menjadi bidang dimana pertarungan dari kelompok yang ada dalam masyarakat, ia melekat dalam produksi sosial, produksi media dan sistem budaya. Sehingga efek
dari ideologi dalam media itu menampilkan pesan dan realitas hasil konstruksi tersebut tampak seperti nyata, natural dan benar dan kita sebagai anggota dari
komunitas tersebut hanya tinggal menerima taken for granted dalam pengetahuan mereka.
2.2 Media dan Berita Dilihat dari Paradigma Kritis
Paradigma kritis mempunyai pandangan tersendiri terhadap berita yang bersumber darimana berita itu bersumber, bagaimana berita tersebut diproduksi
dan bagaimana kedudukan wartawan dan media bersangkutan dalam keseluruhan proses produksi berita yaitu Eriyanto 2001:31 :
1. Fakta
Bagi kaum kritis, realitas merupakan kenyataan semu yang telah terbentuk oleh proses kekuatan sosial,politik dan ekonomi. Oleh karena itu,
mengharapkan realitas apa adanya tidaklah mungkin, karena sudah tercelup oleh kelompok ekonomi dan poltik, Mengutip Stuart Hall
Eriyanto 2001:31, realitas tidak secara sederhana dilihat sebagai 1 set fakta. Tetapi hasil dari ideologi dan pandangan tertentu. Definisi mengenai
realitas ini diproduksi secara terus-menerus melalui praktik bahasa yang dalam hal ini selalu bermakna sebagai pendefinisian secara selektif realitas
yang hendak ditampilkan. Implikasinya adalah suatu persolan atau peristiwa di dunia nyata tidak mengandung atau menunjukkan makna
integral, tunggal dan intrisik. Makna yang muncul hanyalah makna yang ditransformasikan melalui bahasa. Makna dalam konteks ini adalah sebuah
produksi sosial, hasil sebuah praktik. Bahasa dan simbolisasi adalah perangkat yang digunakan untuk memproduksi makna.
Bagi kaum kritis berita adalah hasil dari pertarungan wacana antara berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan pandangan
dan ideologi wartawan, ini berbeda dengan pendapat kaum pluralis yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa fakta adalah yang sebenarnya yang dapat diliput oleh wartawan, berita bagi kaum ini adalah refleksi dan pencerminan dari
realitas atau miror of reality sehingga harus mencerminkan realitas yang hendak diberitakan. Hal ini disanggah oleh pandangan kritis yang
menyatakan bahwa realitas yang hadir didepan wartawan sesungguhnya adalah realitas yang telah terdistorsi. Realitas itu telah disaring dan
disuarakan oleh kelompok yang dominan dalam masyarakat, Realitas pada dasarnya adalah pertarungan antara berbagai kelompok untuk menonjolkan
basis penafsiran masing-masing. Sehingga realitas yang dihasilkan bukanlah realitas yang alamiah, tetapi sudah melalui proses pemaknaan
kelompok yang dominan dan konstruksi tersebut ditentukan oleh bagaimana kekuatan yang dominan memberi pengaruh yang besar dalam
fakta yang hadir di tengah khalayak bagi kepentingan mereka kelompok dominan
2. Posisi Media
Pandangan kritis melihat media bukan hanya alat dari kelompok dominan, tetapi juga memproduksi ideologi dominan, membantu
kelompok dominan menyebarluaskan gagasannya, mengontrol kelompok lain dan membentuk konsensus antar anggota komunitas. Lewat medialah,
ideologi dominan, apa yang baik dan apa yang buruk dimapankan Eriyanto 2001:36. Media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek
yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakkanya. Dalam pandangan kritis, media juga dipandang sebagai
wujud dari pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Disini, media bukan sarana yang netral yang
menampilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideologi yang dominan itulah yang akan
tampil dalam pemberitaan. Titik penting memahami media menurut paradigma kritis adalah
bagaimana media melakukan politik pemaknaan, menurut Stuart Hall Eriyanto 2001:37, makna tidak tergantung pada struktur makna itu
Universitas Sumatera Utara
sendiri, tetapi pada praktik pemaknaan. Makna adalah suatu produksi sosial, suatu praktik, menurutnya media massa pada dasarnya tidak
mereproduksi, melaikan menentukan to define realitas melalui pemakaian kata-kata yang terpilih. Makna, tidaklah secara sederhana dapat
dianggap sebagai reproduksi dalam bahasa, tetapi sebuah pertentangan sosial social struggle, perjuangan dalam memenangkan wacana. Media
di sini dipandang sebagai perang antar kelas. Ia adalah media diskusi publik di mana masing-masing kelompok sosial tersebut saling bertarung,
saling menyajikan perspektif untuk memberikan pemaknaan terhadap suatu persoalan. Setiap pihak menggunakan logika, penafsiran, dan bahasa
tertentu agar pandangannya lebih diterima oleh publik. Dalam pandangan kritis, pada akhirnya kelompok yang dominanlah yang menguasai
pembicaraan dan menentukan wacana.
3. Posisi Wartawan
Paradigma krtis melihat wartawan dalam menghasilkan berita tidak mungkin mengesampingkan atau menghilangkan aspek etika, moral dan
nilai-nilai tertentu, Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang dia lihat. Moral dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu
kelompok atau nilai tertentu adalah bagian yang integral yang tidak dapat terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas. Wartawan
disini bukanlah pelapor, karena disadari atau tidak ia menjadi partisipasi dari keragaman penafsiran dan subjektivitas dalam publik. Karena
fungsinya tersebut wartawan menulis berita bukan hanya sebagai penjelas, tetapi membentuk realitas sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Ini
karena wartawan dipandang bukanlah subjek yang netral dan otonom. Sebaliknya, wartawan adalah bagian dari anggota suatu kelompok
masyarakat yang akan menilai sesuatu dengan kepentingan kelompoknya.
Universitas Sumatera Utara
4. Hasil Liputan
Kaum pluralis menyatakan andaikata ada standar yang baku itu sering kali dikatakan sebagai peliputan yang berimbang, dua sisi, netral
dan objektif. Peliputan yang berimbang ini artinya menampilkan pandangan yang setara antara pihak-pihak yang terlibat dan hendak
diberitakan. Akan tetapi paradigma kritis menyangkal itu semua, persoalannya bukannya pada bagimana baik-buruknya laporan itu, tapi
apakah laporan itu memiliki bias atau tidak. Artinya kalau ada wartawan yang menulis berita dari satu sisi, mewawancarai hanya satu pihak,
memasukkan banyak opini pribadi, bukan lagi masalah benar atau salah, tapi semuanya itu bagian dari kerangka ideologi wartawan itu. Wartawan
adalah bagian dari kelompok dominan yang bertujuan meminggirkan kelompok yang dominan bahkan wartawan cendrung memilih apa yang
ingin dia lihat dan menulis apa yang ingin dia tulis. Ketika melihat suatu peristiwa dan menulis sesuatu, wartawan bahkan tidak bisa menghindari
diri dari stereotipe, melihat dengan sikap dan pandangan personalnya. Oleh karena itu perhatian penelitian harus diarahkan untuk mencari
ideologi wartawan tersebut dan bagaimana ideologi itu dipraktikkan untuk memarjinalkan kelompok lain lewat berita.
2.3 Ideologi