Pembahasan Pertarungan Wacana Dalam Pemberitaan Anas Urbaningrum vs Susilo Bambang Yudhoyono di Harian Kompas

4.10 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan paradigma kritis dengan menggunakan metode analisis wacana Theo van Leeuwen. Analisis wacana kritis melalui pendekatan Theo van Leeuwen lebih menekankan bagaimana seseorang atau sekelompok orang ditampilkan didalam pemberitaan. Model ini berdasarkan pada dua konsep utama dalam pembedahan teks yaitu inklusi dan eksklusi. Dalam konsep ini dapat dilihat bagaimana seseorang atau sekelompok orang dikeluarkan dari teks pemberitaan atau bagaimana suatu pihak ditampilkan dalam suatu pemberitaan dengan memakai kata, kalimat, informasi atau susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu masing-masing kelompok direpresentasikan dalam teks. Perjalanan kasus ini sudah memasuki usia setahun, dimulai dari awal Februari 2013 hingga Januari 2014. Secara garis besar dalam perjalanan kasus ini terbagi atas beberapa isu penting yang dimana konflik antara Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono terjadi. Bagian pertama adalah mengenai isu pengambil alihan Partai Demokrat oleh SBY dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang terdapat pada berita pertama dan kedua. Wacana yang dihadirkan melalui strategi wacana didalam teks pada bagian ini melindungi Anas Urbaningrum. Melalui strategi Eksklusi nama Anas dihilangkan dan dilindungi sehingga isu pengambil alihan Partai Demokrat yang bermula dari turunnya elektabilitas Partai Demokrat ditampilkan lebih karena sejarah panjang kader- kader Demokrat yang terlebih dahulu tersangkut masalah hukum dan tidak ada sangkut pautnya terhadap Anas Urbaningrum yang ketika itu terus-menerus menjadi topik utama media massa karena nama Anas yang disebut-sebut dalam persidangan M Nazaruddin terlibat dalam kasus hambalang. Dalam isu pengambil alihan Partai Demokrat juga melalui strategi wacana Inklusi defrensiasi Anas Urbaningrum diwacanakan masih beroleh dukungan yang sangat kuat pada tingkatan provinsi dan kotakabupaten di Partai Demokrat mengalahkan SBY yang selama ini menjadi patron dalam mengendalikan faksi- faksi Partai Demokrat, SBY juga dalam konteks pengambil alihan Partai Demokrat melalui strategi identifikasi ditampilkan dalam kapasitasnya sebagai Universitas Sumatera Utara Presiden, hal sangat kontraproduktif bagi SBY terhadap wacana yang dihadirkan. Penghadiran Presiden SBY dan bukan SBY sang Ketua Umum Majelis Tinggi Partai Demokrat memarginalkan dirinya, SBY dimarginalkan dengan penghadiran wacana SBY yang lebih mengutamakan partai politiknya ketimbang mengutamakan tanggung jawabnya yang berat sebagai seorang Presiden, melalui strategi abstraksi keputusan SBY dalam mengambil alih Partai Demokrat ditampilkan memperoleh banyak kritik dari berbagai pihak sehingga mewacanakan langkah yang diambil oleh SBY dalam mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum adalah sebuah langkah yang kurang tepat dan tidak populer dimata masyarakat. Pada berita ketiga yang mengangkat isu pra pengambil alihan Partai Demokrat disini SBY juga dimarginalkan dengan penghadiran strategi wacana inklusi yang melindungi Anas Urbaningrum dan mewacanakan langkah pengambil alihan partai oleh SBY sebagai langkah yang berlebihan sebuah langkah yang menunjukkan kegagalan partai untuk melembagakan diri atau bahkan langkah yang dipandang sebagai bentuk ketidak percayaan SBY terhadap organ Partai Demokrat. Disini SBY juga ditampilkan dalam kapasitasnya sebagai seorang Presiden, tentu hal ini memarginalkan SBY. Sebagai perbandingan Anas ditampilkan melalui strategi eksklusi sebagai aktor yang seharusnya diberi kesempatan untuk merekonsilidasi Partai Demokrat karena sosoknya yang masih sangat kuat dan berpengaruh di Partai Demokrat. Sehingga secara keseluruhan dalam isu pengambil alihan Partai Demokrat SBY dimarginalkan dibandingkan dengan bagaimana Anas ditampilkan. Bagian kedua adalah penetapan Anas sebagai tersangka. Dalam hal ini teks bukan berarti konsisten melindungi Anas, pada berita kedua melalui strategi wacana identifikasi Anas dan pendukungnya ditampilkan sebagai unsur-unsur negatif dalam Partai Demokrat. Ketika Anas coba menghadirkan dirinya sebagai korban dari kekejaman politik teks malah membantah dengan strategi wacana difrensiasi yang mengeneralisir konstruksi-konstruksi korban tersebut sebagai langkah yang jamak dilakukan oleh tersangka kasus korupsi untuk memenangkan opini publik. Universitas Sumatera Utara Pada berita kelima Anas bukan saja ditampilkan sebagai tersangka bahkan diminta untuk buka-bukaan mengenai kasus-kasus hukum yang ia ketahui untuk di bongkar, teknik dimana wacana ini dihadirkan menggunakan strategi wacana eksklusi pasivasi yang membuat pembaca fokus kepada Anas Urbaningrum sehingga Anas ditampilkan telah divonis bersalah dan dijustifikasi mengetahui banyak kasus korupsi yang melibatkan penguasa negeri, wacana ini memarginalkan Anas. Pada isu ini SBY ditampilkan pada posisi yang semakin kuat dan akan menguasai kepengurusan DPP, DPD dan PDC yang selama ini menjadi basis kekuatan Anas. Bagian ketiga adalah pasca mundurnya Anas Urbaningrum. Pada berita keenam teks, teks mewacanakan melalui strategi inklusi pasivasi bahwa mereka yang tergabung dalam kelompok perwakilan Anas akan sulit mendapat restu dari SBY untuk maju dalam kongres Partai Demokrat. Hal ini akan memarginalkan Anas Urbaningrum dan faksinya diwacanakan sebagai kelompok yang dimarginalkan. Pada berita ketujuh mengenai pencopotan beberapa kader Demokrat dari jabatannya di fraksi dan alat kelengkapan DPR teks mewacanakan pencopotan “orang dekat” Anas ini sebagai akibat kehadiran mereka pada deklarasi PPI Perhimpunan Pergerakan Indonesia. Melalui strategi wacana yang digunakan didalam teks kelompok pro Anas dimarginalkan didalam teks dengan ditampilkan sebagai korban yang terus-menerus dieksploitasi. Teks pada bagian ini melindungi SBY yang sebenarnya merupakan pemimpin tertinggi Partai Demokrat saat keputusan pencopotan ini dijatuhkan, konstruksi yang dihadirkan adalah pencopotan ini dengan alasan rotasi dan penyegaran agar para kader yang digantikan dapat lebih fokus kepada konstituen di daerahnya masing-masing. Penghadiran wacana ini lebih dominan, lebih bagus dan logis ketimbang wacana yang dihadirkan dari pihak Anas, sehingga secara umum pada bagian ini teks kembali memarginalkan Anas Urbaningrum. Pada bagian akhir adalah mengenai penahanan Anas Urbaningrum yang walaupun dibumbui oleh kode kontradiktif teks menghadirkan wacana yang memarginalkan Anas dengan menghadirkan wacana yang lebih dominan dengan menampilkan KPK sebagai lembaga hukum yang netral dan independen yang tidak mungkin bisa diintervensi tekanan-tekan politis tertentu, hal ini seolah Universitas Sumatera Utara mematahkan wacana yang Anas coba bangun melalui pernyataan yang penuh makna tersirat. Secara umum kompas dalam menampilkan pihak-pihak yang berkonflik antara SBY dan Anas berimbang cover both side dan seperti tanpa kepentingan hal ini terlihat dari pemilihan narasumber, kedua belah pihak yang berkonflik dimuat opininya masing-masing didalam teks. Namun tetap ada berita yang timpang dalam pemberitaan aktor-aktor yang berkonflik hal ini terlihat dari bagaimana SBY dimarginalkan ketika isu pengambil alihan Partai Demokrat, namun kemudian kemudian pada isu rencana Kongres Partai Demokrat SBY ditampilkan sebagai seorang penguasa yang akan melakukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya namun dilindungi ketika pencopotan kelompok Anas di Partai Demokrat. Sedangkan Anas dimarginalkan dalam posisinya yang tersandung masalah kasus korupsi yang menjeratnya lalu pada isu mengenai pencopotan beberapa golongan pro Anas dari jabatannya di fraksi dan alat kelengkapan DPR namun sangat Anas dilindungi ketika isu pengambil alihan Partai Demokrat. Mungkin menjadi suatu hal yang lumrah posisi media yang tidak objektif dalam memberitakan suatu peristiwa. Hal ini wajar terjadi karena orang-orang yang memproduksi berita wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik media sulit menghindari penilaian-penilaian subjektif yang secara konstruksi sosial ada pada dirinya ketika memandang peristiwa termasuk dalam hal ini berita yang disajikan pada berita harian Kompas. Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (Suatu Penelitian Deskriptif Kuantitatif di Desa Sukaraja Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya Propinsi Aceh)

0 25 94

PENDAHULUAN CITRA KEPEMIMPINAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO SEBAGAI PEMIMPIN POLITIK YANG EFEKTIF (Studi Analisis Isi Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas dan Tempo tentang Citra Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Sebagai Pemimpin Politik yang Efektif dal

0 3 68

PENUTUP CITRA KEPEMIMPINAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO SEBAGAI PEMIMPIN POLITIK YANG EFEKTIF (Studi Analisis Isi Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas dan Tempo tentang Citra Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Sebagai Pemimpin Politik yang Efektif dalam P

0 3 22

REPRESENTASI ANAS URBANINGRUM DAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DALAM PEMBERITAAN KASUS HAMBALANG DI HARIAN UMUM PIKIRAN RAKYAT: ANALISIS STRUKTUR MAKRO.

0 3 35

KUASA HARIAN AUSTRALIA THE AGE DAN SYDNEY MORNING HERALD TERHADAP PEMBERITAAN KASUS DUGAAN KORUPSI PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO: ANALISIS WACANA KRITIS.

0 0 6

PEMBERITAAN PENETAPAN ANAS URBANINGRUM SEBAGAI TERSANGKA DI MEDIA (DALAM JARINGAN).

0 0 2

REPRESENTASI ANAS URBANINGRUM DAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DALAM PEMBERITAAN KASUS HAMBALANG DI HARIAN UMUM PIKIRAN RAKYAT: ANALISIS STRUKTUR MAKRO - repository UPI T LIN 1201306 Title

0 0 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kritis - Pertarungan Wacana Dalam Pemberitaan Anas Urbaningrum vs Susilo Bambang Yudhoyono di Harian Kompas

0 1 17

Pertarungan Wacana Dalam Pemberitaan Anas Urbaningrum vs Susilo Bambang Yudhoyono di Harian Kompas

0 0 9

Pertarungan Wacana Dalam Pemberitaan Anas Urbaningrum vs Susilo Bambang Yudhoyono di Harian Kompas

0 0 11