BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kritis
Paradigma kritis terutama bersumber dari pemikiran sekolah Frankfrut. Ketika itu di Jerman tengah terjadi proses propaganda besar-besaran Hitler. Media
dipenuhi prasangka, retorika dan propaganda. Media dijadikan alat dari pemerintah untuk mengontrol publik, menjadi saranan pemerintah mengobarkan
semangat perang, berangkat dari sana ternyata media bukalah entitas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh kelompok yang dominan. Dari pemikiran sekolah
Frankfrut inilah lahir pemikiran paradigma kritis. Pernyataan utama dari paradigma kritis adalah adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam
masyarakat yang mengontrol proses komunikasi. Menurut Sindhunata Eriyanto 2001:24, teori kritis lahir karena ada keprihatinan akumulasi dan kapitalisme
lewat modal yang besar, yang mulai menentukan dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Individu tidak lagi mempunyai kontrol terhadap modal tersebut,
malah secara alamiah pula jadi diluar kesadarannya ia harus menyesuaikan dengan masyarakat yang dikuasai modal. Kondisi berita saat ini dengan akumulasi
modal besar-besaran menyatakan bahwa berita itu objektif, tapi melalui paradigma kritis pertanyaan yang diajukan pertama kali itu adalah objektivitas itu
sendiri. Semua kategori harus dipertanyakan, karena bisa menjadi alat kelompok dominan untuk memapankan kekuasaan dan dominasinya didalam masyarakat.
Menurut Horkheimer Eriyanto 2001:24, teori kritis haruslah memberi kesadaran untuk membebaskan manusia dari masyarakat yang irasional menjadi
masyarakat yang rasional, tori kritis yakini mampu menjadi teori emasipatoris karena sifat dasar dari teori kritis yang selalu curiga dan mempertanyakan dengan
kritis dengan masyakat. Paradigma ini berasal dari Marx teorinya yang kritis terhadap ekonomi jamannya, Marx menyatakan dalam sistem kapitalisme, orang
tidak bekerja secara bebas dan universal, melainkan semata-mata terpaksa, sebagai syarat untuk bisa hidup. Jadi pekerjaan tidak mengembangkan, melainkan
Universitas Sumatera Utara
mengasingkan manusia, baik dari dirinya sendiri, maupun dari orang lain. Marx melihat dalam masyarakat kapitalisme jamannya dimana sekelompok kecil
masyarakat pemilik modal telah memperbudak sekelompok besar masyarakat kelas bawah melalui kekuatan modal dan kepemilikan hak pribadinya. Franz
1999: 95 Dalam pemikiran sekolah Frankfrut, media hanya dimiliki dan didominasi
oleh kelompok dominan dalam masyarakat dan menjadi sarana untuk meneguhkan kelompok dominan sekaligus memarjinalkan dan meminggirkan kelompok
minoritas. Karena media dikuasai oleh kelompok yang dominan, realitas yang sebenarnya telah terdistorsi dan palsu, Oleh karena itu, penelitian media dalam
perspektif ini terutama diarahkan untuk membongkar kenyataan palsu yang telah diselewengkan dan dipalsukan tersebut oleh kelompok dominan untuk
kepentingannya. Pemikiran Madzhab Frankfurt ini dikembangkan oleh Stuart Hall
Eriyanto 2001:25 ia mengkritik kecendrungan studi media yang tidak menempatkan ideologi sebagai bagian yang penting, Hall menggunakan berbagai
teori dari Saussure, Levi Strauss, Bathes Lacan, Althusser dan Gramsci untuk menjelaskan bagaimana peran media dalam meresapkan ideologi tersebut, dalam
tulisannya ia berusaha menjelaskan bagaimana ideologi meresap dalam teks, mengkonstruksi pembentukkan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Ia bergerak
dari teori struktural Althusser dan mengadopsi teori hegemoni untuk menjelaskan bagaimana teks dapat membentuk ideologi dan bisa menjadi lahan studi bagi
analisis kritis Sejak tahun 1960-an, studi media didominasi oleh pendekatan behavioris,
terutama di Amerika. Dalam penelitian ini media diandaikan memiliki kekuatan yang besar, akan tetapi tidak dipandang secara serius karena masyarakat dilihat
sebagai pluralis, terdiri dari berbagai kelompok-kelompok yang berbeda kepentingannya, pluralitas itulah yang akan ditampilkan dalam media dan
beragam kepentingan itu akan mencapai titik ekuilibrium dalam bentuk konsensus dengan sendirinya jika dibiarkan alami dan tidak melalui paksaan. Hall mengkritik
hal ini dengan memasukkan teori mengenai normal dan penyimpangan Eriyanto, 2001:24 teori ini menekankan pluralisme sebagai kepura-puraan, menyediakan
Universitas Sumatera Utara
definisi diskriminatif dan menyimpang dari masyarakat atau partisipasi kelompok lain sebagai kondisi yang ilmiah. Dan bagaimana definisi menyimpang ini
diterapkan untuk orang miskin, buruh, petani, kelompok minoritas, atau kulit hitam. Terjadinya konsensus antara yang normal dan yang menyimpang tersebut
menurut Hall, bukanlah sesuatu yang bersifat alamiah tetapi didefinisikan secara sosial.
Oleh karena itu, konsensus dibentuk melalui praktik sosial, politik, disiplin legal dan bagaimana kekuasaan, otoritas itu ditempatkan, jadi menurut Hall,
konsensus itu terbentuk lewat proses yang kompleks yang melibatkan konstruksi sosial dan legitimasi. Media dipandang tidaklah refleksi dari konsensus, tetapi
media mereproduksi dan memapankan definisi dari situasi yang mendukung dan melegitimasi suatu struktur, mendukung suatu tindakan, dan mendelegitimasi
tindakan lain.Pembentukkan “definisi tentang situasi” tesebut adalah suatu proses yang harus dianalisis, karena melalui pendefinisian itulah media bekerja, sehingga
realitas disini tidak lagi dianggap sebagai seperangkat fakta, tetapi hasil dari pandangan tertentu dari pembentukkan realitas, medialah menjadi kunci utama
pertarungan kekusaan tersebut, melalui mana nilai-nilai kelompok dominan dimapankan, dibuat berpengaruh, dan menentukan apa yang diinginkan oleh
khayalak. Konstruksi realitas lewat media, menempatkan masalah representasi menjadi isu utama dalam penelitian kritis.
Dalam pembentukkan realitas tersebut ada 2 titik perhatian Hall Eriyanto 2001:24. Pertama, bahasa. Bukan sebagai sistem penandaan seperti pandangan
kaum strukturalis, bahasa disini dianggap sebagai arena pertarungan sosial dan bentuk pendefinisian realitas. Jadi kenapa si A harus kita tafsirkan seperti ini
bukan seperti itu, dikarenakan lewat pertarungan sosial dalam memperebutkan dan memperjungakan makna, pada akhirnya penafsiran atau pemaknaan tertentu
yang menang dan lebih diterima, lebih dari itu penafsiran dan pemaknaan lainnya dianggap tidak benar dan meyimpang.
Kedua, politik penandaan, yakni bagaimana praktik sosial dalam membentuk makna, mengontrol dan menentukan makna. Titik perhatian disini
adalah peran media dalam menandakan peristiwa atau realitas dalam pandangan tertentu dan menunjukkan bagaimana kekuasaan ideologi disini berperan. Ideologi
Universitas Sumatera Utara
menjadi bidang dimana pertarungan dari kelompok yang ada dalam masyarakat, ia melekat dalam produksi sosial, produksi media dan sistem budaya. Sehingga efek
dari ideologi dalam media itu menampilkan pesan dan realitas hasil konstruksi tersebut tampak seperti nyata, natural dan benar dan kita sebagai anggota dari
komunitas tersebut hanya tinggal menerima taken for granted dalam pengetahuan mereka.
2.2 Media dan Berita Dilihat dari Paradigma Kritis