dihasilkan bernilai positif bagi Anas Urbaningrum karena walaupun ditengah kecemasan yang dialami SBY dan para kader Demokrat mengenai masalah
kemerosotan yang dialami Partai Demokrat, Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tetap beroleh dukungan.
4.2.2 Inclusion Proses Pemasukkan
Strategi Wacana Inklusi Objektivasi-Abstraksi
Strategi wacana Eksklusi Objektivasi-Abstraksi terdapat dalam kalimat
“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui, sejumlah kader Partai Demokrat
merasa sangat prihatin dan cemas mendalam atas posisi partai yang anjlok dalam hasil survei.”
1
“Lebih jauh, Presiden mengakui telah diminta para kader untuk segera turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai Demokrat
agar tidak merosot lebih dalam lagi”
9
Disini teks menggunakan strategi eksklusi abtraksi dengan membuat sejumlah gambaran terhadap jumlah para kader yang perihatin melihat kondisi Partai
Demokrat dan meminta SBY untuk turun tangan mengambil alih Demokrat. Tentu abstraksi yang dilakukan teks akan mempengaruhi makna yang ditampilkan dalam
teks karena dengan membuat abstraksi peristiwa atau aktor yang sebetulnya secara kualitatif berjumlah kecil dengan abstraksi dikomunikasikan seakan berjumlah
banyak. Menarik untuk dilihat pada teks bagian pertama ini, kehadiran dari
abstraksi menghadirkan definisi dan konstruksi bahwa apa yang di perihatinkan dan dicemaskan oleh SBY juga dirasakan oleh sejumlah kader Partai Demokrat.
Kita mungkin tidak tahu berapa representasi dari gambaran sejumlah kader yang perihatin dan cemas melihat kondisi Partai Demokrat, apakah banyak atau sedikit,
hal ini menjadi penting karena dapat menggambarkan seolah terjadi ketidakpuasan akan kinerja pengurus partai yang pada akhirnya dapat dapat melegitismasi isu
pengambil alihan Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian teks yang kedua disini SBY didefinisikan telah diminta para kader untuk turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai
Demokrat. Disini teks menggunakan kata para kader, apakah semua kader meminta SBY mengambil alih Demokrat, atau sebagian kader, atau hanya
sebagian kecil kader, asbraksi disini dihadirkan membuat definisi yang multitafsir dan mengeneralisasi, sebagai pembanding dapat kita lihat pada teks berikut
“Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani, kemarin menyatakan, Anas masih mendapat dukungan pengurus ditingkat
provinsi dan kotakabupaten ”
14
Pada bagian ini abstraksi juga dihadirkan, menyatakan bahwa Anas masih mendapat dukungan pengurus provinsi dan kotakabupaten, apakah semua
pengurus pada level ini mendukung Anas, atau hanya sebagian kecil saja, kalau begitu siapa yang mendukung SBY, disini teks menghadirkan realitas seolah
perpecahan faksi-faksi ditubuh Partai Demokrat, mereka yang mendukung SBY dan mereka yang mendukung Anas Urbaningrum.
Bila ditelaah dan dibandingkan konteks keseluruhan 2 realitas abstraksi realitas pro SBY dan realitas pro Anas yang dihadirkan oleh teks ini, SBY
menjadi aktor yang dieksploitasi dan disudutkan. Hal ini terjadi karena peran yang dimana SBY dihadirkan adalah sebagi seorang Presiden lebih jauh hal ini akan
dibahas di bagian indentifikasi, di dua bagian yang memuatnya SBY didefinisikan dalam kapasitasnya sebagai Presiden, hal ini tentu menjadi
kontraproduktif dengan topik yang dibahas dalam teks ini, jika pembaca melihatnya secara utuh maka realitas yang dihadirkan adalah mengenai mengenai
keperihatinan dan kecemasan “Presiden” terhadap Partai Demokrat dan “Presiden” yang diminta para kader Partai Demokrat untuk mengambil alih
tanggung jawab partainya. Tentu ini definisi yang meyudutkan SBY. Hal ini berbanding terbalik dari definisi yang dihasilkan dari teks yang
dibentuk melalui teknik abstraksi bagi Anas Urbaningrum, disini teks melindungi Anas, perbandinganya sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
“Termasuk kasus Anas Urbaningrum Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang mendapat banyak sorotan luas masyarakat,
tetapi KPK belum menentukan putusannya.”
8
“Sekretaris DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani, kemarin menyatakan, Anas masih mendapat dukungan pengurus ditingkat
provinsi dan kotakabupaten
”
14
Pada bagian abstraksi yang pertama teks melalui teknik abstraksi menghadirkan bahwa kasus Anas mendapat sorotan masyarakat luas, masyarakat luas
menunjukkan pengambaran bahwa banyak orang yang sedang menyoroti kasus Anas Urbaningrum, namun disini teks tidak menghadirkan sorotan yang dimaksud
apakah positif atau negatif. Sehingga teks ini melindungi Anas Urbaningrum. Dibagian kedua teks ini juga melalui teknik abstraksi teks dapat kita lihat dari
penggunaan kata “pengurus di provinsi, kotakabupaten” pengambaran ini akan mengkonstruksi sosok Anas yang masih mendapat banyak dukungan dari
pengurus yang digeneralisasikan melalui semua tingakatan daerah.
Strategi Wacana Inklusi Nominasi-Identifikasi
Strategi wacana Inklusi Nominasi Identifikasi terdapat dalam kalimat
“Lebih jauh, Presiden mengakui telah diminta para kader untuk segera turun tangan dan mengambil alih tanggung jawab atas Partai Demokrat
agar tidak merosot lebih dalam lagi”
9
Melalui teknik identifikasi disini teks mendefinisikan SBY bukan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat namun sebagai seorang Presiden. Tentu saja
identifikasi akan menghasilkan definisi yang berbeda karena konteks dari teks adalah permintaan para kader kepada SBY untuk mengambil alih Partai
Demokrat, apabila teks mengidentifikasikan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat maka pembaca pasti mahfum, bahwa sebagai Ketua Dewan
Pembina memang sudah sepantasnya memang SBY menaruh perhatian terhadap partainya namun disini teks mengidentifikasikan dan mendefinikan SBY sang
Presiden.
Universitas Sumatera Utara
Identifikasi Presiden ini tentu akan membawa teks kepada persoalan yang dilematis, karena sebagai seorang Presiden Republik Indonesia, SBY memiliki
tanggung jawab yang amat besar, berbagai macam masalah ekonomi, sosial, politik dan hukum tengah dialami Bangsa Indonesia, apakah pantas SBY ditengah
besarnya tanggung jawab sebagai seorang Presiden turun tangan mengambil tanggung jawab di Partai Demokrat. Inilah persoalan dilematis yang tersirat
melalui teks yang dihadirkan, teks ini kritis mendefiniskan SBY sehingga ia memberi penilaian dan menyudutkan. Hal ini juga terdapat pada
“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui, sejumlah kader Partai Demokrat merasa sangat prihatin dan cemas mendalam atas posisi partai
yang anjlok dalam hasil survei.”
1
Sebagai perbandingan dapat kita lihat teks berikut
“Secara tidak langsung, SBY sebagai Ketua Umum Dewan Pembina Partai Demokrat
berpandangan, kemerosotan posisi Partai Demokrat, antara lain, karena pengaruh sejumlah kadernya yang berurusan dengan
Komisi Pemberantasan Korupsi”
5
Tentu disini SBY sudah pada kapasitasnya berbicara mengenai Partai Demokrat, karena identifikasi yang ditampilkan teks terhadap SBY adalah sebagai seorang
Ketua Umum Pembina Partai Demokrat yang notabene berhak berpendapat mengenai partainya, bukan sebagai seorang Presiden, teks melalui strategi
identifikasinya memainkan wacana bagaimana seorang aktor itu ditampilkan dan didefinisikan, pengidentifikasian SBY sebagai Presiden dalam konteks Partai
Demokrat akan menampilkan SBY pada posisi yang menyudutkan, hal yang berbeda akan terjadi apabila SBY yang ditampilkan adalah sebagai Ketua Umum
Pembina Partai Demokrat dalam pembicaraan teks tentang Partai Demokrat, sehingga dilihat secara keseluruhan teks ini memarginalkan dan menyudutkan
SBY.
Universitas Sumatera Utara
4.3 Analisis Wacana Berita 2