Kelembagaan yang Terkait Pangan dan Gizi di Jawa Tengah

RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015 59 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa guna menjamin akses sumber pendapatan keluarga dan mendukung pelaksanaan otonomi desa. Oleh karena itu perlindungan dan pengembangan warung desa sebagai unit distribusi pangan saat ini sedang dalam pemikiran untuk dikembangkan, seiring dengan mengguritanya waralaba dengan mega kapital ke perdesaan. Mendasarkan Keputusan Presiden Nomor 132 Tahun 2001 tentang Dewan Ketahanan Pangan, di Jawa Tengah telah dibentuk Dewan Ketahanan Pangan yang diketuai oleh Gubernur dengan Surat Keputusan Nomor 147 tahun 2008 dengan tugas utama mengevaluasi ketahanan pangan dan memformulasikan kebijakan peningkatan ketahanan pangan ditinjau dari sisi ekonomi, politik, geografis, dan gizi. Dari perspektif sosial budaya, peran kelembagaan yang relevan dalam pengembangan sistem ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan dalam memperjuangkan strategi penjaminan akses kecukupan pangan bagi masyarakat. Permasalahan kelembagaan yang masih memerlukan perhatian adalah koordinasi antara institusi di tingkat Provinsi, koordinasi antar institusi Provinsi dengan Kabupaten, serta perlunya tenaga profesional terutama ditingkat kecamatan dan desa. Di samping itu, pengembangan pola ketahanan pangan berbasis sumberdaya dan kearifan lokal belum optimal dikembangkan, baik melalui kajian IPTEK dan sosial ekonomi mengingat masih beragamnya sumberdaya pangan yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Melalui Kepmendagri dan Otda Nomor 6 tahun 2011 tentang Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat DesaKelurahan, telah mendorong proses pemberdayaan masyarakat melalui fasilitasi untuk berkembangnya kelembagaan ketahanan pangan asli dan lokal dalam bentuk RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015 60 lumbung pangan masyarakat. Keberadaan kelembagaan ini dimaksudkan untuk mendorong partisipasi masyarakat di bidang pangan sesuai dengan potensi modal sosial yang selama ini telah terbentuk ditingkat lokal. Dalam rangka peningkatan keamanan pangan segar di Jawa Tengah melalui Peraturan Gubernur Nomor 20 tanggal 10 Maret 2010 Penyempurnaan Peraturan Gubernur Nomor 97 tahun 2009 tanggal 29 Desember 2009 tentang Tim Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah OKKP-D, dibentuk Tim OKPP-D Provinsi Jawa Tengah. Tim OKPP-D memiliki tugas untuk melakukan sertifikasi mutu dan keamanan pangan hasil pertanian, serta melakukan pengawasan mutu dan keamanan pangan hasil pertanian di Jawa Tengah. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan dilaksanakan melalui peningkatan pengawasan keamanan pangan yang difokuskan pada makanan jajanan yang memenuhi syarat dan PIRT tersertifikasi. Dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Keamanan Pangan tindak lanjut dari Keputusan Presiden RI Nomor 103 Tahun 2001 diperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan .

2.1.5.2 Sumber Daya Manusia di Bidang Pangan dan Gizi Di Jawa Tengah

Jumlah petugas penyuluh lapangan di Jawa Tengah sebanyak 3.254 orang yang terdiri dari PPL pertanian 2.352 orang, PPL perikanan 227 orang, PPL kehutanan 675 orang belum semuanya mengikuti pelatihan bidang pangan dan gizi. Di samping itu jumlah tersebut belum sebanding dengan jumlah desa di Jawa Tengah sebanyak 7.810 desa. Masih adanya puskesmas yang tidak memiliki petugas gizi karena keterbatasan jumlah lulusan Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat, S1 Gizi, dan Diploma III Gizi atau yang lebih tinggi yang ditempatkan di wilayah Jawa RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2011-2015 61 Tengah. Perlu diperhatikan dan ditingkatkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berkaitan dengan pangan dan gizi oleh Perguruan Tinggi yang mengelola dan meluluskan alumni bidang pangan, gizigizi kesehatan masyarakat.

2.2 Permasalahan dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Pangan dan Gizi di Jawa Tengah

Mendasarkan kondisi dan status capaian pada kelima pilar, maka dapat di identifikasi permasalahan sebagai berikut :

2.2.1. Perbaikan Gizi Masyarakat

Masih terbatasnya jumlah tenaga khusus gizi di Puskesmas menjadi faktor kurang optimalnya upaya KIE yang berdampak pada rendahnya kesadaran masyarakat tentang pola gizi seimbang. Selain itu, keterbatasan tenaga Puskesmas yang telah dilatih tata laksana gizi buruk dan Posyandu yang belum memiliki sarana prasarana pemantauan pertumbuhan balita masih menjadi kendala dalam upaya perbaikan gizi masyarakat. Kurangnya kesadaran ibu hamil untuk mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang, kunjungan kehamilan secara teratur akan berpengaruh pada pertumbuhan bayi yang dilahirkan. Masih rendahnya bayi yang mendapat ASI eksklusif juga merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan kecukupan gizi balita.

2.2.2. Peningkatan Aksesibilitas Pangan Beragam

Permasalahan yang masih dihadapi adalah terbatasnya sarana dan prasarana distribusi pangan sehingga belum mampu menjangkau seluruh wilayah, utamanya desa terpencil, yang pada akhirnya akan menghambat penduduk di desa terpencil tersebut untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sesuai dengan gizi seimbang dan skor PPH ideal. Selain itu, distribusi pangan juga masih menghadapi kendala terbatasnya prasarana dan sarana pemasaran, seperti jalan, pasar desa dan fasilitas pergudangan atau penyimpanan pangan.