagian berikut didalam teks
“Kalau dipertahankan, mengingat kuatnya Anas dibawah, dia harus diberi kesempatan merekonsiliasi partai,” kata Philips”
5
Dini teks mengidentifikasikan Anas sebagai aktor yang masih kuat didukung oleh Kader Demokrat tingkat “bawah” yaitu tingkat DPP dan DPC Partai Demokrat,
hal ini tentu saja mengisyaratkan trejadinya perpecahan faksi-faksi yang terjadi di tubuh Demokrat, menarik untuk disimak teks mewacanakan terjadinya konflik
dan perpecahan yang terjadi di kubu Demokrat karena dengan menyatakan golongan ‘bawah’ tentu pasti ada golongan ‘atas’ yang saling bertarung,
penggambaran konflik menyiratkan pertarungan antara golongan bawah yang dipimpin oleh Anas Urbaningrum dan golongan Elite Partai Demokrat yang
dipimpin oleh SBY, dan melalui strategi wacananya disini teks berpihak terhadap posisi Anas Urbaningrum dengan mewacanakan agar Anas yang masih kuat diberi
kesempatan merekonsilidasi Partai Demokrat. Hal ini berberbanding terbalik dengan wacana yang dimana SBY
ditampilkan dan diidentifikasikan, pada bagian teks
“Sebetulnya SBY tidak harus turun tangan langsung sendiri, tetapi bisa menunjuk perwakilan atau pimpinan lain lain di partai itu untuk
menangani operasional partai. Itu mengurangi perhatian Presiden pada tugas negara.
7
Disini teks tetap menghadirkan SBY dalam kapasitasnya sebagai Presiden. Melalui konsistensi penghadiran SBY sebgai Presiden melalui beberapa teks yang
telah dianalisis dapat kita perhatikan bahwa disini teks media mengambil posisi untuk menentang keputusan SBY mengambil alih Demokrat dengan alasan dan
Universitas Sumatera Utara
rasionalitas yang dihadirkan contohnya menghadirkan dan mengidentifikasikan SBY sang Presiden, bukan sebagai Ketua Umum Majelis Tinggi, melalui
rasionalitas tentang tugas dan tanggung jawab Negara tentu hal ini akan mengkritik dan sangat menyudutkan SBY dalam konteks keputusannya
mengambil alih Partai Demokrat.
Universitas Sumatera Utara
4.5 Analisis Wacana Berita 4