RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015
63
a. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan pelaku usaha di bidang industri rumah tangga pangan terhadap standar
mutu dan keamanan pangan . Menjamurnya kelompok industri usaha mikro, kecil, dan
menengah pangan membawa risiko kesehatan karena modal dan profesionalisme yang melandasi usaha ini sering tidak
memadai untuk menjamin keamanan dan mutu produk pangan. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran
produsen serta upaya pelaku usaha untuk menyediakan produk pangan yang murah agar dapat dijangkau oleh daya
beli masyarakat mengakibatkan mereka melakukan proses produksi dan penyediaan pangan yang tidak layak serta
melanggar ketentuan
yang berlaku.
Hal ini
lebih memperparah keadaan apabila produsen makanan tersebut
memproduksi makanan anak-anak sekolah yang tidak punya pengetahuan tentang makanan yang sehat dan aman. Tidak
adanya data yang tersedia tentang jumlah dan lokasi sekolah yang mempunyai kantin juga perlu menjadi perhatian dalam
rangka meningkatkan keamanan dan kualitas jajanan anak sekolah.
b. Beredarnya secara bebas bahan kimia berbahaya
Oleh karena kurangnya kesadaran dan ketidaktahuan serta daya beli masyarakat yang masih lemah pascakrisis
ekonomi, dapat membuka peluang bagi produsen pangan yang hanya berorientasi keuntungan tanpa memperhatikan
keamanan, mutu dan gizi pangan. Akibatnya makin marak penggunaan bahan kimia berbahaya yang seperti formalin,
boraks, dan pewarna tekstil yaitu Rodhamin B dan Metanil Yellow yang digunakan untuk pangan. Bahan kimia ini
beredar secara bebas dan mudah didapatkan di pasaran, dan pengawasan peredaran bahan kimia yang bukan untuk
pangan ini masih sulit dipantau oleh instansi yang berwenang.
RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015
64
c. Jumlah dan persebaran tenaga District Food Inspector dan Penyuluh Keamanan Pangan yang tidak merata
Tenaga DFI dan PKP yang berada di KabupatenKota mempunyai peran dan fungsi dalam pengawasan dan
pembinaan pada produsen pangan rumah tangga. Jumlah tenaga yang cenderung menurun karena mutasi atau purna
tugas, makin jauh dari kebutuhan atau sesuai rasio jumlah penduduk 1:40.000, sehingga dapat mempengaruhi mutu
dan keamanan pangan industri rumah tangga yang beredar.
2.2.4. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Berdasarkan hasil pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga KabupatenKota tahun 2010, diperoleh 3 tiga urutan prioritas
masalah berdasarkan 16 indikator PHBS sebagai berikut : a. Perilaku Rumah Tangga yang memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya baru mencapai 49,50 sehingga masih ada sebesar 50,50 rumah tangga yang belum memberikan ASI
Eksklusif kepada bayinya variabel KIAGizi. b. Perilaku anggota rumah tangga melakukan aktivitas fisik
olah raga mencapai 71,3 sehingga masih ada 28,7 rumah tangga yang belum melakukan aktivitas fisik secara
rutin variabel gaya hidup. c. Rumah tangga dengan akses terhadap sanitasi layak
mencapai 70,7 sehingga masih ada 39,3 rumah tangga yang belum memiliki akses terhadap sanitasi layak variabel
kesehatan lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari 3 urutan prioritas
masalah tersebut, diperlukan kegiatan intervensi yang melibatkan lintas programsektor terkait, mengingat ke tiga urutan prioritas
masalah tersebut mewakili variabel yang beragam, sehingga koordinasi dengan program dan sektor terkait diharapkan dapat
mendukung peningkatan dan pembudayaan perilaku hidup bersih
RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015
65
dan sehat. Selain itu, dalam rangka mendukung peningkatan status gizi balita, perlu mengoptimalkan peran Tim PMTAS yang
sampai saat ini belum mendapat sosialisasi dan pelatihan pengolahan tentang kudapan PMTAS yang sehat dan bergizi
seimbang.
2.2.5. Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi
Permasalahan yang dihadapi dalam kelembagaan pangan dan gizi di provinsi maupun KabupatenKota di Jawa Tengah
adalah : a. Belum optimalnya penanganan masalah gizi ditingkat Provinsi
maupun KabupatenKota dan masih lemahnya koordinasi antara lembaga terkait.
b. Kinerja DKP tingkat KabupatenKota masih belum optimal. c. Penanganan ketahanan pangan seringkali menghadapi kendala
pendataan dan informasi pangan yang kurang akurat dan cepat. d. Monitoring dan evaluasi kinerja ketahanan pangan secara terpadu
belum berjalan. e. Pengembangan ketahanan pangan keluarga berbasis sumberdaya
dan kearifan lokal belum banyak dikembangkan. f. Keterbatasan sumber daya manusia baik kuantitas dan kualitas
di bidang pangan dan gizi baik sebagai tenaga yang bertugas di Puskesmas maupun sebagai penyuluh pangan dan gizi.
2.3 Tantangan dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Pangan dan
Gizi di Jawa Tengah 2.3.1. Perbaikan Gizi Masyarakat
Masih terdapat kesenjangan status gizi balita antar kabupatenkota menjadi tantangan yang harus dihadapi Jawa
Tengah. Hal ini ditandai dengan masih lebih banyaknya anak balita di pedesaan yang kekurangan gizi dibanding di perkotaan.
Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita yang tinggi di wilayah perdesaan terkait erat dengan kemiskinan, pendidikan yang rendah