siapa pula yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan. Selain konteks, kontrol tersebut juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur
wacana. Seseorang yang mempunyai lebih besar kekuasaan bukan hanya menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan dan mana yang tidak
tetapi juga bagaimana ia harus ditampilkan. Ini misalnya dapat dilihat dari penonjolan atau pemakaian kata-kata tertentu Eriyanto, 2001:12.
2.6 Analisis Wacana Model Theo Van Leeuwen
Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan
posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa, Van Leeuwen menjelaskan
bahwa ideologi dan kekuasaan itu tercermin lewat teks Eriyanto, 2001:346 dan bahasa itu adalah pencerminan dari ideologi, sehingga dengan mepelajari bahasa
yang tercermin dalam teks, ideologi dapat dibongkar. Titik perhatian Van leeuwen terutama didasarkan pada bagaimana penggambaran peristiwa dan aktor-aktor
ditanpilkan dengan cara yang tertentu lewat teks media. Penggambaran itu mencerminkan bagaimana pertarungan sosial itu terjadi. Masing-masing
kelompok saling menonjolkan basis penafsirannya sendiri dan memunculkan bahasanya sendiri.
Di sini, ada kaitan antara wacana dan kekuasaan. Kekuasaan bukan hanya bekerja melalui jalur-jalur formal atau hukum, tetapi juga melalui serangkaian
wacana untuk mendefinisikan sesuatu atau suatu kelompok lain sebagai yang tidak benar dan buruk. Salah satu agen dalam pendefinisian itu adalah media.
Lewat pemberitaan yang terus menerus disebarkan, media secara tidak langsung membentuk pemahaman dan kesadaran di kepala khalayak mengenai sesuatu.
Wacana yang dibuat oleh media itu bisa jadi melegitimasi sesuatu hal atau kelompok dan mendelegitimasi dan memarjinalkan kelompok lain Eriyanto,
2001:172.
Universitas Sumatera Utara
Analisis Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor bisa seseorang atau kelompok ditampilkan dalam pemberitaan. Ada
dua pusat perhatian:
A. Exclusion Pertama, proses pengeluaran exclusion. Apakah dalam suatu teks berita ada
kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Proses pengeluaran ini akan, secara tidak langsung bisa
mengubah pemahaman khayalak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tertentu. Berikut adalah strategi bagaimana suatu kelompok atau
seorang individu itu dikeluarkan dalam pembicaraan Eriyanto, 2001;174-190.
1. Pasivasi
Pada dasarnya ini adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor tertentu tidak dilibatkan dalam suatu pembicaraan atau wacana.
Menurut van Leeuwen, kita perlu mengkritisi bagaimana masing-masing kelompok itu ditampilkan dalam teks, apakah ada pihak atau aktor yang
dengan strategi wacana tertentu hilang dalam teks. Salah satu cara klasik untuk mengetahui hal ini adalah dengan membuat kalimat dalam bentuk
pasif.
2. Nomalisasi
Strategi ini berhubungan dengan mengubah kata kerja verba menjadi kata benda nomina. Umumnya dilakukan dengan memberikan
imbuhan “pe-an,” hal ini dilakukan karena ada hubungannya dengan kalimat yang berbentuk aktif. Dalam struktur kalimat yang berbentuk aktif,
selalu membutuhkan subjek. Kalimat aktif juga selau berbentuk kata kerja yang menunjukkan pada apa yang dilakukan proses oleh subjek.
Sebaliknya kata benda tidak membutuhkan subjek, karena ia bisa hadir mandiri dalam kalimat. Nomalisasi tidak membutuhkan subjek, karena
nominalisasi pada dasarnya adalah proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakankegiatan menjadi kata benda yang bermakna peristiwa.
Universitas Sumatera Utara
3. Penggantian anak kalimat
Penggantian subjek juga dapat dilakukan dengan memakai anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai pengganti aktor.
B. Inclusion Proses pemasukkan inclusion adalah kalau suatu kelompok atau aktor
ditampilkan didalam media dengan menggunakan strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi, informasi atau susunan bentuk kalimat tertentu,
cara berbicara tertentu yang direpresentasikan dalam teks. Berikut adalah strategi bagaimana suatu kelompok atau seorang individu itu dimasukan dalam
pembicaraan Eriyanto, 2001;174-190.
1. Deferensiasi-Indiferensiasi
Ini merupakan strategi wacana bagaimana suatu kelompok disudutkan dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang
dipandang lebih dominan atau lebih bagus. Satu peristiwa atau aktor sosial bisa ditampilkan dalam teks secara mendiri, sebagi suatu peristiwa yang
unik atau khas, tetapi bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan peristiwa atau aktor lain dalam teks. Hadirnya inclusion peristiwa atau
kelompok lain selain yang diberitakan itu, menurut van Leeuwen, bisa menjadi pertanda baik bagaimana suatu peristiwa direpresentasikan
didalam teks. Penghadiran kelompok atau peristiwa lain secara tidak langsung ingin menujukkan bahwa kelompok itu tidak lebih bagus
dibandingkan dengan kelompok lain. Deferensiasi dalam wujudnya sering kali menimbulkan prasangka
tertentu, terutama dengan membuat membuat garis batas antara pihak “kita” dan pihak “mereka,” kita baik sementara mereka buruk, hal ini
menunjukkan bagaimana strategi wacana tertentu satu kelompok yang dikucilkan, dimarjinalkan dan dianggap buruk.
Universitas Sumatera Utara
2. Objektivasi-Abstraksi
Elemen wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah informasi mengenai suatu peristiwa atau aktor sosial dtampilkan dengan
memberi petunjuk yang konkret ataukah yang ditampilkan adalah abstrak.
3. Nominasi-Kategorisai
Dalam suatu pemberitaan mengenai aktor sesorangkelompok atau mengenai suatu permasalahan, sering kali terjadi pilihan apakah aktor
tersebut ditampilkan apa adanya ataukah yang disebut adalah kategori dari aktor sosial tersebut. Kategori ini bisa macam-macam yang menunjukkan
ciri penting dari seseorang: bisa berupa agama, status,bentuk fisik dan sebagainya.
4. Nominasi-Identifikasi
Strategi wacana ini hampir mirip dengan kategorisasi, yakni bagaimana suatu kelompok, peristiwa atau tindakkan tertentu
didefinisikan. Bedanya dalam indentifikasi, proses pendefinisian itu dilakukan dengan memberi anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua
proposisi, dimana proposisi kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama. Umumnya dihubungkan dengan kata hubung seperti
yang, di mana. Proposisi kedua ini dalam kalimat posisinya sebenarnya murni sebagai penjelas siapa orang itu atau apa tindakan atau peristiwa itu.
Akan tetapi sering kali pemberian penjelas ini mensugestikan makna tertentu karena umumnya berupa penilaian atas seseorang, kelompok, atau
tindakkan tertentu,
5. Determinasi-Indeterminasi
Dalam pemberitaan sering kali aktor atau peristiwa disebutkan secara jelas, tetapi sering kali juga tidak jelas anomin. Anonimitas ini
bisa jadi karena wartawan belum mendapakan bukti yang cukup untuk menulis, sehingga lebih aman untuk menulis anomin. Dengan membentuk
anonimitas, menurut van Leeuwen, justru membuat suatu generalisasi dan
Universitas Sumatera Utara
tidak spesifik. Efek generalisasi ini makin besar kalau, miasalnya, anonim yang dipakai dalam bentuk plural seperti banyak orang, sebagaian orang,
dan sebagainya.
6. Asimilasi-Individualisasi
Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor sosial yang diberitakan ditunjukkan dengan jelas kategorinya atau tidak.
Asimilasi terjadi ketika dalam pemberitaan bukan kategori aktor sosial yang spesifik yang disebut dalam berita tetapi komunitas atau kelompok
sosial di mana seseorang tersebut berada.
7. Asosiasi-Disosiasi
Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan, apakah aktor atau suatu pihak ditampilkan sendiri ataukah ia dihubungkan dengan
kelompok lain yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian