Prevalensi Gizi Kurang dan Buruk pada Anak Balita

RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015 13

2.1.1.5 Status Gizi Balita berdasarkan Indikator BBTB

Indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan BBTB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu pendek karena diare atau sakit lainnya. Dalam keadaan demikian berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badan dan anak menjadi kurus. Penemuan kasus gizi buruk berdasarkan indikator BBTB dilakukan melalui beberapa kegiatan sebagai berikut : 1 Pemantauan Kasus Gizi Buruk. Pelaksanaan pemantauan kasus gizi buruk terintegrasi dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan di Posyandu. Pemantauan gizi buruk menghasilkan jumlah kasus gizi buruk sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Persentase posyandu yang memiliki sarana dan prasarana pemantauan pertumbuhan hingga tahun 2011 sebanyak 25 dari 48.399 posyandu dan akan ditingkatkan menjadi 80 pada tahun 2015. Selain itu juga melalui peran aktif kader dengan dukungan teknis petugas kesehatan di Puskesmas dan PKD. Persentase balita ditimbang berat badannya DS tahun 2011 mencapai 78 dan ditargetkan pada tahun 2015 dapat mencapai 90. Anak balita yang dalam penimbangan di Posyandu plot BB-nya pada KMS berada di bawah garis merah, dilakukan pengukuran kembali BB dan TB-nya dan dibandingkan dengan Baku Standar WHO, 2006. Apabila hasil perhitungan berada di bawah -3 Standar Baku maka balita tersebut termasuk kategori berstatus Gizi Buruk. Pengukuran juga dilakukan pada anak balita yang ditemukan tampak kurus sekali di luar pelaksanaan Posyandu. Anak balita dengan tanda klinis marasmus dan kwashiorkor juga termasuk kategori berstatus Gizi Buruk. RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015 14 2 Penanganan Kasus Gizi Buruk. Posyandu sebagai pos pelayanan kesehatan yang terdepan menjadi ujung tombak dalam penjaringan masalah kekurangan gizi pada balita. Kasus anak balita yang ditemukan menderita gizi buruk dirujuk ke Puskesmas danatau ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan. Hingga tahun 2011, seluruh kasus balita gizi buruk di Jawa Tengah telah mendapat perawatan yang memadai sudah mencapai 100. Nampak dari Gambar 5 terjadi penurunan jumlah kasus balita gizi buruk pada kurun waktu 2008-2011. Pada tahun 2008 kasus balita gizi buruk mencapai 5.171 kasus 0,20. Pada tahun 2011 jumlah kasus menurun hingga menjadi 1.830 kasus 0,07. Gambar 5. Perkembangan jumlah kasus balita gizi buruk Jawa Tengah Tahun 2008-2011 Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Tengah 2008-2011

2.1.2. Peningkatan Aksesibilitas Pangan Beragam

Aksesibilitas pangan berkaitan dengan kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya. Aksesibilitas pangan ini mencakup ketersediaan pangan, distribusi pangan, akses pangan dan stabilitas harga pangan, serta konsumsi