Hegemoni bekerja melalui konsensus ketimbang upaya penindasan satu kelompok terhadap kelompok lain. Salah satu kekuatan hegemoni adalah
bagaimana ia menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar. Dalam proses produksi berita, proses itu terjadi melalui cara yang
halus, sehingga apa yang diberitakan oleh media tampak sebagai suatu kebenaran, memang begitulah adanya, logis dan bernalar common sense dan semua orang
menganggap itu sebagai suatu yang tidak perlu dipertanyakan Eriyanto 2001:105. Maka dari itu perlu usaha bagi kelompok dominan untuk menyebarkan
ideologi dan kebenarannya tersebut agar diterima, tanpa perlawanan. Salah satunya kunci adalah nalar atau common sense ini, jika ide atau gagasan dari
kelompok dominanberkuasa telah diterima sebagai sesuatu yang common sense dan tidak didasarkan pada kelas sosial, kemudian ideologi itu diterima, maka
hegemoni telah terjadi.
2.5 Analisis Wacana Kritis
Dalam analisis wacana kritis, wacana di sini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya memang analisis wacana memang
menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis di sini berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa
dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tepai juga dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan
praktik tertentu, yang termasuk didalamnya praktik kekuasaan Eriyanto 2001:7 Menurut Fairclough dan Wodak 1997, 258, analisis wacana kritis
melihat wacana sebagai bentuk praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan hubungan dialektis, di antara peristiwa diskursif
tertentu dengan situasi, institusi dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana dalam hal ini bisa menampilkan efek ideologi: ia dapat memproduksi dan
mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki- laki dan wanita, kelompok mayoritas, kelompok minoritas melalui dimana
perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan.
Universitas Sumatera Utara
Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor yang penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi
didalam masyarakat. Analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya
masing-masing Fairclough Wodak 1997. Karakteristik penting analisis wacana menurt Teun A, Van Djik, Fairclogh dan Wodak. Eriyanto 2001:7 :
1. Tindakan
Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan action. Dangan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagi bentuk
interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruangan tertutup, konsekuensi dari hal ini adalah bahwa, wacana dipandang sebagai sesuatu
yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai
sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol bukan sesuatu yang diluar kendali.atau diekspresikan diluar kesadaran.
2. Konteks
Analisis wacana memperhatikan konteks wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi, wacana dipandang sebagai sesuatu yang
diproduksi, dimengerti dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Menurut Guy Cook analisis wacana memeriksa konteks komunikasi: siapa yang
mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari
perkembangan komunikasi; dan hubungan dengan masing-masing pihak. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan
mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipasi dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan
sebagainya. Wacana disini dimaknai sebagai teks dan konteks bersama- sama Eriyanto 2001:9.
Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi gambran spesifik dari budaya yang dibawa. Studi mengenai bahasa disini,
memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipasi, interteks, situasi dan
sebagainya.
3. Historis
Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita
melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa menentang Soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh
kalau kita bisa memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial dan politik pada saat itu. Oleh karena itu, kita
perlu mempertimbangkan mengapa wacana yang berkembang atau yang dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti Eriyanto,
2001:11
4. Kekuasaan
Setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandangsebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral
tetapi merupakan pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan kekuasaan. Analisis wacana
kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik,
ekonomi dan budaya tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungan dalam hubungannya dengan
wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol, Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana.
Kontrol disini tidaklah harus dalam bentuk fisik dan langsung tapi juga kontrol secara mental atau psikis. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut
bisa bermacam-macam. Bisa berupa kontrol atas konteks yang secara mudah dapat dilihat dari siapa yang boleh dan harus berbicara, sementara
Universitas Sumatera Utara
siapa pula yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan. Selain konteks, kontrol tersebut juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur
wacana. Seseorang yang mempunyai lebih besar kekuasaan bukan hanya menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan dan mana yang tidak
tetapi juga bagaimana ia harus ditampilkan. Ini misalnya dapat dilihat dari penonjolan atau pemakaian kata-kata tertentu Eriyanto, 2001:12.
2.6 Analisis Wacana Model Theo Van Leeuwen